"Kurang ajar!" teriak Samir kesal. Kevan berulang kali menghindari pukulan Samir. Dia sama sekali tidak melawannya. "Ayo, lawan!" seru Samir sambil mengepalkan kedua tangan. "Kenapa? Nggak bisa berantem? Nggak bisa beladiri?"Samir mencoba memancing emosi Kevan. Dia menatap Kevan sinis.Samir meludah ketika melihat Kevan memegangi bibirnya yang tipis, "Cih!" Kevan mengusap darah di ujung bibirnya dengan ibu jari. 'Darah? Sialan! Aku mau melawan, tapi aku nggak mau identitasku ketahuan publik! Bisa kacau rencanaku nanti!"Romi teriak, "Hajar aja, Bos!" Samir menoleh ke teman-temannya. Dia tersenyum miring. "Kevan kayaknya nggak bisa bela diri, Bos," ujar Rey. "Habisin aja orang miskin kayak dia!""Betul tuh, Bos," ucap Feral. "Syukur-syukur spesies miskin kayak dia lenyap dari muka bumi!"Karena mendapatkan dukungan dari ketiga temannya, Samir begitu bersemangat untuk menghajar Kevan lagi. "Kamu yakin, mau adu skill bela diri sama aku?" tanya Kevan santai. "Tapi, nggak gitu carany
"Mega!""Mega!"Mustika dan Desi berteriak berbarengan memanggil nama wanita berpakaian merah dengan kain songket tersebut. Ya! Dia adalah Mega Darmawanーseorang pengusaha pempek asal Pelembang sekaligus pemilik rumah makan di stasiun Tango 2.Wajah Mega memucat. Dia tidak berani memandangi Mustika dan Desi. Dia memilih untuk menundukkan kepala menatap sandal merah yang baru dibelinya di pasar malam. Mustika menatap Kevan. Dia berseru, "Van, bantu aku berdiri! Pantatku rasanya sakit banget."Kevan dengan sigap membantu Mustika berdiri. Dia membawa wanita penyuka sepatu dan sandal high heels itu duduk di samping Gallon. "Kamu nggak apa-apa, kan?" tanya Gallon. "Ah, kamu! Bisa-bisanya kamu makan enak saat teman kesusahan!" keluh Mustika sambil memijit kaki kanannya yang terasa sakit. "Aku laper," jawab Gallon pasrah. "Aku udah bilang tadi, kan? Aku nggak ikut campur urusan kamu dan Desi. Karena aku belum lihat motor baru Desi yang dibilang Mega tempo hari itu!" Gallon menunjuk Mega d
"Astaga! Antrian di pom bensin ini panjang banget."Kevan menggerutu. Walaupun begitu, dia tetap ikut mengantri. Dia melihat-lihat suasana di sekitar pom bensin. "Ya, ampun! Itu mobil Novira, kan? Dia ngapain ikutin aku?"Novira melambaikan tangan kepada Kevan. Namun, pria itu berpura-pura tidak melihatnya. Setelah 20 menit mengantri, kini giliran Kevan mengisi bensin."Mau diisi berapa liter, Mas?" tanya wanita petugas pom bensin. Kevan merogoh koceknya. Dia menemukan sisa uang recehan di sana. Dia segera mengeluarkan dan menghitungnya.'Astaga! Uangku sisa Rp 5.000,00. Mana cukup buat isi bensin?'"Mas? Gimana? Jadi, mau isi bensin?" tanya petugas itu lagi. "Eh, kalau nggak punya uang, ngapain antri? Ganggu ketertiban umum aja, sih!" Pria di belakang Kevan berteriak kesal. Beberapa antrian di belakangnya pun melakukan hal yang sama. "Mendingan kamu minggir, deh!""Iya, minggir! Aku nggak punya banyak waktu.""Bener, tuh! Kita mau cepat sampai di rumah."Kevan menghela napas pan
