Share

BR ~ 65

Penulis: Kanietha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Masuk!” titah Darwin ketika mendengar suara pintu ruang kerjanya diketuk. Saat melihat putranya melangkah masuk tanpa menutup pintu, Darwin hanya bisa menggeleng. Mungkin Wahyu hanya ingin bicara singkat, setelah itu kembali pergi ke ruangannya.

“Aku nggak lama,” ujar Wahyu ketika berhenti sisi meja yang berlawan dengan Darwin. Ia merogoh saku jas bagian dalamnya, lalu mengeluarkan sebuah amplop.

“Surat cuti?” Darwin tersenyum miring sambil meraih amplop yang baru diletakkan dengan sopan di meja kerjanya. “Papa sudah bilang, kamu baru boleh cuti setelah Sabda kembali dari bulan madunya.”

“Itu surat pengunduran diri.” Wahyu tersenyum tipis. “Terhitung senin depan, aku sudah TIDAK bekerja di Firma Sadhana lagi. Jangan khawatir dengan tanggung jawab, jika berkenan, aku masih bisa teruskan kasus yang sedang aku pegang. Tapi kalau nggak, aku bisa distribusikan ke yang lain.”

Belum sempat Darwin mengeluarkan isi amplop tersebut, tangannya sudah lebih dulu merematnya dengan satu tangan lalu
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (21)
goodnovel comment avatar
App Putri Chinar
Wahyu konyol tapi bikin gregetan
goodnovel comment avatar
Mom Kece
Up nya mana mbak Bebbh...
goodnovel comment avatar
angel2712
blm apdet....uda secrolllll...wkwkwkk.. mbabebbb
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 66

    “Makasih, Pa,” ucap Indah tulus pada Budiman, setelah mencium tangan pria itu dengan hormat. Kalimat tersebut, juga Indah ucapkan pada Syifa bergantian sembari memeluk wanita itu. “Makasih, Ma.”Budiman dan Syifa mengangguk haru. Akhirnya, semua orang tahu dengan kemunculan Anggun Kalingga. Terlebih, gadis itu saat ini menjadi menantu keluarga Wisesa. Banyak yang bertanya-tanya, tetapi baik Syifa maupun Budiman tidak bisa memberi penjelasan satu per satu.Mereka hanya mengatakan, akan ada konferensi pers yang dilaksanakan besok siang di hotel yang sama.“Makasih juga buat Om sama Tante,” lanjut Indah menatap Regan dan Elsa bergantian. Tentu saja, Indah menyematkan senyum palsu karena mereka semua masih dalam kondisi yang berbahagia. “Semoga keakraban seperti ini selalu terjalin.”Elsa hanya bisa mengembuskan napas berat ketika menyambut uluran tangan Indah. Banyak rasa bersalah yang bergelayut, tetapi dirinya tidak bisa melakukan hal apa pun. Semua sudah terjadi di masa lalu dan sekar

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 67

    “Jadi, setelah ini Anggun akan mewarisi saham almarhum papanya?” Salah seorang reporter melontarkan pertanyaan ketika tiba gilirannya.Dengan serius, Indah menatap layar ponselnya, memperhatikan siaran konferensi pers yang sudah berlangsung beberapa jam lalu. Ia menyaksikan tayangan ulangnya, di sebuah situs yang menjadi tempat berbagai video dari seluruh dunia diunggah dan dibagikan.Terlihat lewat layar, Regan duduk bersebelahan dengan kuasa hukumnya, Darwin Sadhana. Seperti biasa, Regan selalu terlihat ramah dan bersahabat terhadap sesama. Namun, bagi Indah semua itu tidak lebih dari sekadar topeng untuk menyembunyikan kebusukannya.“Memang sudah seharusnya seperti itu,” Regan menjawab dengan bijak, membuat Indah mual seketika.Sejurus kemudian, Indah memperbesar volume ponselnya ketika sebuah pertanyaan yang ia titipkan tadi malam akhirnya terdengar. Jantungnya mendadak berdebar menunggu jawaban Regan dan matanya tidak lepas dari layar."Pak Regan, bagaimana Bapak menjelaskan kete

