Saksi mata. Ya, tentu saja ada saksi mata. Elena merasa bodoh. Di mansion itu ada banyak pelayan dan anak buah Matthew. Belum lagi CCTV. Kenapa dia dulu begitu ceroboh? Tapi kenapa sampai detik ini, belum ada polisi yang menjemputnya?Rasa gelisah itu membuat kepalanya pusing. Kenapa ia harus berurusan dengan hukum? Ia tidak mau mendekam di penjara dalam keadaan..."Elena!"Matanya membelalak kaget mendengar bentakan itu. Ada dua tangan yang merangkum wajahnya."Apa sebenarnya yang kau pikirkan sejak tadi? Apa yang mengganggu pikiranmu? Kau selalu melamun. Jangan terlalu banyak pikiran. Kau sedang hamil." Jack melihatnya dengan sorot mata heran. Elena langsung memegang tangan pria itu. "Aku tidak akan dipenjara, kan?""Kenapa kau harus dipenjara?" "Aku sudah membunuh Matthew Patt. Apa karena itu David dendam padaku?" Matanya bergerak ke sana kemarin dengan gelisah. Seharusnya ia dulu tidak gegabah."Hei, dengarkan aku! Fokus!" perintah Jack.Elena menuruti pria itu. Matanya menatap
"Aku hanya bersikap realistis. Kita hidup di dunia nyata, bukan film. Apa yang menjamin seorang pria yang pernah tergila-gila pada seorang wanita tiba-tiba jatuh cinta padamu dalam waktu singkat? Seandainya kalian tidak terkena skandal, apakah kau akan jatuh cinta padanya? Apakah dia akan melirikmu?"Perkataan Alan menohok jantungnya. Benar, apakah laki-laki bisa berpaling secepat itu? Bukankah seharusnya membutuhkan waktu yang lama untuk melupakan cinta pertama?Kenyataan memang menyakitkan. Tapi Alan benar. Orang bilang, cinta seorang laki-laki akan habis pada cinta pertamanya. Selanjutnya, dia hanya menjalani sisa hidupnya."Aku berkata seperti ini bukan untuk menakutimu atau menghasutmu. Seharusnya aku mengatakan ini sebelum kalian menikah di Norwegia. Tapi sayangnya aku sedang sangat sibuk. Kau tahu pasti seberapa cantiknya Claire. Jika kau tidak mengubah penampilanmu, apakah dia akan melirikmu?"Kaki Elena terasa lemas, sampai-sampai ia terduduk di kursi yang tak jauh dari konte
"Di mana dia?" tanya Jack pada Brandon yang menunggunya di depan sebuah kamar rawat kelas VIP. "Maafkan aku baru bisa keluar. Elena memintaku untuk menemaninya tidur."Brandon mendengkus. "Kau sengaja ingin membuatku iri?""Cari saja istri baru kalau kau tidak tahan," balas Jack."Dia sedang dirawat secara intensif karena serangan jantung," jawab Brandon sambil mengedikkan kepala ke arah kamar rawat Nicklaus."Seharusnya dia sadar diri. Apa ayahku sudah ke sini?"Pria itu mengangguk. "Bersama ibumu. Entah apa yang mereka bicarakan, yang jelas ibumu terlihat marah begitu keluar dari sana."Jack mengedikkan bahu. "Dia memang tidak suka dengan mertua angkatnya. Kakekku masih berharap ayahku mau menikahi Talia Jepson. Tapi ayahku tetap memilih ibuku.""Tentu saja. Ibumu jauh lebih cantik. Kudengar dia dulu pernah menang kontes kecantikan antar negara?" Brandon mengamati Jack dari atas ke bawah. "Pantas saja kau terlihat sangat tampan. Membuat para wanita memekik kegirangan.""Ck! Berhenti
