"Aku bukannya nggak punya cita-cita, Kak," kata Ciara. "Aku juga mau kuliah. Tapi, kakak tahu sendiri aku gampang lelah dan mimisan ...."Kevan mengusap pipi Ciara yang basah karena air mata. Dia berkata di dalam hati, 'Aku ngerti perasaan kamu, Cia. Apa yang bisa aku lakukan buat kamu? Aku akan cari cara, Cia!'"Dan aku ... mau nggak mau harus belajar cinta Miguel, Kak. Karena dia pilihan kedua orang tuaku."'Astaga! Gimana perasaan Tuan dan Nyonya saat mendengar semua isi hati Nona?'Kevan memutar otaknya untuk menghentikan Ciara menangis dan berkeluh kesah. Dia menghela napas sejenak. "Non, hidup dan mati kamu itu kuasa Tuhan. Aku punya cara agar kamu bisa kuliah. Mau tahu, nggak?" Ciara menatap wajah Kevan. "Apa?""Nanti aku kasih tahu. Sekarang cuci muka, lalu ikut aku sarapan di ruang makan!"Bukannya beranjak dari ranjang, Ciara justru kembali merebahkan tubuhnya. Dia menutup wajahnya dengan selimut."Ogah! Aku malas."Kevan terkekeh. "Sayang banget. Padahal aku mau ajak jaja
"Sialan!" pekik Kevan pelan.Kevan tahu, semua mata sedang memandang dirinya. Dia melihat ekspresi wajah Nulla yang menatapnya dengan penuh kebencian. Dia juga melihat ekspresi wajah Miguel yang sama bencinya seperti Nulla. Danny menghampiri Kevan. Dia merangkul pundak Kevan. "Gimana kabarmu, Bro? Kamu kok duduk sendirian aja di pojok?" tanya Danny sekedar basa-basi. "Kamu dateng sendirian?""Eh, ketua OSIS! Kamu nggak nyapa mantan kamu?" tanya Angel sambil menunjuk Nulla dengan dagunya. "Lihat, nih! Mantan kamu ditikung Bosnya sendiri! Ha! Ha! Ha!" 'Hinaan macam apa itu? Kenapa mereka menyerang ranah pribadiku?' tanya Kevan sambil menggeleng. Kevan tersenyum masam. Tiba-tiba Miguel datang dan mengambil paksa ponsel Kevan. "Eh, balikin HP-ku!" teriak Kevan.Kevan berdiri hendak mengambil kembali ponselnya. Namun, Miguel dengan cepat mengotak-atik ponsel Kevan. "Apa ini?!"Miguel mengarahkan ponsel kepada Kevan dan menunjuk video dirinya dengan Nulla. "Maksudnya apa?! Kamu diam-
"HP model baru kayak Pak Miguel?!" Angel mengulangi kalimat Kevan. "Yang bener aja, Van! Kalau nge-halu itu jangan ketinggian!""Angel, kamuー""Udahlah, Bro!" Danny berseru memotong kalimat Kevan. Danny kembali menghampiri Kevan yang masih membenarkan ponselnya. Dia melihat ponsel Kevan menyala kembali."Lebih baik kamu cepet wisuda, nanti aku kasih kamu kerjaan," ujar Danny. "Aku serius. Aku pasti bantu kamu, Van. Office boy juga nggak jelek-jelek amat kok buat kamu!"Kevan risih. Dia sedikit menjauhkan diri dari Danny. "Kamu nggak malu ya, Van?" tanya Helena. "Kamu itu miskin. Mana mungkin bisa beli HP kayak Pak Miguel?""Kamu bener, Helen," ucap Nulla membenarkan opini temannya. "Bahkan kredit pun kamu nggak akan mampu, Van!""Helen, memang kenapa kalau aku miskin? Walaupun aku miskin, aku masih punya harga diri!"Kevan mencoba membela dirinya sendiri. Sepertinya acara reuni malam ini menjadi ajang saling menghina dan memamerkan kekayaan!"Aku nggak sangka, Helen yang dulu aku ke
