"Hancurkan gedung Greenlake. Hancurkan ketika cucu Alexander menginjakkan kakinya di sana."David termenung di tempatnya bersembunyi. Tidak menyangka akan mendengar rencana mengerikan dari Nicklaus Hunter.Awalnya, ia berniat datang ke mansion Nicklaus untuk menagih bayaran yang belum ditransfer oleh lelaki itu. Karena satpam yang berjaga di depan sudah hafal dengannya, ia dibiarkan masuk. Tidak tahu bahwa hubungannya dengan Nicklaus sedang tidak baik-baik saja.Tadi ia sempat melihat Amanda bersama ibunya menaiki mobil dengan terburu-buru. Wajah Amanda babak belur dan mengeluarkan banyak darah. Sepertinya sang kakek benar-benar murka atas sikap keterlaluan Amanda kali ini.Hampir saja ia masuk ke dalam ruangan favorit kakek tua itu, namun pengawal Nicklaus menghentikannya. Mengatakan bahwa masih ada anak angkat majikannya yang datang berkunjung.Dan sekarang di sinilah dia berada. Di balik pintu ruang kerja Nicklaus, sedang menguping. Sebelumnya ia sempat bersembunyi di dalam salah s
David tahu, tidak mudah meyakinkan orang lain untuk percaya padanya setelah apa yang dia lakukan. Kepercayaan itu ibarat kaca. Sekali retak, tidak akan bisa diperbaiki lagi. Dan dia mengalaminya sendiri sekarang. Sebaik apapun niatnya, orang lain akan tetap menaruh curiga dan tidak percaya."Aku tidak sedang berbohong. Keselamatan Elena terancam. Dia bisa terbunuh.""Dia akan terancam jika kau mendekatinya, dasar psikopat," maki Nathan. Pria itu tetap menodongkan senjata ke arahnya."Aku serius." David mengangkat kedua tangannya. "Dengar, aku memang terobsesi dengannya. Kau sendiri yang menemukan kamera-kamera itu di kamarnya. Tapi sekarang, ada hal yang lebih penting.""Kau itu licik dan manipulatif, Dave. Kau melakukan segala cara untuk mencapai tujuanmu. Aku hafal bagaimana sifatmu. Kau hanya ingin mengalihkan perhatian." Nathan mendengkus sinis.David mengumpat dalam hati. Di saat genting seperti ini, dia justru tidak dipercayai sama sekali."Dengar, aku tidak akan membuang-buang
"Kenapa terburu-buru? Padahal kita bisa membuka brankas itu besok," kata Elena sambil mengikuti sang ayah yang berjalan dengan cepat memasuki mansion keluarga Pierce."Elena, jangan berjalan terlalu cepat!" tegur Jack dari belakangnya."Entahlah, ayah tiba-tiba merasa harus menemukan kartu magnetik itu sekarang. Rasanya hati ayah gelisah sejak tadi," balas sang ayah. Pria itu langsung berlalu dan naik ke lantai dua tempat kamar Alexander berada.Mia, pelayan pribadi Elena dulu, tergopoh-gopoh menghampiri mereka."Kenapa tidak bilang kalau anda mau datang ke sini, Nona? Kami masih dalam proses memasak makan malam," kata Mia, yang sekarang bertugas sebagai kepala pelayan, dengan wajah panik.Setelah Matthew Patt dan Miranda Kiehl ditangkap, pembantu yang dipekerjakan oleh mereka berdua memang langsung diberhentikan oleh Alan. Hanya tersisa pelayan rekrutan Alexander dan Elena saja yang masih bertahan, termasuk Mia."Tidak apa-apa, Mia. Kami hanya ingin mengambil sesuatu saja," jawab Ele
