Beranda / Fiksi Sejarah / Black Finger (Indonesia) / Chapter 26: Monster Ulat Bermata Besar

Share

Chapter 26: Monster Ulat Bermata Besar

Penulis: Romaneskha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Isabel sibuk mengepak pakaiannya sambil sesekali memandang ke luar jendela, ke langit hitam yang bergemuruh. 

“Aku kecewa kamu tidak di sini lebih lama,” Rin menjatuhkan diri ke samping Isabel. Ke tempat tidurnya sendiri yang memang cukup untuk dua orang. 

Bagi Isabel, kamar Rin terlihat bagus, bahkan mungkin terlalu bagus. Bergaya victorian, kamar itu diliputi warna putih dengan aksen keemasan. Puluhan kali lebih bagus daripada kamar asrama, bahkan lebih luas dari ruang keluarga di rumah Isabel sendiri. Satu hal yang menarik perhatian Isabel sejak memasuki kamar tersebut, lukisan Queen of Rose yang terpajang di sisi samping tempat tidur. 

“Maaf, aku tidak memberitahumu. Aku sengaja membelinya di galeri,” terang Rin soal lukisan yang dibuat oleh Isabel.

“Aku tidak yakin kalau ini terlihat bagus. Aku hanya meletakkan di galeri seni, tanpa ekspektasi akan ada yang membelinya.”

Sekarang. Lukisan itu lebih seperti zat adiktif untuk mereka ter

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
Isabel? it's u?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Black Finger (Indonesia)   Chapter 27: Tentang Cinta

    “Aku mau ke toko depan. Ada yang harus kubeli,” Isabel turun dari tempat tidur. Kurang enam menit dari pukul 00.00.“Mau kutemani?” pungggung Rin menegak. Di tangannya ada satu buku di antara puluhan buku tua yang ia bawa dari Slavidion.“Tidak perlu. Kamu juga tidak perlu membaca semua buku itu malam ini. Tidurlah!”Rin kembali menyandarkan punggungnya ke bantal yang sengaja disusun lebih tinggi. Fantasinya berlanjut, bersama barisan kalimat yang masuk lewat matanya.Pintu kamar tertutup, suara hentakan kaki menggema pelan dan Isabel keluar dari pintu belakang. Ada toserba di seberang jalan, Isabel hanya akan membeli beberapa perlengkapan mandi dan cadangan makanan untuk dibawa ke asrama barunya.Namun, ia terganggu sejak angin malam menyapanya. Seolah ada yang mengawasi, Isabel mendekap dirinya lebih rapat. Kadang-kadang ia merasa perlu untuk menunduk agar makhluk-makhluk dari dimensi lain tak begitu saja tertangkap

  • Black Finger (Indonesia)   Chapter 28: Hutan Purba

    “Seharusnya dia menemaniku! Apa begini sikapnya untuk orang yang jelas-jelas tersesat? Padahal ini pertama kalinya aku datang ke rumahnya. Dia seharusnya lebih baik dalam menjamu tamu yang datang dari jauh,” kesal Diran meratapi rumah mewah yang berdiri di atas lahan yang tak terlihat batasnya. “Sepertinya dia hidup dengan nyaman,” batinnya kemudian. Ia tiba-tiba merasa buruk. Slavidion, apalagi gubuk tuanya, membuat Diran menggutuk dirinya sendiri.Setelah berjalan beberapa ratus meter, akhirnya Diran menemukannya. Sang pangeran yang menjadi pusat perhatian.Supir bus turun sambil memegangi kepalanya yang lebam. “Kupikir kalian sudah mati,” katanya mendesis kesakitan. “Tapi, aku lega melihat kalian baik-baik saja. Setidaknya aku tidak akan dipenjara.”“Tidak mungkin Anda baik-baik saja,” penjaga toko masih tak percaya. “Aku melihat bus itu menabrak kalian.”William menatap setiap mata yang memandang padanya. Ada lebih banyak suara yang sebe