"Pak, kamu pasti bisa kalahin Kevan." Nulla berkata dengan yakin. Dia memberikan semangat untuk Miguel.Kevan duduk bersebelahan dengan Miguel di meja bartender. Orang-orang berdiri di belakang mereka. Sorak sorai teman-teman sesama SMA Cendrawasih justru mendukung Miguel, dan bukan Kevan. "Ayo, Pak Miguel! Kalahin Kevan!""Kalahin si miskin itu, Pak!"Beberapa orang berseru. Namun, Kevan terlihat santai dan tidak ambil pusing.'Nggak masalah mereka dukung Miguel! Aku senang melihat dia akan kalah!' seru Kevan sambil menoleh ke belakang. 'Sial! Kenapa aku harus lihat kemesraan Nulla dan Miguel?'Seorang bartender menuangkan Brandy, calvados, dan anggur putih manis ke dalam sebuah wadah gelas ukur bening. Kemudian, campuran tersebut diaduk dengan es."Perfect!" seru si bartender sambil senyum. Setelah menuangkan campuran tadi ke sebuah gelas koktail, bartender itu memberikannya kepada Kevan dan Miguel."Dua gelas Corpse Reviver sudah siap!"Miguel menatap gelas miliknya dengan senyum
"Ini kartu apaan? Aku baru lihat ada kartu macam ini!"Kevan mengambil sebuah kartu hitam dengan logo naga merah pada bagian atas kanan. Background pada kartu tersebut pun bergambar seekor naga yang sedang mengeluarkan api. "Ini kartu hitam Naga Merah tanpa batas limited, Tuan Muda." Penjelasan singkat Ziyad membuat Kevan memiliki banyak pertanyaan. "Kartu hitam itu apaan? Semacam kartu debit? Kartu kredit? Atau kartu keanggotaan Hotel Grand Picasso?"Pertanyaan Kevan direspon Ziyad dengan cepat. Ziyad geleng-geleng. "Bukan, Tuan," balasnya. "Kartu hitam itu semacam kartu debit yang bisa dipakai sesuka hati."Kevan membalikkan kartu tersebut. Dia membaca keterangan nama bank yang tertulis di sana. "Bank Golden Orion," kata Kevan mengeja nama bank pembuat kartu hitam Naga Merah."Di negara Nexterra, hanya terdapat 5 buah kartu hitam Naga Merah. Kartu debit ini dimiliki oleh keluarga kaya raya."Kevan melongo mendengar penjelasan Ziyad. Dia meletakkan kartu itu sambil menatap asisten
"Apa itu, Tuan? Anda buat saya penasaran aja."Kevan terkekeh. Dia teringat video syur Nulla dan Miguel yang masih tersimpan rapi di flashdisk."Aku belum pernah coba rasanya perawan," jawab Kevan, lalu dia meneguk minumannya.Ziyad kembali menepuk jidat. "Anda serius belum pernah ML, Tuan? ML itu Making Love. Jangan bilang, Anda nggak tahu artinya!" Ziyad memelankan suaranya saat bertanya. Dia menunggu Kevan selesai menghabiskan minumannya. "Hemm! Asisten brengsek!" Kevan berdeham dan memaki Zoyad. "Selama ini, nggak ada orang yang percaya kalau aku jawab belum pernah!""Jadi, Anda udah pernah atau belum?"Kevan meletakkan gelasnya yang sudah kosong. "Menurut kamu?!""Anda yang bebas dan liar gini, mana mungkin belum pernah ML sama cewek! Rasanya nggak masuk akal!""Dan ternyata, anak buahku sendiri kurang ajar!"Ziyad tertawa. "Ha! Ha! Ha! Maaf, Tuan. Saya cuma takjub. Ternyata di zaman sekarang masih ada pria kayak Anda yang belum pernah merasakan surga dunia!""Aku cuma akan ML
"Tuan, mau ke mana?" Omar mengikuti langkah Kevan menelusuri jalan bersemak. Mereka berdua membawa kantong plastik berisi berbagai makanan, snack dan minuman."Udah ikutin aja!"Penerangan jalan yang baik membuat Kevan dengan mudahnya mengenali sebuah tempat. Ya, tempatnya yang dulu. Sekarang, mereka sudah tiba di sebuah daerah kumuh pinggir rel kereta api di kota Tango. Beberapa gerbong kereta api usang dibiarkan begitu saja sehingga merusak pemandangan. "Tunggu, Tuan!" Omar menghentikan langkah Kevan. "Ini terlalu bahaya buat Anda!""Udah ikutin aja!"Lagi-lagi, Kevan hanya melontarkan kalimat yang sama. Tidak ada ekspresi apapun yang Kevan tunjukkan pada Omar. Hanya emosi yang muncul berkali-kali.Kevan menghempaskan lengan besar Omar dari pundaknya. Dia terus berjalan menuju salah satu gerbong usang tersebut."Bener-bener duplikat Tuan Christian!" seru Omar. "Sikap mereka berdua mirip banget."Omar mempercepat langkahnya menyusul Kevan. "Ayo cepet!"Kevan melompat ketika menai
