Hawa panas membuat tubuh Elena menggeliat. Keringat mengalir di dahi dan lehernya, membuatnya menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Tiba-tiba ia merasa ada yang aneh. Tubuhnya seperti tidak tertutupi oleh apapun.
Matanya langsung terbuka dan kesadaran membuat kantuknya hilang seketika. Langit-langit ruangan yang tampak asing membuat keningnya mengernyit. Ini bukan kamarnya. Kepalanya sedikit terangkat untuk melihat tubuhnya yang terasa aneh, dan matanya langsung membelalak."Apa-apaan?" pekiknya sambil menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang tidak tertutupi oleh sehelai benangpun, namun seperti ada yang menahan selimut itu.Kepalanya dengan cepat menoleh ke sampingnya dan langsung berteriak ketika melihat bodyguardnya berbaring dengan tubuh polos sama seperti dirinya. Hanya bagian bawah pinggul pria itu yang tertutupi oleh selimut, itupun terlihat menonjol karena sesuatu sepertinya tengah "bangun"."Jack! Apa yang kau lakukan? Brengs*k!" teriaknya murka sambil memukul dada bidang pria itu yang membuat Elena diam-diam menelan ludahnya.Pria itu langsung terbangun dengan gelagapan dan terlihat linglung selama beberapa detik."Apa kau memperkosaku?" bentak Elena dengan wajah memerah karena marah.Pria itu, Jack Peterson, mengangkat tubuhnya dan berkali-kali mengerjapkan mata sambil memijit kepalanya."Aku tidak menyangka kau akan memanfaatkanku," teriak Elena dengan nafas memburu, namun setelah itu menangis.Hilang sudah mahkota yang mati-matian ia jaga untuk sang kekasih yang akan menikahinya dalam waktu dekat. Rasa nyeri di antara kedua kakinya membuatnya tidak nyaman, ditambah lagi dengan hasrat menggebu untuk mengeluarkan air seni di kamar mandi."Tunggu, apa-apaan ini?" Pria itu terlihat benar-benar terkejut ketika melihat kondisi mereka.Elena menatap pria itu dengan sinis. "Kau pura-pura lupa ternyata. Dasar pria bajingan.""Tunggu, kukira semalam aku tidur dengan Claire...oh, sial!" Pria itu meremas rambutnya, terlihat begitu putus asa sekaligus malu. "Maafkan aku. Semalam aku sedikit..."Elena tidak peduli dengan betapa kacaunya pria itu. Ia yang lebih kacau di sini dan sangat dirugikan. Keperawanannya telah hilang dan ia merasa kotor. Bergegas ia berlari ke kamar mandi dengan membawa selimut, meski bagian pribadinya terasa sangat perih."Bodyguard sialan!" umpatnya sambil mengusap pipinya dengan kasar.Setelah mengeluarkan hajatnya, ia menyalakan shower air dingin dan membasahi seluruh tubuhnya yang terasa kotor. Kenapa semua ini bisa terjadi?Ia ingat kemarin malam tengah bercengkerama dengan beberapa kolega bisnis setelah acara puncak perayaan ulang tahun perusahaan ayahnya. Banyak yang memuji kemampuannya karena telah membuat Greenlake Corporation berhasil mengembangkan sayap dan menambah anak perusahaan di bawah naungan Greenlake Group.Lalu tiba-tiba semuanya terlihat samar. Ia masih mengingat bagian dimana ia bersulang dengan ayahnya, ibu tirinya, Bella adik tirinya, dan Lucas kekasihnya. Keningnya mengernyit ketika samar-samar ia melihat Jack juga meminum sampanye di sebelahnya. Dan setelah itu ia tidak ingat apa-apa lagi.Kenapa ia tidak bisa mengingat kejadian setelah itu? Apakah ia mabuk? Tapi ia hanya menyesap minuman itu