"Tidak tergoda?" Mata Maria melotot besar, saat mendengar pengakuan Darren, jika bahkan tak melirik anaknya itu sedikt pun!Darren mengangkat bahu sambil memonyongkan bibirnya. Dia tampak tak merasa nyaman, lalu Maria menyodorkan botol minuman dingin padanya."Dena tidak tertarik lagi, Mam!"Maria meletakkan gelas teh hangatnya dengan gusar. Dia tak menyangka, jika Dena betul-betul tak lagi tergoda dengan Darren. Melihat dulu wanita itu tampak begitu haus dengan kasih sayang, sehingga tak menolak ketika disetubuhi oleh anak remaja tanggung. Saat pertama kali bertemu Dena, Maria tahu jika wanita itu sedang stres dan depresi. Cerita Dena soal masalah perceraiannya, cukup memperlihatkan kondisi kejiwaan yang sedang tidak stabil. Sehingga Maria begitu yakin dapat semakin mengacaukan alam pikiran wanita itu. Maria mendukung penglihatan fantasi Dena yang merasa mereka tinggal di kompleks perumahan padat dengan kondisi rumah bercat hitam semua, kecuali rumahnya. Dia juga membuat kacau pemi
Usai mendaftarkan Aurora untuk masuk sekolah di SD Fajar Bintang, Dena menggandeng kedua anaknya menuju pasar. Dia merasa lega, karena proses pendaftaran sekolah anaknya ternyata tidak sulit dan juga tidak mahal. Uang pemberian dari Hendra lebih dari cukup untuk membayar biaya administrasi. Tinggal membeli tas, sepatu dan peralatan tulis di Pasar Muncang. Seminggu lagi Aurora harus sekolah, Dena merasa harus cepat mempersiapkan segalanya.Aurora memilih sepatu dan tas pink bergambar Princess, sama seperti nama depannya: Princess Aurora. Sementara untuk peralatan tulis, dia memilih yang bergambar Barbie. Axio juga menuntut minta dibelikan peralatan menggambar, Dena dengan senang hati menurutinya. Bersyukur Hendra kini kembali bertanggungjawab memenuhi segala kebutuhan mereka, sehingga dia tidak pusing jika anaknya minta dibelikan sesuatu. "Apakah Mbah bernama Mbah Sukemi?" Tanya Dena, pada wanita tua yang sedang sibuk membungkus kembang tabur itu. "Iya, saya Sukemi" Jawab nenek itu
Dena terpana menatap Mbah Sukemi. Terpesona mengetahui usia wanita tua itu sudah nyaris satu abad. Benarkah karena bunga melati? Tetapi ada hal yang lebih menarik dari pada itu, ternyata Mbah Sukemi tahu banyak soal rahasia silam rumah yang ditempatinya. Dena jadi ingin mengorek lebih dalam, bersyukurnya, Mbah Sukemi tidak keberatan."Tumini itu apa ya, kalau kita bilang... semacam orang yang bermimpi ketinggian. Ayu sih ayu, tapi dia lupa berpikir asal dan usulnya. Cuma babu kok mimpi jadi ratu, ya matilah dia!""Ya..." Dena mengangguk-angguk, sedikit sedih ketika menyadari dan menyesali kebodohan seseorang. "Iya toh? Nah... yang kasihan itu Si Sarmini. Mbakyune mati, dia nggak bisa balik ke Jawa. Sakit-sakitan itu dia, sampai akhirnya ikut mati. Ada setahunan dia terkapar sakit, sebelum terkubur di TPU sebelah sana itu!"Mata Dena mengikuti arah telunjuk si mbah,"Makam warga sini itu mbah? Tanah wakaf ya?" Dena mendadak tertarik dengan barisan makam-makam tua.Sukemi menganggguk,"M
