“Kau sudah berbicara lagi dengan Joice?”Dean menyesap wine, menatap Albern yang ada di hadapannya. Pria itu sengaja meminta Albern untuk datang ke kantornya. Pria paruh baya itu merasa nyaman ketika berada di dekat Albern. Nyaman dalam konteks—dia yakin bahwa memang Albern adalah sosok yang paling tepat untuk Joice.Jika waktu bisa diputar, yang diinginkan Dean adalah menjodohkan Albern dengan Joice. Dia tidak sudi membiarkan Joice menikah dengan Marcel. Tapi semua telah terjadi. Tidak ada yang bisa disesali karena masa lalu hanya akan berada di masa lalu.“Belum, Paman. Aku masih memberikan ruang untuk Joice. Bagaimanapun, apa yang aku katakan pastinya membuat Joice terkejut. Aku akan berusaha mendekati Joice. Kau tidak usah khawatir, Paman. Aku akan berjuang mendapatkan hati Joice.” Albern membalas ucapan Dean.Dean tersenyum samar. “Aku harap kau bisa sabar menunggu. Karena Joice itu tidak pernah dekat dengan pria mana pun. Sejak dulu dia terlalu buta akan cintanya pada Marcel.”A
Marcel baru saja menutup panggilan telepon dari asistennya. Waktu menunjukkan pukul satu malam. Dia hendak ingin melihat Marvel dan Janita yang berada di kamar mereka. Dikarenakan masih bayi, kamar Marvel dan Janita masih digabung.Ya, sekarang Marcel masih berada di mansion Joice. Pria itu tak ingin pergi, karena memang dia ingin selalu berada di dekat Joice. Dia memiliki alasan kuat yaitu ingin melihat Marvel dan Janita. Hal tersebut yang membuat Joice pun tak bisa berkutik. Setibanya di kamar Marvel dan Janita, Marcel tak menemukan keberadaan dua bayi kembarnya. Detik itu juga dia langsung bertanya pada salah satu pengasuh yang ada di sana.“Di mana Marvel dan Janita?” tanya Marcel dingin dan datar.“Tadi Nona Janita sempat terbangun, Tuan. Sekarang Tuan Muda Marvel dan Nona Janita dibawa ke kamar Nyonya,” jawab sang pengasuh sopan.Marcel mengangguk merespon ucapan sang pengasuh. Dia segera melangkah meninggalkan tempat itu menuju kamar Joice. Sebelum tidur, Marcel memang wajib
Sejak kehadiran Marcel ke London, harus Joice akui Marvel dan Janita tidak serewel biasanya. Jika rewel, dalam sekejap bisa tenang karena Marcel akan langsung membantu menenangkan Marvel dan Janita. Dua bayi kembar itu seolah sangat tahu bahwa ayah mereka datang.Terkadang, biasanya Marvel dan Janita sangatlah rewel. Bahkan Joice harus membutuhkan extra kerja keras demi menenangkan Marvel dan juga Janita. Akan tetapi, sekarang Joice sudah benar-benar terbantu.Tapi … itu yang membuat Joice merasa hatinya dilanda kebingungan. Di sisi lain, tentunya Joice senang karena Marvel dan Janita bisa dekat dengan ayah mereka. Namun, di sisi lainnya lagi—dia merasa tersiksa berada di dekat Marcel.Hal paling tergila adalah Marcel selalu memperilakukan Joice seolah mereka masih memiliki ikatan suami istri. Padahal seharusnya Marcel sudah menjaga jarak dengan Joice. Tapi kenapa malah pria itu menjadi tak waras?Joice hendak masuk ke dalam kamar ketika dia melihat Marvel dan Janita terlelap dan dija
Albern harus menelan kekecewaan karena kerap mendapatkan penolakan dari Joice. Telepon darinya bahkan pesan darinya belakangan ini diabaikan Joice. Berbeda dari sebelumnya. Ya, Albern mulai merasakan Joice menghindar darinya sejak di mana dirinya secara langsung melamar Joice.Akan tetapi, Albern tetap tidak akan menyerah meskipun mendapatkan penolakan dari Joice. Baginya, dia akan terus berjuang meskipun Joice masih tetap mengabaikannya.Albern memiliki keyakinan bahwa Joice cepat atau lambat akan luluh padanya. Mungkin sekarang memang Joice tidak akan langsung menerimanya. Karena bagaimanapun, Joice pasti membutuhkan waktu untuk bisa berpikir dengan baik. Yang penting adalah Albern terus berjuang untuk mendapatkan Joice.Albern tak pernah peduli dengan ancaman Marcel. Pria itu bahkan tak merasakan takut sedikit pun pada Marcel. Segala ancaman Marcel hanya masuk telinga kanan, dan keluar telinga kiri.Albern menatap layar ponselnya. Pesan terakhirnya untuk Joice masih belum dibalas.