"Kamu juga cuma penjaga toko, kan?" Kenapa lancang sekali?!" tegur Kevan tidak suka. "Ha! Ha! Ha!" Si wanita tertawa lagi. "Penjaga toko kamu bilang?! Aku ini manajer toko Boys and Girls. Toko aksesoris sekaligus toko yang menyediakan kebutuhan cowok dan cewek masa kini.""Maaf, Bu Jessica," sela seseorang. Dia adalah seorang wanita muda dengan usia kira-kira 20-an tahun. Gadis itu datang dan berdiri di tengah-tengah Kevan dan manajer toko tadi. "Kalau Ibu nggak mau melayani Mas ini, biar aku aja.""Dara, kamu nggak bisa nilai orang, ya? Coba aja lihat dari penampilannya!" Jessica menunjuk Kevan. "Mana bisa dia beli barang-barang di toko kita? Sekarang udah malem dan toko udah mau tutup. Kamu jangan buang-buang waktu untuk orang macam dia!"Ketika mereka sedang asyik berdebat, Kevan sudah menemukan satu barang yang cocok diberikan untuk Ciara. "Berapa harga kotak musik ini?"Kevan memegang sebuah kotak musik berbentuk hati warna pink. Jessica melotot. Dia berteriak, "Jangan sentuh
"Selamat malam, Tuan dan Nyonya," sapa Kevan ketika memasuki ruang keluarga. Di sana, Rudi dan Felicia sedang duduk santai bersama putri tunggal mereka. Ismail dan Bima menunggu Kevan di ruang tamu. Karena keduanya membawakan semua hadiah untuk Ciara.Ciara segera menoleh begitu mendengar suara Kevan. "Kamu baru pulang, Kak?" tanyanya kesal. "Ke mana aja?"Kevan melihat kue ulang tahun masih utuh di meja oval dengan lilinnya. Kevan pun paham. 'Pasti Nona kecil ini ngambek lagi! Hem ....' Usai bergumam Kevan tersenyum kepada Ciara. "Selamat malam, Nona! Kok kue ulang tahunnya masih utuh? Belum tiup lilin, ya?"Kevan melihat Ciara menyandarkan tubuhnya sambil bertolak pinggang. "Nyonya Feli, apa Tuan Miguel udah pulang?" tanya Kevan saat menyadari tidak ada sosok Miguel diantara mereka."Dia nggak datang, Van. Lembur katanya," jawab Felicia sedikit kesal. Kevan angguk-angguk. "Maaf, Nona," ucap Kevan. "Tadi motorku mogok dan baterai HP-ku habis.""Motor dan HP jelek kayak gitu ganti
Ciara hendak berjalan menuju pintu sebelah kanan mobil. Namun tiba-tiba, datang sebuah mobil dari arah belakang."Aarrggghhh!"Teriakan Ciara mengejutkan semua orang yang berada di sekitarnya. Para gelandangan yang tertidur pun terbangun karenanya."Nona Cia!"Kevan histeris memanggil Ciara. Dia dengan cepat menangkap tubuh Ciara. "Nona!""Nona!"Ismail dan Bima berteriak berbarengan. Keduanya cemas. "Woii! Kalau mabuk jangan bawa mobil dong!" teriak Bima memaki si pengendara mobil.Kevan memeluk Ciara, lalu menariknya hingga mereka berdua terjatuh. Kevan berada di bawah tubuh Ciara. Bruk!"Nona, kamu baik-baik aja?!" Kevan takut. Ya, dia takut terjadi hal mengerikan pada Ciara."Mang, cepat bantu Nona berdiri! Bawa dia ke mobil!""Iーiya, Van," jawab Ismail. Dia mengulurkan tangan kepada Ciara. Ciara sudah berdiri. Namun, dia masih terdiam. Kevan pun berdiri. Dia meraih wajah Ciara yang tertunduk. "Nona, nggak ada yang lecet, Kan? Sekarang kamu udah aman. Tunggu aku di dalam mobil
"Aku ingat saat tinggal sama Mama dan Papa di kota Tango," ujar Kevan. Dia berbicara dengan pelan agar tidak ada orang yang mendengarnya. Kevan berjongkok. Dia menyalakan rokok. Kemudian, mengembuskan asap rokok perlahan-lahan melalui hidung dan mulutnya."Saat itu, kami bertiga hanya makan satu bungkus mie instan tanpa campuran daging, sayuran ataupun telur." Kevan mulai menangis. "Mama menambahkan garam agar kuahnya terasa asin. Karena Mama masak mie dengan kuah yang banyak."Benak Kevan masih mengingat dengan jelas kenangan menyedihkan itu. Dia terharu dan sakit hati mengingat semuanya."Suatu pagi, aku lihat Mama dimaki-maki Ibu pemilik warung karena ngutang beras. Padahal utang sebelumnya belum Mama bayar.""Kak!" panggil Ciara. Dia berjongkok di sisi kiri Kevan. "Nona, kamu ngapain di sini?" Kevan cepat-cepat menghapus air matanya. Dia juga memadamkan rokok. "Aku cari kamu. Ternyata kamu di sini," jawab Ciara sambil tersenyum. "Aku bangga banget sama Kakak. Aku yakin, someday