  • Black Finger (Indonesia)   Chapter 29: Asrama Baru

    “Orang bodoh mana yang mau membangun rumah di tempat seperti ini?” pikir William dari jarak dua meter dari jendela besar yang tirainya terbuka. Matahari mulai menampakkan dirinya saat itu. William bergeming, bahkan ketika kulitnya berasap karena terkena cahaya matahari.“Sampai jumpa!” cahaya Maria mulai meredup, dan menghilang ketika matahari semakin tinggi.Maria, terlihat seperti perempuan usia dua puluh tahunan. Setengah wajahnya adalah borok yang terus menerus mengeluarkan nanah. Jalannya pincang, walau tak terlihat ada yang salah dengan kaki-kakinya. Katanya, sudah lama ia tinggal di mansion Aegel Gustave Saveri. Lalu, siapa pun yang datang ke mansion itu, akan berurusan dengannya. Sayangnya, Maria mengancam orang yang salah. Sebuah cekikan dari seorang Black Finger sempat singgah di lehernya. Jika saja William tidak bermurah hati, maka Maria akan segera menjadi cahaya hitam yang tidak berarti apa-apa.“Maafkan saya, Tuan!” kata Maria

  • Black Finger (Indonesia)   Chapter 30: Mimpi Buruk

    Setelah Sandra pergi, Rin dan Isabel terlempar ke kelas yang berbeda. Isabel terpaku di hadapan kanvas putih yang terlihat begitu cerah di antara nuansa kecoklatan kelasnya sekarang. Kelas berlantai papan dengan banyak paku yang menonjol. Bagi Isabel, tempat itu seperti mimpi buruk. Dalam mimpinya, ia pernah merasakan takut teramat sangat. Senyap, tidak ada seorang pun saat itu. Lalu, ia menemukan sebuah rumah kayu. Isabel masuk dan mengurung dirinya di sana. Pintu ditutup rapat. Namun, itu tidak membuat rasa takutnya berkurang. Hingga tengah malam, nuansa horor semakin menjadi. Dari celah dinding papan, Isabel melihat ada empat makam di halaman belakang. Sesuatu kemudian bangkit dari sana. “Cobalah sekarang!” Isabel tersentak. “Tidak,” sebutnya.

  • Black Finger (Indonesia)   Chapter 31: Seperti Manusia

    “Kamu akan pergi?” Maria muncul lagi di batas senja. Tepat di samping William yang duduk di sofa yang telah koyak. Perlahan, ia mendekat pada William dan bersandar di bahu William.“Apa seperti ini sifat aslimu?” William menghalau Maria.Seperti siput, hantu perempuan itu menggeliat. “Menjijikkan,” William berdiri.“Kamu boleh tinggal di sini sampai kapan pun,” katanya terkesan tiba-tiba.“Kemarin kamu ingin mencelakaiku!”“Itu kemarin. Kupikir aku berubah pikiran. Punya teman bicara sepertinya tidak buruk.”“White! Ayo, kita pergi!”Diran terhenyak. “Kenapa tiba-tiba?” pikirnya masih tak yakin. Ia memperhatikan perempuan yang sebenarnya belum pernah mengajaknya bicara. Tentang seberapa urgent Maria harus dihindari, padahal matahari belum benar-benar bersembunyi.William menarik sebuah kain hitam yang menutupi sebuah meja hias. Ia kemudian melilitkan kain itu dari kepala hingga tiga per empat tubuhny

  • Black Finger (Indonesia)   Chapter 32: Suara Tembakan

    Lampu jingga yang bergoyang, membentuk siluet tubuh Isabel di dinding menjadi tidak konsisten. Isabel tahu dia sedang diawasi oleh pria tinggi yang sekarang bersandar di daun pintu. Dan Isabel pantas merasa tidak nyaman dengan alasan itu, juga dengan alasan lainnya.“Saya akan kembali ke asrama saja!” Isabel berdiri. Sorot matanya masih terarah pada jejeran papan yang berdecit ketika diinjak.Ryu Laoshi sedikit tersenyum dengan sikap Isabel yang tiba-tiba itu.“Saya tidak ingin menjelaskan siapa laki-laki pembuat onar tadi,” lanjut Isabel.“Apa aku bertanya?” Ryu Laoshi sekali lagi tersenyum. “Aku bisa menebak apa artinya dia bagimu, wanita selalu plin-plan jika sedang jatuh cinta.”“Kami tidak mungkin bersama,” katanya tanpa berharap gurunya itu mengerti. Terlalu rumit untuk dijelaskan dan Isabel ingin tidak seorang pun bertanya.“Biar begitu, kamu tidak bisa mematahkan fakta bahwa kamu suka dan dia peduli. ‘Tidak mungkin