Bagaimana bisa Elena mengeluh kesakitan? Apakah karena dia meninggalkan wanita itu tanpa pamit? Apakah karena istrinya tidak mau lagi ditinggalkan? Ia dengar, ibu hamil itu sensitif. Mungkin karena ia diam-diam meninggalkan istrinya, membuat Elena berpikir macam-macam.Semua ini salahnya. Seharusnya ia tidak memakai waktunya berduaan dengan istrinya untuk keluar, apalagi malam-malam."Siapa suami dari pasien?" tanya seorang dokter begitu keluar dari ruang rawat."Saya, dokter." Jack langsung mendekati dokter perempuan berambut coklat seusia Anne."Mari ikut ke ruangan saya. Ada yang perlu kita bicarakan," kata dokter itu.Ia kira Alan atau mungkin mertuanya akan ikut dengannya, tapi ternyata tidak. Hanya ayah mertuanya yang masuk ke dalam kamar rawat, sedangkan Alan berjaga di luar. Kenapa dia tidak melihat Brad dimanapun? Padahal dia sudah berpesan untuk menjaga Elena selama dirinya keluar."Silahkan duduk," kata dokter itu ketika mereka sudah sampai.Jack duduk dengan patuh. Hatinya
"Sayang? Hei, kenapa menangis?" Jack terburu-buru mendekati Elena yang mengulurkan tangan ke arahnya.Wanita itu bahkan mencium tangannya ketika tangan mereka saling menggenggam."Hei, ada apa? Maaf aku tidak pamit padamu tadi. Kukira kau tidak akan terbangun. Aku berencana untuk kembali secepatnya," ucapnya. Tangannya mengelus rambut istrinya yang berantakan.Elena tidak mengatakan apa-apa, malah semakin menangis. Wanita itu memeluk tubuhnya dengan erat, seolah-olah takut jika ia tinggalkan lagi."Elena, dengarkan aku. Dokter bilang, kau tidak boleh stres. Detak jantung bayi kita lemah, dan itu bisa berbahaya untuknya. Berbahaya untukmu juga. Tolong, jangan bersedih lagi. Aku akan selalu menemanimu mulai sekarang sampai bayi kita lahir," ucapnya serius.Tangis Elena langsung berhenti. Sepertinya berhasil. Wanita itu mengusap pipinya yang basah dan mendongak. Hidungnya memerah dan kedua mata itu berkaca-kaca. Jack mencium dahi istrinya dengan gemas. "Benarkah? Kau tidak akan meningga
"Hah? Serius?" Meskipun kepalanya berputar-putar karena kurang tidur dan lapar, Jack masih bisa menangkap perkataan Brandon."Aku tadi ikut melihat CCTV rumah sakit. Meskipun dia memakai masker dan topi, tapi aku masih hafal dengan postur tubuhnya. Aku melukai telapak tangan kirinya dan di CCTV itu dia terlihat memakai perban," jelas Brad bersemangat.Jack mengangkat tangan kirinya, meminta jeda. Tangan kanannya memijit kepalanya yang terasa pusing."Kau tidak apa-apa?" Brandon melihatnya dengan sorot mata khawatir."Tolong bawa aku ke kantin. Aku butuh kopi dan sarapan. Omelet dan sandwich," ucapnya.Tanpa perlu berkata dua kali, kedua pria itu langsung menggiringnya menuju ke kantin rumah sakit."Kenapa kalian tidak pusing seperti aku?" tanya Jack heran ketika mereka sampai di kantin dan langsung memesan makanan."Aku sempat tidur sebelum Elena mengeluh sakit di perutnya," jawab Brad."Aku tidur setelah memeriksa kondisi tubuh Nicklaus." Brandon menyahut.Meskipun sarapan datang aga
"Oh, sial. Sekarang aku harus segera kembali ke kantor." Brandon terburu-buru menghabiskan kopinya. "Aku akan terus mengabari tentang perkembangan kasus ini."Jack dan Brad mengikuti kepergian Brandon sampai keluar dari kantin yang mulai ramai."Aku mendapatkan kabar mengenai David," kata Brad dengan lirih.Pria itu melihat ke sekitar dan sedikit mencondongkan tubuhnya. Tangannya diletakkan di dekat bibir."Dia menghilang begitu saja setelah terakhir kali terlihat di depan mansion ayah mertuamu. Rumahnya kosong, bahkan tempat persembunyiannya juga. Semua anak buahnya ikut menghilang. Bukankah itu aneh?" ujar Brad lirih.Jack langsung menghubungkannya dengan keberadaan Dominic di kota ini."Apa jangan-jangan dia dibunuh oleh Dominic? Bukankah kau bilang dia dulu mencari keberadaan David?"Brad langsung mendengkus sinis. "Dia bahkan langsung kalah hanya dengan menghadapi aku. Bagaimana bisa kau berpikir bahwa dia bisa mengalahkan David? Kau tidak lupa bahwa David adalah mantan jenderal,