Ki Anom, dukun cabul itu kembali berulah. Meski Lolita menjauhinya, pria itu terus mencarinya. Mungkin ketagihan meniduri wanita muda yang sedang bunting itu, sementara Lolita merasa sudah tidak membutuhkan bantuan lagi, karena tidak ada hasilnya. Malah tubuhnya habis terus digenjot pria hiperseks tersebut. "Kalian jahat banget sudah mengumpankan gue pada bandot tua itu!" Teriak Lolita dengan marah pada Anya dan Dona, ketika bertemu keduanya di klub malam."Loli, jangan marah. Kita semua pernah kok ditiduri Ki Anom. Bahkan sampai sekarang masih rutin digenjot terus," Dona membela diri, dan Anya membenarkan."Kalau dia lagi sange, sering maksa daku datang untuk melayani kebutuhan biologisnya. Udahlah sih, anggap balas jasa. Toh digenjotnya juga nikmat, biar tua dia perkasa kan..." kata Anya, sambil menghembuskan rokoknya. "Jangan munafik lah, sayang. Pasti lebih ganas Ki Anom kan, dari pada laki lo si Hendra cemen itu? Jangan ributlah, nikmati aja. Gue juga kalo lagi gatel, malah gue
Astari melangkah ragu, saat Prana menggandeng tangannya memasuki rumah itu. Entah mengapa dia merasa tidak nyaman. Namun sambutan Dena dan anak-anaknya siang itu, membuat Astari menyunggingkan senyumnya. Aurora, memeluk Astari dengan manja. Dulu mereka sering bertemu, waktu belum terjadi kasus perceraian. Hendra sering membawa Aurora ke rumah Prana. Saat itu Axio masih kecil sekali, belum bisa lepas dari pelukan Dena. Seakan melepas rindu, Astari dan Aurora sibuk bermain dan bercanda. Namun sudut mata Astari tetap fokus menangkap gerak-gerik Dena yang sedang ngobrol dengan suaminya. Hatinya sedih, melihat keakraban itu. Teringat dulu, betapa susahnya dirinya berusaha menaklukan hati Prana yang sempat penuh oleh cinta terhadap Dena."Dena itu cinta pertama dan sejatimu kan mas?" Tanya Astari suatu kali, jauh sebelum Prana akhirnya melamarnya.Prana saat itu mengangguk lalu tersenyum. "Dena itu bidadari yang pernah membuatku hampir gila saat dia malah memilih Hendra.""Mas sakit hati
Astari terus memegang tangan suaminya, meski mereka telah kembali ke rumah. Prana sampai harus memeluk erat tubuh Astari, agar istrinya merasa nyaman.Saat menyadari mereka berada di Kawasan Hitam atau Bakaran, perasaan Astari sudah kacau. Ini bukan karena rasa cemburunya saja, tetapi juga karena "sesuatu" yang lain. Yakni, misteri Gayatri.Cerita tentang sosok penari bernama Gayatri, bagi Astari mirip dengan dongeng 1001 malam. Penuh keajaiban yang nyaris sulit diterima akal. Apalagi, Astari tak pernah bertemu sosok itu. Hanya melalui sebuah cerita, dari Mbahnya yang sudah begitu sepuh sekian tahun lalu, sebelum beliau menutup mata. Kuntari masih sangat belia saat ikut mentas bareng Mbakyunya, Raden Ayu Sekar Gayatri Parwati, anak Pakde Raden Wongso Ngesti Pasopati. Bertujuan melestarikan budaya leluhur, para anak keturunan bangsawan ini semua pandai menari tradisional Jawa yang lembut namun magis. Tapi dibanding Kuntari, Gayatri lebih cemerlang bakatnya. Usia Kuntari baru 10 tahun
"Habis nyapu, Den Ayu. Maaf," jawab Tumini, yang tampak berusaha menutupi jejak cupang di leher dan dada.Jawaban Tumini tidak memuaskan Kuntari. Dia lalu mulai mengorek keterangan dari Muntarso, orang kepercayaan Romo Wongso yang kini bekerja pada Gayatri dan Moksa. Pria tua itu sedang berada di ruang tamu, sibuk mengelap keramik dan kaca."Tumini itu punya pacar, Pak Mun? Kok lehernya merah-merah dicupang begitu?"Muntarso mengangguk,"Setahu saya ada, Den Ayu. Dia sedang dekat dengan orang Pasar Muncang. Sering ke sana dia.""Oh, syukurlah. Saya takut dia coba menggoda Kang Mas Moksa...""Tidak, Den Ayu. Rumah tangga Ratu Neng Ayu dan Den Mas Moksa baik-baik saja..."Kuntari menghela nafas lega. Dia bersyukur, Gayatri akhirnya mendapatkan suami yang baik. "Kamu beruntung mendapatkan suami yang tulus menyayangimu, Mbakyu..." kata Kuntari, sambil memijat pundak Gayatri. Wanita itu tersenyum ganjil, matanya tetap memandangi anak-anak yang riang menari. "Ya, setidaknya dia masih berad
