Besok nggak janji bisa up, ya, karena saya pagi-pagi harus pergi ke luar kota dan mungkin baliknya malem. Kissesss ...
“Masuk!” titah Darwin ketika mendengar suara pintu ruang kerjanya diketuk. Saat melihat putranya melangkah masuk tanpa menutup pintu, Darwin hanya bisa menggeleng. Mungkin Wahyu hanya ingin bicara singkat, setelah itu kembali pergi ke ruangannya.“Aku nggak lama,” ujar Wahyu ketika berhenti sisi meja yang berlawan dengan Darwin. Ia merogoh saku jas bagian dalamnya, lalu mengeluarkan sebuah amplop.“Surat cuti?” Darwin tersenyum miring sambil meraih amplop yang baru diletakkan dengan sopan di meja kerjanya. “Papa sudah bilang, kamu baru boleh cuti setelah Sabda kembali dari bulan madunya.”“Itu surat pengunduran diri.” Wahyu tersenyum tipis. “Terhitung senin depan, aku sudah TIDAK bekerja di Firma Sadhana lagi. Jangan khawatir dengan tanggung jawab, jika berkenan, aku masih bisa teruskan kasus yang sedang aku pegang. Tapi kalau nggak, aku bisa distribusikan ke yang lain.”Belum sempat Darwin mengeluarkan isi amplop tersebut, tangannya sudah lebih dulu merematnya dengan satu tangan lalu
“Makasih, Pa,” ucap Indah tulus pada Budiman, setelah mencium tangan pria itu dengan hormat. Kalimat tersebut, juga Indah ucapkan pada Syifa bergantian sembari memeluk wanita itu. “Makasih, Ma.”Budiman dan Syifa mengangguk haru. Akhirnya, semua orang tahu dengan kemunculan Anggun Kalingga. Terlebih, gadis itu saat ini menjadi menantu keluarga Wisesa. Banyak yang bertanya-tanya, tetapi baik Syifa maupun Budiman tidak bisa memberi penjelasan satu per satu.Mereka hanya mengatakan, akan ada konferensi pers yang dilaksanakan besok siang di hotel yang sama.“Makasih juga buat Om sama Tante,” lanjut Indah menatap Regan dan Elsa bergantian. Tentu saja, Indah menyematkan senyum palsu karena mereka semua masih dalam kondisi yang berbahagia. “Semoga keakraban seperti ini selalu terjalin.”Elsa hanya bisa mengembuskan napas berat ketika menyambut uluran tangan Indah. Banyak rasa bersalah yang bergelayut, tetapi dirinya tidak bisa melakukan hal apa pun. Semua sudah terjadi di masa lalu dan sekar
“Jadi, setelah ini Anggun akan mewarisi saham almarhum papanya?” Salah seorang reporter melontarkan pertanyaan ketika tiba gilirannya.Dengan serius, Indah menatap layar ponselnya, memperhatikan siaran konferensi pers yang sudah berlangsung beberapa jam lalu. Ia menyaksikan tayangan ulangnya, di sebuah situs yang menjadi tempat berbagai video dari seluruh dunia diunggah dan dibagikan.Terlihat lewat layar, Regan duduk bersebelahan dengan kuasa hukumnya, Darwin Sadhana. Seperti biasa, Regan selalu terlihat ramah dan bersahabat terhadap sesama. Namun, bagi Indah semua itu tidak lebih dari sekadar topeng untuk menyembunyikan kebusukannya.“Memang sudah seharusnya seperti itu,” Regan menjawab dengan bijak, membuat Indah mual seketika.Sejurus kemudian, Indah memperbesar volume ponselnya ketika sebuah pertanyaan yang ia titipkan tadi malam akhirnya terdengar. Jantungnya mendadak berdebar menunggu jawaban Regan dan matanya tidak lepas dari layar."Pak Regan, bagaimana Bapak menjelaskan kete
“Sialan.” Wahyu menyeringai tipis, nyaris tanpa suara. Tidak ada nada marah, hanya sebuah umpatan ringan yang keluar dari bibirnya seolah itu kebiasaan sehari-hari. Kemudian, ia melanjutkan dengan satu kata lagi, “Berengsek,” kali ini lebih pelan, seolah hanya berkata pada dirinya sendiri.Lantas, ia berjalan menjauh dari meja resepsionis resort sambil mengeluarkan ponselnya. Mencari nomor Kendrick, lalu dengan segera menghubungi pria itu.Ketika panggilannya tersambung, Wahyu berhenti di sebelah tiang kayu lalu bersandar.“Sabda nggak ada di Maratua,” protes Wahyu pada mantan asisten pribadinya itu dengan nada yang penuh ketidakpuasan. “Cari tahu, apa yang terjadi sebenarnya.”“Mohon maaf atas keteledoran saya, Pak,” ucap Kendrick hati-hati. “Sebentar lagi saya cari tahu.”“Oke, dan atur kepulanganku kamis ini ke Jakarta.” Wahyu mengakhiri obrolan mereka lalu menyusuri jalan, kembali menuju floating vila yang sudah ia sewa. Tentu saja ia pergi bersama April, karena Desty sudah heboh