“Wanita cantik, tidak baik memasang wajah kesal seperti itu.” Suara berat menghampiri Joice yang nampak mendumel kesal. Refleks, Joice pun mengalihkan pandangannya pada sosok pria yang menghampirinya.“Albern?” Joice cukup terkejut melihat Albern ternyata juga ada di pesta. Ya, tadi dia sama sekali tidak melihat kalau Albern ternyata Hadir di pesta. Wajar saja kalau Joice tak menyadari, karena sejak tadi Marcel terus membuntutinya, membuatnya kesulitan untuk bergerak.Albern mendekat sambil melukiskan senyuman di wajahnya. “Kau terlihat sangat cantik malam ini. Gaun yang kau pakai sangat indah,” pujinya tulus tanpa berlebihan sama sekali. Apa yang dipakai Joice malam ini, memang sangatlah cantik.Joice tersenyum sedikit canggung karena mendapatkan pujian dari Albern. “Terima kasih, Albern. Gaun ini dipilihkan ibuku. Dia memiliki selera yang bagus.”Albern mengangguk setuju. “Kau benar. Ibumu memiliki selera yang luar biasa bagus. Terbukti gaun yang dipilihnya sangat cocok dan bagus di
Joice menyusui kedua anaknya secara langsung tak menggunakan botol. Untungnya, dia melahirkan dua bayi kembar, bukan tiga bayi kembar. Kalau sampai tiga, dan mereka semua ingin menyusui secara langsung, mana mungkin hal tersebut bisa terjadi. Sungguh, Joice terkadang sampai menggeleng-gelengkan kepala pada dua anaknya yang sangatlah manja.Joice baru saja meninggalkan sebentar dua bayi kembarnya, dan ternyata dua bayi kembarnya itu sudah langsung membuat keributan. Mereka tidak ada yang mau minum ASI melalui botol.Bersyukur, Joice membawa dua bayi kembarnya ke pesta. Jika saja tidak, maka pasti dua bayi kembarnya akan mengamuk di rumah. Membayangkan itu membuat Joice sampai mengembuskan napas panjang.“Sayang, minumlah susu yang banyak agar kalian tumbuh sehat dan kuat.” Joice membelai pipi bulat Marvel dan Janita. Melihat dua bayi kembarnya menyusu dengan lahap membuat Joice sangat senang. Sebagai seorang ibu, tentunya Joice ingin anaknya tumbuh dengan sehat.Ceklek! Pintu kamar t
Asap rokok memenuhi balkon ruangan di mana Marcel berada. Aura kemarahan begitu terlihat jelas. Benaknya memikirkan perkataan Joice tadi. Yang membuat emosi Marcel terpancing adalah Joice berpikir ingin menerima lamaran pria lain, agar dirinya menjauh.Jelas saja emosi Marcel terpancing! Marcel tidak akan pernah membiarkan Joice untuk menerima lamaran dari pria lain. Dia mengakui dirinya terlalu terlambat menyadari akan perasaannya pada Joice.Jika saja waktu bisa diputar, maka pasti Marcel tidak akan pernah menyia-nyiakan Joice. Awalnya, Marcel pikir berpisah dengan Joice adalah hal yang terbaik. Dia mungkin bisa menjadi lega.Akan tetapi ternyata apa yang dipikirkan Marcel salah besar. Dia sangat tersiksa tanpa ada Joice di sisinya. Dia menyadari hidupnya hampa dan kosong tanpa ada Joice di sisinya.Napas Marcel berembus kasar seraya memejamkan mata meredamkan kemarahan yang bergejolak. Tadi dia memberikan hukuman kecil untuk Joice, bermaksud memberikan sedikit pelajaran pada Joice