sedikit karena berencana akan mengunjungi bisnis rahasianya sepulang dari aula hotel.Dan kenapa tiba-tiba ia berakhir di salah satu kamar hotel dengan Jack Peterson, bodyguard yang baru dua bulan ini menggantikan bodyguard sebelumnya yang tiba-tiba mengundurkan diri?Perasaan bersalah menyerangnya. Ia telah mengkhianati Lucas, kekasihnya selama 2 tahun."Apa yang sebenarnya terjadi? Apa seseorang telah meracuni minumanku?" gumamnya sambil memejamkan mata.Elena bukanlah wanita yang lugu dan polos. Ia tahu banyak musuh yang mengincarnya. Sebagai putri kandung keluarga konglomerat dengan perusahaan dimana-mana, banyak yang berusaha untuk menjatuhkan mereka dan ialah yang menjadi sasaran utama.Tidak jarang Elena menerima teror dari pesaing bisnis, namun mereka bersikap seolah-olah partner yang begitu mendukung di hadapannya. Ia sudah tidak heran lagi. Jadi apakah ada musuh yang menyelinap dan berusaha untuk meracuninya melalui minumannya? Tapi kenapa Jack juga kena?"Nona Pierce! Anda baik-baik saja?" teriak Jack sambil menggedor pintu kamar mandi.Elena membuka mata dan buru-buru menuangkan shampoo ke rambutnya. "Aku baik-baik saja! Pesankan aku makanan!""Baik," jawab pria itu, lalu hening setelahnya.Dengan cepat ia menyelesaikan ritual mandinya karena perutnya benar-benar lapar. Seingatnya semalam ia belum makan sama sekali. Setelah selesai dengan mandinya, Elena keluar dengan hanya mengenakan bathrobe.Tidak ada Jack dimanapun, membuat Elena menghembuskan nafas lega. Bergegas ia memakai kembali gaunnya semalam meskipun terasa tidak nyaman. Fakta bahwa gaun dan pakaian dalamnya tercecer di lantai membuatnya malu.Apa Jack melihatnya? Tidak, dia harus segera berpakaian sebelum pria itu tiba-tiba masuk. Setelah selesai berpakaian, ia hendak meletakkan bathrobe itu ke kamar mandi ketika matanya menangkap noda merah yang cukup besar di atas sprei.Jantungnya seperti mencelos. Satu lagi fakta bahwa ia sudah tidak suci lagi karena kejadian yang tidak ia sadari. Rasa marah, sedih, malu, dan merasa bersalah menggerogoti hatinya.Tapi tidak seharusnya ia membentak Jack seperti tadi. Pria itu terlihat sama bingungnya dengannya. Bodyguard sebelumnya memang terlihat dingin dan kaku, sama seperti Jack. Hanya saja Jack terlihat terlalu tampan untuk menjadi seorang bodyguard.Jack Peterson lebih cocok menjadi seorang taipan muda atau kepala polisi yang gagah daripada menjadi seorang bodyguard. Wajah pria itu terlihat bersinar di matanya dan auranya berbeda. Elena yakin pria itu punya kemampuan untuk memimpin ratusan bahkan ribuan orang.Wajah pria itu juga begitu tampan, bahkan jauh lebih tampan dari Lucas. Bayangan dada bidang dan bahu lebar tadi membuat wajahnya terasa panas. Terlebih lagi mereka tadi malam sudah...Elena menggelengkan kepalanya sambil memaki dirinya. Apa-apaan dia yang malah sibuk membayangkan tubuh seksi bodyguardnya itu? Tapi dia adalah perempuan normal. Apakah semalam dia memeluk punggung seksi pria itu? Tadi dia sempat melihat beberapa tanda merah di leher dan dada pria itu. Apakah itu semua ulahnya?"Ya Tuhan, Elena! Kenapa kau malah mesum? Kau sudah punya Lucas," makinya pada diri sendiri.Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Jack muncul dan menatapnya dengan sorot mata dingin. Entah kenapa Elena merasa jantungnya berdetak lebih kencang. Tiba-tiba pria itu terlihat berbeda. Rambutnya yang berantakan dan tatapannya membuat sesuatu dalam diri Elena bergetar. Sialan dengan hormonnya yang aneh."Maaf," ucap mereka bersamaan, membuat Elena berdeham canggung."Maaf aku telah membentakmu tadi," ujar Elena dengan cepat.Pria itu hanya mengangguk tanpa ekspresi. Selama sesaat mereka hanya saling diam."Saya sudah menelepon layanan kamar. Sebentar lagi sarapannya datang." Setelah itu pria itu menuju ke kamar mandi tanpa mengucapkan apa-apa lagi.Tanpa sadar Elena telah menahan nafasnya. Ada apa dengannya? Ketika ia hampir menghela nafas lega, tiba-tiba Jack berbalik. Elena langsung membeku."Nona Pierce..." Pria itu menghentikan ucapannya, terlihat berpikir. Kemudian menatapnya. "Maaf, tidak jadi. Saya mau mandi dulu. Anda tidak keberatan menunggu?""Ya, silahkan. Nikmati waktumu."Begitu pintu kamar mandi tertutup, Elena baru bisa menghela nafas lega. Tangan kanannya menekan dadanya yang terus berdegup kencang."Ck, aku ini kenapa sih? Tidak biasanya aku gugup di depan bodyguardku sendiri," gumamnya. "Bodyguard yang tampan dan seksi."Suara ketukan di pintu kamar hotelnya membuatnya terlonjak. Siapa yang ingin bertamu ke kamar hotelnya? Mendadak hatinya merasa waswas. Apakah ada yang mengetahui keberadaannya di sini?Yang menjadi pertanyaannya, siapa yang menyewa kamar hotel ini? Siapa yang membawanya dan Jack ke kamar ini? Tidak mungkin mereka bisa langsung asal masuk tanpa check in terlebih dulu.Ketukan itu kembali terdengar, membuatnya menelan ludah. Dengan ragu ia mendekati pintu itu, takut jika yang ada di baliknya adalah orang yang dikenalnya. Dalam hati ia berharap bahwa itu adalah layanan kamar yang tadi dipesan oleh Jack.Ketika suara ketukan itu terdengar sekali lagi, dia langsung membuka pintunya. Tubuhnya mematung saat itu juga ketika melihat bahwa yang berdiri di hadapannya bukanlah staf hotel seperti yang diharapkannya."Kukira kemarin aku salah lihat, tapi ternyata memang kau."Elena tidak bisa berkata-kata. Tubuhnya begitu tegang ketika pria di hadapannya menatapnya dingin."Bisa jelaskan kenapa kau berada di sini?""A-aku..."Pintu kamar mandi terbuka, membuat pria di hadapannya membelakkan matanya. Elena hanya bisa pasrah sambil memejamkan mata begitu suara langkah kaki Jack terdengar mendekat."Kau tidur dengan bodyguardmu?""Alan, aku bisa menjelaskan semuanya. Kami hanya..."Belum sempat Elena melanjutkan kalimatnya, seorang pria asing tiba-tiba muncul di sebelah Alan sambil membawa sebuah paper bag."Pesananmu," kata pria itu sambil menjulurkan paper bag itu ke belakang Elena.Refleks Elena menolek ke belakang dan melotot ketika melihat Jack hanya mengenakan handuk yang menutupi bagian privatnya. Ia menelan ludah dengan susah payah, lalu kembali melihat Alan.Sepupunya itu menaikkan sebelah alisnya, apalagi ketika melihat beberapa tanda merah di tubuh bodyguard itu. Jantung Elena seperti ingin meledak dan wajahnya terasa panas dingin."A-aku tidak berselingkuh. Demi Tuhan, kami dijebak. Aku bahkan tidak tahu siapa yang membawaku ke kamar ini. Kami sama-sama tidak sadar setelah meminum sampanye kemarin," jelas Elena dengan terburu-buru.Jack sama sekali terlihat tidak peduli pada mereka dan langsung masuk kembali ke kamar mandi sambil membawa paper bag itu."Bisa kau jelaskan semuanya dari awal?" tanya