  • Black Finger (Indonesia)   Chapter 33: Mimpi Misterius Seekor Serigala

    William menghilang. Giulian Vasco dibuat sibuk dini hari itu. “Pintu masih dirantai dan digembok dari luar. Tidak ada celah untuk keluar. Lalu, bagaimana mungkin ia bisa lolos?”“Lihat ini, Komandan! Memang terlalu gelap, tapi saya rasa rantai yang mengikat tersangka bergerak,” Giulian Vasco memperhatikan dengan serius CCTV.“Apa ada orang lain di sana?” tanya Komandan Vasco.Rekannya ragu untuk menjawab.“Sepertinya memang tidak ada siapa-siapa,” Vasco menjawab pertanyaan sendiri. “Apa dia seorang penyihir?” tanyanya lagi tidak ditujukan pada siapa-siapa. Jika pun iya, maka asumsi itu akan dibakarnya lebih dulu.“Ini rekaman pukul 01.32, dia sempat mendatangi temannya dan duduk di sisi meja operasi. Kemudian…menghilang! Setelah itu, di dalam ruangan hanya tinggal satu orang. Oh, ya. Beberapa hari lalu, ada laporan kecelakaan di distrik selatan. Kecelakaan bus. Beberapa penumpang dan supir bus mengalami luka-luka.Tidak terlalu parah. H

  • Black Finger (Indonesia)   Chapter 34: Pengisap Darah Lain

    “Sial!” Giulian Vasco menarik dasi dari lehernya. Pria kulit hitam itu kemudian menghempaskan dirinya di atas kursi yang bisa berputar 360 derajad. Hidungnya yang besar tidak menjamin ia bisa bernapas dengan baik di tengah kasus yang ia hadapi sekarang. Beberapa hari lalu, kurator Edgar Louis mendatanginya untuk kemungkinan adanya penyelundupan berlian yang berasal dari kerajaan Slavia, reruntuhannya; Slavidion, masih bisa dilihat hingga sekarang. Namun, hubungan tidak baiknya dengan keluarga pengurus istana-istana di Slavidion, membuat Edgar Louis sendiri tidak yakin asal mula Black Diamond yang ia dapat dari sahabatnya, seorang pebisnis batu berharga. Ada tiga di tangan Giulian Vasco saat itu, satu yang ia dapat dari sang kurator. Dan dua sisanya, diambil dari telinga orang yang menjadi tersangka. Tiga benda itu serupa. Hasil uji laboratorium, batu tersebut memilki karakteristik yang mirip dengan batu-batu asal kerajaan Slavia yang kini tersimpan di museum.“Apa

Bab terbaru

  • Black Finger (Indonesia)   Chapter 48: Dia yang Selalu Dirindukan (END)

    Tiga Tahun Kemudian…“Wah! Selamat!” Sandra berteriak girang. Ia memeluk Rin berkali-kali, perempuan yang selalu nyaman dengan potongan rambut pendek itu terlihat begitu bersinar dengan gaun pengantin yang ia kenakan. Yang beruntung mendapatkan Rin adalah anak teman ayahnya sendiri, seorang pengusaha.Bagi Isabel dan Sandra, tentu tidak masalah siapa pun yang akan menikahi Rin. Hanya saja, mereka harus membuat Rin merasa “bahagia”. Ah, tidak, ukuran “bahagia” itu sepertinya terlalu rumit. Isabel ingin, orang yang menikahi Rin adalah orang yang tidak akan membuat Rin berpikir hal lain lagi selain hubungan mereka. Tentu saja, Isabel akan bersedih ketika Rin berkata di depan meja rias pengantin, “Seperti ada yang hilang dari diriku,” Rin memegangi dadanya dan orang itu tetap tidak menemukan serpihan yang seharusnya bisa melengkapi dirinya.Isabel memang tidak ingin jujur. Sejak ia sadar Rin telah melupakan Diran, Isabel merasa itu mungk

  • Black Finger (Indonesia)   Chapter 47: Cahaya Senja di Musim Panas

    Aegel Forest, kediaman Aegel Gustave Saveri. Tidak terlihat ada riak air di sana, danau di bawah gazebo seolah beku. Hujan salju memang belum berhenti sejak William datang ke sana di malam sebelumnya. Meski begitu, salju yang berjatuhan tidak membuat Aegel Forest berwarna keperakan. Salju yang jatuh, hanya seperti permen kapas kecil yang tersentuh air liur, lalu menghilang segera.“Apa kamu bersedih?” tanya Maria yang akan selalu mengabaikan permintaan William untuk tidak diganggu. William enggan menjawabnya. Ia hanya mengedip lambat pada daun teratai yang berwarna kecoklatan. Yang jelas, sejak ia tidak bisa menemukan Isabel, William jadi tidak ingin melakukan apa-apa. Jika mungkin, ia kira ia ingin menjadi sehelai daun di antara ratusan juta daun di Aegel Forest. Tidak akan ada yang menganggapnya sebagai sesuatu yang berarti, dan angin adalah satu-satunya yang ia nanti. Suatu saat ia merasa lelah, maka ia akan terlepas dari ranting. Angin