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 68

    “Sialan.” Wahyu menyeringai tipis, nyaris tanpa suara. Tidak ada nada marah, hanya sebuah umpatan ringan yang keluar dari bibirnya seolah itu kebiasaan sehari-hari. Kemudian, ia melanjutkan dengan satu kata lagi, “Berengsek,” kali ini lebih pelan, seolah hanya berkata pada dirinya sendiri.Lantas, ia berjalan menjauh dari meja resepsionis resort sambil mengeluarkan ponselnya. Mencari nomor Kendrick, lalu dengan segera menghubungi pria itu.Ketika panggilannya tersambung, Wahyu berhenti di sebelah tiang kayu lalu bersandar.“Sabda nggak ada di Maratua,” protes Wahyu pada mantan asisten pribadinya itu dengan nada yang penuh ketidakpuasan. “Cari tahu, apa yang terjadi sebenarnya.”“Mohon maaf atas keteledoran saya, Pak,” ucap Kendrick hati-hati. “Sebentar lagi saya cari tahu.”“Oke, dan atur kepulanganku kamis ini ke Jakarta.” Wahyu mengakhiri obrolan mereka lalu menyusuri jalan, kembali menuju floating vila yang sudah ia sewa. Tentu saja ia pergi bersama April, karena Desty sudah heboh

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 69

    “Pulo Cinta,” Wahyu mengulang pelan perkataan Kendrick di ujung telepon. Ia berhenti sejenak, lalu menoleh ke sekeliling lobi Kalingga Tower yang ramai dengan orang yang berlalu lalang pagi itu. Perlahan, ia menjatuhkan diri ke salah satu sofa di lobi, menarik napas panjang dan menunggu Kendrick melanjutkan penjelasannya.Ternyata, perubahan destinasi itu terjadi secara mendadak. Hanya dua hari sebelum tanggal keberangkatan. Semuanya terasa tiba-tiba, seolah ada sesuatu yang disembunyikan. Kendrick sudah berusaha mencari tahu lebih jauh, tetapi tidak banyak informasi yang bisa diperoleh.Akan tetapi, wahyu sudah bisa menebak latar belakang perubahan destinasi tersebut. Kali ini, Wahyu sedikit ceroboh dengan membiarkan Darwin tahu tentang rencana kepergiannya ke Maratua. Pastinya, Darwin jualah yang menjadi penyebab semua hal ini akhirnya terjadi.“Oke. Aku paham sekarang,” ucap Wahyu setelah mendengar semua penjelasan Kendrick. “Thanks. Oia, cepat kabari aku kalau ada “sesuatu” di Fir

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 70

    “WAW!” Sabda memandang takjub pada penampilan Indah pagi ini. Blazer abu-abu gelap yang membalut tubuhnya, dipadukan dengan rok span yang jatuh anggun di atas lutut, membuat Indah tampak begitu berwibawa dan memesona. Seperti seorang wanita karir sukses, yang siap menaklukkan dunia dengan aura percaya diri terpancar dari setiap gerakannya. “Harusnya, kamu jadi sekretaris, bukan reporter.”“Ide bagus.” Setelah selesai memasang softlens-nya, Indah berbalik menatap Sabda yang sedang memakai jasnya. “Mungkin, aku bisa jadi sekretarisnya om Regan.”“Ide buruk,” balas Sabda sembari menghampiri standing mirror yang baru di gunakan Indah, lalu berdiri di sana. Merapikan penampilannya. “Aku harap kamu nggak dekat-dekat dengan om Regan, meskipun dia ommu sendiri.”“Jangan ikut campur.” Indah mengambil tas kerja barunya, yang sudah disiapkannya untuk rapat internal pagi ini. Memasukkan ponsel ke dalamnya dan beberapa benda yang dirasa penting. “Kita sudah punya kesepakatan, jadi tolong jangan di

