"Jangan terlalu kencang mengendarai mobilnya!" hardik Jack dengan mata melotot."Aku sudah mengurangi kecepatannya sampai hanya tinggal 40km/jam. Mau selambat apa lagi?" teriak Brad frustrasi.Elena meringis melihat betapa rewelnya suaminya sejak keluar dari gedung Greenlake. Selalu protes dan mengeluh. Benar-benar menyebalkan."Butuh minyak aromaterapi, Bos?" tawar Nathan."Ya, ya! Kepalaku pusing sekali. Ya Tuhan, bagaimana bisa aku menjalani sisa hariku jika seperti ini terus?" Jack menyambar botol minyak aromaterapi dari tangan Nathan dan menghirup aromanya.Pria itu mengerang sambil menyandarkan kepalanya di sandaran kursi. Kedua matanya terpejam."Baru beberapa hari saja kau sudah rewel sekali. Padahal wanita harus mengalaminya selama 9-10 bulan," cibir Elena.Tiba-tiba Jack membuka mata. Pria itu langsung memeluk perut Elena meskipun harus membungkuk dan posisinya terlihat tidak nyaman."Tolong cabut kutukanmu, Sayang. Aku benar-benar tidak sanggup lagi. Setiap malam aku tidak
Dua mobil van berwarna hitam datang dan berhenti agak jauh dari mobil Jack. Pria berpakaian serba hitam dan menenteng senjata api laras panjang menghambur keluar dari sana. Jumlahnya lumayan banyak."Oh, sepertinya kakek tua itu ingin bermain-main." Jack mengambil stok senjata di jok belakang lalu melemparkannya pada Nathan dan Brad. "Sayang, kau merunduklah untuk berlindung."Elena menurut dan menyembunyikan kepalanya di bawah jendela. Meskipun perutnya terasa sangat mengganjal, ia tahan rasa tidak nyaman itu.Ingatan mengenai kejadian yang hampir sama ketika bersama ayahnya dulu kembali berkelebat. Rasanya seperti deja vu. Hanya saja, kehadiran Jack sekarang membuatnya merasa sedikit tenang. Suaminya pasti bisa mengatasinya.Selama beberapa menit, hanya terdengar suara tembakan yang saling bersahutan. Elena memejamkan mata, berdoa agar bayi di dalam kandungannya tidak trauma. Ia pernah mendengar bahwa bayi yang masih berada di dalam kandungan bisa merekam kejadian yang dialami oleh
Bentakan Jack membuat Elena terlonjak kaget, apalagi ketika pria itu merebut pistol dari tangannya. Mulutnya menganga dengan wajah ketakutan.Belum pernah ia melihat Jack begitu marah, sampai-sampai kedua mata pria itu melotot dan wajahnya memerah.Jantungnya langsung berdegup kencang dan terasa nyeri. Kedua sudut bibirnya melengkung ke bawah. Ia menggeser duduknya ke tempat semula dengan tenggorokan seperti tercekat. Belum pernah ia dibentak seperti ini, apalagi selama ini Jack tidak pernah marah. Bahkan ketika kedua matanya berkaca-kaca, Jack tidak mengatakan apapun. Lelaki itu justru membanting pintu setelah masuk ke dalam mobil."Kita pulang," kata Jack dengan nada dingin.Air mata mengalir di kedua wajah Elena. Cepat-cepat ia menyekanya dengan tangan gemetar. Pandangannya sempat bertemu dengan Nathan di spion atas. Ia langsung melengos dan menangis dalam diam.Suasana di dalam mobil begitu mencekam. Bahkan lebih dingin daripada ketika mereka baru saja pulang dari hotel dan terke