"Apa?" Elena berusaha memastikan pendengarannya."Saya bisa membantu anda untuk membalas mereka."Ia memperhatikan pria itu yang terlihat tenang, sama sekali tidak terpengaruh dengan kejadian tadi. Seolah-olah pria itu sudah terbiasa. Jack bahkan tidak bereaksi apapun ketika Lucas merendahkannya. Pria itu benar-benar pintar dalam menyembunyikan emosinya."Anda ingin pergi kemana?"Elena menghela nafas panjang, kembali menghadap ke depan. "Tidak usah berbicara formal padaku. Kita sudah bukan lagi atasan dan bawahan. Aku bahkan sudah resmi menjadi pengangguran sekarang." Elena terkekeh, memikirkan apa yang baru saja terjadi.Dia mengambil ponselnya dari tas kecil yang kemarin malam ia bawa."Lebih baik jangan melihat apapun di internet. Kau tidak akan menyukainya."Elena melirik pria itu. Apakah itu artinya Jack sebenarnya sudah tahu mengenai berita ini terlebih dulu? Tapi Elena tetaplah keras kepala. Ia tetap membuka berita online di internet dan matanya membelalak ketika melihat foto
Elena menatap sepasang manusia di hadapannya dengan sorot mata tak percaya. Baru satu jam yang lalu Bella, adik tirinya, terlihat bersedih dan turut bersimpati atas musibah yang menimpanya, namun kini perempuan itu menatapnya dengan sorot mata angkuh dan penuh kemenangan.Pandangannya beralih pada Lucas yang hanya menatapnya datar. Tidak ada lagi sorot memuja di sana. Pria itu bahkan membiarkan Bella memeluk lengannya dengan seringai mengejek.Ia menatap pakaian Bella yang terlihat seksi untuk ukuran pekerja kantoran. Roknya terlalu ketat dan panjangnya hanya sampai di tengah-tengah paha. Blazer yang dikenakannya juga sangat ketat hingga membuat dada wanita itu terlihat membusung.Hatinya berdenyut nyeri. Bella seperti wanita yang dulu menemani Lucas di apartemen pria itu. Apakah selama ini kekasihnya, tidak, mantan kekasihnya lebih menyukai perempuan seksi dengan pakaian terbuka seperti mereka?Tiba-tiba ia terkekeh geli, menertawakan kebodohannya. Tentu saja tidak ada laki-laki jama
Suara orang berbisik-bisik memasuki telinga Elena, membuat keningnya mengernyit. Dengan pelan ia membuka matanya dan langsung mendesis ketika merasakan nyeri dan perih di beberapa bagian tubuhnya."Kau sudah sadar?"Setelah mengerjapkan mata beberapa kali, pandangan Elena yang semula buram mulai terlihat jernih. Ia melihat seorang gadis berambut brunette lurus tengah berdiri di samping ranjang yang ditempatinya."Siapa kau? Aku berada dimana?"Pandangannya mengedar ke sekeliling ruangan yang serba putih. Ia mengenal betul ruangan ini karena dulu ia sering ke tempat seperti ini ketika ibunya sakit keras menjelang ajal."Namaku Nikolina Re... Peterson. Kau bisa memanggilku Nina. Aku adiknya Jack," jawab gadis itu dengan senyum ramah.Elena menatap gadis itu dengan seksama. Wajahnya memang mirip dengan Jack, tapi lebih feminin. Kulitnya putih dan tubuhnya proporsional. Secara keseluruhan, gadis itu memenuhi standar kecantikan yang selama ini diagung-agungkan oleh kaum wanita."Dimana Jac
