Selama hidupnya, Jack tidak pernah lepas kendali. Dia selalu bisa menahan diri. Bahkan meskipun dia tahu bahwa Claire menikah dengan Arsen, dia hanya diam saja. Tapi semua berubah ketika ia bertemu dengan Elena.Sekarang emosinya sering tidak stabil. Sudah dua kali ini dia lepas kendali, dan semuanya karena Elena. Ia tidak bisa biasa saja atau tak acuh jika itu sudah menyangkut tentang Elena.Ada rasa aneh yang tidak bisa dijabarkan. Dia takut jika Elena pergi jauh darinya. Kembali meninggalkannya seperti dulu."Di mana Nathan?" tanyanya pada salah satu karyawan yang melintas di lobi perusahaan."Umm, kurang tahu, Tuan. Tapi tadi saya sempat melihat dia bersama Tuan Jacob," jawab karyawan itu dengan sopan.Jack berlalu dengan amarah masih menguasai diri. Kedua tangannya bahkan masih terkepal dengan erat dan jantungnya bertalu-talu. Siapapun yang berpapasan dengannya tidak berani menyapa. Kakinya melangkah memasuki lift dan menekan tombol lantai paling atas. Dia benar-benar sangat ma
Suara isak tangis yang menyayat hati memenuhi ruang ICU. Seorang pria menggenggam tangan seorang wanita yang sejak kemarin belum juga sadarkan diri. Padahal sudah berkantong-kantong darah habis, tapi sang wanita belum juga mau bangun."Jack, kau juga harus makan untuk memulihkan tenagamu. Jangan menyiksa diri sendiri." Julia mengusap pipinya yang basah melihat sang putra terus menangis dalam penyesalan."Semua ini karena kebodohanku. Seharusnya aku menjaga perasaannya. Seandainya aku tidak egois, dia tidak akan berbaring di sini," ucap Jack di sela-sela tangisnya.Ya, Jack benar-benar sangat menyesal. Dia melampiaskan kemarahan karena cemburu buta, tapi dia tidak pernah menyangka bahwa dampaknya jauh lebih besar lagi. Dia benar-benar bisa kehilangan Elena untuk selamanya.Sekarang dia tahu bagaimana rasanya menjadi Arsen. Ternyata rasanya tidak menyenangkan. Rasanya seperti bertaruh dengan waktu. Tidak ada yang tahu apakah Elena bisa sadar atau malah pergi untuk selamanya."Maafkan ak
"Siapa kau?" Elena menatap seorang wanita yang masih muda dan terlihat begitu cantik. Kecantikan khas wanita jaman dulu. Mengingatkannya pada wanita-wanita seperti Putri Diana atau Marilyn Monroe.Tunggu, ia seperti pernah melihat wanita ini sebelumnya. Tapi di mana?"Kau begitu cantik. Bahkan lebih cantik dari Amelia," kata wanita itu sambil tersenyum lembut.Tubuh wanita itu begitu tinggi semampai seperti layaknya model. Seperti tubuh Elena yang tinggi, sehingga orang-orang sering mengira bahwa dirinya adalah seorang model.Sebentar, ada yang aneh di sini. Elena memperhatikan wanita di hadapannya dengan seksama. Rambut pirang dan bibir agak tebal di bagian bawah. Kulit putih bersih dan mata sebiru langit di siang hari."Tidak mungkin," gumam Elena.Satu kesadaran membuatnya refleks melangkah mundur. Kepalanya menggeleng-geleng."Ini tidak benar. Seharusnya aku tidak bisa bertemu dan berbincang denganmu. Apakah aku sudah mati?" Dia mulai panik dan melihat ke sekitarnya.Hanya ada ham
Elena mengeratkan pegangan tangannya pada lengan Jack ketika melihat bayi itu semakin mendekat dalam gendongan seorang perawat."Bayi kita. Dia bayi kita," ucapnya antusias.Sebenarnya ia terkejut ketika melihat raut kaget dan terpana di wajah Jack. Seolah-olah pria itu juga baru pertama kalinya melihat wajah anak mereka. Tapi ia tidak mau merusak suasana. Mungkin memang benar suaminya sibuk menungguinya, sementara bayi mereka harus dirawat di inkubator.Tiba-tiba bayi itu menangis, membuat Elena bingung sekaligus penasaran. Dia belum pernah menghadapi seorang bayi sebelumnya."Tidak usah panik, Nyonya. Dekap dia dalam pelukan anda. Bayi memerlukan pelukan dari ibunya setelah lahir," kata perawat itu sambil tersenyum.Elena menerima bayinya dengan sedikit kikuk. Takut jika nanti tiba-tiba menjatuhkannya atau membuat tangisan bayi itu kian menjadi-jadi.Di luar dugaannya, bayi itu justru berhenti menangis setelah Elena mendekatkannya pada dadanya. Hatinya terasa begitu penuh. Senyumnya
"Kau yakin dengan keputusanmu?" Jacob bertanya untuk yang kesekian kalinya.Nathan mengangguk mantap. Tidak ada keraguan dalam hatinya. Ia sudah yakin dengan keputusannya, dan menurutnya itu adalah yang terbaik.Jacob menghela nafas panjang, lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi."Apa karena kau masih mencintai menantuku?""Salah satunya. Tapi lebih karena aku tidak mau menghancurkan pernikahan anak anda. Meskipun aku sangat mencintai Elena, tapi aku tidak mau membuat dia menderita."Berita mengenai Elena yang kritis karena kehilangan banyak darah setelah bertengkar dengan Jack membuat Nathan sadar. Cinta memang tidak bisa dipaksakan. Apalagi wanita adalah makhluk yang sensitif. Selalu menggunakan perasaannya."Baiklah. Jika kau memang sudah tidak merasa nyaman terus berada di sini, aku tidak bisa menahanmu. Tapi kau bisa kembali ke sini sewaktu-waktu jika kau mau," kata Jacob akhirnya.Pria itu membubuhkan tandatangan pada surat mutasi untuk Nathan."Kenapa Korea Selatan?