"Kenapa jadi mau membalas dendam pada Elena? Bukankan persaingan bisnis memang sudah biasa? Lagipula dia sendiri yang menyerang perusahaan Elena terlebih dulu. Elena hanya membalasnya. Apa istriku harus duduk diam dan pasrah menerima nasib?" protes Jack.Entah kenapa dia merasa tidak terima ketika Nicklaus Hunter malah playing victim. "Hmm, mungkin dia merasa egonya terluka karena bisa dikalahkan oleh wanita, apalagi masih sangat muda," kata Jacob.Jack mengibaskan tangan. "Alasan yang tidak masuk akal. Kenapa tidak mencoba untuk berbicara dengannya secara baik-baik? Elena tidak akan diam saja dan menunggu perusahaannya dihancurkan. Ribuan karyawan bergantung padanya."Jacob mengangguk-angguk. "Kau benar. Aku memang harus mengakhiri dendam kesumat yang tak berkesudahan itu. Dia sudah melewati batas.""Bagaimana dengan keluarga Jepson?"Kening sang ayah berkerut. "Setahuku mereka tidak mengusik keluarga Pierce. Bahkan mungkin Talia tidak tahu bahwa ibu Elena adalah adiknya. Mereka jus
Sudah setengah jam Elena menangis di ruang kerja sang ayah. Meskipun Edward begitu sibuk, pria itu tetap mengesampingkan pekerjaannya demi menenangkan sang buah hati."Minum dulu biar hatimu tenang," kata Edward sambil menyodorkan sebotol air mineral. "Ingat, kau sedang hamil. Jangan membuat janinmu ikut merasakan apa yang kau rasakan."Jantung Elena seperti berhenti sejenak, sebelum akhirnya berdegup lebih kencang. Kenapa ia bisa melupakan hal itu? Ia menerima botol yang sudah dibuka tutupnya dan meminumnya beberapa teguk."Tarik nafas dalam-dalam, lalu hembuskan secara perlahan. Apapun masalahmu, jangan langsung terbawa emosi. Demi calon bayimu."Ia mengikuti saran dari ayahnya, dan lumayan berhasil untuk meredakan tangisnya. Hanya tersisa beberapa isakan yang masih lolos. Bibirnya terasa seperti bengkak karena terlalu lama menangis."Sekarang ceritakan pada ayah, kenapa kau menangis hebat seperti itu?" tanya Edward dengan sabar.Bibirnya kembali melengkung ke bawah ketika mengingat
Elena hanya memakan seperempat porsi dari semua jenis makanan yang terhidang di atas meja makan. Ia bukannya sengaja, melainkan memang setiap sudah menghabiskan seperempat porsi, rasa makanan di lidahnya menjadi tidak enak."Tidak usah dipaksakan jika sudah tidak sanggup. Nanti biar aku yang memakannya."Ia masih dalam mode diam. Marah sekaligus merajuk. Matanya melirik susu coklat yang terlihat segar. Dengan kasar ia meraih susu dalam gelas yang mengeluarkan titik-titik air di luar gelasnya.Rasanya memang segar sekali. Jujur ia sangat puas dan kenyang.Setelah selesai, ia langsung berdiri dan kembali ke kamar. Hatinya masih sakit dan ia masih marah. Dengan kasar ia menutup pintu kamar. Tidak peduli jika nanti pintu itu rusak. Toh, ayahnya akan memperbaikinya.Ia duduk menghadap ke jendela kaca besar yang menghadap ke gedung-gedung tinggi lainnya. Tak lama kemudian, pintu kamar dibuka dan ditutup."Aku minta maaf," ucap suaminya.Ia masih diam. Terdengar hembusan nafas panjang dan ra
Untuk yang kesekian kalinya, Elena menghentak-hentakkan kaki ke lantai dengan bibir cemberut. Lagi-lagi ayahnya lupa. Kali ini, pria itu melupakan kartu magnetik untuk membuka brankas.Sudah setengah jam berlalu, namun kartu itu belum juga ditemukan. Ia mulai lelah, jenuh, dan lapar. Suaminya kembali ke ruang rahasia dengan wajah berkeringat. Matanya langsung membelalak antusias."Bagaimana? Sudah ketemu?"Pria itu menghela nafas panjang. "Kita pulang saja dulu. Ayah benar-benar lupa menyimpan kartu itu dimana.""Bagaimana bisa lupa? Kartu itu benar-benar penting!" pekik Elena tak percaya."Sudahlah, namanya juga sudah sangat lama. Sebelum kakekmu meninggal, jadi sudah bertahun-tahun yang lalu. Besok kita cari lagi," kata Jack menenangkan. "Ayo kita pulang dulu. Biarkan ayahmu beristirahat."Dengan perasaan dongkol bukan main, Elena bangkit dari sofa dan keluar dari ruang rahasia yang sudah berantakan. Ia hampir saja merajuk pada sang ayah, namun langkahnya terhenti.Edward Brown terl