Pandangan Nina lurus ke depan dan terlihat begitu dingin, sampai-sampai Elena beringsut menjauh tanpa sadar. Perkataan yang terucap dari mulut gadis itu membuatnya diserang oleh banyak pertanyaan.Siapa yang penjahat? Lucas? Kalau hanya selingkuh, ia kira tidak sampai membuat lelaki brengsek itu masuk ke dalam kategori penjahat. Lalu kenapa Nina seolah-olah tahu mengenai Lucas? Siapa sebenarnya gadis di sampingnya ini? Selain Jack yang misterius dan tertutup, ternyata adiknya pun sama. Hanya saja Nina seperti bunglon."Apa maksudmu, Nina? Siapa yang penjahat?"Gadis itu tidak menjawab. Nina malah menyalakan mesin mobil dengan pandangan tetap lurus, membuat Elena akhirnya penasaran. Siapa yang membuat gadis yang lebih muda darinya itu terlihat begitu marah?Begitu kepalanya mengikuti arah pandang Nina, jantung Elena seperti diremas.Lucas dan Bella berjalan di hadapan mereka dengan senyum menghiasi bibir keduanya. Hal yang tidak pernah dilihatnya ketika Lucas sedang bersamanya.TIN! T
"Kau terlihat seperti dia.""Apa?"Nina mengerjap dan langsung mengubah ekspresinya. Elena bisa mendengar gumaman itu meskipun terdengar lirih. Dia? Dia siapa?"Ayo kita makan dulu. Kau pasti kelaparan. Aku juga," ajak gadis itu sambil menarik lengannya keluar dari salon kecantikan.Ia meringis menahan sakit di kedua kakinya ketika Nina berjalan dengan cepat. Tapi ia tidak akan protes. Entah kenapa ia tidak mau membuat gadis yang terus menggenggam tangannya itu marah.Mereka berhenti di food court dan langsung memesan makanan cepat saji. Nina bahkan memesan dua buah hamburger dan seloyang pizza."Kenapa kau makan sebanyak itu?" tanya Elena heran ketika pesanan mereka datang dan gadis di hadapannya langsung memakan burger itu dengan lahap. Ia hanya memesan satu burger dan air mineral. Itupun ia meminta sayurnya diperbanyak. Melihat bagaimana Nina melahap semua makanan itu tanpa berpengaruh pada berat badannya membuatnya iri.Sejak dulu ia menjaga pola makannya karena takut gemuk. Buka
"Memilihku? Apa maksudmu dengan memilihku?" tanya Elena sambil mengejar Nina yang sudah melenggang pergi dengan banyak paper bag di kedua tangannya."Kenapa kau dan kakakmu sok misterius sekali? Tinggal menjawab saja apa susahnya, sih?" gerutunya ketika gadis itu bahkan terus melanjutkan langkah sampai ke mobilnya.Nina menatapnya sejenak, lalu mengibaskan rambutnya yang baru disadari Elena kini berwarna coklat dan bergelombang."Kau adalah pebisnis, seharusnya paham kenapa tidak semua pertanyaan harus langsung dijawab."Ia hanya bisa mengangakan mulutnya ketika gadis itu memasuki mobil dan menyalakan mesinnya. Klakson yang terdengar keras membuatnya terlonjak."Cepatlah. Kakakku akan membunuhku jika sampai kau tidak kunjung sampai di rumahnya."Tanpa banyak protes lagi, Elena segera masuk ke sisi penumpang di sebelah Nina. Gadis itu langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, membuatnya kembali berpegangan pada jok di belakangnya."Kenapa kau sepertinya tahu banyak tentangku
"Katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi?"Elena tidak mau jika harus berada di posisi ini terus-menerus. Sebelum kejadian memalukan di kamar hotel itu, ia bahkan tidak begitu peduli dengan Jack. Selama ini ia hanya fokus pada pekerjaannya dan Lucas. Ia bahkan tidak merasa harus didampingi oleh seorang bodyguard meskipun ayahnya memiliki banyak musuh. Itu karena Alan yang menjabat sebagai asistennya selalu menemaninya kemana-mana.Jadi kehadiran Nathan sebagai bodyguardnya selama setahun ini ia anggap sebagai teman. Begitu pula dengan Jack yang menggantikan Nathan ketika pria itu tiba-tiba mengundurkan diri dua bulan yang lalu.Dan sekarang, tiba-tiba ia harus menghadapi sisi lain dari Jack yang membuatnya berkali-kali merasa...rendah diri.Reaksi Jack setelah mereka tidak sengaja tidur bersama membuatnya berpikir. Apakah ia memang sangat tidak menarik? Apakah Jack merasa jijik padanya? Sejelek itukah dirinya sehingga lelaki itu bahkan tiba-tiba pergi dari hadapannya?"Elena, ma
"Kau yakin dengan keputusanmu?" Jacob bertanya untuk yang kesekian kalinya.Nathan mengangguk mantap. Tidak ada keraguan dalam hatinya. Ia sudah yakin dengan keputusannya, dan menurutnya itu adalah yang terbaik.Jacob menghela nafas panjang, lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi."Apa karena kau masih mencintai menantuku?""Salah satunya. Tapi lebih karena aku tidak mau menghancurkan pernikahan anak anda. Meskipun aku sangat mencintai Elena, tapi aku tidak mau membuat dia menderita."Berita mengenai Elena yang kritis karena kehilangan banyak darah setelah bertengkar dengan Jack membuat Nathan sadar. Cinta memang tidak bisa dipaksakan. Apalagi wanita adalah makhluk yang sensitif. Selalu menggunakan perasaannya."Baiklah. Jika kau memang sudah tidak merasa nyaman terus berada di sini, aku tidak bisa menahanmu. Tapi kau bisa kembali ke sini sewaktu-waktu jika kau mau," kata Jacob akhirnya.Pria itu membubuhkan tandatangan pada surat mutasi untuk Nathan."Kenapa Korea Selatan?
Elena mengeratkan pegangan tangannya pada lengan Jack ketika melihat bayi itu semakin mendekat dalam gendongan seorang perawat."Bayi kita. Dia bayi kita," ucapnya antusias.Sebenarnya ia terkejut ketika melihat raut kaget dan terpana di wajah Jack. Seolah-olah pria itu juga baru pertama kalinya melihat wajah anak mereka. Tapi ia tidak mau merusak suasana. Mungkin memang benar suaminya sibuk menungguinya, sementara bayi mereka harus dirawat di inkubator.Tiba-tiba bayi itu menangis, membuat Elena bingung sekaligus penasaran. Dia belum pernah menghadapi seorang bayi sebelumnya."Tidak usah panik, Nyonya. Dekap dia dalam pelukan anda. Bayi memerlukan pelukan dari ibunya setelah lahir," kata perawat itu sambil tersenyum.Elena menerima bayinya dengan sedikit kikuk. Takut jika nanti tiba-tiba menjatuhkannya atau membuat tangisan bayi itu kian menjadi-jadi.Di luar dugaannya, bayi itu justru berhenti menangis setelah Elena mendekatkannya pada dadanya. Hatinya terasa begitu penuh. Senyumnya
"Siapa kau?" Elena menatap seorang wanita yang masih muda dan terlihat begitu cantik. Kecantikan khas wanita jaman dulu. Mengingatkannya pada wanita-wanita seperti Putri Diana atau Marilyn Monroe.Tunggu, ia seperti pernah melihat wanita ini sebelumnya. Tapi di mana?"Kau begitu cantik. Bahkan lebih cantik dari Amelia," kata wanita itu sambil tersenyum lembut.Tubuh wanita itu begitu tinggi semampai seperti layaknya model. Seperti tubuh Elena yang tinggi, sehingga orang-orang sering mengira bahwa dirinya adalah seorang model.Sebentar, ada yang aneh di sini. Elena memperhatikan wanita di hadapannya dengan seksama. Rambut pirang dan bibir agak tebal di bagian bawah. Kulit putih bersih dan mata sebiru langit di siang hari."Tidak mungkin," gumam Elena.Satu kesadaran membuatnya refleks melangkah mundur. Kepalanya menggeleng-geleng."Ini tidak benar. Seharusnya aku tidak bisa bertemu dan berbincang denganmu. Apakah aku sudah mati?" Dia mulai panik dan melihat ke sekitarnya.Hanya ada ham