“Nyonya, ada telepon dari Tuan Oliver Maxton.”Pelayan menyerahkan telepon rumah yang ada di tangannya pada Joice, tepat ketika Joice sudah berhasil membuat Marvel serta Janita tenang. Tadi dua bayi kembarnya sempat rewel. Itu yang membuat Joice sekarang berada di kamar dua anaknya.“Oliver menghubungiku?” tanya Joice memastikan sambil menerima telepon dari pelayan.Sang pelayan mengangguk. “Iya, Nyonya. Tuan Oliver Maxton menghubungi Anda.”“Baiklah, aku akan menjawab telepon Oliver dulu. Tolong kau jaga Marvel dan Janita,” jawab Joice memberikan perintah.“Baik, Nyonya,” balas sang pelayan sopan.Joice melangkah keluar meninggalkan kamar dua bayi kembarnya, dan menjawab telepon dari sepupunya itu.“Hallo, Oliver?” sapa Joice dari seberang sana.“Joice, kau di mana?” ujar Oliver bertanya dari seberang sana. “Aku di rumah, Oliver. Kenapa?”“Apa kau bersama dengan Marcel?” Pertanyaan Oliver membuat raut wajah Joice berubah. Apalagi dia sekarang melihat Marcel sudah melangkah mendekat
Lombok, Indonesia. Menepuh perjalanan jauh dari London ke Lombok adalah hal yang tak pernah Joice sangka-sangka. Saat usia Janita dan Marvel dua tahun, Joice pernah diajak Marcel ke Bali dan Jakarta. Hanya saja dia belum pernah ke Lombok. Wanita cantik itu takjub, di kala Marcel membawanya benar-benar berkeliling pedesaan.Joice tak pernah mengira Marcel akan membawanya serta tiga anaknya berlibur ke Lombok. Liburan di benua Eropa dan Amerika adalah hal biasa untuk Joice bersama keluarga. Akan tetapi, liburan ke Asia benar-benar sangat menakjubkan!“Sayang, ini indah sekali. Terima kasih sudah membawaku ke sini.” Mata Joice berkaca-kaca menatap Marcel dengan haru.Marcel mengecup kening Joice. “Aku sudah yakin kau akan menyukai tempat ini.”Joice tersenyum lembut seraya menatap tiga anaknya yang sedang berlari-larian. “Waktu terasa sangatlah cepat. Dulu, aku selalu hidup berdua dengan Hana. Ke mana pun aku pergi, maka Hana akan ikut denganku. Tapi sekarang semua berubah di kala takdi
London, UK. Janji suci pernikahan yang terucap secara bergantian di bibir Landon dan Anya—wanita yang menikah dengan Landon—nampak membuat Joice sejak tadi tersenyum penuh haru bahagia. Sepasang iris mata Joice menunjukkan betapa dia bahagia. Kepingan memori teringat akan masa kecilnya bersama dengan sang adik, membuat Joice meneteskan air mata haru.Landon bertemu dengan Anya saat adiknya itu tengah berlibur ke Singapore. Singkat cerita, mereka hanya berawal berkencan biasa, namun ternyata berujung pada pernikahan. Tentunya perjalanan mereka tak selalu mulus. Ada kalanya naik turun. Tapi Joice selalu memberikan nasihat terbaik untuk adiknya, di kala adiknya mengalami masalah hubungan percintaan.Joice menetap tinggal di Milan, karena ikut dengan sang suami. Jarak tinggalnya dengan orang tua serta adiknya memang jauh, tapi Joice sering sekali mengunjungi London. Banyak keluarga yang tinggal di London, tentunya membuat Joice wajib mengunjungi kota indah itu.Selama proses upacara pern
*Dua minggu lagi hari pernikahanku. Kau pasti akan ke London, kan? Jangan bilang kau sibuk. Aku tidak akan lagi menganggapmu, jika kau sampai tidak datang di hari pernikahanku.