“Pulo Cinta,” Wahyu mengulang pelan perkataan Kendrick di ujung telepon. Ia berhenti sejenak, lalu menoleh ke sekeliling lobi Kalingga Tower yang ramai dengan orang yang berlalu lalang pagi itu. Perlahan, ia menjatuhkan diri ke salah satu sofa di lobi, menarik napas panjang dan menunggu Kendrick melanjutkan penjelasannya.Ternyata, perubahan destinasi itu terjadi secara mendadak. Hanya dua hari sebelum tanggal keberangkatan. Semuanya terasa tiba-tiba, seolah ada sesuatu yang disembunyikan. Kendrick sudah berusaha mencari tahu lebih jauh, tetapi tidak banyak informasi yang bisa diperoleh.Akan tetapi, wahyu sudah bisa menebak latar belakang perubahan destinasi tersebut. Kali ini, Wahyu sedikit ceroboh dengan membiarkan Darwin tahu tentang rencana kepergiannya ke Maratua. Pastinya, Darwin jualah yang menjadi penyebab semua hal ini akhirnya terjadi.“Oke. Aku paham sekarang,” ucap Wahyu setelah mendengar semua penjelasan Kendrick. “Thanks. Oia, cepat kabari aku kalau ada “sesuatu” di Fir
“WAW!” Sabda memandang takjub pada penampilan Indah pagi ini. Blazer abu-abu gelap yang membalut tubuhnya, dipadukan dengan rok span yang jatuh anggun di atas lutut, membuat Indah tampak begitu berwibawa dan memesona. Seperti seorang wanita karir sukses, yang siap menaklukkan dunia dengan aura percaya diri terpancar dari setiap gerakannya. “Harusnya, kamu jadi sekretaris, bukan reporter.”“Ide bagus.” Setelah selesai memasang softlens-nya, Indah berbalik menatap Sabda yang sedang memakai jasnya. “Mungkin, aku bisa jadi sekretarisnya om Regan.”“Ide buruk,” balas Sabda sembari menghampiri standing mirror yang baru di gunakan Indah, lalu berdiri di sana. Merapikan penampilannya. “Aku harap kamu nggak dekat-dekat dengan om Regan, meskipun dia ommu sendiri.”“Jangan ikut campur.” Indah mengambil tas kerja barunya, yang sudah disiapkannya untuk rapat internal pagi ini. Memasukkan ponsel ke dalamnya dan beberapa benda yang dirasa penting. “Kita sudah punya kesepakatan, jadi tolong jangan di
“Terima kasih banyak, Om Regan.” Anggun menghampiri dan mengulurkan tangan lebih dulu pada pria itu.Proses pertama pengalihan saham akhirnya sudah dilalui dengan lancar. Meskipun ada sedikit drama, tetapi Anggun tidak ingin ambil pusing dengan hal tersebut. Semua dokumen sudah lengkap, pun dengan pengisian beberapa berkas yang nantinya akan diverifikasi lebih dahulu.Memang, prosesnya akan memakan waktu, tetapi setidaknya sekarang semua orang tahu siapa Anggun yang sebenarnya. Anggun adalah pewaris sah dari mendiang Alfian Kalingga, dan dengan demikian, semua peninggalan almarhum harus dikembalikan kepadanya.“Sama-sama,” balas Regan dengan terpaksa dan harus menyambut uluran tangan sang keponakan yang bermuka dua itu.Setelah Regan, Anggun sedikit bergeser lalu mengulurkan tangan pada April. “Sampai jumpa lagi, sepupu.”“Ya.” April tersenyum miring dan menyambut uluran tangan Anggun dengan formal. Meskipun Anggun tidak akan atau belum bekerja di Kalingga Tower, tetapi mulai saat ini
“Papa seperti ini karena khawatir dengan keselamatanmu,” ucap Sabda setelah memberitahu beberapa hal terkait perkataan Budiman. Tidak semuanya, karena Sabda juga harus bisa memilah, mana yang bisa disampaikan pada Anggun dan mana yang tidak. “Jadi, tolong kalem-kalem sedikit. Jangan terus ngikuti emosi, karena bisa-bisa kamu sendiri yang rugi.”“Rugi ...” Anggun mengguman pelan sembari tersenyum masam. “Selama mereka hancur, aku rasa aku nggak akan ngerasa rugi. Aku juga sudah pernah jatuh, jadi, andai pun aku jatuh lagi, itu bukan masalah besar.”“Aku, aku, dan aku.” Sabda sudah berusaha bersabar, tetapi kali ini ia tidak bisa tinggal diam. “Apa pernah kamu memikirkan tentang KI-TA? In, kamu sekarang—”“Panggil aku Anggun,” putus Anggun. “Aku bukan Indah.”“Apa pun itu, apa pernah kamu memikirkan tentang kita?” lanjut Sabda mengabaikan perkataan sang istri, sembari tetap fokus pada kemudinya. “Aku dan kamu, kita ini suami istri.”Anggun tidak menjawab, hanya melirik sebentar, lalu me