"Tapi, aku nggak ada komputer di sini, Van! Kamu kan tahu, aku diusir dari rumah sama Ibuku.""Kasihan banget, kamu!" Kevan meledek Deyan. "Kamu ikut aku dan Omar. Kamu akan langsung kerja sama aku.""Kamu serius, Van?""Iya, aku serius," jawab Kevan. "Kalian jangan ada yang saling iri. Karena gaji kalian aku pukul rata."Semua orang angguk-angguk setuju dengan ucapan Kevan. "Dari dulu, Kevan memang selalu adil," ujar Martin. "Aku ngapain, Van?" tanya pria dengan mata sipit dan berkulit paling putih diantara kelima pria itu."Putra, kamu awasi kantor Dreamland di kota Baubau!""Buset! Kantor punya orang kaya raya di pulau Orion? Buat apaan, Van?"Putra terkejut. Namun, dia tidak berani membantah Kevan."Udah awasi aja!""Dan terakhir, Santo." Kevan menunjuk pria tinggi kurus dengan rambut panjang sebahu. "Aku mau kamu awasi kantor cabang perusahaan Wijaya Corp di kota Baubau!""Siap, Bos Kevan," sahur Santo. "Aku hapal jalanan di kota Baubau.""Mereka semua, siapa kamu, Van? Mereka
Donita menyadari ada yang tidak beres dengan suaminya. "Leon, kamu kenapa?" tanyanya, cemas. Donita bergegas lari ke arah Leon. Tangan Leon bergetar hebat. Setelah melototi dokumen kesehatan Christian di tangannya, sekarang Leon sedang menatap wajah ayahnya yang semakin memucat. Kemudian, dia segera membaca laporan keuangan keluarga.Melihat pemandangan itu, tidak ada seorang pun yang berbicara. Mereka menunggu reaksi Leon. Donita menarik paksa dokumen dari tangan Leon. Beberapa detik kemudian, mulutnya menganga lebar. "Ini nggak mungkin!" teriak Donita. "Ini pasti ada yang salah." Donita melirik Cinta yang duduk tenang memandanginya. "Iya kan, Mama mertua? Ini cuma halusinasi aku aja karena terlalu stres." Donita berkata dengan frustasi.Cinta menggeleng. Sedangkan Leon mematung di tempat. "Paman Leon sama Bibi Donita kaget, ya?" Suara Kevan memecahkan keheningan. "Di rumah ini, cuma keluarga kalian dan anak-anak Paman Ken aja yang belum tau."Hati Leon dan Donita semakin terir
Setelah kesalahpahaman dengan Ciara selesai, Kevan meminta tunangannya pergi ke Pink Beach Island lebih dulu bersama Felicia dan Quden untuk mempersiapkan pernikahan. Sedangkan Kevan kembali ke kota Paloma. Dia ingin menjemput keluarganya sebelum menyusul Ciara. Sehari sebelumnya, Ciara sudah mengetahui rencana pernikahan mereka. Karena keduanya melakukan fitting baju pengantin bersama. "Huhhh!" Kevan menghela napas panjang. Dia baru tiba di rumah besar keluarga Hanindra. Dia berjalan menuju ruang tengah di mana semua orang telah menunggunya."Tuan, Anda harus sabar!" Omar senantiasa mengingatkan Kevan. Kevan tidak menjawab. Dia terus berjalan tanpa menoleh.Setibanya di ruang tengah, semua orang sudah duduk bersama Christian dan Cinta. "Silakan duduk, Tuan!" Rofiq mempersilakan Kevan untuk duduk di sisi kanan Christian. "Malam, Kakek, Nenek," sapa Kevan. Lalu, dia menatap kedua Theo dan Jasmine yang duduk di sebelahnya. Rencana Kevan untuk menyusul Ciara tidak berjalan dengan
