“What?! Kau bercanda padaku, kan, Joice?”Suara Hana melengking begitu tinggi. Untungnya ruang tengah di mansion Joice sangat megah. Jadi suara lengkingan Hana, tidak sampai membuat Marvel dan Janita yang terlelap menjadi terbangun.Saat ini Hana tengah berada di mansion Joice. Wanita itu datang ke mansion Joice, di kala dia sudah mendengar bahwa Marcel tidak ada di rumah. Tapi, baru saja Hana datang berkunjung di mansion Joice—dia sudah dikejutkan tentang apa yang Joice ceritakan.Hal tergila yang pernah Joice katakan pada Hana adalah temanya itu sudah memberikan kesempatan kedua pada Marcel. Itu yang membuat Hana sampai menjerit akibat tak percaya dengan kalimat yang terucap di bibir Joice.Joice menghela napas dalam. “Hana, kau membuat telingaku sakit kalau berteriak seperti itu.”Hana berdecak tak suka. “Joice, bilang padaku kalau kau sedang bercanda. Kau pasti tidak serius, kan?” balasnya kesal. Hana berharap bahwa apa yang dikatakan oleh Joice merupakan hal yang bohong atau hany
Joice tersenyum-senyum membayangkan malam ini akan makan malam romantis dengan Marcel. Sudah lama sekali dia tidak makan romantis dengan Marcel. Sungguh, Joice amat sangat merindukan moment di mana dia bisa makan romantis dengan Marcel.Segala hal yang dulu Joice impikan telah terwujud. Bukan waktu yang sebentar untuknya bisa mewujudkan hal tersebut. Akan tetapi, meski harus menunggu lama, tentunya Joice memiliki kesabaran luar biasa.Mungkin, di luar sana para wanita akan menyerah ketika harus menunggu Marcel begitu lama. Tapi untuk Joice, memiliki keistimewaan yaitu sabar tanpa batas. Terbukti meskipun telah berpisah, namun cinta Joice pada Marcel tidak pernah luntur sama sekali.“Nyonya…” Pelayan melangkah menghampiri Joice yang sejak tadi senyum-senyum di dalam kamar.Joice mengalihkan pandangannya menatap sang pelayan yang membawakan satu kotak berukuran sedang. “Apa itu gaun dari butik?” tanyanya menduga. Sebelumnya, Joice meminta butik untuk mengantarkan gaun keluaran terbaru.
Kehidupan Joice dan Marcel semakin dipenuhi kasih sayang yang berlimpah. Mereka tetap masih fokus pada dua bayi kembar mereka. Sampai detik ini, Marcel belum memberi tahu keluarga besarnya tentang pria itu sudah menjalin hubungan lagi dengan Joice. Baru hanya kedua orang tua Joice yang tahu akan hal itu, karena memang waktu itu kondisi yang membuat mereka akhirnya mengungkapkan semua pada Dean dan Brianna.Marcel sengaja belum memberi tahu keluarga besarnya, karena dia tahu keluarga besarnya terlalu rumit, jadi dia memutuskan untuk menunggu waktu yang tepat. Lagi pula, sekarang ini dia dan Joice tengah menikmati masa-masa indah berdua—selayaknya pasangan suami istri muda yang berbahagia bersama anak-anak mereka. Seperti pagi ini, Joice duduk di pinggir kolam renang menatap Marcel tengah mengajak Marvel berenang. Joice duduk sambil memangku Janita. Well, dua perempuan cantik itu memakai bikini. Janita pun tak mau kalah dengan Joice. Bayi perempuan cantik itu memakai bikini merah yang
Joice berusaha untuk mengabaikan mimpinya. Walau sulit, tapi dia meneguhkan dirinya bahwa Marcel akan selalu memperjuangkannya. Dia menepis segala hal buruk. Dia tidak mau membuat aura negative yang nantinya berdampak dengan rasa cemas begitu berkepanjangan. Tadi pagi, Joice menjalankan tugasnya sebagai seorang ibu. Kebetulan, Janita dan Marvel rewel, jadi dia harus menyusui dua bayi kembarnya. Untungnya Marcel pun membantu menenangkan Janita dan Marvel.Sekarang Janita dan Marvel sudah tenang. Mereka sudah tidur di kamar. Joice tidak kewalahan karena Marcel belum berangkat bekerja. Sungguh, Joice pun dibuat bingung pada dua bayi kembarnya yang tiba-tiba saja rewel. Joice melangkah masuk ke dalam kamar, menatap Marcel yang masih duduk di sofa. “Sayang, bukankah hari ini kau memiliki meeting yang cukup padat? Kenapa belum berangkat?” Dia menghampiri Marcel.Marcel bangkit berdiri. “Marvel dan Janita sedang rewel. Apa kau tidak apa-apa aku tinggal? Hari ini, meeting-ku cukup padat.