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 71

    “Terima kasih banyak, Om Regan.” Anggun menghampiri dan mengulurkan tangan lebih dulu pada pria itu.Proses pertama pengalihan saham akhirnya sudah dilalui dengan lancar. Meskipun ada sedikit drama, tetapi Anggun tidak ingin ambil pusing dengan hal tersebut. Semua dokumen sudah lengkap, pun dengan pengisian beberapa berkas yang nantinya akan diverifikasi lebih dahulu.Memang, prosesnya akan memakan waktu, tetapi setidaknya sekarang semua orang tahu siapa Anggun yang sebenarnya. Anggun adalah pewaris sah dari mendiang Alfian Kalingga, dan dengan demikian, semua peninggalan almarhum harus dikembalikan kepadanya.“Sama-sama,” balas Regan dengan terpaksa dan harus menyambut uluran tangan sang keponakan yang bermuka dua itu.Setelah Regan, Anggun sedikit bergeser lalu mengulurkan tangan pada April. “Sampai jumpa lagi, sepupu.”“Ya.” April tersenyum miring dan menyambut uluran tangan Anggun dengan formal. Meskipun Anggun tidak akan atau belum bekerja di Kalingga Tower, tetapi mulai saat ini

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 72

    “Papa seperti ini karena khawatir dengan keselamatanmu,” ucap Sabda setelah memberitahu beberapa hal terkait perkataan Budiman. Tidak semuanya, karena Sabda juga harus bisa memilah, mana yang bisa disampaikan pada Anggun dan mana yang tidak. “Jadi, tolong kalem-kalem sedikit. Jangan terus ngikuti emosi, karena bisa-bisa kamu sendiri yang rugi.”“Rugi ...” Anggun mengguman pelan sembari tersenyum masam. “Selama mereka hancur, aku rasa aku nggak akan ngerasa rugi. Aku juga sudah pernah jatuh, jadi, andai pun aku jatuh lagi, itu bukan masalah besar.”“Aku, aku, dan aku.” Sabda sudah berusaha bersabar, tetapi kali ini ia tidak bisa tinggal diam. “Apa pernah kamu memikirkan tentang KI-TA? In, kamu sekarang—”“Panggil aku Anggun,” putus Anggun. “Aku bukan Indah.”“Apa pun itu, apa pernah kamu memikirkan tentang kita?” lanjut Sabda mengabaikan perkataan sang istri, sembari tetap fokus pada kemudinya. “Aku dan kamu, kita ini suami istri.”Anggun tidak menjawab, hanya melirik sebentar, lalu me

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 73

    “Sudah semua?” tanya Anggun memastikan, ketika semua berkas yang ditandatanganinya telah selesai. “Atau masih ada lagi?” tanyanya pada staf legal wanita yang duduk di sampingnya siang itu.Tentu saja ada Wahyu di ruang yang sama, tetapi pria itu duduk diam berseberangan dengan Anggun. Tidak berkomentar banyak, hanya seperlunya saja.“Sudah semua, Bu,” ucap staf tersebut sembari memilah dan merapikan berkas yang akan dibawa Anggun dan berkas yang akan menjadi arsip perusahaan.“Setelah ini, apa sudah selesai semua?” tanya Anggun pada Wahyu.“Sudah semua,” jawab Wahyu tanpa melepas tatapannya pada Anggun sejak tadi. Meskipun intensitas pertemuan mereka bisa dibilang jarang, atau hampir tidak pernah, tetapi perasaan penasaran itu masih saja menyelimuti. “Kamu sudah sah jadi bagian dari Kalingga Corporation.”“Terima kasih,” ucap Anggun sembari menerima berkas miliknya dari staf wanita yang mulai berdiri.“Sama-sama, Bu. Saya permisi.”“Silakan,” jawab Anggun singkat dan kembali melihat b