Elena hampir pingsan lagi, tapi ia menguatkan diri. Tangannya memegang lengan ayahnya dengan erat sebagai sandaran."Tapi rahasia Nicklaus masih di mansion ayah. Kita ke sana dulu," kata Elena."Aku tidak mau mengambil resiko. Lebih baik langsung ke mansionku saja. Lagi pula brankas itu tahan api dan tahan benturan. Meskipun ada yang menemukannya, mereka tidak akan bisa membukanya," jelas Jack. "Ambil barangmu dan segera pergi.""Jack benar, Nak. Lagipula hanya ayah yang tahu mengenai ruang rahasia di kamar itu. Para pelayan dan penjaga rumah tidak ada yang tahu," kata Edward setuju.Elena berpikir keras. Bagaimana kalau video itu ternyata sudah menyebar? Kalau David dan Jennifer saja sudah tahu, kemungkinan besar anak buah David juga sudah tahu. Mereka bisa mencari nilai IPK-nya di kampus dan tanggal pernikahan sang ayah di kantor Pencatatan Sipil.Mendadak otaknya menampilkan kartu magnetik yang tadi sempat dipegangnya. Ah, iya. Tanpa kartu itu, brankas tetap tidak bisa dibuka. Ken
"Bagaimana keadaan di sekitar?" Brandon baru saja datang ketika Nathan selesai mengarahkan para petugas penjinak bom ke titik-titik dimana bom diletakkan.Mereka tidak mau kecolongan lagi. Kejadian di gedung teater kampus membuat mereka harus bergerak lebih sigap sekaligus hati-hati."Aku sudah menemukan di mana saja letak bom itu. Anak buah Nicklaus tidak terlalu pintar. Entah dari perusahaan mana dia merekrut semua pengawal itu." Nathan terkekeh sambil tetap mengawasi para petugas.Tim penjinak bom dari FBI menggunakan robot penjinak bom yang dikendalikan dari jarak jauh, sementara tim penjinak bom dari kepolisian yang sudah menggunakan pakaian khusus, menyisiri seluruh gedung untuk menemukan kemungkinan adanya bom lain."Bagaimana kau tahu bahwa di gedung ini ada bom?" tanya Brandon dengan pandangan tetap fokus pada para bawahannya yang sedang mengamankan anak buah Nicklaus."David Foster."Brandon langsung menoleh ke arahnya dengan pandangan rumit. Mereka tahu bahwa David sangat a
"Kau jangan bercanda!" Evan menatap Nathan ngeri sambil mendorong bahunya."Siapa yang bercanda?" kata Nathan dengan wajah datar."Bro, kau jangan macam-macam! Kau harus menghadapi Jack. Dia tidak akan suka dengan hal ini," peringat Evan dengan mata melotot."Memangnya kenapa? Tidak ada larangan untuk menyukai seseorang.""Tapi dia itu istri bosmu! Kau ini benar-benar..."Evan menyipitkan mata ketika melihat mata kiri Nathan sedikit berkedut. Dengan kesal, pria itu memukul bahu Nathan."Kau hampir saja membuatku jantungan! Jangan sampai kau melakukannya di hadapan Jack. Jangan pernah!" peringat Evan serius.Nathan menyunggingkan senyum miring. Mata kirinya memang berkedut di ujungnya jika sedang berbohong."Siapapun pasti akan menyukai Elena. Hanya laki-laki bodoh seperti Lucas saja yang menyia-nyiakan wanita seperti dia. Bahkan David saja sampai tergila-gila."Evan menghela nafas panjang. Tangan pria itu menggaruk alis kanannya. "Yeah, kau benar. Wanita itu memang tidak perlu berusah
Padahal Edward bertanya dengan nada biasa, tapi Elena langsung terlonjak karena kaget. Seolah-olah pria itu berteriak. Menimbulkan reaksi kecurigaan dari sang ayah."Eh? Tidak melihat apa-apa. Hanya...aku hanya melihat seekor anjing melintas," jawab Elena sedikit tergagap.Ia menoleh sekali lagi ke tempat tadi, namun orang itu sudah tidak ada di tempat. David Foster. Keningnya mengernyit. Kenapa David bisa berada di sini? Apakah David yang melumpuhkan pria-pria asing itu?"Dari mana saja?" tanya Jack.Elena langsung mengalihkan pandangannya. Ia pikir Jack bertanya padanya, tapi ternyata pada beberapa orang dengan tato elang di leher kiri."Kami sedang mencari seseorang yang berhasil kabur. Tadi lewat belakang mansion. Setelah kami cari, ternyata dia tidak ada di mana pun," jawab salah satu dari mereka."Apa? Bagaimana bisa? Pagar belakang mansion begitu tinggi dan dilengkapi dengan besi lancip yang dialiri listrik tegangan tinggi. Tidak mungkin orang itu bisa lolos. Pasti masih berada