(Kau adalah pecundang, Nick. Pasti ada alasan kenapa kisah cintamu selalu gagal. Kau adalah jelmaan monster. Siapa yang mau dengan monster buruk rupa yang tidak bisa apa-apa sepertimu?)(Sudahlah, Nick. Victoria sudah menjadi milik Alexander. Relakan saja dia seperti aku yang merelakannya. Anakku tidak pantas memiliki ibu seperti dia.)(Kau akan menghadapi cucu-cucuku sebagai balasan atas perbuatanmu yang memasukkan buronan itu ke dalam rumahku. Kau akan mati mengenaskan, Nick. Kau akan mati sebagaimana kau membunuh Victoria dulu.)(Kau mungkin berhasil meracuniku lewat Matthew. Tapi kau akan merasakan hal yang sama. Dunia akan menyaksikan aibmu di masa lalu.)"Arrgh! Kakek, hentikan! Sakit!" jerit Amanda yang kini tersungkur dengan kening robek dan mengeluarkan banyak darah.Nicklaus tidak mengindahkan jeritan dari cucunya. Cucu yang ia benci keberadaannya karena begitu buruk rupa dan suka membuat ulah."Seharusnya kau tak pernah ada. Seharusnya aku mendapatkan keturunan dari Victori
"Kau yakin dengan keputusanmu?" Jacob bertanya untuk yang kesekian kalinya.Nathan mengangguk mantap. Tidak ada keraguan dalam hatinya. Ia sudah yakin dengan keputusannya, dan menurutnya itu adalah yang terbaik.Jacob menghela nafas panjang, lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi."Apa karena kau masih mencintai menantuku?""Salah satunya. Tapi lebih karena aku tidak mau menghancurkan pernikahan anak anda. Meskipun aku sangat mencintai Elena, tapi aku tidak mau membuat dia menderita."Berita mengenai Elena yang kritis karena kehilangan banyak darah setelah bertengkar dengan Jack membuat Nathan sadar. Cinta memang tidak bisa dipaksakan. Apalagi wanita adalah makhluk yang sensitif. Selalu menggunakan perasaannya."Baiklah. Jika kau memang sudah tidak merasa nyaman terus berada di sini, aku tidak bisa menahanmu. Tapi kau bisa kembali ke sini sewaktu-waktu jika kau mau," kata Jacob akhirnya.Pria itu membubuhkan tandatangan pada surat mutasi untuk Nathan."Kenapa Korea Selatan?
Elena mengeratkan pegangan tangannya pada lengan Jack ketika melihat bayi itu semakin mendekat dalam gendongan seorang perawat."Bayi kita. Dia bayi kita," ucapnya antusias.Sebenarnya ia terkejut ketika melihat raut kaget dan terpana di wajah Jack. Seolah-olah pria itu juga baru pertama kalinya melihat wajah anak mereka. Tapi ia tidak mau merusak suasana. Mungkin memang benar suaminya sibuk menungguinya, sementara bayi mereka harus dirawat di inkubator.Tiba-tiba bayi itu menangis, membuat Elena bingung sekaligus penasaran. Dia belum pernah menghadapi seorang bayi sebelumnya."Tidak usah panik, Nyonya. Dekap dia dalam pelukan anda. Bayi memerlukan pelukan dari ibunya setelah lahir," kata perawat itu sambil tersenyum.Elena menerima bayinya dengan sedikit kikuk. Takut jika nanti tiba-tiba menjatuhkannya atau membuat tangisan bayi itu kian menjadi-jadi.Di luar dugaannya, bayi itu justru berhenti menangis setelah Elena mendekatkannya pada dadanya. Hatinya terasa begitu penuh. Senyumnya