"Apaaaa?!!!"Dona dan Anya menjerit kompak. Mereka tak menyangka, bisa mendadak viral dengan cara sekotor itu. Terbangun di apartemen Dona jam 10 pagi, mereka sudah dikejutkan oleh berita heboh di sosial media. Video mesum mereka bersama Ki Anom, mendadak beredar dimana-mana. Ulah siapa?Dona dan Anya diketahui sebagai selebriti kurang terkenal. Cuma sesekali jadi figuran sinetron, namun rutin jadi model majalah pria dewasa. Dan yang bikin heboh, adalah Ki Anom, dukun yang mengawali karir perdukunan dari iklan menyesatkan di sebuah majalah supranatural, lalu makin top karena banyak bikin sukses cewek-cewek lacur menjadi simpanan pejabat dan bos-bos besar. Video mesum beredar dari sejumlah akun anonim diberbagai aplikasi sosmed, dengan taggar Video Mesum Para Model dengan Dukun, jelas membuat rekor trending hanya dengan hitungan jam."Mak gue bisa jantungan ini, mana bentar lagi mau umroh...." keluh Anya yang bernama asli Rohimah Nur Wati itu. Dia dulunya sempat nyantri, cuma putus di
Astari, melihat mobil Syahreza yang ke luar dari pintu gerbang rumahnya. Dia lalu kembali duduk, dan Nunung meneruskan tugas untuk menyisir rambut majikannya. "Mas Prana itu..." Suara Astari tercekat. "Sebenarnya yang duluan naksir Dena, Nung. Waktu zaman kuliah. Cuma duluan diserobot Hendra. Kau tahu, Nung? Mas Prana itu selalu memuji Dena. Dia bilang wanita itu cantik sekali, seperti bunga kaca piring yang disinari cahaya matahari. Katanya kelak ingin punya anak perempuan secantik itu. Kau tahu rasanya mendengar itu, Nung? Mas Prana bahkan tak pernah memujiku sama sekali..."Nunung tak menjawab, dia terus menyisir rambut majikannya sambil menatap wajah Astari di cermin."Ketika dia berusaha menolong wanita itu, aku mencoba berdamai dengan hatiku. Sebab makin kularang, dia ternyata makin berusaha untuk selalu berada di samping wanita itu. Mengirimmu bersama Yusuf, sebenarnya hanya upaya menjaga keyakinanku jika mereka tidak berselingkuh..."Nunung terlihat menunduk, sambil melepas h
Bagaimana mungkin ada ponsel yang bisa aman disembunyikan dalam sebuah gaun? Namun Sesco mengatakan, dia memang sempat mendesain korset pada gaun yang bisa menempel dengan ketat."Jangankan ponsel, pistol juga bisa nyelip itu. Eike terinspirasi dengan Mbah-Mbah zaman dulu yang suka menyelipkan barang berharga di bagian kutang atau stagennya..." kata Sesco, sambil memamerkan gaun hijau brokat besar, dengan korset hitam yang hampir menyentuh bagian dada."Gaun ini jadi bau dan lembab, seperti pernah disiram air. Ada banyak helaian rambut pirang!"Syahreza terdiam memandang ponsel Iphone 6 Plus itu. Sudah ketinggalan zaman untuk era Iphone jenis terbaru. Tapi dia ingat, itu jelas ponsel milik Julianna. Dia tak melupakan casing warna pink. Julianna beberapa kali mengeluarkan barang itu dari tas coklatnya. Lalu, di mana tasnya?"Kita cas dulu itu ponsel, jika benar itu milik Julianna. Oh, eike sedikit terkejut dengan penemuan ini. Tetapi Pak Syahreza, bisakah kita merahasiakan ini? Soalnya