[Aku baru tahu bahwa ternyata Alexander Pierce bersahabat dengan dua monster itu. Pria itu terlalu baik untuk dua iblis seperti Nicklaus dan Eliot. Semoga Tuhan menunjukkan jalan bagi Alexander untuk terlepas dari mereka berdua.][Aku sengaja mendekati Alexander untuk menjauhkan pria itu dari dua sahabatnya. Tidak, sebenarnya aku juga ingin mencari perlindungan darinya. Dia kelihatannya mencintaiku. Aku juga mencintainya. Dia adalah satu-satunya pria yang bisa membuat hatiku bergetar. Aku akan membeberkan semuanya setelah kami menikah.][Tuhan berada di pihakku. Nicklaus dan Eliot tidak hadir di pernikahan kami. Aku akan jujur pada Alexander secepatnya.][Tuhan, kenapa kau membuatku berada di posisi ini? Aku selalu mendapatkan halangan ketika akan jujur pada suamiku. Dan ternyata bencana itu datang. Nicklaus dan Eliot datang ke mansion Alexander. Suamiku murka padaku.][Aku takut. Aku tahu mereka akan membunuhku jika aku keluar dari mansion Alexander. Tuhan, tolonglah aku. Rasanya sep
"Kau yakin dengan keputusanmu?" Jacob bertanya untuk yang kesekian kalinya.Nathan mengangguk mantap. Tidak ada keraguan dalam hatinya. Ia sudah yakin dengan keputusannya, dan menurutnya itu adalah yang terbaik.Jacob menghela nafas panjang, lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi."Apa karena kau masih mencintai menantuku?""Salah satunya. Tapi lebih karena aku tidak mau menghancurkan pernikahan anak anda. Meskipun aku sangat mencintai Elena, tapi aku tidak mau membuat dia menderita."Berita mengenai Elena yang kritis karena kehilangan banyak darah setelah bertengkar dengan Jack membuat Nathan sadar. Cinta memang tidak bisa dipaksakan. Apalagi wanita adalah makhluk yang sensitif. Selalu menggunakan perasaannya."Baiklah. Jika kau memang sudah tidak merasa nyaman terus berada di sini, aku tidak bisa menahanmu. Tapi kau bisa kembali ke sini sewaktu-waktu jika kau mau," kata Jacob akhirnya.Pria itu membubuhkan tandatangan pada surat mutasi untuk Nathan."Kenapa Korea Selatan?
Elena mengeratkan pegangan tangannya pada lengan Jack ketika melihat bayi itu semakin mendekat dalam gendongan seorang perawat."Bayi kita. Dia bayi kita," ucapnya antusias.Sebenarnya ia terkejut ketika melihat raut kaget dan terpana di wajah Jack. Seolah-olah pria itu juga baru pertama kalinya melihat wajah anak mereka. Tapi ia tidak mau merusak suasana. Mungkin memang benar suaminya sibuk menungguinya, sementara bayi mereka harus dirawat di inkubator.Tiba-tiba bayi itu menangis, membuat Elena bingung sekaligus penasaran. Dia belum pernah menghadapi seorang bayi sebelumnya."Tidak usah panik, Nyonya. Dekap dia dalam pelukan anda. Bayi memerlukan pelukan dari ibunya setelah lahir," kata perawat itu sambil tersenyum.Elena menerima bayinya dengan sedikit kikuk. Takut jika nanti tiba-tiba menjatuhkannya atau membuat tangisan bayi itu kian menjadi-jadi.Di luar dugaannya, bayi itu justru berhenti menangis setelah Elena mendekatkannya pada dadanya. Hatinya terasa begitu penuh. Senyumnya