Flashback On#Costa menyesap wine di tangannya, menatap sosok pria yang duduk di hadapannya. Senyuman samar di wajah pria itu terlukis. “Berikan aku alasan, kenapa kau ingin menjebak Marcel?” tanyanya ingin tahu.“Lebih baik kau cukup jalani tugasmu, tanpa harus bertanya-tanya,” jawab pria itu tegas seraya menggerak-gerakkan gelas sloki di tangannya. Dia berada di sebuah klub malam mewah yang ada di kota London.Costa menatap curiga sosok yang ada di hadapannya ini. Sejak tadi, banyak wanita yang menggoda pria itu, tapi sayangnya pria itu sama sekali tidak mengindahkan. Hal tersebut yang membuat banyak dugaan di kepala Costa.Costa mengetuk-ngetukan jemarinya ke atas meja. “Biar aku tebak, jangan-jangan kau mengincar Joice? Itu yang membuatmu mengajakku bekerja sama?”Pria itu mengembuskan napas kesal pada Costa yang ikut campur akan kehidupan pribadinya. “Kurangi perasaan ingin tahumu. Tidak baik kau ingin tahu tentang kehidupanku!”Costa terkekeh rendah. “Jika kau marah, maka itu ar
Marcel terdiam sejenak menerima ponsel Moses. Aura wajah pria itu menunjukkan jelas perasaan yang terpancing emosi. Dia tidak bisa sepenuhnya percaya pada Moses, tapi juga tidak bisa mengabaikan perkataan saudara kembarnya. Marcel meremas kuat ponselnya. Sorot mata pria itu begitu tajam. Dia melihat sebentar ekspresi wajah Costa. Marcel tidaklah bodoh! Pria itu bisa melihat jelas ekspresi wajah Costa yang menunjukkan rasa takut dan panik.Hal yang paling mudah dibaca adalah tidak akan ada orang yang takut, jika tidak melakukan sebuah kesalahan. Namun, Marcel tetap membutuhkan bukti yang kuat agar mengetahui semuanya adalah benar.Perlahan, Marcel mulai menekan tombol—memutar rekaman yang diberikan oleh Moses. Lalu pendengaran Marcel mulai menajam mendengar suara wanita dan pria yang ada di rekaman suara itu.*Apa sekarang kau mau mengakui kalau kau mengajakku bekerja sama, karena kau mengincar Joice?* *Berhenti terlalu banyak ikut campur! Kau cukup jalani tugasmu!* Suara tawa terd
Kejadian di mana Marcel hampir masuk jebakan, membuat Joice lebih banyak mengurung diri di kamar. Dia bahkan enggan menerima telepon masuk. Bisa dikatakan yang Joice fokuskan adalah Marcel dan juga dua bayi kembarnya. Hal yang paling sulit Joice terima adalah ternyata Albern tega berniat jahat, hanya demi membuat hati pria itu bahagia. Tidak pernah Joice sangka kalau Albern memiliki sifat yang sangat egois.Selama ini, Albern selalu membantunya. Menunjukkan pada Joice bahwa pria itu adalah orang yang baik. Dalam kondisi apa pun, pasti Albern akan mengulurkan tangan demi membantu Joice.Akan tetapi, sayangnya dibalik sifat baik Albern, terdapat sifat jahat dari pria itu yang benar-benar tak dirinya sangka. Diam-diam, Albern membendung rencana licik, demi mendapatkan yang pria itu inginkan.Sifat baik Albern, telah berhasil menarik perhatian banyak orang. Termasuk keluarga besar Joice. Ayah Joice saja sampai terkagum-kagum pada sosok Albern. Bahkan Hana pun sampai berusaha memaksa Joi