"Ada apa, Tuan?"Kevan dan Rudi berada di halaman belakang rumah keluarga Darwin. Mereka berdua berdiri di pinggir kolam renang. Malam sudah sangat larut bahkan hari telah berganti. Kevan menatap jarum jam di pergelangan tangannya yang menunjukkan pukul 1:00 dini hari."Akhir-akhir ini, perusahaan saya lagi nggak baik-baik aja, Van," ujar Rudi mengawali pembicaraan. "Saya baru menjalin kerja sama untuk pertama kalinya dengan HHC."Kevan diam membatu. Jantungnya seolah berhenti untuk beberapa detik saat mendengar Rudi menyebutkan nama perusahaan keluarganya.Rudi membakar rokok. Dia menatap ke arah kolam renang. Sedangkan Kevan berdiri di belakangnya. "Kamu tahu HHC, kan?" tanya Rudi sambil menoleh ke belakang. "Sini berdiri di samping saya, Van!"Kevan lantas berdiri di sisi kiri Rudi. Dia menjawab, "Ya, saya tahu, Tuan. Saya praktek bekerja di cabang Hanindra Orion Hotel kota ini.""Saya menandatangani kontrak kerja dengan HHC siang tadi, Van," ujar Rudi memberitahu."Apa ada yang
Donita menyadari ada yang tidak beres dengan suaminya. "Leon, kamu kenapa?" tanyanya, cemas. Donita bergegas lari ke arah Leon. Tangan Leon bergetar hebat. Setelah melototi dokumen kesehatan Christian di tangannya, sekarang Leon sedang menatap wajah ayahnya yang semakin memucat. Kemudian, dia segera membaca laporan keuangan keluarga.Melihat pemandangan itu, tidak ada seorang pun yang berbicara. Mereka menunggu reaksi Leon. Donita menarik paksa dokumen dari tangan Leon. Beberapa detik kemudian, mulutnya menganga lebar. "Ini nggak mungkin!" teriak Donita. "Ini pasti ada yang salah." Donita melirik Cinta yang duduk tenang memandanginya. "Iya kan, Mama mertua? Ini cuma halusinasi aku aja karena terlalu stres." Donita berkata dengan frustasi.Cinta menggeleng. Sedangkan Leon mematung di tempat. "Paman Leon sama Bibi Donita kaget, ya?" Suara Kevan memecahkan keheningan. "Di rumah ini, cuma keluarga kalian dan anak-anak Paman Ken aja yang belum tau."Hati Leon dan Donita semakin terir
Setelah kesalahpahaman dengan Ciara selesai, Kevan meminta tunangannya pergi ke Pink Beach Island lebih dulu bersama Felicia dan Quden untuk mempersiapkan pernikahan. Sedangkan Kevan kembali ke kota Paloma. Dia ingin menjemput keluarganya sebelum menyusul Ciara. Sehari sebelumnya, Ciara sudah mengetahui rencana pernikahan mereka. Karena keduanya melakukan fitting baju pengantin bersama. "Huhhh!" Kevan menghela napas panjang. Dia baru tiba di rumah besar keluarga Hanindra. Dia berjalan menuju ruang tengah di mana semua orang telah menunggunya."Tuan, Anda harus sabar!" Omar senantiasa mengingatkan Kevan. Kevan tidak menjawab. Dia terus berjalan tanpa menoleh.Setibanya di ruang tengah, semua orang sudah duduk bersama Christian dan Cinta. "Silakan duduk, Tuan!" Rofiq mempersilakan Kevan untuk duduk di sisi kanan Christian. "Malam, Kakek, Nenek," sapa Kevan. Lalu, dia menatap kedua Theo dan Jasmine yang duduk di sebelahnya. Rencana Kevan untuk menyusul Ciara tidak berjalan dengan