"Siapa kau?" Elena menatap seorang wanita yang masih muda dan terlihat begitu cantik. Kecantikan khas wanita jaman dulu. Mengingatkannya pada wanita-wanita seperti Putri Diana atau Marilyn Monroe.Tunggu, ia seperti pernah melihat wanita ini sebelumnya. Tapi di mana?"Kau begitu cantik. Bahkan lebih cantik dari Amelia," kata wanita itu sambil tersenyum lembut.Tubuh wanita itu begitu tinggi semampai seperti layaknya model. Seperti tubuh Elena yang tinggi, sehingga orang-orang sering mengira bahwa dirinya adalah seorang model.Sebentar, ada yang aneh di sini. Elena memperhatikan wanita di hadapannya dengan seksama. Rambut pirang dan bibir agak tebal di bagian bawah. Kulit putih bersih dan mata sebiru langit di siang hari."Tidak mungkin," gumam Elena.Satu kesadaran membuatnya refleks melangkah mundur. Kepalanya menggeleng-geleng."Ini tidak benar. Seharusnya aku tidak bisa bertemu dan berbincang denganmu. Apakah aku sudah mati?" Dia mulai panik dan melihat ke sekitarnya.Hanya ada ham
Suara isak tangis yang menyayat hati memenuhi ruang ICU. Seorang pria menggenggam tangan seorang wanita yang sejak kemarin belum juga sadarkan diri. Padahal sudah berkantong-kantong darah habis, tapi sang wanita belum juga mau bangun."Jack, kau juga harus makan untuk memulihkan tenagamu. Jangan menyiksa diri sendiri." Julia mengusap pipinya yang basah melihat sang putra terus menangis dalam penyesalan."Semua ini karena kebodohanku. Seharusnya aku menjaga perasaannya. Seandainya aku tidak egois, dia tidak akan berbaring di sini," ucap Jack di sela-sela tangisnya.Ya, Jack benar-benar sangat menyesal. Dia melampiaskan kemarahan karena cemburu buta, tapi dia tidak pernah menyangka bahwa dampaknya jauh lebih besar lagi. Dia benar-benar bisa kehilangan Elena untuk selamanya.Sekarang dia tahu bagaimana rasanya menjadi Arsen. Ternyata rasanya tidak menyenangkan. Rasanya seperti bertaruh dengan waktu. Tidak ada yang tahu apakah Elena bisa sadar atau malah pergi untuk selamanya."Maafkan ak
Selama hidupnya, Jack tidak pernah lepas kendali. Dia selalu bisa menahan diri. Bahkan meskipun dia tahu bahwa Claire menikah dengan Arsen, dia hanya diam saja. Tapi semua berubah ketika ia bertemu dengan Elena.Sekarang emosinya sering tidak stabil. Sudah dua kali ini dia lepas kendali, dan semuanya karena Elena. Ia tidak bisa biasa saja atau tak acuh jika itu sudah menyangkut tentang Elena.Ada rasa aneh yang tidak bisa dijabarkan. Dia takut jika Elena pergi jauh darinya. Kembali meninggalkannya seperti dulu."Di mana Nathan?" tanyanya pada salah satu karyawan yang melintas di lobi perusahaan."Umm, kurang tahu, Tuan. Tapi tadi saya sempat melihat dia bersama Tuan Jacob," jawab karyawan itu dengan sopan.Jack berlalu dengan amarah masih menguasai diri. Kedua tangannya bahkan masih terkepal dengan erat dan jantungnya bertalu-talu. Siapapun yang berpapasan dengannya tidak berani menyapa. Kakinya melangkah memasuki lift dan menekan tombol lantai paling atas. Dia benar-benar sangat ma
"Jack belum pulang juga?" tanya Elena dengan hati gelisah.Kemarin malam setelah dinyatakan baik-baik saja oleh dokter dan diperbolehkan untuk pulang, Elena berkali-kali menelpon suaminya. Tapi karena tubuhnya entah kenapa masih terasa lelah, dia pun akhirnya tertidur begitu diantarkan ke kamar oleh Alan."Belum. Aku sudah menghubungi ponselnya, tapi tidak diangkat," jawab Nina. "Lebih baik sarapan dulu. Kau harus memulihkan energi setelah kemarin hampir saja keracunan."Elena menurut saja ketika Nina menuntunnya menuju ke ruang makan. Beruntung Nina mau langsung datang ke mansion untuk menemaninya. Entah kenapa suaminya tidak kunjung pulang."Makanlah yang banyak, Nona. Setelah ini jangan lagi keluar. Sebentar lagi Anda melahirkan, jadi lebih baik di rumah saja. Anda bisa meminta tolong pada pengawal yang biasanya menjaga anda jika menginginkan sesuatu," saran Bibi Mary sambil meletakkan berbagai menu makanan sehat untuk ibu hamil.Mendadak Elena teringat dengan Brad. Di mana laki-la