Kasus pembunuhan Victoria Miller 50 tahun yang lalu benar-benar menghebohkan seluruh dunia. Beritanya viral dimana-mana dan terus dibahas di setiap kesempatan.Banyak yang mengunjungi makam Victoria setelah jenazah yang hanya tinggal tulang belulang itu diangkat dari halaman belakang mansion milik Nicklaus Hunter. Mansion Nicklaus dipasangi garis polisi dan dilempari dengan berbagai macam benda oleh masyarakat yang marah. Kondisi mansion itu kini menyedihkan. Tak ubahnya seperti bangunan kosong yang terbengkalai dan sangat kotor.Banyak bagian tembok mansion yang dicoret-coret dengan cat semprot dengan tulisan-tulisan yang menghujat dan mencaci Nicklaus. Lebih parahnya lagi, makam Nicklaus juga dirusak dan dilempari dengan sampah, sampai-sampai polisi harus turun tangan untuk mengamankan warga yang masih marah."Semoga laki-laki tua itu terbakar di neraka. Enak saja dia langsung mati begitu saja. Seharusnya dia disiksa dulu," caci salah seorang warga yang digiring oleh polisi untuk
"Kau yakin dengan keputusanmu?" Jacob bertanya untuk yang kesekian kalinya.Nathan mengangguk mantap. Tidak ada keraguan dalam hatinya. Ia sudah yakin dengan keputusannya, dan menurutnya itu adalah yang terbaik.Jacob menghela nafas panjang, lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi."Apa karena kau masih mencintai menantuku?""Salah satunya. Tapi lebih karena aku tidak mau menghancurkan pernikahan anak anda. Meskipun aku sangat mencintai Elena, tapi aku tidak mau membuat dia menderita."Berita mengenai Elena yang kritis karena kehilangan banyak darah setelah bertengkar dengan Jack membuat Nathan sadar. Cinta memang tidak bisa dipaksakan. Apalagi wanita adalah makhluk yang sensitif. Selalu menggunakan perasaannya."Baiklah. Jika kau memang sudah tidak merasa nyaman terus berada di sini, aku tidak bisa menahanmu. Tapi kau bisa kembali ke sini sewaktu-waktu jika kau mau," kata Jacob akhirnya.Pria itu membubuhkan tandatangan pada surat mutasi untuk Nathan."Kenapa Korea Selatan?
Elena mengeratkan pegangan tangannya pada lengan Jack ketika melihat bayi itu semakin mendekat dalam gendongan seorang perawat."Bayi kita. Dia bayi kita," ucapnya antusias.Sebenarnya ia terkejut ketika melihat raut kaget dan terpana di wajah Jack. Seolah-olah pria itu juga baru pertama kalinya melihat wajah anak mereka. Tapi ia tidak mau merusak suasana. Mungkin memang benar suaminya sibuk menungguinya, sementara bayi mereka harus dirawat di inkubator.Tiba-tiba bayi itu menangis, membuat Elena bingung sekaligus penasaran. Dia belum pernah menghadapi seorang bayi sebelumnya."Tidak usah panik, Nyonya. Dekap dia dalam pelukan anda. Bayi memerlukan pelukan dari ibunya setelah lahir," kata perawat itu sambil tersenyum.Elena menerima bayinya dengan sedikit kikuk. Takut jika nanti tiba-tiba menjatuhkannya atau membuat tangisan bayi itu kian menjadi-jadi.Di luar dugaannya, bayi itu justru berhenti menangis setelah Elena mendekatkannya pada dadanya. Hatinya terasa begitu penuh. Senyumnya
