Bab 6: Gelombang Perasaan

Elliot mengantar Isabella pulang, mereka berjalan beriringan sambil berpegangan tangan, namun lebih tepatnya hanya Isabella yang memegang tangan Elliot erat. Gadis itu sangat mencintainya, tak ingin melepasnya dan akan melakukan segala cara agar sang kekasih tak berpaling darinya.

"Terima kasih sudah mengantarku, Elli", kata Isabella dengan suara yang lembut dan penuh makna. Ia mengulurkan tangannya dan menyentuh kekar Ellliot dengan perlahan, ingin sang pria juga merasakannya. "Aku senang sekali bisa pergi denganmu hari ini"

Elliot tersenyum canggung, sedikit terkejut oleh sentuhan itu. Ia merasa sedikit tidak nyaman, namun tak ingin mengecewakan Isabella. "Tidak masalah, Isabella. Aku senang bisa menemanimu," jawabnya, berusaha terdengar normal, meskipun hatinya berdebar.

“Elliot,” suara Isabella terdengar lebih dalam saat dia melangkah mendekat, langkah kakinya menggema di lantai kayu yang berkilau di bawah kaki mereka. “Keluargaku pergi beberapa hari. Jadi, aku hanya punya kamu di sini malam ini…”

Isabella mendekatkan dirinya lebih jauh, wajahnya hanya beberapa inci dari wajah Elliot. Ketegangan di udara semakin terasa, dan Elliot bisa merasakan getaran dalam tubuhnya. Senyum Isabella penuh dengan arti yang lebih dalam, lebih menggoda. Mata Isabella menatapnya, penuh dengan harapan dan sesuatu yang lebih intim.

“Bolehkah aku meminta sedikit perhatian lebih darimu malam ini?” Isabella berbisik, suaranya menggema dalam keheningan ruangan. Tangan Isabella menyentuh dada Elliot, dengan lembut menekan tubuhnya mendekat.

Elliot bisa merasakan detak jantungnya yang semakin cepat. Sesaat, dia merasa dunia mereka hanya berputar di sekitar keduanya. Isabella menatapnya dengan penuh hasrat, bibirnya sedikit tersenyum menggoda, sementara tangannya mulai bergerak lebih rendah, mencari reaksi Elliot.

Elliot terpaku sejenak. Ia merasa tergoda untuk melanjutkan, namun bayangan wajah Selene muncul dalam pikirannya—wajahnya yang tenang dan memikat, serta kenangan tentang pertemuan mereka yang penuh misteri. Sebuah perasaan aneh tiba-tiba merasuki dirinya, seolah mengingatkannya akan sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang lebih penting.

"Isabella…" suara Elliot serak, berusaha mengalihkan perhatian dirinya sendiri. “Aku… aku tidak tahu apakah ini saat yang tepat…”

Sebelum Elliot menyelesaikan perkataannya, Isabella menarik Elliot agar masuk ke rumahnya. Tanpa persetujuan Elliot, Isabella berjinjit mensejajarkan tubuh mereka dan mencium pemuda itu. Ciuman yang awalnya hanya sentuhan, mulai memanas dan lebih dari itu.

Elliot tanpa sadar juga membalas ciuman Isabella, mereka berciuman lama sambil berpelukan di balik pintu. Isabella perlahan membuka kancing baju Elliot, begitupun dengan Elliot yang mengangkat sedikit gaun yang dipakai oleh tunangannya itu.

Elliot menghisap leher Isabella hingga membuat gadis itu sedikit merintih. Hisapan itu pun meninggalkan jejak merah di lehernya yang seputih susu.

Mereka berdua kini tengah dibelenggu oleh nafsu. Bagaimanapun Isabella adalah tunangan Elliot, dimana mereka pernah merasakan perasaan yang sama. Pernah saling mencintai, lalu bagaimana sekarang?

Tiba-tiba langkah kaki terdengar di jalan setapak di depan rumah Isabella. Seorang pria tua yang sedang berjalan santai dengan anjingnya lewat tepat di depan rumah Isabella. Sontak Elliot mendorong tubuh Isabella membuat gadis itu meringis kesakitan.

Elliot yang terengah-engah segera mengatur nafasnya agar kembali stabil dan merapikan kemejanya. Isabella merasa kecewa dengan apa yang ia dapat.

"Elli, apakah kau masih mencintaiku?", tanya Isabella dengan suara yang sedikit bergetar menahan tangis.

"Te... tentu saja, Isabella", jawab Elliot namun dengan nada yang kurang meyakinkan, seakan dipaksakan.

Sambil terisak dan sesekali menyeka air matanya, Isabella berkata, "Aku tahu di hatimu kini ada perempuan lain selain aku, bahkan bisa saja nanti kamu lebih memilih dia dari pada aku"

Melihat gadis yang pernah ia sayangi kini menangis di hadapannya, sedikit menyayat hati Elliot. Ia merasa bersalah karena bagaimana pun Isabella menangis karena dirinya. Padahal sebentar lagi hari pernikahan mereka tiba, tapi bisa-bisanya ia memikirkan gadis lain, bahkan gadis yang baru ia kenal beberapa hari, berbeda dengan Isabella yang sudah ia kenal dan cintai bertahun-tahun lamanya.

Elliot memeluk Isabella, "Maafkan aku Isabell.."

Setelah berbisik lembut di telinga Isabella, Elliot pergi meninggalkan gadis itu. Tangisan Isabella meledak, seolah setiap tetes air matanya mengalirkan segala kesedihan yang tak tertahankan.

Isabella kini benar-benar membenci Selene. Seandainya Selene tak ada, hubungannya dengan Elliot tak akan jadi berantakan seperti sekarang.

"Aku benci kamu, Selene..."