“Sudah semua?” tanya Anggun memastikan, ketika semua berkas yang ditandatanganinya telah selesai. “Atau masih ada lagi?” tanyanya pada staf legal wanita yang duduk di sampingnya siang itu.Tentu saja ada Wahyu di ruang yang sama, tetapi pria itu duduk diam berseberangan dengan Anggun. Tidak berkomentar banyak, hanya seperlunya saja.“Sudah semua, Bu,” ucap staf tersebut sembari memilah dan merapikan berkas yang akan dibawa Anggun dan berkas yang akan menjadi arsip perusahaan.“Setelah ini, apa sudah selesai semua?” tanya Anggun pada Wahyu.“Sudah semua,” jawab Wahyu tanpa melepas tatapannya pada Anggun sejak tadi. Meskipun intensitas pertemuan mereka bisa dibilang jarang, atau hampir tidak pernah, tetapi perasaan penasaran itu masih saja menyelimuti. “Kamu sudah sah jadi bagian dari Kalingga Corporation.”“Terima kasih,” ucap Anggun sembari menerima berkas miliknya dari staf wanita yang mulai berdiri.“Sama-sama, Bu. Saya permisi.”“Silakan,” jawab Anggun singkat dan kembali melihat b
“Pasti kamu pelakunya, kan!” Regan membentak ketika baru sampai di depan kamar yang ditempati April. Menunjuk Anggun dengan geram dan tidak peduli dengan situasi di sekitarnya. “Kamu sengaja bikin April jatuh dari tangga.”Saat ini, Anggun menunggu di luar seorang diri. Sementara di dalam, sudah ada Wahyu yang menemani April. Mereka bertiga pergi ke rumah sakit bersama-sama, karena Wahyu saat ini masih berada di Kalingga Tower.“Kalau aku bilang nggak, apa Om percaya?” Anggun bersedekap dan bersandar pada kursi tunggu menatap Regan. Sebentar lagi, keluarga lainnya pasti akan datang dan mereka pasti memiliki opini seperti Regan.Namun, Anggun sudah tidak peduli dengan semua itu.“Kalau sampai April kenapa-napa, kamu—” Kalimat Regan terputus ketika mendengar suara pintu kamar yang terbuka. Ia melihat Wahyu keluar bersama seorang dokter dan perawat, lalu segera menghampiri. “Bagaimana anak saya, Dok?”“Pasien mengalami cedera ringan akibat jatuh, dan kondisi kandungannya lemah,” jelas do
Anggun tersenyum tipis ketika membaca pesan yang dikirimkan Kimmy padanya. Ternyata, Kimmy dengan cepat mencari informasi mengenai jatuhnya April di salah satu kafe di Kalingga Tower dan memberitakannya. Yang tidak Anggun sangka-sangka ialah, berita tersebut naik malam itu juga.Namun, Kimmy tidak menyertakan nama Anggun sebagai penyebab jatuhnya April karena belum mendapatkan informasi lebih lanjut. Saat ini, Anggun tinggal menunggu keterangan dari keluarga Regan yang pastinya akan diburu media terkait kejadian tersebut.“Sepagi ini, tapi kamu sudah mau pergi?” Sabda baru keluar kamar, tetapi sudah menjumpai sang istri berpakaian rapi dengan membawa tas ransel.Semalam, Anggun tidur di kamar yang dulu ditempatinya dan wanita itu menguncinya dari dalam. Karena itulah, ketika Sabda kembali pulang ke apartemen di malam hari, ia tidak bisa menemui istrinya sendiri.“Aku ada urusan,” ujar Anggun buru-buru berjalan menuju foyer dan menekan tombol lift. “Sarapan sudah aku siapin. Tinggal ma
Tanpa mengetuk lebih dulu, Anggun membuka pintu kamar VVIP yang ditempati oleh April. Di dalam sana, Wahyu yang sedang menunggu April dan langsung memberinya tatapan datar.“Nggak usah pura-pura simpati dan berempati,” ucap Wahyu datar, ketika melihat Anggun masuk ke dalam ruangan tersebut tanpa memberi ekspresi apa pun.“Aku nggak bersimpati sama sekali,” ucap Anggun tenang, menghampiri ranjang pasien dan berhenti di sudut yang berseberangan dengan Wahyu. “Apalagi berempati. Nggak akan.”“Tunggu sampai kamu ada di posisiku!” April mendesis, suaranya bergetar menahan emosi yang mulai meluap. Matanya membara, seiring dengan napasnya yang semakin cepat.“Aku juga menunggumu ada di posisiku,” balas Anggun dingin saat memotong ucapan April dan menatap tajam. “Apa bisa kamu bertahan, saat semua yang kamu miliki dirampas dan dibuang tanpa perasaan.”“Sialan!” maki April. Tangannya mencengkeram selimut, berusaha meredam amarah dan kesedihan yang menghancurkannya dari dalam. Wanita itu seolah