"Siapa kau?" Elena menatap seorang wanita yang masih muda dan terlihat begitu cantik. Kecantikan khas wanita jaman dulu. Mengingatkannya pada wanita-wanita seperti Putri Diana atau Marilyn Monroe.Tunggu, ia seperti pernah melihat wanita ini sebelumnya. Tapi di mana?"Kau begitu cantik. Bahkan lebih cantik dari Amelia," kata wanita itu sambil tersenyum lembut.Tubuh wanita itu begitu tinggi semampai seperti layaknya model. Seperti tubuh Elena yang tinggi, sehingga orang-orang sering mengira bahwa dirinya adalah seorang model.Sebentar, ada yang aneh di sini. Elena memperhatikan wanita di hadapannya dengan seksama. Rambut pirang dan bibir agak tebal di bagian bawah. Kulit putih bersih dan mata sebiru langit di siang hari."Tidak mungkin," gumam Elena.Satu kesadaran membuatnya refleks melangkah mundur. Kepalanya menggeleng-geleng."Ini tidak benar. Seharusnya aku tidak bisa bertemu dan berbincang denganmu. Apakah aku sudah mati?" Dia mulai panik dan melihat ke sekitarnya.Hanya ada ham
Suara isak tangis yang menyayat hati memenuhi ruang ICU. Seorang pria menggenggam tangan seorang wanita yang sejak kemarin belum juga sadarkan diri. Padahal sudah berkantong-kantong darah habis, tapi sang wanita belum juga mau bangun."Jack, kau juga harus makan untuk memulihkan tenagamu. Jangan menyiksa diri sendiri." Julia mengusap pipinya yang basah melihat sang putra terus menangis dalam penyesalan."Semua ini karena kebodohanku. Seharusnya aku menjaga perasaannya. Seandainya aku tidak egois, dia tidak akan berbaring di sini," ucap Jack di sela-sela tangisnya.Ya, Jack benar-benar sangat menyesal. Dia melampiaskan kemarahan karena cemburu buta, tapi dia tidak pernah menyangka bahwa dampaknya jauh lebih besar lagi. Dia benar-benar bisa kehilangan Elena untuk selamanya.Sekarang dia tahu bagaimana rasanya menjadi Arsen. Ternyata rasanya tidak menyenangkan. Rasanya seperti bertaruh dengan waktu. Tidak ada yang tahu apakah Elena bisa sadar atau malah pergi untuk selamanya."Maafkan ak
Selama hidupnya, Jack tidak pernah lepas kendali. Dia selalu bisa menahan diri. Bahkan meskipun dia tahu bahwa Claire menikah dengan Arsen, dia hanya diam saja. Tapi semua berubah ketika ia bertemu dengan Elena.Sekarang emosinya sering tidak stabil. Sudah dua kali ini dia lepas kendali, dan semuanya karena Elena. Ia tidak bisa biasa saja atau tak acuh jika itu sudah menyangkut tentang Elena.Ada rasa aneh yang tidak bisa dijabarkan. Dia takut jika Elena pergi jauh darinya. Kembali meninggalkannya seperti dulu."Di mana Nathan?" tanyanya pada salah satu karyawan yang melintas di lobi perusahaan."Umm, kurang tahu, Tuan. Tapi tadi saya sempat melihat dia bersama Tuan Jacob," jawab karyawan itu dengan sopan.Jack berlalu dengan amarah masih menguasai diri. Kedua tangannya bahkan masih terkepal dengan erat dan jantungnya bertalu-talu. Siapapun yang berpapasan dengannya tidak berani menyapa. Kakinya melangkah memasuki lift dan menekan tombol lantai paling atas. Dia benar-benar sangat ma
"Jack belum pulang juga?" tanya Elena dengan hati gelisah.Kemarin malam setelah dinyatakan baik-baik saja oleh dokter dan diperbolehkan untuk pulang, Elena berkali-kali menelpon suaminya. Tapi karena tubuhnya entah kenapa masih terasa lelah, dia pun akhirnya tertidur begitu diantarkan ke kamar oleh Alan."Belum. Aku sudah menghubungi ponselnya, tapi tidak diangkat," jawab Nina. "Lebih baik sarapan dulu. Kau harus memulihkan energi setelah kemarin hampir saja keracunan."Elena menurut saja ketika Nina menuntunnya menuju ke ruang makan. Beruntung Nina mau langsung datang ke mansion untuk menemaninya. Entah kenapa suaminya tidak kunjung pulang."Makanlah yang banyak, Nona. Setelah ini jangan lagi keluar. Sebentar lagi Anda melahirkan, jadi lebih baik di rumah saja. Anda bisa meminta tolong pada pengawal yang biasanya menjaga anda jika menginginkan sesuatu," saran Bibi Mary sambil meletakkan berbagai menu makanan sehat untuk ibu hamil.Mendadak Elena teringat dengan Brad. Di mana laki-la