Suara tawa memenuhi ruang kolam renang megah. Marvel dan Janita tertawa di kala berenang bersama dengan kedua orang tua mereka. Ya, pagi menyapa, Marcel mengajak Joice serta dua bayi kembar mereka untuk berenang.Tawa Marvel dan Janita yang begitu renyah membuat Joice dan Marcel melukiskan senyuman bahagia. Memiliki waktu berkualitas bersama dengan dua anak mereka adalah hal yang sangat membahagiakan mereka. Masalah yang ada di tengah-tengah mereka, seolah lenyap tergantikan dengan sebuah kebahagiaan. Joice yang sempat belakangan ini muram, menjadi jauh lebih baik. Semua itu karena Marcel serta dua bayi kembar mereka.Alasan Joice bisa bahagia adalah bersama dengan pria yang begitu mencintainya, serta dua bayi kembarnya. Senyuman Joice berasal dari mereka. Tawa Marvel dan tawa Janita seolah memberikan energy baru di hidup Joice. Joice dan Marcel kini menghujani anak mereka dengan kecupan. Tawa Marvel dan Janita semakin terdengar—membuat Joice dan Marcel semakin gemas. Joice dan Mar
Lombok, Indonesia. Menepuh perjalanan jauh dari London ke Lombok adalah hal yang tak pernah Joice sangka-sangka. Saat usia Janita dan Marvel dua tahun, Joice pernah diajak Marcel ke Bali dan Jakarta. Hanya saja dia belum pernah ke Lombok. Wanita cantik itu takjub, di kala Marcel membawanya benar-benar berkeliling pedesaan.Joice tak pernah mengira Marcel akan membawanya serta tiga anaknya berlibur ke Lombok. Liburan di benua Eropa dan Amerika adalah hal biasa untuk Joice bersama keluarga. Akan tetapi, liburan ke Asia benar-benar sangat menakjubkan!“Sayang, ini indah sekali. Terima kasih sudah membawaku ke sini.” Mata Joice berkaca-kaca menatap Marcel dengan haru.Marcel mengecup kening Joice. “Aku sudah yakin kau akan menyukai tempat ini.”Joice tersenyum lembut seraya menatap tiga anaknya yang sedang berlari-larian. “Waktu terasa sangatlah cepat. Dulu, aku selalu hidup berdua dengan Hana. Ke mana pun aku pergi, maka Hana akan ikut denganku. Tapi sekarang semua berubah di kala takdi
London, UK. Janji suci pernikahan yang terucap secara bergantian di bibir Landon dan Anya—wanita yang menikah dengan Landon—nampak membuat Joice sejak tadi tersenyum penuh haru bahagia. Sepasang iris mata Joice menunjukkan betapa dia bahagia. Kepingan memori teringat akan masa kecilnya bersama dengan sang adik, membuat Joice meneteskan air mata haru.Landon bertemu dengan Anya saat adiknya itu tengah berlibur ke Singapore. Singkat cerita, mereka hanya berawal berkencan biasa, namun ternyata berujung pada pernikahan. Tentunya perjalanan mereka tak selalu mulus. Ada kalanya naik turun. Tapi Joice selalu memberikan nasihat terbaik untuk adiknya, di kala adiknya mengalami masalah hubungan percintaan.Joice menetap tinggal di Milan, karena ikut dengan sang suami. Jarak tinggalnya dengan orang tua serta adiknya memang jauh, tapi Joice sering sekali mengunjungi London. Banyak keluarga yang tinggal di London, tentunya membuat Joice wajib mengunjungi kota indah itu.Selama proses upacara pern
*Dua minggu lagi hari pernikahanku. Kau pasti akan ke London, kan? Jangan bilang kau sibuk. Aku tidak akan lagi menganggapmu, jika kau sampai tidak datang di hari pernikahanku.