"Siapa kau?" Elena menatap seorang wanita yang masih muda dan terlihat begitu cantik. Kecantikan khas wanita jaman dulu. Mengingatkannya pada wanita-wanita seperti Putri Diana atau Marilyn Monroe.Tunggu, ia seperti pernah melihat wanita ini sebelumnya. Tapi di mana?"Kau begitu cantik. Bahkan lebih cantik dari Amelia," kata wanita itu sambil tersenyum lembut.Tubuh wanita itu begitu tinggi semampai seperti layaknya model. Seperti tubuh Elena yang tinggi, sehingga orang-orang sering mengira bahwa dirinya adalah seorang model.Sebentar, ada yang aneh di sini. Elena memperhatikan wanita di hadapannya dengan seksama. Rambut pirang dan bibir agak tebal di bagian bawah. Kulit putih bersih dan mata sebiru langit di siang hari."Tidak mungkin," gumam Elena.Satu kesadaran membuatnya refleks melangkah mundur. Kepalanya menggeleng-geleng."Ini tidak benar. Seharusnya aku tidak bisa bertemu dan berbincang denganmu. Apakah aku sudah mati?" Dia mulai panik dan melihat ke sekitarnya.Hanya ada ham
Suara isak tangis yang menyayat hati memenuhi ruang ICU. Seorang pria menggenggam tangan seorang wanita yang sejak kemarin belum juga sadarkan diri. Padahal sudah berkantong-kantong darah habis, tapi sang wanita belum juga mau bangun."Jack, kau juga harus makan untuk memulihkan tenagamu. Jangan menyiksa diri sendiri." Julia mengusap pipinya yang basah melihat sang putra terus menangis dalam penyesalan."Semua ini karena kebodohanku. Seharusnya aku menjaga perasaannya. Seandainya aku tidak egois, dia tidak akan berbaring di sini," ucap Jack di sela-sela tangisnya.Ya, Jack benar-benar sangat menyesal. Dia melampiaskan kemarahan karena cemburu buta, tapi dia tidak pernah menyangka bahwa dampaknya jauh lebih besar lagi. Dia benar-benar bisa kehilangan Elena untuk selamanya.Sekarang dia tahu bagaimana rasanya menjadi Arsen. Ternyata rasanya tidak menyenangkan. Rasanya seperti bertaruh dengan waktu. Tidak ada yang tahu apakah Elena bisa sadar atau malah pergi untuk selamanya."Maafkan ak
Selama hidupnya, Jack tidak pernah lepas kendali. Dia selalu bisa menahan diri. Bahkan meskipun dia tahu bahwa Claire menikah dengan Arsen, dia hanya diam saja. Tapi semua berubah ketika ia bertemu dengan Elena.Sekarang emosinya sering tidak stabil. Sudah dua kali ini dia lepas kendali, dan semuanya karena Elena. Ia tidak bisa biasa saja atau tak acuh jika itu sudah menyangkut tentang Elena.Ada rasa aneh yang tidak bisa dijabarkan. Dia takut jika Elena pergi jauh darinya. Kembali meninggalkannya seperti dulu."Di mana Nathan?" tanyanya pada salah satu karyawan yang melintas di lobi perusahaan."Umm, kurang tahu, Tuan. Tapi tadi saya sempat melihat dia bersama Tuan Jacob," jawab karyawan itu dengan sopan.Jack berlalu dengan amarah masih menguasai diri. Kedua tangannya bahkan masih terkepal dengan erat dan jantungnya bertalu-talu. Siapapun yang berpapasan dengannya tidak berani menyapa. Kakinya melangkah memasuki lift dan menekan tombol lantai paling atas. Dia benar-benar sangat ma
"Jack belum pulang juga?" tanya Elena dengan hati gelisah.Kemarin malam setelah dinyatakan baik-baik saja oleh dokter dan diperbolehkan untuk pulang, Elena berkali-kali menelpon suaminya. Tapi karena tubuhnya entah kenapa masih terasa lelah, dia pun akhirnya tertidur begitu diantarkan ke kamar oleh Alan."Belum. Aku sudah menghubungi ponselnya, tapi tidak diangkat," jawab Nina. "Lebih baik sarapan dulu. Kau harus memulihkan energi setelah kemarin hampir saja keracunan."Elena menurut saja ketika Nina menuntunnya menuju ke ruang makan. Beruntung Nina mau langsung datang ke mansion untuk menemaninya. Entah kenapa suaminya tidak kunjung pulang."Makanlah yang banyak, Nona. Setelah ini jangan lagi keluar. Sebentar lagi Anda melahirkan, jadi lebih baik di rumah saja. Anda bisa meminta tolong pada pengawal yang biasanya menjaga anda jika menginginkan sesuatu," saran Bibi Mary sambil meletakkan berbagai menu makanan sehat untuk ibu hamil.Mendadak Elena teringat dengan Brad. Di mana laki-la