  • Black Finger (Indonesia)   Chapter 46: Iblis Abad Ini

    William mencoba beristirahat sekali lagi. “Berhentilah berpikir tentangnya!” perintahnya berkali-kali pada dirinya sendiri, meski tahu itu sia-sia. Nyatanya, makhluk itu tidak pernah benar-benar tertidur.Tidak lama kemudian, ada frekuensi suara yang menyentaknya. Spontan, mata William terbuka. Tapi, setelah dilihat lagi, tidak ada apa pun yang terjadi. Diran belum kembali, juga tidak ada benda yang jatuh. William tidak punya jawaban dari mana asal suara yang masuk ke telinganya. Ia kemudian memegangi tengkuknya. “Seharusnya dia baik-baik saja. Ada Wang Mo Ryu di sana,” katanya.William kemudian mondar-mandir tidak keruan. Sejak ia tidak punya jawaban dari mana asal suara mengerikan itu, William jadi berpikir lebih keras. Seperti ada yang lancang memukul meja, raut kemarahan bisa dirasakan William saat itu. Tapi, William benar-benar tidak tahu di mana, dan untuk apa insiden itu sampai ke pikirannya. Itu sangat mengganggu.Tiba

  • Black Finger (Indonesia)   Chapter 45: Maple Keemasan

    “Akhhh! Apa aku harus memperlakukanmu seperti penjahat lain? Memukulimu sampai mau bicara?” satu pukulan terarah ke atas meja. Isabel telah membuat Giulian Vasco geram. Hampir satu jam komandan itu menginterogasi Isabel, yang keluar dari mulut Isabel hanyalah kalimat, “Aku tidak tahu.”“Katakan! Di mana aku bisa menemukannya?” tangan Giulian Vasco berada di udara. Ia siap melayangkan itu dan mungkin akan membuat Isabel terlempar setelahnya.“Komandan! Jangan berlebihan! Dia hanya saksi, bukan tersangka!” tahan Petter.“Apa dia berbuat salah? Kenapa kalian ingin sekali menangkapnya?” Isabel balik bertanya. Ia kira ia sudah merasakan rasa sakitnya dipenjara dengan tangan terborgol, dibentak, lalu diancam berkali-kali. Pukulan demi pukulan mungkin saja benar-benar ia alami setelah ini. “Apa begini kalian memperlakukan dirinya?” lirih Isabel. Ia tiba-tiba merasa sedih.“Hmmm.

  • Black Finger (Indonesia)   Chapter 44: Mantra Penyegel Sang Guru

    Mata Isabel mengedip pelan. Segala yang tertangkap oleh lensa matanya masih tampak buram saat itu. Tapi, Isabel yakin ia tidak lagi berada di Istana Houston. Karena istana tempat sang pangeran, selalu tampak abu-abu.Isabel juga melihat seseorang berdiri di dekat jendela kayu yang terbuka, “Aku benci musim dingin,” katanya.Isabel tersenyum, “Nada yang keluar dari ghuzeng yang Anda mainkan memang sangat cocok dengan musim semi,” tanggapnya. “Entah kenapa saya merasa sedih ketika mendengar nada-nada itu muncul di antara butiran salju yang jatuh. Anda tahu ada hal buruk yang akan terjadi. Tapi, Anda tidak kuasa mencegahnya. Lalu, Anda merasa sedih. Saya pun ikut bersedih.”“Kamu harus menguncinya segera. Pintu dimensi itu. Jika tidak, aku terpaksa harus membunuhnya!” Ryu Laoshi menyerahkan sebuah buku kepada Isabel.Isabel terperangah, begitu juga Rin yang berdiri di depan pintu kamar Ryu