“Pulo Cinta,” Wahyu mengulang pelan perkataan Kendrick di ujung telepon. Ia berhenti sejenak, lalu menoleh ke sekeliling lobi Kalingga Tower yang ramai dengan orang yang berlalu lalang pagi itu. Perlahan, ia menjatuhkan diri ke salah satu sofa di lobi, menarik napas panjang dan menunggu Kendrick melanjutkan penjelasannya.Ternyata, perubahan destinasi itu terjadi secara mendadak. Hanya dua hari sebelum tanggal keberangkatan. Semuanya terasa tiba-tiba, seolah ada sesuatu yang disembunyikan. Kendrick sudah berusaha mencari tahu lebih jauh, tetapi tidak banyak informasi yang bisa diperoleh.Akan tetapi, wahyu sudah bisa menebak latar belakang perubahan destinasi tersebut. Kali ini, Wahyu sedikit ceroboh dengan membiarkan Darwin tahu tentang rencana kepergiannya ke Maratua. Pastinya, Darwin jualah yang menjadi penyebab semua hal ini akhirnya terjadi.“Oke. Aku paham sekarang,” ucap Wahyu setelah mendengar semua penjelasan Kendrick. “Thanks. Oia, cepat kabari aku kalau ada “sesuatu” di Fir
“WAW!” Sabda memandang takjub pada penampilan Indah pagi ini. Blazer abu-abu gelap yang membalut tubuhnya, dipadukan dengan rok span yang jatuh anggun di atas lutut, membuat Indah tampak begitu berwibawa dan memesona. Seperti seorang wanita karir sukses, yang siap menaklukkan dunia dengan aura percaya diri terpancar dari setiap gerakannya. “Harusnya, kamu jadi sekretaris, bukan reporter.”“Ide bagus.” Setelah selesai memasang softlens-nya, Indah berbalik menatap Sabda yang sedang memakai jasnya. “Mungkin, aku bisa jadi sekretarisnya om Regan.”“Ide buruk,” balas Sabda sembari menghampiri standing mirror yang baru di gunakan Indah, lalu berdiri di sana. Merapikan penampilannya. “Aku harap kamu nggak dekat-dekat dengan om Regan, meskipun dia ommu sendiri.”“Jangan ikut campur.” Indah mengambil tas kerja barunya, yang sudah disiapkannya untuk rapat internal pagi ini. Memasukkan ponsel ke dalamnya dan beberapa benda yang dirasa penting. “Kita sudah punya kesepakatan, jadi tolong jangan di
“Terima kasih banyak, Om Regan.” Anggun menghampiri dan mengulurkan tangan lebih dulu pada pria itu.Proses pertama pengalihan saham akhirnya sudah dilalui dengan lancar. Meskipun ada sedikit drama, tetapi Anggun tidak ingin ambil pusing dengan hal tersebut. Semua dokumen sudah lengkap, pun dengan pengisian beberapa berkas yang nantinya akan diverifikasi lebih dahulu.Memang, prosesnya akan memakan waktu, tetapi setidaknya sekarang semua orang tahu siapa Anggun yang sebenarnya. Anggun adalah pewaris sah dari mendiang Alfian Kalingga, dan dengan demikian, semua peninggalan almarhum harus dikembalikan kepadanya.“Sama-sama,” balas Regan dengan terpaksa dan harus menyambut uluran tangan sang keponakan yang bermuka dua itu.Setelah Regan, Anggun sedikit bergeser lalu mengulurkan tangan pada April. “Sampai jumpa lagi, sepupu.”“Ya.” April tersenyum miring dan menyambut uluran tangan Anggun dengan formal. Meskipun Anggun tidak akan atau belum bekerja di Kalingga Tower, tetapi mulai saat ini
“Papa seperti ini karena khawatir dengan keselamatanmu,” ucap Sabda setelah memberitahu beberapa hal terkait perkataan Budiman. Tidak semuanya, karena Sabda juga harus bisa memilah, mana yang bisa disampaikan pada Anggun dan mana yang tidak. “Jadi, tolong kalem-kalem sedikit. Jangan terus ngikuti emosi, karena bisa-bisa kamu sendiri yang rugi.”“Rugi ...” Anggun mengguman pelan sembari tersenyum masam. “Selama mereka hancur, aku rasa aku nggak akan ngerasa rugi. Aku juga sudah pernah jatuh, jadi, andai pun aku jatuh lagi, itu bukan masalah besar.”“Aku, aku, dan aku.” Sabda sudah berusaha bersabar, tetapi kali ini ia tidak bisa tinggal diam. “Apa pernah kamu memikirkan tentang KI-TA? In, kamu sekarang—”“Panggil aku Anggun,” putus Anggun. “Aku bukan Indah.”“Apa pun itu, apa pernah kamu memikirkan tentang kita?” lanjut Sabda mengabaikan perkataan sang istri, sembari tetap fokus pada kemudinya. “Aku dan kamu, kita ini suami istri.”Anggun tidak menjawab, hanya melirik sebentar, lalu me