Bab terbaru

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 168

    “Kenapa harus pindah?” Syifa menekuk wajah ketika Wahyu menyampaikan maksudnya. Sudah terbiasa tinggal bersama Anggun dan Putra, membuatnya berat untuk melepas kedua orang itu.Syifa bukannya tidak paham dengan keputusan yang disampaikan Wahyu. Namun, ia pasti akan merasa sangat kehilangan jika Anggun dan Putra benar-benar pindah dari kediaman Wisesa.“Ma, rumahnya dekat,” ujar Wahyu harus memberi pemahaman. “Jalan kaki cuma 10 menit. Cuma nyebrang jalan ke kompleks depan. Kalau mau naik motor lebih cepat lagi.”“Kamu setuju, Nggun?” tanya Syifa beralih pada Anggun.“A—”“Anggun setuju, Ma.” Wahyu segera menyerobot, karena melihat sang istri masih ragu untuk pindah rumah. “Tadi sudah cocok juga dengan rumahnya karena ada kolam renang. Jadi, Putra bisa sekalian belajar berenang juga.”“Mama tanya Anggun.” Syifa memutar bola matanya. Kalau sudah ada maunya, Wahyu memang sering bersikap seperti itu.“Cuma 10 menit dari sini, Ma,” sambar Budiman sudah paham dengan keinginan Wahyu. Mereka

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 167

    “Aku punya tiga pilihan.” Wahyu menyerahkan sebuah brosur yang sudah diterima dari Farhat pada Anggun. “Resepsi di ruang tertutup, terbuka dengan view pantai, atau terbuka dengan view alam. Kamu yang pilih karena buatku di semua sama aja.”“Aku terserah aja,” ujar Anggun sembari membuka brosur yang baru diterimanya. “Lihat undangannya dulu, ada berapa orang terus disesuaikan aja tempatnya.”“25 orang.”“Katanya 50?”“Kalau 25 orang datang bawa pasangan, jumlahnya jadi 50.”“Iya, sih.” Anggun jadi merasa bodoh sendiri karena tidak memikirkan hal tersebut. “Jangan di pantai deh, aku nggak mau Putra masuk angin karena acaranya biasanya sore jelang malam gitu, kan? Jadi, view pantai dicoret dari list.”“View alam juga nggak jauh beda.” Wahyu dengan sigap menangkap Putra yang melepas baby walker dan berjalan ke arahnya. “Anginnya lumayan.”“Kalau gitu indoor aja.” Karena sudah memutuskan, Anggun meletakkan brosurnya di lantai begitu saja.“Kenapa kamu nggak tidur-tidur hem?” Wahyu merebahk

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 166

    “Sepertinya, kasur di kamar atas harus dibawa ke kamarmu,” ujar Wahyu setelah memberi kecupan pada bahu terbuka Anggun. Ia memeluk sang istri dari belakang, setelah melewati momen yang membuat keduanya lelah dalam kehangatan.“Hm.” Anggun menarik napas panjang. Masih menenangkan detak jantungnya yang berpacu kencang. Menunggu dengan sabar, hingga tubuhnya kembali tenang dari luapan dopamin yang baru saja menyergap.“Tapi, aku rasa kita harus cepat-cepat pindah dari sini.” Wahyu menyandarkan dagunya pada bahu Anggun dan semakin memeluk erat. “Kamar Putra ini terlalu kecil. Apalagi tempat tidurnya cuma ukuran single. Terlalu sempit.”“Hm.” Anggun kembali menggumam, masih sibuk menenangkan gejolak yang baru saja menguasai tubuhnya. Sesaat, ia menutup mata, merasakan dekapan Wahyu yang hangat dan nyaman di punggungnya.“Aku serius, tapi cuma dijawab ham hem ham hem.” Wahyu berdecak lalu menggigit pelan daun telinga Anggun dan wanita itu langsung menyikut pelan perutnya.“Mas,” desis Anggu