* Pesan singkat dari Landon membuat Joice mengulumkan senyumannya. Wanita berparas cantik itu terlihat gemas akan pesan yang dia baca ini. Well, Joice tak akan mungkin hari pernikahan adiknya yang akan diadakan dua minggu lagi.Singkat cerita, beberapa bulan lalu Landon mendatangi Milan, memperkenalkan seseorang wanita cantik yang merupakan calon istri adiknya itu. Joice tentu saja bahagia mendengar kabar Landon akan segera menikah.Sudah sejak lama Joice meminta Landon untuk segera menikah. Karena bagaimanapun, Joice tahu bahwa kedua orang tuanya menginginkan Landon memiliki keluarga seperti dirinya dan Marcel. Doa Joice selama ini terjawab. Adiknya akhirnya dipertemukan dengan takdirnya.“Kenapa kau senyum-senyum seperti itu, Sayang?” Marcel mendekat, menghampiri sang istri. Joice mengalihkan pandangannya,
“Mommy, Daddy, kami pulang.”Marvel, Janita, dan si bungsu—Maxime—menghamburkan tubuh mereka pada kedua orang tua mereka. Pun tentu Joice dan Marcel membalas pelukan tiga anak mereka dengan lembut dan penuh kasih sayang.Kemarin, kedua orang tua Marcel sudah kembali ke Milan. Namun, mereka tidak langsung mengembalikan Maxime. Yang mereka lakukan malah menjemput Marvel dan Janita untuk berjalan-jalan. Weekend terakhir, tak ingin diasia-siakan oleh kedua orang tua Marcel itu.Sekarang Marvel, Janita, dan Maxime dipulangkan, karena Marvel dan Janita akan masuk sekolah. Maxime juga dipulangkan, karena pastinya Marcel dan Joice sangatlah merindukan putra bungsu mereka.“Sayang Mommy. Ah, kalian baru pulang jalan-jalan. Pasti kalian happy.” Joice menciumi ketiga anaknya itu. Bergantian dengan Marcel yang kini menciumi tiga anaknya. “Mommy kami senang sekali diajak jalan-jalan Grandpa Mateo dan Grandma Miracle,” ucap Janita dengan riang gembira.Joice tersenyum mendengar apa yang dikatakan
Joice turun dari mobil, dan melangkah terburu-buru masuk ke dalam mansion menuju kamar. Tentu saja, Marcel segera menyusul Joice yang sudah lebih dulu masuk ke dalam kamar mereka. Sejak di mana bertemu dengan Poppy—Joice memang terlihat masih marah. Padahal seharusnya Joice sudah tidak lagi marah padanya.“Joice, kau masih mendiamiku setelah aku memberikan penjelasan padamu?” Marcel masuk ke dalam kamar, mendekat pada Joice.“Aku ingin istirahat, Marcel. Tolong kau keluar.” Joice tetap bersikap dingin, dan acuh, meminta Marcel untuk keluar. Dia masih enggan untuk bicara dengan suaminya. Sekalipun, tadi dia sudah bertemu dengan Poppy—tetap saja dia masih kesal dan marah.Marcel berusaha bersabar menghadapi sang istri yang cemburu buta. Dia menarik tangan Joice—membuat tubuh istrinya itu masuk ke dalam dekapannya. Tampak Joice berontak di kala Marcel memeluknya dengan erat.“Marcel, lepaskan aku! Lepas!” Joice mendorong dada bidang Marcel.“Jika kau berontak, maka aku akan benar-benar b
Mobil sport milik Marcel terhenti di sebuah restoran ternama di Milan. Detik itu juga raut wajah Joice berubah menunjukkan jelas kebingungannya. Dia sedang marah, tapi kenapa malah diajak ke restoran? Apa-apaan ini? Sungguh! Joice menjadi semakin kesal pada Marcel.“Marcel, kau kenapa mengajakku ke sini?” seru Joice kesal pada Marcel.“Kita akan bertemu dengan seseorang.” Marcel membuka seat belt-nya, turun dari mobil—dan membukakan pintu mobil untuk istri tercintanya itu.“Bertemu siapa?!” Joice enggan untuk bertemu siapa pun. Dalam kondisi raut wajah yang sedang marah, menunjukkan jelas rasa tak suka jika harus bertemu dengan orang. Entah siapa yang ingin ditunjukkan oleh suaminya itu. Marcel menunduk, membuka seat belt sang istri. “Kau akan tahu, jika kau sudah turun.” Lalu, pria itu menarik tangan istrinya—memaksa untuk turun dari mobil. Joice mendesah kasar ketika tangannya ditarik sang suami masuk ke dalam restoran. Dia tidak memiliki pilihan lain untuk mengikuti suaminya it