"Apa?! Anak kandung Kak Kevan?!"Ciara mengulangi kata-kata Nulla. Dia merasa hal itu sangat mustahil. Tapi jika dipikir-pikir, tidak ada hal mustahil di dunia ini kan? Bagaimana bisa, Kevan yang begitu bucin kepada Ciara menghamili wanita lain? Apalagi wanita itu adalah Nulla yang notabenenya mantan pacar sekaligus cinta pertama Kevan. Namun, jika sudah berurusan dengan nafsu, apapun bisa saja terjadi, kan?Kevan menghela napas kasar. Dia menatap Nulla yang sedang tersenyum lebar. Kevan beranjak pergi menghampiri Ciara. "Yang, jangan dengerin Nulla!"Ciara menghempas tangan Kevan. Dia memandangi Kevan dan Nulla bergantian. "Kamu belum bisa move on dari Cinta pertama kamu ya, Kak?" Wajah Ciara masam. "Kalo kamu belum selesai sama masa lalu, jangan berani-beraninya mulai sama orang baru."Usai mengatakan hal itu, Ciara pergi. Dia mengambil langkah cepat seolah tidak peduli dengan jantungnya yang terasa sakit. "Eh, Van! Kamu mau ke mana?" Nulla berteriak. Dia mencoba menghalangi Ke
"Masuk, Van!"Nulla membuka pintu kamar apartemen nomor 303. Namun, Kevan tidak langsung masuk. Merasa tidak ada pergerakan dari Kevan, Nulla menoleh ke belakang. "Kenapa? Ayo masuk!" ajaknya lagi. Nulla baru selesai mandi. Rambutnya basah dan dia masih memakai jubah mandi. Kevan tidak bodoh. Nulla pasti sedang merencanakan sesuatu. Bisa jadi firasat Omar tadi benar. Untuk sesaat, Nulla sibuk dengan ponselnya. Dia sedang mengetik pesan singkat untuk seseorang.Nulla: Nona Ciara, cepetan dateng ke Grand Hyeth Apartment nomor 303. Kamu pasti penasaran aku dan tunangan kamu ngapain aja, kan?Nulla tidak berniat menunggu pesan balasan Ciara. Dia kembali menatap Kevan. "Ada perlu apa?" tanya Kevan dengan tatapan sinis. "Di sini aja ngomongnya!"Kevan enggan masuk. Dia tidak ingin menimbulkan kecurigaan."Aku mau ngomongin tentang Miguel. Kamu yakin mau ngomong di depan pintu? Kamu nggak takut kalo ada yang nguping?"Nulla berdiri di ambang pintu, lalu celingukan. Sepi. Suasana di kori
Sesampainya di rumah, Kevan melihat Ciara murung. Ciara berbaring lesu di kamarnya. Dia bahkan tidak menyadari kehadiran Kevan dan Felicia. Felicia menghampiri anak satu-satunya. "Cia!" Ciara terkejut. Dia segera bangun. "Mama kapan pulang?" Sore hari yang redup ini sepertinya kota Baubau akan diguyur hujan. Suasana hati Kevan sedang tidak baik, sama seperti Ciara. Kevan mendekati Quden yang berdiri di dekat pintu. "Apa seharian ini Cia cuma tiduran aja?" tanyanya, penasaran. "Dia nggak bales chat aku sama sekali. Gimana nafsu makannya hari ini?"Quden adalah seorang yang jujur. Dia pun menjawab apa adanya. "Nona sama sekali nggak mau makan. Dia cuma minum susu aja, Bos." Kevan menatap Ciara yang sedang berbicara dengan Felicia. Wajah keduanya sedih. "Seharian ini, Nona Ciara habisin waktu di depan laptop baca-baca berita keluarga Darwin. Jadi, apa rencana Bos selanjutnya? Ngomong-ngomong, Pak Omar ke mana?""Omar masih di pengadilan. Aku balik sama Angga." Kevan terlihat benar-
"Huh!" Kevan melirik Felicia sedang menghela napas berat. Sejak tadi, Kevan berusaha menguatkan hati calon ibu mertuanya. Kevan memberikan botol air mineral kepada Felicia. "Ma, minum dulu!" Kevan lega. Karena setidaknya, Felicia masih mau minum di tengah ketegangan suasana ruang sidang. Dua hari lalu, Ciara sudah membereskan para pemegang saham yang ingin mundur dari Darwin Group. Ciara mentransfer uang sebanyak Rp 10 triliun sebagai ganti saham mereka. Tidak hanya itu, sehari sebelum sidang perdata digelar, keluarga Darwin sudah mengumumkan kebangkrutan mereka. Kini, Darwin Group telah diakuisisi oleh K.C Tobacco milik Kevan. Dengan cara itu, sudah sangat jelas bahwa K.C Tobacco ingin mengambil alih penuh tanpa melibatkan pemegang saham lama dalam struktur kepemilikan baru. Akuisisi ini memang menyakitkan bagi Ciara dan Felicia. Namun, mereka tidak memiliki cara lain. Selain itu, mereka berdua masih memiliki saham di K.C Tobacco. Tentu saja, Miguel tidak tahu hal itu. Denga