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 165

    “Pagi Papa Wahyu,” sapa Anggun ketika melihat pria itu membuka mata. “Gimana tidurnya? Nyenyak?” tanyanya dengan nada meledek.Wahyu hanya membuka mata. Melihat Anggun yang tampak sudah segar dan baru saja duduk di depan meja rias. Ia masih mengumpulkan kesadaran dan tidak bergerak karena kedua kaki Putra melintang di dadanya.Tidak hanya itu, Wahyu bahkan beberapa kali merasakan tendangan dari kaki mungil itu ketika tidur tadi malam. Putranya itu, ternyata tidak bisa tidur dengan anteng dan terus bergerak ke mana-mana.Jadi, bagaimana bisa Wahyu tidur nyenyak tadi malam, jika wajah, dada, perut, dan bagian tubuh lain kerap mendapatkan tendangan dengan tiba-tiba.“Apa dia selalu mutar-mutar begini kalau tidur?” tanya Wahyu dengan suara berat.“Sudah ngerasain tendangan Putra belum.” Anggun terkekeh sembari memakai pelembabnya. “Pasti sudah, kan?”Wahyu ikut terkekeh. Menyingkirkan kedua kaki mungil itu dengan perlahan, lalu meregangkan tubuh dan menatap langit-langit kamar Anggun.“Har

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 164

    “Mas! Kamu itu nggak ada kerjaan apa?” desis Anggun melotot pada Wahyu yang selalu mengekorinya sejak tadi.“Nggak ada,” jawab Wahyu cuek dan terus berada di sisi Anggun yang sedang membuka lemari pendingin.Ia memang sengaja mengikuti sang istri sejak tadi, karena masih saja kesal dengan ulah Anggun yang menutup pintu pintu kamar dan mengunci Wahyu dari dalam.“Apa kamu lupa kalau aku lagi cuti, jadi memang nggak ada kerjaan,” lanjut Wahyu menambahkan. “Maunya ngerjain kamu. Apalagi Putra lagi sama oma opanya. Sepertinya, mereka memang ngasih kita waktu buat berdua.”Setelah meletakkan kantung ASI-nya di freezer dan menutup pintunya, Anggun bersedekap. “Apa kamu lupa, aku juga lagi ‘cuti’?” ucap Anggun mengingatkan perkataannya siang tadi. “Jadi—”“Banyak jalan menuju Roma,” putus Wahyu tetap tenang. “Di mana ada kemauan, di situ pasti ada jalan. Setiap ada masalah, pasti ada solusinya. Masa’ yang begitu aja nggak tahu. Apa perlu aku ajari? Kalau perlu bilang, karena aku bisa jadi gu

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 163

    Sah.Akhirnya, penantian Wahyu selama ini berbuah manis. Setelah melewati berbagai rintangan terutama ketidakpastian, akhirnya hari ini datang juga. Hari dimana ia mengucapkan ikrar suci pernikahan, dengan wanita yang selama ini telah menjadi ratu di hatinya.“Sekarang, manggilnya juga harus mama sama papa,” ucap Desty ketika mereka sudah berada di parkiran Lembaga Pemasyarakatan. “Nggak usah sungkan. Kalau Wahyu macam-macam, kamu tinggal adukan sama Mama.”“Makasih, Ma.” Anggun mengangguk. Merasa sedikit aneh, karena panggilannya pada Desty harus berubah.“Sekali lagi selamat, ya,” ujar Darwin menepuk bahu Anggun dua kali. “Semoga Wahyu nggak bikin ulah lagi. Dan tolong sabar ngadapin dia yang suka seenaknya. Tapi kalau dia sampai kelewatan, langsung telpon Papa.”“Iya, Pa.” Anggun kembali mengangguk. “Makasih juga.”“Kami balik duluan, ya,” pamit Desty sembari memeluk Anggun dengan singkat, pun dengan Wahyu. “Jaga Anggun dan nggak usah lagi macam-macam.”“Memangnya kapan aku pernah