"Apa?! Anak kandung Kak Kevan?!"Ciara mengulangi kata-kata Nulla. Dia merasa hal itu sangat mustahil. Tapi jika dipikir-pikir, tidak ada hal mustahil di dunia ini kan? Bagaimana bisa, Kevan yang begitu bucin kepada Ciara menghamili wanita lain? Apalagi wanita itu adalah Nulla yang notabenenya mantan pacar sekaligus cinta pertama Kevan. Namun, jika sudah berurusan dengan nafsu, apapun bisa saja terjadi, kan?Kevan menghela napas kasar. Dia menatap Nulla yang sedang tersenyum lebar. Kevan beranjak pergi menghampiri Ciara. "Yang, jangan dengerin Nulla!"Ciara menghempas tangan Kevan. Dia memandangi Kevan dan Nulla bergantian. "Kamu belum bisa move on dari Cinta pertama kamu ya, Kak?" Wajah Ciara masam. "Kalo kamu belum selesai sama masa lalu, jangan berani-beraninya mulai sama orang baru."Usai mengatakan hal itu, Ciara pergi. Dia mengambil langkah cepat seolah tidak peduli dengan jantungnya yang terasa sakit. "Eh, Van! Kamu mau ke mana?" Nulla berteriak. Dia mencoba menghalangi Ke
"Masuk, Van!"Nulla membuka pintu kamar apartemen nomor 303. Namun, Kevan tidak langsung masuk. Merasa tidak ada pergerakan dari Kevan, Nulla menoleh ke belakang. "Kenapa? Ayo masuk!" ajaknya lagi. Nulla baru selesai mandi. Rambutnya basah dan dia masih memakai jubah mandi. Kevan tidak bodoh. Nulla pasti sedang merencanakan sesuatu. Bisa jadi firasat Omar tadi benar. Untuk sesaat, Nulla sibuk dengan ponselnya. Dia sedang mengetik pesan singkat untuk seseorang.Nulla: Nona Ciara, cepetan dateng ke Grand Hyeth Apartment nomor 303. Kamu pasti penasaran aku dan tunangan kamu ngapain aja, kan?Nulla tidak berniat menunggu pesan balasan Ciara. Dia kembali menatap Kevan. "Ada perlu apa?" tanya Kevan dengan tatapan sinis. "Di sini aja ngomongnya!"Kevan enggan masuk. Dia tidak ingin menimbulkan kecurigaan."Aku mau ngomongin tentang Miguel. Kamu yakin mau ngomong di depan pintu? Kamu nggak takut kalo ada yang nguping?"Nulla berdiri di ambang pintu, lalu celingukan. Sepi. Suasana di kori
Sesampainya di rumah, Kevan melihat Ciara murung. Ciara berbaring lesu di kamarnya. Dia bahkan tidak menyadari kehadiran Kevan dan Felicia. Felicia menghampiri anak satu-satunya. "Cia!" Ciara terkejut. Dia segera bangun. "Mama kapan pulang?" Sore hari yang redup ini sepertinya kota Baubau akan diguyur hujan. Suasana hati Kevan sedang tidak baik, sama seperti Ciara. Kevan mendekati Quden yang berdiri di dekat pintu. "Apa seharian ini Cia cuma tiduran aja?" tanyanya, penasaran. "Dia nggak bales chat aku sama sekali. Gimana nafsu makannya hari ini?"Quden adalah seorang yang jujur. Dia pun menjawab apa adanya. "Nona sama sekali nggak mau makan. Dia cuma minum susu aja, Bos." Kevan menatap Ciara yang sedang berbicara dengan Felicia. Wajah keduanya sedih. "Seharian ini, Nona Ciara habisin waktu di depan laptop baca-baca berita keluarga Darwin. Jadi, apa rencana Bos selanjutnya? Ngomong-ngomong, Pak Omar ke mana?""Omar masih di pengadilan. Aku balik sama Angga." Kevan terlihat benar-
"Huh!" Kevan melirik Felicia sedang menghela napas berat. Sejak tadi, Kevan berusaha menguatkan hati calon ibu mertuanya. Kevan memberikan botol air mineral kepada Felicia. "Ma, minum dulu!" Kevan lega. Karena setidaknya, Felicia masih mau minum di tengah ketegangan suasana ruang sidang. Dua hari lalu, Ciara sudah membereskan para pemegang saham yang ingin mundur dari Darwin Group. Ciara mentransfer uang sebanyak Rp 10 triliun sebagai ganti saham mereka. Tidak hanya itu, sehari sebelum sidang perdata digelar, keluarga Darwin sudah mengumumkan kebangkrutan mereka. Kini, Darwin Group telah diakuisisi oleh K.C Tobacco milik Kevan. Dengan cara itu, sudah sangat jelas bahwa K.C Tobacco ingin mengambil alih penuh tanpa melibatkan pemegang saham lama dalam struktur kepemilikan baru. Akuisisi ini memang menyakitkan bagi Ciara dan Felicia. Namun, mereka tidak memiliki cara lain. Selain itu, mereka berdua masih memiliki saham di K.C Tobacco. Tentu saja, Miguel tidak tahu hal itu. Denga