Syahreza membuka lemari yang penuh gaun tua, dia sempat menahan diri untuk menggesernya, karena beberapa waktu lalu sempat berusaha menutupi lempeng besi yang menuju ruangan bawah tanah. Namun dia berpikir, kapan lagi bisa ke tempat itu? Sebab Prana sudah tidak lagi berkenan untuk membongkar misteri masa lampau itu. Tapi dia sudah sedikit membongkar beragam arsip dan catatan lampau yang masih terhimpun rapat di perpustakaan nasional. Terutama tentang misteri dari data-data "yang konon kabarnya", mitos sekian abad yang sulit diterima nalar, sehingga tak ada satupun ahli yang berminat untuk mengungkapnya, namun catatan tentang legenda tersebut kadang tercantum pada batu-batu, serat kayu dan kulit hewan peninggalan abad silam."Kita akan ke bawah lagi."Zulfan tak menjawab, hanya bantu menggeser lemari dan membuka lempeng besi. Dia sudah semakin paham soal misteri lain dari rumah ini, setiap bertemu Syahreza, mereka kadang mengulas tentang kasus pembunuhan, juga soal ruangan misterius y
Masuk!Itulah keputusan Syahreza dan Zulfan saat mulai menuruni tangga. Sepi pastinya, juga menyeramkan. Mereka mulai mengarahkan senter melewati lorong panjang, sebelum menemukan tangga yang menuju pintu di bawah ranjang tempat dulu kamar Dena berada. Pintu-pintu jendela rumah itu terbuka, membuat cahaya matahari bebas masuk. Syahreza mengelilingi setiap kamar, sebelum memasuki ruang perpustakaan. Sementara Zulfan berdiri mematung menatap 2 lukisan: Dewa dan Dewi."Apa itu, Pak?" Tanyanya bingung.Satu lukisan dewa itu bertangan empat, bermata tiga, lehernya berkalung ular kobra. Ini seperti wujud lukisan Dewa Siwa, Sang Dewa Pelebur, versi keyakinan orang India. Siwa, merupakan satu dari tiga dewa utama dari satu kesatuan Trimurti dalam keyakinan agama Hindu, selain Brahma dan Wisnu. Sementara penganut Hindu Bali, memuja Dewa Siwa atau Btara Guru di Pura Dalem, sebagai dewa yang diyakini mampumengembalikan manusia dan makhluk hidup lainnya ke unsur asalnya, yakni Panca Mahabhuta,
Zeta mengirimkan email padanya, usai satu minggu dia kembali ke Paris, tanpa Leonard. Karena pria itu ditahan polisi, dengan tuduhan kasus percobaan upaya penipuan dan pemerasaan kepada Sesco. Kasus ini terungkap dari pengakuan Doza Fahmi, sekutu Alya Dildo. Saat mengantar Zeta di bandara, Sesco yang begitu patah hati, meminta Zeta untuk menyelidiki sesuatu. Lalu hal tersebut, diungkapkan Zeta pada Syahreza: Wanita itu datang ke Rumah Mode Sesco Paris yang belum launching. Dia mengaku bernama Lane, teman Leonard. Aku melihat dia begitu gugup, saat kuberitahu tentang kasus penangkapan Leonard di Indonesia. Dia pamit terburu-buru, namun aku bisa mengikutinya. Dia menuju Hotel Prince de Galles, tempatnya menginap, sebelum tergesa-gesa membawa tasnya seperti hendak pergi. Seorang pria tampan, berwajah khas Amerika Latin tampak menjemputnya di lobby, mereka berciuman bibir. Kemudian mereka naik taksi menuju suatu tempat. Aku terus mengikuti mereka dengan taksi juga, sampai mereka berhen
Tapi niat baik itu, justru ditanggapi Leonard dengan sangat emosional. Pria yang sedang mempersiapkan kepulangannya ke Paris bersama Zeta itu, malah mengamuk tidak karuan. Pribadinya yang selama ini terkesan lembut dan sopan, malah mendadak berubah mengerikan."Salope!" Leonard meneriaki Sesco dengan kasar, hingga tega menyebutnya: JALANG. Belum puas, segala barang dia lempar ke arah Sesco yang cuma bisa pasrah itu."Aku masih di sini, mencoba untuk berdamai dengan Si Pemerasmu. Tapi kau malah mengembalikan gaun-gaun itu! Apa... apa kau tidak berpikir soal Paris Fashion Week? Soal masa depan Rumah Mode Sesco Paris? Aku masih di sini, Sesco. Tapi kau malah mengambil keputusan sepihak!""No... Leonard, baby... yey tidak mengerti. Ini situasi darurat. Kita harus...""Harus apa?! Kita sudah menyusun rencana yang luar biasa, lalu kau seenaknya menghentikannya di tengah jalan?""No! Bukan begitu. Yey tidak mengerti. Lupakan soal gaun itu. Eike masih bisa ngetop dengan karya eike sendiri. S