Suara isak tangis yang menyayat hati memenuhi ruang ICU. Seorang pria menggenggam tangan seorang wanita yang sejak kemarin belum juga sadarkan diri. Padahal sudah berkantong-kantong darah habis, tapi sang wanita belum juga mau bangun."Jack, kau juga harus makan untuk memulihkan tenagamu. Jangan menyiksa diri sendiri." Julia mengusap pipinya yang basah melihat sang putra terus menangis dalam penyesalan."Semua ini karena kebodohanku. Seharusnya aku menjaga perasaannya. Seandainya aku tidak egois, dia tidak akan berbaring di sini," ucap Jack di sela-sela tangisnya.Ya, Jack benar-benar sangat menyesal. Dia melampiaskan kemarahan karena cemburu buta, tapi dia tidak pernah menyangka bahwa dampaknya jauh lebih besar lagi. Dia benar-benar bisa kehilangan Elena untuk selamanya.Sekarang dia tahu bagaimana rasanya menjadi Arsen. Ternyata rasanya tidak menyenangkan. Rasanya seperti bertaruh dengan waktu. Tidak ada yang tahu apakah Elena bisa sadar atau malah pergi untuk selamanya."Maafkan ak
Selama hidupnya, Jack tidak pernah lepas kendali. Dia selalu bisa menahan diri. Bahkan meskipun dia tahu bahwa Claire menikah dengan Arsen, dia hanya diam saja. Tapi semua berubah ketika ia bertemu dengan Elena.Sekarang emosinya sering tidak stabil. Sudah dua kali ini dia lepas kendali, dan semuanya karena Elena. Ia tidak bisa biasa saja atau tak acuh jika itu sudah menyangkut tentang Elena.Ada rasa aneh yang tidak bisa dijabarkan. Dia takut jika Elena pergi jauh darinya. Kembali meninggalkannya seperti dulu."Di mana Nathan?" tanyanya pada salah satu karyawan yang melintas di lobi perusahaan."Umm, kurang tahu, Tuan. Tapi tadi saya sempat melihat dia bersama Tuan Jacob," jawab karyawan itu dengan sopan.Jack berlalu dengan amarah masih menguasai diri. Kedua tangannya bahkan masih terkepal dengan erat dan jantungnya bertalu-talu. Siapapun yang berpapasan dengannya tidak berani menyapa. Kakinya melangkah memasuki lift dan menekan tombol lantai paling atas. Dia benar-benar sangat ma
"Jack belum pulang juga?" tanya Elena dengan hati gelisah.Kemarin malam setelah dinyatakan baik-baik saja oleh dokter dan diperbolehkan untuk pulang, Elena berkali-kali menelpon suaminya. Tapi karena tubuhnya entah kenapa masih terasa lelah, dia pun akhirnya tertidur begitu diantarkan ke kamar oleh Alan."Belum. Aku sudah menghubungi ponselnya, tapi tidak diangkat," jawab Nina. "Lebih baik sarapan dulu. Kau harus memulihkan energi setelah kemarin hampir saja keracunan."Elena menurut saja ketika Nina menuntunnya menuju ke ruang makan. Beruntung Nina mau langsung datang ke mansion untuk menemaninya. Entah kenapa suaminya tidak kunjung pulang."Makanlah yang banyak, Nona. Setelah ini jangan lagi keluar. Sebentar lagi Anda melahirkan, jadi lebih baik di rumah saja. Anda bisa meminta tolong pada pengawal yang biasanya menjaga anda jika menginginkan sesuatu," saran Bibi Mary sambil meletakkan berbagai menu makanan sehat untuk ibu hamil.Mendadak Elena teringat dengan Brad. Di mana laki-la