Pukul 9:00 malam waktu kota Baubau. Kevan dan Ciara sudah kembali ke rumah 1 jam yang lalu. Ciara tampak kelelahan. Mereka duduk di ruang tamu.Kevan duduk di sofa single menghadap ke pintu utama. Sedangkan Ciara dan Felicia duduk di sofa panjang bersama Arkan. Omar dan Angga berdiri di belakang Kevan. "Cia, kamu hebat. Kamu kuat menghadapi orang-orang. Aku salut sama keberanian kamu." Arkan tidak berhenti membanggakan Ciara. Namun, Kevan berwajah masam saat mendengarnya. Pintu pun terbuka. Quden berdiri di ambang pintu. Dia menatap Kevan. "Tuan, ada jajaran eksekutif di luar mau ketemu Anda dan Nona Ciara." Quden memberitahu. Sorot matanya tajam penuh dengan ancaman."Suruh masuk aja!" perintah Kevan. Kevan menatap Ciara dan Felicia. Lalu, mengangguk kepada Quden."Baik," sahut Quden. Tidak lama, dia menghilang di balik pintu. "Mama sama Cia inget kan rencana kita? Sekarang udah waktunya eksekusi."Kevan melihat Felicia tersenyum dengan paksa. Dia juga melihat sorot mata Felic
Rapat mendadak dengan jajaran eksekutif sudah selesai. Sekarang, Ciara sedang rapat bersama tim public relation dan tim kuasa hukum perusahaan di ruangan yang sama. Kevan tidak beranjak dari kursinya. Dia dengan setia menunggu Ciara menyelesaikan rapat. Di samping Kevan, Arkan duduk dengan tenang. Dia ingin melihat kepiawaian Ciara memimpin rapat.Di ruang rapat, Ciara berbicara. “Kita harus mengambil langkah-langkah yang sudah aku rencanakan untuk memulihkan kepercayaan dan memastikan Darwin Group tetap menjadi perusahaan yang dihormati,” katanya, antusias. Semua orang mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah tantangan besar, tapi dengan strategi yang tepat, mereka bisa mengatasi dampak negatif dan membangun kembali reputasi perusahaan."Siapa ketua tim public relation di sini?" tanya Ciara. Seorang wanita berambut pirang sebahu mengangkat tangan. "Saya, Nona. Nama saya Susan Arardjo.""Oke, Susan. Pertama-tama, aku mau hari ini kamu buat agenda transparansi dan komunikasi
Hari berikutnya, Ciara dan Kevan kembali ke pulau Pearl. Pagi ini, Ciara akan mengadakan rapat darurat dengan para eksekutif perusahaan Darwin Group. Kevan dan Ciara kembali bersama Arkan yang sekarang sedang rapat bersama pengacara yang dia bawa dan tim pengacara perusahaan di ruangan berbeda. Di ruang rapat Darwin Group, Ciara berbicara kepada tim manajemen. “Kita harus bekerja keras untuk memulihkan reputasi perusahaan. Aku tau, ini nggak akan mudah. Tapi dengan kerja sama dan dedikasi, aku yakin kita bisa mengatasi tantangan ini,” katanya dengan penuh semangat.Tim manajemen mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah saat yang sulit. Tapi, mereka bertekad untuk membawa Darwin Group kembali ke jalur yang benar. Mereka akan memastikan perusahaan ini tetap menjadi simbol integritas dan kepercayaan.Ciara menatap sekretarisnya. "Sarah, bagiin sekarang!""Baik, Nona." Sarah berdiri. Dia membagikan satu lembar kertas kepada tim manajemen. Kevan dan para jajaran direksi hanya te