* Pesan singkat dari Landon membuat Joice mengulumkan senyumannya. Wanita berparas cantik itu terlihat gemas akan pesan yang dia baca ini. Well, Joice tak akan mungkin hari pernikahan adiknya yang akan diadakan dua minggu lagi.Singkat cerita, beberapa bulan lalu Landon mendatangi Milan, memperkenalkan seseorang wanita cantik yang merupakan calon istri adiknya itu. Joice tentu saja bahagia mendengar kabar Landon akan segera menikah.Sudah sejak lama Joice meminta Landon untuk segera menikah. Karena bagaimanapun, Joice tahu bahwa kedua orang tuanya menginginkan Landon memiliki keluarga seperti dirinya dan Marcel. Doa Joice selama ini terjawab. Adiknya akhirnya dipertemukan dengan takdirnya.“Kenapa kau senyum-senyum seperti itu, Sayang?” Marcel mendekat, menghampiri sang istri. Joice mengalihkan pandangannya,
“Mommy, Daddy, kami pulang.”Marvel, Janita, dan si bungsu—Maxime—menghamburkan tubuh mereka pada kedua orang tua mereka. Pun tentu Joice dan Marcel membalas pelukan tiga anak mereka dengan lembut dan penuh kasih sayang.Kemarin, kedua orang tua Marcel sudah kembali ke Milan. Namun, mereka tidak langsung mengembalikan Maxime. Yang mereka lakukan malah menjemput Marvel dan Janita untuk berjalan-jalan. Weekend terakhir, tak ingin diasia-siakan oleh kedua orang tua Marcel itu.Sekarang Marvel, Janita, dan Maxime dipulangkan, karena Marvel dan Janita akan masuk sekolah. Maxime juga dipulangkan, karena pastinya Marcel dan Joice sangatlah merindukan putra bungsu mereka.“Sayang Mommy. Ah, kalian baru pulang jalan-jalan. Pasti kalian happy.” Joice menciumi ketiga anaknya itu. Bergantian dengan Marcel yang kini menciumi tiga anaknya. “Mommy kami senang sekali diajak jalan-jalan Grandpa Mateo dan Grandma Miracle,” ucap Janita dengan riang gembira.Joice tersenyum mendengar apa yang dikatakan
Joice turun dari mobil, dan melangkah terburu-buru masuk ke dalam mansion menuju kamar. Tentu saja, Marcel segera menyusul Joice yang sudah lebih dulu masuk ke dalam kamar mereka. Sejak di mana bertemu dengan Poppy—Joice memang terlihat masih marah. Padahal seharusnya Joice sudah tidak lagi marah padanya.“Joice, kau masih mendiamiku setelah aku memberikan penjelasan padamu?” Marcel masuk ke dalam kamar, mendekat pada Joice.“Aku ingin istirahat, Marcel. Tolong kau keluar.” Joice tetap bersikap dingin, dan acuh, meminta Marcel untuk keluar. Dia masih enggan untuk bicara dengan suaminya. Sekalipun, tadi dia sudah bertemu dengan Poppy—tetap saja dia masih kesal dan marah.Marcel berusaha bersabar menghadapi sang istri yang cemburu buta. Dia menarik tangan Joice—membuat tubuh istrinya itu masuk ke dalam dekapannya. Tampak Joice berontak di kala Marcel memeluknya dengan erat.“Marcel, lepaskan aku! Lepas!” Joice mendorong dada bidang Marcel.“Jika kau berontak, maka aku akan benar-benar b
Mobil sport milik Marcel terhenti di sebuah restoran ternama di Milan. Detik itu juga raut wajah Joice berubah menunjukkan jelas kebingungannya. Dia sedang marah, tapi kenapa malah diajak ke restoran? Apa-apaan ini? Sungguh! Joice menjadi semakin kesal pada Marcel.“Marcel, kau kenapa mengajakku ke sini?” seru Joice kesal pada Marcel.“Kita akan bertemu dengan seseorang.” Marcel membuka seat belt-nya, turun dari mobil—dan membukakan pintu mobil untuk istri tercintanya itu.“Bertemu siapa?!” Joice enggan untuk bertemu siapa pun. Dalam kondisi raut wajah yang sedang marah, menunjukkan jelas rasa tak suka jika harus bertemu dengan orang. Entah siapa yang ingin ditunjukkan oleh suaminya itu. Marcel menunduk, membuka seat belt sang istri. “Kau akan tahu, jika kau sudah turun.” Lalu, pria itu menarik tangan istrinya—memaksa untuk turun dari mobil. Joice mendesah kasar ketika tangannya ditarik sang suami masuk ke dalam restoran. Dia tidak memiliki pilihan lain untuk mengikuti suaminya it