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 162

    “Mau apa kamu ke sini?” Regan hanya bisa diam di kursi roda. Menatap mantan menantu yang tiba-tiba datang menjenguknya di penjara. “Kita sudah nggak punya urusan lagi.”Wahyu bersandar pada kursi besi lalu menyilang kaki. Mereka tidak bertemu di tempat para pengunjung biasa bertemu, karena itu ia bisa dengan bebas menatap dan menelisik penampilan Regan yang sangat jauh berbeda.Tubuh Regan tampak semakin kurus dengan cekungan mata hitam yang semakin membuat raganya terlihat renta. Rambut putih yang sudah menghiasi kepala, semakin menegaskan tanda-tanda penuaan yang tidak lagi bisa disembunyikan.Semua sudah berubah. Tidak ada lagi Regan yang selalu tampil rapi dan bugar di setiap kesempatan. Semua telah musnah, termakan usia dan karma yang didapat di dalam penjara.“Aku mau menikah dengan Anggun,” jawab Wahyu tidak mau berputar-putar. “Dan aku butuh pak Regan untuk jadi walinya,” ucapnya berusaha menjaga kesopanan di depan Regan.Regan menghela pelan dan memejam sejenak. “Apa kamu ngg

  • Bittersweet Revenge   BR~161

    “Lamaran apa ini!” Anggun melihat cincin yang tersemat di jari manisnya dengan mencebik. Mengingat kembali, momen tidak terduga yang terjadi sore tadi. Yakni ketika Wahyu melamarnya di sela-sela ulang tahun Putra yang terjeda. “Ck! Ada orang ngelamar mode maksa begitu.”“Ada,” jawab Wahyu santai, sekaligus lega karena sudah menyematkan sebuah cincin di jari wanita itu.Mungkin caranya tidak biasa dan jauh dari kata romantis. Namun, hal itu akan menjadi momen yang tidak akan terlupakan dalam perjalanan mereka di masa depan nanti.“Ah!” Anggun masih saja kesal karena lamaran Wahyu sungguh berada di luar ekspektasinya. Meskipun begitu, ia tetap menerima lamaran tersebut karena tidak bisa memungkiri rasa nyaman yang ada ketika berada bersama Wahyu.Entah apa itu cinta dan bagaimana cara menjelaskannya. Yang Anggun tahu hanyalah, ada perasaan hangat yang tidak biasa jika pria itu ada bersamanya. Terlebih ketika melihat interaksi Wahyu dengan Putra. Semua itu mampu meruntuhkan kebekuan yang

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 160

    Sebenarnya, sejak kepindahannya ke Bali, Anggun sudah dua kali pergi ke Jakarta bersama Syifa dan Budiman. Mereka bergantian mengunjungi makam Sabda, lalu kembali lagi ke Bali.Namun, kali ini berbeda. Seluruh keluarga besar pergi ke Jakarta karena Budiman dan Darwin akan menghadiri rapat pemegang saham di Warta. Satu-satunya perusahaan keluarga yang tersisa dan Budiman masih menjadi pemegang saham mayoritas di sana.“Harusnya Ken juga disuruh ke Jakarta,” ujar Anggun sembari menempelkan balon-balon yang sudah diberi double-tape ke dinding. Ia sedang membuat dekorasi sederhana, di salah satu dinding ruang keluarga untuk merayakan hari ulang tahun Putra yang pertama.“Dia lagi sibuk ngurusin resor,” ucap Wahyu yang hanya berbaring di karpet menemani Putra bermain dengan balon-balon kecil yang baru ditiupnya. “Memangnya kenapa Ken disuruh ke Jakarta juga?” tanya Desty yang juga ikut sibuk menempel bendera kertas berbentuk segitiga warna warni di dinding.“Anggun dari dulu mau jodohin

DMCA.com Protection Status