“Mom, kenapa kau tidur di kamarku? Nanti Daddy kesepian. Kasihan Daddy, Mom. Daddy bilang padaku, dia tidak akan bisa tidur nyenyak, jika tanpa Mommy.” Janita menatap Joice yang tidur di kamarnya. Biasanya ibunya itu akan menemaninya tidur, jika dia tengah sakit. Tapi dia sehat dan baik-baik saja. Itu yang membuat gadis kecil itu bingung.Joice memeluk Janita dan mengecupi pipi bulat putrinya itu. “Mommy sangat merindukanmu. Itu kenapa Mommy tidur denganmu. Memangnya kau tidak suka tidur bersama Mommy?”Janita tersenyum lembut dan manis. “Tentu saja aku suka, Mommy. Aku suka tidur bersama Mommy. Tapi, aku kasihan pada Daddy tidur sendiri. Nanti Daddy kesepian. Bagaimana kalau Daddy diajak tidur bersama kita saja?” Gadis kecil itu memberikan ide luar biasa.“Tidak!” tolak Joice tegas, dengan raut wajah jengkel.“Kenapa tidak, Mommy? Kasihan Daddy tidur sendiri.” Raut wajah Janita muram.“Daddy tidak tidur sendiri. Malam ini Daddy tidur bersama Marvel, Little Girl.” Marcel melangkah men
Weekend tiba. Marvel dan Janita bersorak riang gembira. Dua anak kembar itu libur. Mereka sekarang asik berkutat pada dengan iPad mereka masing-masing. Mereka tenang tak memiliki gangguan. Pasalnya Maxime masih bersama dengan kakek dan nenek mereka. Jika Maxime ada di rumah, sudah pasti adiknya itu akan mengganggu dengan membuat kekacauan. Marvel asik bermain game mobil balap. Janita asik bermain game barbie. Akan tetapi tentu Janita bermain game sambil mengemil cake yang dibuatkan pelayan. Gadis kecil itu memang terkenal sangat menyukai cake manis.“Marvel, Janita. Kalian mendapatkan video call Grandpa Dean dan Grandma Brianna. Ayo jawab telepon kakek kalian dulu.” Joice menghampiri dua anak kembarnya yang tengah asik bermain dengan iPad.“Yes, Mommy.” Marvel dan Janita menjawab dengan patuh. Mereka langsung berlari menghampiri pengasuh mereka—yang tengah memegang ponsel. Dua bocah itu bahagia mendengar kakek dan nenek mereka video call.Joice tersenyum sambil menggeleng-gelengkan k
Janita tersenyum-senyum seraya melangkah masuk ke dalam rumah. Gadis kecil cantik itu baru saja pulang sekolah—dengan wajah yang riang gembira. Sayangnya tidak dengan Marvel yang pulang dalam keadaan menekuk bibirnya.“Mommy, aku dan Kak Marvel sudah pulang.” Janita berseru dengan suara cempreng dan nyaring—membuat Marvel harus menutup kedua telinganya.“Anak-anak Mommy sudah pulang.” Joice tersenyum menyambut dua anak kembarnya yang sudah pulang. “Ayo ganti pakaian kalian dulu. Cuci tangan bersih, lalu kita makan siang bersama.”Janita dan Marvel sama-sama mengangguk patuh. Mereka menuju ke kamar mereka masing-masing bersamaan dengan para pengasuh mereka. Tepat di kala Janita dan Marvel sudah masuk ke dalam kamar—Joice bersenandung sambil menyiapkan makanan lezat yang sudah dia siapkan untuk dua anak kembarnya. Joice telah mengurangi pekerjaannya yang bergelut di dunia model. Bukan berhenti, tapi hanya mengurangi porsi pekerjaan. Bisa dikatakan fokus utama Joice adalah mengurus suam