Nathan menatap tajam orang yang keluar dari tempat yang gelap. Pria seusia Jacob Reeves yang memakai jaket kulit hitam dan celana jeans."Kenapa kau jauh-jauh datang ke sini, ayah? Sudah kubilang untuk jangan dekat-dekat denganku," kata Nathan dengan menggertakkan rahangnya."Supaya wanita pujaanmu itu tidak tahu bahwa kau adalah anak seorang direktur FBI? Memangnya kenapa? Suami wanita itu bahkan berada jauh di bawahku.""Tapi dia jauh lebih kaya darimu. Dia bahkan bisa membeli jabatanmu beserta seluruh aset yang kau punya," sergah Nathan.Pria yang dipanggil ayah itu mendengkus. Menghisap rokoknya dan meniupkan asap ke arah Nathan."Sungguh aneh kau mengaku sudah yatim piatu. Apakah sebegitu inginnya kau terbebas dariku? Bukankah seharusnya kau menerima jabatan yang kuberikan? Kau bahkan bisa berada di atas Jack Reeves."Nathan tidak peduli dengan perkataan ayahnya. Dia langsung beranjak dari tempatnya."Wanita itu membuat pilihan yang bagus. Seandainya dia memilihmu, aku tidak akan
Sudah sebulan lebih Nathan sengaja menghindari segala hal yang berhubungan dengan Elena dan Jack. Bukan hanya wanita saja, pria seperti dirinya pun juga membutuhkan waktu untuk menyendiri agar hatinya tidak semakin terluka."Takdir benar-benar membencimu rupanya," ujar Brad sebelum tertawa girang.Ya, takdir benar-benar mempermainkan hidupnya sekarang. Setelah memohon pada Evan untuk diberikan pekerjaan lainnya dengan alasan yang meyakinkan, lagi-lagi Nathan harus berakhir di tempat yang sama dengan Elena.Di ballroom eMark, tempat di mana ayah Elena mengadakan acara pesta ulang tahun perusahaan sekaligus untuk mengenalkan Elena kepada publik sebagai putri kandungnya.Semua orang terkesiap ketika mengetahui fakta itu. Apalagi ketika mereka tahu bahwa Edward Brown adalah mantan menantu Alexander Pierce. Mereka semua tentu langsung ramai dan saling berbisik."Tidak ada yang benar-benar menjadi temanmu di dunia bisnis," komentar Nathan sambil mengawasi Elena meskipun telinganya mendengar
Nathan membelalakkan mata. Tubuhnya menegang. Bagaimana Alan bisa tahu mengenai asal-usulnya? Padahal dia sudah menutupinya dengan rapat.Bahkan hacker profesional pun tidak akan mampu menembus informasi pribadinya karena sokongannya begitu kuat. Asalkan dia tetap diam dan tidak berbuat ulah."Kau pikir kau bisa menutupi siapa dirimu yang sebenarnya, hah? Jika itu menyangkut adikku, aku akan melakukan apa saja. Termasuk menyelidiki tentang latar belakangmu. Kau membuat malu ayahmu karena mengundurkan diri dari gedung Pentagon, padahal karirmu begitu cemerlang. Kau mencoreng nama ayahmu karena memberontak, tidak mau menuruti perintah Menteri Pertahanan dan Presiden."Nathan tidak bisa berkata-kata. Perkataan Alan membuatnya terlalu shock sampai pikirannya mendadak kosong."Kau semakin membuat malu ayahmu karena memilih untuk menjalani karir sebagai tentara bayaran swasta, dan berakhir sebagai bodyguard anak konglomerat. Kau dilarang untuk membuat skandal lagi, atau ayahmu akan diturunk