Pukul 9:00 malam waktu kota Baubau. Kevan dan Ciara sudah kembali ke rumah 1 jam yang lalu. Ciara tampak kelelahan. Mereka duduk di ruang tamu.Kevan duduk di sofa single menghadap ke pintu utama. Sedangkan Ciara dan Felicia duduk di sofa panjang bersama Arkan. Omar dan Angga berdiri di belakang Kevan. "Cia, kamu hebat. Kamu kuat menghadapi orang-orang. Aku salut sama keberanian kamu." Arkan tidak berhenti membanggakan Ciara. Namun, Kevan berwajah masam saat mendengarnya. Pintu pun terbuka. Quden berdiri di ambang pintu. Dia menatap Kevan. "Tuan, ada jajaran eksekutif di luar mau ketemu Anda dan Nona Ciara." Quden memberitahu. Sorot matanya tajam penuh dengan ancaman."Suruh masuk aja!" perintah Kevan. Kevan menatap Ciara dan Felicia. Lalu, mengangguk kepada Quden."Baik," sahut Quden. Tidak lama, dia menghilang di balik pintu. "Mama sama Cia inget kan rencana kita? Sekarang udah waktunya eksekusi."Kevan melihat Felicia tersenyum dengan paksa. Dia juga melihat sorot mata Felic
Rapat mendadak dengan jajaran eksekutif sudah selesai. Sekarang, Ciara sedang rapat bersama tim public relation dan tim kuasa hukum perusahaan di ruangan yang sama. Kevan tidak beranjak dari kursinya. Dia dengan setia menunggu Ciara menyelesaikan rapat. Di samping Kevan, Arkan duduk dengan tenang. Dia ingin melihat kepiawaian Ciara memimpin rapat.Di ruang rapat, Ciara berbicara. “Kita harus mengambil langkah-langkah yang sudah aku rencanakan untuk memulihkan kepercayaan dan memastikan Darwin Group tetap menjadi perusahaan yang dihormati,” katanya, antusias. Semua orang mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah tantangan besar, tapi dengan strategi yang tepat, mereka bisa mengatasi dampak negatif dan membangun kembali reputasi perusahaan."Siapa ketua tim public relation di sini?" tanya Ciara. Seorang wanita berambut pirang sebahu mengangkat tangan. "Saya, Nona. Nama saya Susan Arardjo.""Oke, Susan. Pertama-tama, aku mau hari ini kamu buat agenda transparansi dan komunikasi
Hari berikutnya, Ciara dan Kevan kembali ke pulau Pearl. Pagi ini, Ciara akan mengadakan rapat darurat dengan para eksekutif perusahaan Darwin Group. Kevan dan Ciara kembali bersama Arkan yang sekarang sedang rapat bersama pengacara yang dia bawa dan tim pengacara perusahaan di ruangan berbeda. Di ruang rapat Darwin Group, Ciara berbicara kepada tim manajemen. “Kita harus bekerja keras untuk memulihkan reputasi perusahaan. Aku tau, ini nggak akan mudah. Tapi dengan kerja sama dan dedikasi, aku yakin kita bisa mengatasi tantangan ini,” katanya dengan penuh semangat.Tim manajemen mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah saat yang sulit. Tapi, mereka bertekad untuk membawa Darwin Group kembali ke jalur yang benar. Mereka akan memastikan perusahaan ini tetap menjadi simbol integritas dan kepercayaan.Ciara menatap sekretarisnya. "Sarah, bagiin sekarang!""Baik, Nona." Sarah berdiri. Dia membagikan satu lembar kertas kepada tim manajemen. Kevan dan para jajaran direksi hanya te