  • Black Finger (Indonesia)   Chapter 43: Cinta Terlarang

    “Tinggallah untuk malam ini!” Diran merapatkan pintu gerbang Slavidion.Langkah Isabel terhenti di jarak tiga meter dari pintu gerbang. Tatapannya nanar pada gembok besi yang berwarna hitam yang baru saja ditekan Diran. Ia hampir pingsan ketika mencoba berjalan, dan tidak punya tenaga untuk berdebat dengan Diran soal haruskah ia tinggal di Slavidion.“Aku akan mengantarkanmu pada pangeran,” katanya lagi.Isabel menggeser bola matanya ke laki-laki berwajah sendu yang terlihat begitu bersinar dengan sisa-sisa tangisannya.“Kukatakan pada Rin kamu tidak akan pulang malam ini. Jadi, Rin dan temannya sudah pergi. Tidak akan ada yang mengantarmu pulang ke sekolah barumu malam ini.”“Kenapa aku merasa seperti pelacur jika kau bersikap seperti ini?” pertanyaan Isabel membentuk satu kerutan di kening Diran. Sesuatu yang mutlak, Isabel menolak untuk bertemu William malam itu.“Aku

  • Black Finger (Indonesia)   Chapter 42: Tulang Tanpa Jiwa

    William tertunduk ketika Isabel mencoba menciptakan jarak di antara mereka. Kulitnya yang terbakar, rasa sakitnya tidak lagi berarti. William sudah kehilangan kesadarannya sejak ia merasa sebagai pengkhianat untuk Elisa. Ia menempatkan dirinya sebagai yang pantas mendapatkan hukuman. Bagaimana pun itu, dengan dahaga yang tidak kunjung terpenuhi, atau terkurung dalam dimensi gelap Slavidion. Namun, tetap saja. Itu mudah dikatakan, tapi batinnya tidak pernah ikhlas. Rasa rakusnya masih menguasai dan ia tidak berdaya melawan perasaannya sendiri.William bahkan mengumpat untuk tempat asing yang ia pijak sekarang. Ia agak tidak percaya jika taman yang memenuhi matanya adalah bagian dari Slavidion. Langit di atas, seperti dibatasi oleh tembok tinggi. Kemudian, musim semi datang lebih cepat di tempat itu karena warna-warni bunga yang mekar di atas bebatuan. Ada genangan air yang jernih yang mengalir di bawahnya.Lalu, mata William terpaku pada Isabel yang be

  • Black Finger (Indonesia)   Chapter 41: Ruang Rahasia

    [...Apa yang kuharapkan dan tidak ingin kuharapkan. Aku tidak tahu...]Diran berdiri di dekat kolam Houston. Tidak ada yang bisa ia nikmati sebenarnya dari pemandangan di sana. Kolam Houston membeku, tanaman yang tumbuh di sekitarnya sudah lama mengering, lalu mati. Diran hanya sedang membayangkan, “Ada apa di sana?” Di bawah kolam Houston itu. Seperti tuannya bilang, ia juga akan terseret ke dalam sana. Lalu, tidakkah sama saja jika ia menceburkan diri ke dalam sana sekarang?Diran menghela napas. Ia benci harus melarikan diri lagi dari orang yang dirindukannya. Bau Rin yang semakin pekat. Dia mendekat. Lalu, seperti asap, Diran akan menghilang bersama angin.“Sepertinya kita kedatangan tamu, Tuan!” lapor Diran pada Pangeran William. Saat itu Rin dan teman-temannya masih berada di depan gerbang.“Biarkan saja! Awasi mereka dari jauh!” instruksi William yang tidak disangka oleh Diran. Ia kira William tidak akan

  • Black Finger (Indonesia)   Chapter 40: Keegoisan

    “Hei, anak baru! Ada yang mencari kalian!”Isabel dan Rin berpandangan. Tidak terpikir siapa yang Grim maksud.“Ayo!” Rin bangkit dari tempat duduknya.Isabel ikut saja. Berjalan di belakang Grim sambil terus berpikir orang seperti apa yang akan mereka temui. Grim, penjaga sekolah itu, dari tampilannya yang garang, ia patut ditakuti. Siapa yang mau berurusan dengan penjaga sekolah itu? Fredy tentu lebih baik untuk diajak bicara. Namun, Isabel tidak bisa menyingkirkan rasa kasihannya ketika melihat tangan grim yang masih hitam. Isabel bisa membayangkan bagaimana sakitnya itu. Cahaya hitam Black Finger yang memang sebuah kutukan.Isabel mengusap pergelangan tangannya. Bulu kuduknya berdiri setiap kali membayangkan genggaman tangan William yang begitu erat hingga menyakitinya. Sekarang, hitam itu telah hilang, bersama kehadiran setangkai Queen of Rose dan helaian sayap iblis yang tertinggal. “Bagaimana mungkin ini terjadi?

DMCA.com Protection Status