Nathan menatap tajam orang yang keluar dari tempat yang gelap. Pria seusia Jacob Reeves yang memakai jaket kulit hitam dan celana jeans."Kenapa kau jauh-jauh datang ke sini, ayah? Sudah kubilang untuk jangan dekat-dekat denganku," kata Nathan dengan menggertakkan rahangnya."Supaya wanita pujaanmu itu tidak tahu bahwa kau adalah anak seorang direktur FBI? Memangnya kenapa? Suami wanita itu bahkan berada jauh di bawahku.""Tapi dia jauh lebih kaya darimu. Dia bahkan bisa membeli jabatanmu beserta seluruh aset yang kau punya," sergah Nathan.Pria yang dipanggil ayah itu mendengkus. Menghisap rokoknya dan meniupkan asap ke arah Nathan."Sungguh aneh kau mengaku sudah yatim piatu. Apakah sebegitu inginnya kau terbebas dariku? Bukankah seharusnya kau menerima jabatan yang kuberikan? Kau bahkan bisa berada di atas Jack Reeves."Nathan tidak peduli dengan perkataan ayahnya. Dia langsung beranjak dari tempatnya."Wanita itu membuat pilihan yang bagus. Seandainya dia memilihmu, aku tidak akan
Sudah sebulan lebih Nathan sengaja menghindari segala hal yang berhubungan dengan Elena dan Jack. Bukan hanya wanita saja, pria seperti dirinya pun juga membutuhkan waktu untuk menyendiri agar hatinya tidak semakin terluka."Takdir benar-benar membencimu rupanya," ujar Brad sebelum tertawa girang.Ya, takdir benar-benar mempermainkan hidupnya sekarang. Setelah memohon pada Evan untuk diberikan pekerjaan lainnya dengan alasan yang meyakinkan, lagi-lagi Nathan harus berakhir di tempat yang sama dengan Elena.Di ballroom eMark, tempat di mana ayah Elena mengadakan acara pesta ulang tahun perusahaan sekaligus untuk mengenalkan Elena kepada publik sebagai putri kandungnya.Semua orang terkesiap ketika mengetahui fakta itu. Apalagi ketika mereka tahu bahwa Edward Brown adalah mantan menantu Alexander Pierce. Mereka semua tentu langsung ramai dan saling berbisik."Tidak ada yang benar-benar menjadi temanmu di dunia bisnis," komentar Nathan sambil mengawasi Elena meskipun telinganya mendengar
Nathan membelalakkan mata. Tubuhnya menegang. Bagaimana Alan bisa tahu mengenai asal-usulnya? Padahal dia sudah menutupinya dengan rapat.Bahkan hacker profesional pun tidak akan mampu menembus informasi pribadinya karena sokongannya begitu kuat. Asalkan dia tetap diam dan tidak berbuat ulah."Kau pikir kau bisa menutupi siapa dirimu yang sebenarnya, hah? Jika itu menyangkut adikku, aku akan melakukan apa saja. Termasuk menyelidiki tentang latar belakangmu. Kau membuat malu ayahmu karena mengundurkan diri dari gedung Pentagon, padahal karirmu begitu cemerlang. Kau mencoreng nama ayahmu karena memberontak, tidak mau menuruti perintah Menteri Pertahanan dan Presiden."Nathan tidak bisa berkata-kata. Perkataan Alan membuatnya terlalu shock sampai pikirannya mendadak kosong."Kau semakin membuat malu ayahmu karena memilih untuk menjalani karir sebagai tentara bayaran swasta, dan berakhir sebagai bodyguard anak konglomerat. Kau dilarang untuk membuat skandal lagi, atau ayahmu akan diturunk