Prana sudah bisa membuka mata, namun dia tampak lemah dan enggan bicara. Terbaring lemah di ranjang bersprei putih, membuatnya malah seperti pasien yang sedang menunggu mati. Astari ada di sampingnya, tapi seakan tidak membuatnya bersemangat untuk sekedar tersenyum. "Semuanya sudah diketemukan menjadi mayat, kecuali Austin. Jadi sejauh ini, tersangkanya mengarah pada dia. Apalagi polisi mendapat laporan dari Pak RT wilayah rumah Pak Samiran, katanya lagi heboh ada hantu pria bule di rumah almarhum. Diperkirakan itu Austin. Cuma ketika diperiksa, rumah itu kosong... " kata Syahreza, sambil memandangi Prana.Perlahan, Prana menoleh. Dia mencoba menghela nafasnya, namun yang terdengar seperti sesuatu yang berat tercekik. "Mengerikan, semuanya mati. Jadi..apakah Austin bekerja sama dengan Garneta dan Yusuf?" Tanya Astari.Syahreza mengangkat bahu,"Kita belum tahu ujung tragedi ini. Yusuf mengatakan dia bekerja sama dengan Garneta untuk membunuh, tapi nyatanya Garneta juga mati. Jadi si
Doza Fahmi sepakat bertemu dengan bule itu, di Hotel Forma de Myorne. Tempat itu dipilih Doza, karena merupakan hotel baru yang berbintang lima. Sekalian ingin jajal pelayanan, juga sekaligus mengetes kemampuan finansial seseorang yang nekat ingin menemuinya."Anda sangat berani, tapi jangan coba-coba bawa polisi. Saat saya menuju penjara, maka seluruh dunia langsung bisa mengakses aib Sesco dengan sekali klik! Ingat, saya tak mungkin bekerja sendiri untuk bisnis 10 miliar..." ancam Doza, sebelum pria itu datang.Dan Leonard memang berani datang sendirian. Dadanya yang bidang tampak terlihat jelas dari kemeja ketat berwarna biru, membuat Doza mulai berpikiran lain. Mendadak gairahnya membanjir, dari memikirkan besaran nominal uang, sampai mengkhayalkan hal kotor bersama pria tampan tersebut."Mengapa anda sampai terpikir untuk memeras seorang Sesco?" Tanya Leonard, sambil duduk di kursi dengan tenang."Jangan anda, panggil saja Ocha," sahut Doza Fahmi genit.Leonard tersenyum,"Baik, O
Syahreza lalu perlahan mengangguk, dan itulah yang membuat mereka melangkah menjauh mencari rimbunan pohon untuk berteduh, sambil duduk di atas tanah yang sudah mengering. Hujan sempat deras, tapi Kawasan Hitam ini malah mirip padang gurun tandus. Jejak hujan seperti tak bersisa. Lalu, bagaimana dengan jejak kejahatan?Zeta menghapus sudut matanya dengan tisu, seakan tak kuasa untuk melanjutkan cerita Syahreza yang detil sejak awal. Inilah yang paling ditakutkannya: kehilangan. Melihat begitu mayat yang terus ditemukan, Zeta mulai bersiap mental jika kelak akan betul-betul melihat mayat adiknya. Jiwanya seakan hancur. Serasa tak ada tempat untuk berlindung. Suaminya tidak mengomentari pesannya tentang Julianna, dia sedang berlibur dengan selingkuhannya di benua tropis, meninggalkan musim salju yang beku atas catatan cinta mereka yang makin kelabu. Kedua anaknya juga cuma mengucapkan kalimat basa-basi. Sedikitpun tidak terdengar nada yang bersifat kesedihan dan kekhawatiran. "Jadi ya