Untuk sekelas mantan tentara di Departemen Pertahanan, David Foster terlihat sama sekali tidak profesional. Membawa permasalahan pribadi sampai harus mengorbankan banyak orang bukanlah hal yang patut dibanggakan."Masalah apa yang membuatmu sampai membenci Jack Reeves? Bukankah dia adalah atasan yang baik selama ini?"David mendengkus, lalu tertawa terbahak-bahak. Namun, tawa itu dengan cepat berhenti. Wajahnya berubah menjadi geram."Sejak presiden baru menurunkan Menteri Pertahanan yang lama dan menggantinya dengan Jayden Kingston, aku harus dipindahkan ke FBI di Portland karena tidak mau mendukung pria tua bangsat itu," kata David sebelum menggeram.Nathan menatap pria itu heran. "Apa hubungannya dengan Jack Reeves?""Kau masih bertanya? Seharusnya aku yang menjadi kepala agen khusus, bukan dia! Aku adalah tentara khusus yang sudah sangat berpengalaman, jadi posisi itu seharusnya menjadi milikku! Bukan milih bocah ingusan seperti dia!" teriak David marah.Sebelah alis Nathan terang
"Apakah bandara Korea Selatan memang seramai ini? Kenapa padat sekali?" gumam Elena ketika mereka baru saja turun dari pesawat di Bandara Internasional Incheon."Biasanya ada artis mereka yang baru datang dari luar negeri. Para wartawan akan berkerumun untuk mengambil gambar mereka," jawab Jack sambil menggandeng tangannya.Mereka diiringi oleh satu orang bodyguard dari Turki untuk mengawal Elena."Tapi di Amerika tidak seramai ini," ucapnya ketika mereka menuju ke Area Pengambilan Bagasi."Kau akan kaget ketika melihat bagaimana artis-artis di negara ini. Pendapatan Security Black termasuk tinggi di Korea Selatan. Satu artis saja bisa memiliki lebih dari 10 bodyguard jika dia sudah kelas dunia."Elena terkesiap. "Benarkah? Wow! Sebanyak itu? Pantas saja kau kaya raya!"Jack tertawa sambil membenahi kacamata hitamnya. "Bagaimana dengan keadaan di US?" tanyanya lagi.Setelah diceritakan oleh suaminya mengenai kondisi Nathan dan Brad, Elena bisa bernafas lega. Setidaknya mereka berdua
"Kalian sangat berdosa karena telah membuat ibu hamil sebagai lelucon," gerutu Elena dengan wajah kesal."Tidak ada yang melakukannya. Itu hanyalah perasaanmu saja. Ngomong-ngomong, si Jin siapa ini, dia menjadi prioritas kalau begitu?" tanya Jack berusaha mengalihkan perhatian.Tidak lucu jika istrinya merajuk di depan orang lain. Jack akan semakin pusing dibuatnya."Ah, bisa dibilang begitu. Meskipun di depan kamera dia bukanlah member yang paling terkenal di grupnya, tapi di belakang kamera, bahkan orang-orang yang lebih tua darinya pun menghormatinya dan memanggilnya Ketua atau CEO.""Seberpengaruh itu? Benar-benar tertutup kalau begitu," sahut Elena merasa takjub. "Jangan heran jika nanti dia tidak seceria dan sekonyol seperti ketika di depan kamera. Dia sebenarnya adalah seorang introvert yang dingin, tapi bisa bersikap ramah," peringat Bum Sik."Kudengar di sini ada wajib militer? Apakah dia juga harus ikut?" tanya Jack.Dia tahu beberapa karyawannya di negara ini juga diminta
Kalau saja tidak ingat bahwa dia sangat mencintai istrinya, tentu Jack akan langsung marah-marah karena waktunya terbuang sia-sia hanya untuk menemani istrinya memeluk pria lain di depan matanya. Ya, kalian benar. Elena tengah memeluk pria lain yang bahkan lebih terlihat seperti patung berjalan ketimbang manusia pada umumnya.Jack akui, pria itu memang sangat tampan sekaligus cantik jika dilihat secara langsung. Kamera bahkan tidak bisa menangkap sepertiga dari ketampanan wajahnya. Ia bahkan heran, kenapa ada manusia seperti pria itu di dunia nyata?Kulitnya begitu putih dan mulus tanpa cela. Pria itu bahkan tidak mengenakan make-up seperti member lainnya. Benar-benar seperti karakter novel atau komik yang keluar ke dunia nyata. Jack jadi teringat dengan pangeran berkuda putih yang selalu digambarkan di film-film ataupun dongeng."Hai, aku Kim Jin Woo. Maaf sudah memeluk istrimu. Aku sama sekali tidak bermaksud apa-apa." Tiba-tiba pria yang baru saja dipikirkan oleh Jack itu menghamp