Nathan menatap tajam orang yang keluar dari tempat yang gelap. Pria seusia Jacob Reeves yang memakai jaket kulit hitam dan celana jeans."Kenapa kau jauh-jauh datang ke sini, ayah? Sudah kubilang untuk jangan dekat-dekat denganku," kata Nathan dengan menggertakkan rahangnya."Supaya wanita pujaanmu itu tidak tahu bahwa kau adalah anak seorang direktur FBI? Memangnya kenapa? Suami wanita itu bahkan berada jauh di bawahku.""Tapi dia jauh lebih kaya darimu. Dia bahkan bisa membeli jabatanmu beserta seluruh aset yang kau punya," sergah Nathan.Pria yang dipanggil ayah itu mendengkus. Menghisap rokoknya dan meniupkan asap ke arah Nathan."Sungguh aneh kau mengaku sudah yatim piatu. Apakah sebegitu inginnya kau terbebas dariku? Bukankah seharusnya kau menerima jabatan yang kuberikan? Kau bahkan bisa berada di atas Jack Reeves."Nathan tidak peduli dengan perkataan ayahnya. Dia langsung beranjak dari tempatnya."Wanita itu membuat pilihan yang bagus. Seandainya dia memilihmu, aku tidak akan
Sudah sebulan lebih Nathan sengaja menghindari segala hal yang berhubungan dengan Elena dan Jack. Bukan hanya wanita saja, pria seperti dirinya pun juga membutuhkan waktu untuk menyendiri agar hatinya tidak semakin terluka."Takdir benar-benar membencimu rupanya," ujar Brad sebelum tertawa girang.Ya, takdir benar-benar mempermainkan hidupnya sekarang. Setelah memohon pada Evan untuk diberikan pekerjaan lainnya dengan alasan yang meyakinkan, lagi-lagi Nathan harus berakhir di tempat yang sama dengan Elena.Di ballroom eMark, tempat di mana ayah Elena mengadakan acara pesta ulang tahun perusahaan sekaligus untuk mengenalkan Elena kepada publik sebagai putri kandungnya.Semua orang terkesiap ketika mengetahui fakta itu. Apalagi ketika mereka tahu bahwa Edward Brown adalah mantan menantu Alexander Pierce. Mereka semua tentu langsung ramai dan saling berbisik."Tidak ada yang benar-benar menjadi temanmu di dunia bisnis," komentar Nathan sambil mengawasi Elena meskipun telinganya mendengar
Nathan membelalakkan mata. Tubuhnya menegang. Bagaimana Alan bisa tahu mengenai asal-usulnya? Padahal dia sudah menutupinya dengan rapat.Bahkan hacker profesional pun tidak akan mampu menembus informasi pribadinya karena sokongannya begitu kuat. Asalkan dia tetap diam dan tidak berbuat ulah."Kau pikir kau bisa menutupi siapa dirimu yang sebenarnya, hah? Jika itu menyangkut adikku, aku akan melakukan apa saja. Termasuk menyelidiki tentang latar belakangmu. Kau membuat malu ayahmu karena mengundurkan diri dari gedung Pentagon, padahal karirmu begitu cemerlang. Kau mencoreng nama ayahmu karena memberontak, tidak mau menuruti perintah Menteri Pertahanan dan Presiden."Nathan tidak bisa berkata-kata. Perkataan Alan membuatnya terlalu shock sampai pikirannya mendadak kosong."Kau semakin membuat malu ayahmu karena memilih untuk menjalani karir sebagai tentara bayaran swasta, dan berakhir sebagai bodyguard anak konglomerat. Kau dilarang untuk membuat skandal lagi, atau ayahmu akan diturunk