Hawa panas membuat tubuh Elena menggeliat. Keringat mengalir di dahi dan lehernya, membuatnya menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Tiba-tiba ia merasa ada yang aneh. Tubuhnya seperti tidak tertutupi oleh apapun.Matanya langsung terbuka dan kesadaran membuat kantuknya hilang seketika. Langit-langit ruangan yang tampak asing membuat keningnya mengernyit. Ini bukan kamarnya. Kepalanya sedikit terangkat untuk melihat tubuhnya yang terasa aneh, dan matanya langsung membelalak."Apa-apaan?" pekiknya sambil menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang tidak tertutupi oleh sehelai benangpun, namun seperti ada yang menahan selimut itu.Kepalanya dengan cepat menoleh ke sampingnya dan langsung berteriak ketika melihat bodyguardnya berbaring dengan tubuh polos sama seperti dirinya. Hanya bagian bawah pinggul pria itu yang tertutupi oleh selimut, itupun terlihat menonjol karena sesuatu sepertinya tengah "bangun"."Jack! Apa yang kau lakukan? Brengs*k!" teriaknya murka sambil memukul dada bid
"Alan, aku bisa menjelaskan semuanya. Kami hanya..."Belum sempat Elena melanjutkan kalimatnya, seorang pria asing tiba-tiba muncul di sebelah Alan sambil membawa sebuah paper bag."Pesananmu," kata pria itu sambil menjulurkan paper bag itu ke belakang Elena.Refleks Elena menolek ke belakang dan melotot ketika melihat Jack hanya mengenakan handuk yang menutupi bagian privatnya. Ia menelan ludah dengan susah payah, lalu kembali melihat Alan.Sepupunya itu menaikkan sebelah alisnya, apalagi ketika melihat beberapa tanda merah di tubuh bodyguard itu. Jantung Elena seperti ingin meledak dan wajahnya terasa panas dingin."A-aku tidak berselingkuh. Demi Tuhan, kami dijebak. Aku bahkan tidak tahu siapa yang membawaku ke kamar ini. Kami sama-sama tidak sadar setelah meminum sampanye kemarin," jelas Elena dengan terburu-buru.Jack sama sekali terlihat tidak peduli pada mereka dan langsung masuk kembali ke kamar mandi sambil membawa paper bag itu."Bisa kau jelaskan semuanya dari awal?" tanya
"Apa?" Elena berusaha memastikan pendengarannya."Saya bisa membantu anda untuk membalas mereka."Ia memperhatikan pria itu yang terlihat tenang, sama sekali tidak terpengaruh dengan kejadian tadi. Seolah-olah pria itu sudah terbiasa. Jack bahkan tidak bereaksi apapun ketika Lucas merendahkannya. Pria itu benar-benar pintar dalam menyembunyikan emosinya."Anda ingin pergi kemana?"Elena menghela nafas panjang, kembali menghadap ke depan. "Tidak usah berbicara formal padaku. Kita sudah bukan lagi atasan dan bawahan. Aku bahkan sudah resmi menjadi pengangguran sekarang." Elena terkekeh, memikirkan apa yang baru saja terjadi.Dia mengambil ponselnya dari tas kecil yang kemarin malam ia bawa."Lebih baik jangan melihat apapun di internet. Kau tidak akan menyukainya."Elena melirik pria itu. Apakah itu artinya Jack sebenarnya sudah tahu mengenai berita ini terlebih dulu? Tapi Elena tetaplah keras kepala. Ia tetap membuka berita online di internet dan matanya membelalak ketika melihat foto