"Aku akan menemui temanku untuk mencari informasi," kata Hugh sebelum berpisah dengan Nathan di pintu masuk penjara.Nathan menuju ke petugas lapas untuk melaporkan tujuannya. Setelah memberikan kartu identitas dan ponsel, ia mengikuti petugas lainnya menuju ke ruangan khusus untuk menjenguk narapidana.Tidak perlu menunggu waktu lama untuk bisa melihat Lucas yang berjalan ke arahnya dengan penampilan yang acak-acakan dan kusut. Nathan tertawa melihat bagaimana kacaunya lelaki itu."Si hebat Lucas. Aku tak menyangka bahwa kau ternyata memiliki style baru setelah tinggal berbulan-bulan di sini. Sepertinya kau betah?" sindir Nathan sambil mengamati pria itu dari atas ke bawah secara terang-terangan dengan seringai lebar.Lucas mengumpatinya berkali-kali dengan mata melotot."Kenapa kau kesini, sialan? Tidak cukupkah kau mempermalukanku yang bisa dikalahkan oleh seorang wanita?"Nathan semakin terbahak-bahak sampai sipir yang mengawasi mereka mengernyitkan dahi."Aku sendiri heran kenapa
"David Foster sering datang ke penjara ini dengan alasan menangani kasus lanjutan milik Lucas. Padahal yang sebenarnya adalah, dia mengancam Lucas menggunakan anak Jennifer. Memaksa Lucas untuk mengatakan apakah Elena yang membunuh Matthew Patt," kata Hugh begitu mereka menjauhi penjara dan memesan taksi."Bagaimana dengan jawaban Lucas?" tanya Nathan sambil menatap taksi yang berhenti tak jauh dari mereka."Lucas tidak peduli dengan anak itu. Dia yakin anak itu bukan anaknya, karena dia menggunakan pengaman ketika melakukannya dengan Jennifer di apartemen milik Elena Pierce.""Dasar orang-orang tak bermoral," umpat Nathan kesal sambil membuka pintu belakang mobil taksi, diikuti oleh Hugh. "Ke Bandara, Pak.""Lucas bilang yang selama ini menyuntikkan morfin ke dalam tubuh Matthew adalah Miranda. Entah apa motif perempuan itu. Mungkin ingin menguasai seluruh harta keluarga Pierce sendirian setelah mereka berhasil merebutnya dari Elena," lanjut Hugh."Ah, seperti yang dikatakan oleh Bra
Jack mendengkus sebelum terkekeh geli. Tidak ada rasa gentar sedikitpun menghadapi ancaman itu. Bukannya sombong, ia diangkat sebagai kepala agen khusus bukan tanpa alasan.Bahkan sekelas David Foster yang dulu hampir menjadi kepala staf gabungan di gedung Pentagon saja masih belum bisa menandingi Jack di lapangan. "Aku tidak bermaksud merendahkanmu. Tapi, yang benar saja? Kenapa kau malah memilih untuk mengabdi pada pengkhianat negara, Rex Boston? Sebegitu putus asa kah dirimu sehingga harus mengambil jalan ini?" tanya Jack dengan tenang.Mempermainkan psikologis lawan sudah bukan lagi hal yang baru untuknya. Apalagi untuk sekelas agen biasa seperti Rex Boston. Agen yang dulu pernah tidak sengaja ia dengarkan curahan hatinya."Diamlah! Jangan membuat semuanya menjadi sulit!"Jack kembali mendengkus. "Kau pikir Freddy benar-benar takut dengan keberadaanmu dan agen lainnya di apartemen ini? Oh, ayolah, Rex. Kau tahu pasti bagaimana aku memimpin kalian. Coba bandingkan dengan cara kepe
"Pria ini benar-benar sakit, Bro," gumam Brandon sambil mengamati layar komputer yang menampilkan foto-foto di sebuah ruangan yang diberikan pencahayaan berwarna merah."Bagaimana kau bisa masuk ke kamarnya?" tanya Jack heran.Freddy mendengkus. "Kalian lupa aku seorang hacker?"Brandon berdecak. Pria itu tahu betul kemampuan sepupunya itu. Freddy bahkan sering menerima pekerjaan sampingan dari kepolisian untuk melacak hacker lain."Orang bodoh mana yang memasang kamera CCTV di kamar pribadinya? David Foster bukanlah penjahat amatiran seperti Juan Forbes yang hanya tahu cara menyembunyikan narkoba," balas Brandon sambil berkacak pinggang."Oh, aku menitipkan pulpen pada Jennifer Dunn dan memintanya untuk meletakkannya di kamar David. Aku meyakinkannya bahwa itu adalah pulpen kesayangan David yang tanpa sengaja kuambil dari meja kerjanya. Karena tahu bagaimana watak pria itu, Jennifer menurut saja daripada kena marah," jawab Freddy santai sambil terus menekan mouse untuk mengganti foto