“Mom, kenapa kau tidur di kamarku? Nanti Daddy kesepian. Kasihan Daddy, Mom. Daddy bilang padaku, dia tidak akan bisa tidur nyenyak, jika tanpa Mommy.” Janita menatap Joice yang tidur di kamarnya. Biasanya ibunya itu akan menemaninya tidur, jika dia tengah sakit. Tapi dia sehat dan baik-baik saja. Itu yang membuat gadis kecil itu bingung.Joice memeluk Janita dan mengecupi pipi bulat putrinya itu. “Mommy sangat merindukanmu. Itu kenapa Mommy tidur denganmu. Memangnya kau tidak suka tidur bersama Mommy?”Janita tersenyum lembut dan manis. “Tentu saja aku suka, Mommy. Aku suka tidur bersama Mommy. Tapi, aku kasihan pada Daddy tidur sendiri. Nanti Daddy kesepian. Bagaimana kalau Daddy diajak tidur bersama kita saja?” Gadis kecil itu memberikan ide luar biasa.“Tidak!” tolak Joice tegas, dengan raut wajah jengkel.“Kenapa tidak, Mommy? Kasihan Daddy tidur sendiri.” Raut wajah Janita muram.“Daddy tidak tidur sendiri. Malam ini Daddy tidur bersama Marvel, Little Girl.” Marcel melangkah men
Weekend tiba. Marvel dan Janita bersorak riang gembira. Dua anak kembar itu libur. Mereka sekarang asik berkutat pada dengan iPad mereka masing-masing. Mereka tenang tak memiliki gangguan. Pasalnya Maxime masih bersama dengan kakek dan nenek mereka. Jika Maxime ada di rumah, sudah pasti adiknya itu akan mengganggu dengan membuat kekacauan. Marvel asik bermain game mobil balap. Janita asik bermain game barbie. Akan tetapi tentu Janita bermain game sambil mengemil cake yang dibuatkan pelayan. Gadis kecil itu memang terkenal sangat menyukai cake manis.“Marvel, Janita. Kalian mendapatkan video call Grandpa Dean dan Grandma Brianna. Ayo jawab telepon kakek kalian dulu.” Joice menghampiri dua anak kembarnya yang tengah asik bermain dengan iPad.“Yes, Mommy.” Marvel dan Janita menjawab dengan patuh. Mereka langsung berlari menghampiri pengasuh mereka—yang tengah memegang ponsel. Dua bocah itu bahagia mendengar kakek dan nenek mereka video call.Joice tersenyum sambil menggeleng-gelengkan k
Janita tersenyum-senyum seraya melangkah masuk ke dalam rumah. Gadis kecil cantik itu baru saja pulang sekolah—dengan wajah yang riang gembira. Sayangnya tidak dengan Marvel yang pulang dalam keadaan menekuk bibirnya.“Mommy, aku dan Kak Marvel sudah pulang.” Janita berseru dengan suara cempreng dan nyaring—membuat Marvel harus menutup kedua telinganya.“Anak-anak Mommy sudah pulang.” Joice tersenyum menyambut dua anak kembarnya yang sudah pulang. “Ayo ganti pakaian kalian dulu. Cuci tangan bersih, lalu kita makan siang bersama.”Janita dan Marvel sama-sama mengangguk patuh. Mereka menuju ke kamar mereka masing-masing bersamaan dengan para pengasuh mereka. Tepat di kala Janita dan Marvel sudah masuk ke dalam kamar—Joice bersenandung sambil menyiapkan makanan lezat yang sudah dia siapkan untuk dua anak kembarnya. Joice telah mengurangi pekerjaannya yang bergelut di dunia model. Bukan berhenti, tapi hanya mengurangi porsi pekerjaan. Bisa dikatakan fokus utama Joice adalah mengurus suam