Nathan menatap tajam orang yang keluar dari tempat yang gelap. Pria seusia Jacob Reeves yang memakai jaket kulit hitam dan celana jeans."Kenapa kau jauh-jauh datang ke sini, ayah? Sudah kubilang untuk jangan dekat-dekat denganku," kata Nathan dengan menggertakkan rahangnya."Supaya wanita pujaanmu itu tidak tahu bahwa kau adalah anak seorang direktur FBI? Memangnya kenapa? Suami wanita itu bahkan berada jauh di bawahku.""Tapi dia jauh lebih kaya darimu. Dia bahkan bisa membeli jabatanmu beserta seluruh aset yang kau punya," sergah Nathan.Pria yang dipanggil ayah itu mendengkus. Menghisap rokoknya dan meniupkan asap ke arah Nathan."Sungguh aneh kau mengaku sudah yatim piatu. Apakah sebegitu inginnya kau terbebas dariku? Bukankah seharusnya kau menerima jabatan yang kuberikan? Kau bahkan bisa berada di atas Jack Reeves."Nathan tidak peduli dengan perkataan ayahnya. Dia langsung beranjak dari tempatnya."Wanita itu membuat pilihan yang bagus. Seandainya dia memilihmu, aku tidak akan
Sudah sebulan lebih Nathan sengaja menghindari segala hal yang berhubungan dengan Elena dan Jack. Bukan hanya wanita saja, pria seperti dirinya pun juga membutuhkan waktu untuk menyendiri agar hatinya tidak semakin terluka."Takdir benar-benar membencimu rupanya," ujar Brad sebelum tertawa girang.Ya, takdir benar-benar mempermainkan hidupnya sekarang. Setelah memohon pada Evan untuk diberikan pekerjaan lainnya dengan alasan yang meyakinkan, lagi-lagi Nathan harus berakhir di tempat yang sama dengan Elena.Di ballroom eMark, tempat di mana ayah Elena mengadakan acara pesta ulang tahun perusahaan sekaligus untuk mengenalkan Elena kepada publik sebagai putri kandungnya.Semua orang terkesiap ketika mengetahui fakta itu. Apalagi ketika mereka tahu bahwa Edward Brown adalah mantan menantu Alexander Pierce. Mereka semua tentu langsung ramai dan saling berbisik."Tidak ada yang benar-benar menjadi temanmu di dunia bisnis," komentar Nathan sambil mengawasi Elena meskipun telinganya mendengar
Nathan membelalakkan mata. Tubuhnya menegang. Bagaimana Alan bisa tahu mengenai asal-usulnya? Padahal dia sudah menutupinya dengan rapat.Bahkan hacker profesional pun tidak akan mampu menembus informasi pribadinya karena sokongannya begitu kuat. Asalkan dia tetap diam dan tidak berbuat ulah."Kau pikir kau bisa menutupi siapa dirimu yang sebenarnya, hah? Jika itu menyangkut adikku, aku akan melakukan apa saja. Termasuk menyelidiki tentang latar belakangmu. Kau membuat malu ayahmu karena mengundurkan diri dari gedung Pentagon, padahal karirmu begitu cemerlang. Kau mencoreng nama ayahmu karena memberontak, tidak mau menuruti perintah Menteri Pertahanan dan Presiden."Nathan tidak bisa berkata-kata. Perkataan Alan membuatnya terlalu shock sampai pikirannya mendadak kosong."Kau semakin membuat malu ayahmu karena memilih untuk menjalani karir sebagai tentara bayaran swasta, dan berakhir sebagai bodyguard anak konglomerat. Kau dilarang untuk membuat skandal lagi, atau ayahmu akan diturunk