Ponsel di saku celana Hendra berbunyi, membuat pria itu menutup buku yang dibacanya. Tertera nama LOLITA di layar ponsel. "Kapan pulang? Aku marah nih," terdengar Lolita merajuk manja."Aku kan dinas di luar kota satu minggu," jawab Hendra, gusar."Kata temanmu kau cuti."Hendra terdiam sejenak, sebelum mulai menggaruk hidungnya."Cuti apanya! Dan ngapain kamu mulai jadi intel untuk kehidupanku?""Aku kan istrimu, Mas!""Terus, kalau jadi istri kau berhak merusak kehidupanku? Lebih baik tak punya istri kalau begitu!""Maaaasss!!!!"Hendra mematikan ponselnya. Bibirnya terkatup rapat. Namun tiba-tiba dia menyunggingkan senyum, saat melihat Dena berdiri di depan pintu perpustakaan, sambil mengedipkan matanya yang bening lembut."Masih setengah jam lagi masaknya. Sabar ya!""Iya sayang," Hendra balas mengedipkan mata.Saat Dena sudah menghilang, Hendra kembali membaca buku di depannya. Entah mengapa dia ingin terus melanjutkan bacaan itu, seperti ada rasa sensasi yang semakin menyeretnya
Sejak itu, Zarina terlihat lebih banyak diam. Kehamilan Minna menjadi pukulan terberat dalam hidupnya. Selama ini dia mengira, menghadapi aku sebagai suami yang seakan tidak pernah dewasa, adalah penderitaan panjang selama 20 tahun. Dia tak mengira, hal terburukku itu kelak malah berbuah mengerikan. Dari bobroknya kondisi rumah tangga, maka kerusakan akhlak anak tak bisa dicegah.Anak baru berumur 13 tahun, masih SMP, malah sudah hamil. Kami jelas tahu itu perbuatan Austin. Tetapi harus bagaimana lagi? Menuntut anak lelaki usia 15 tahun untuk menikahi anak perempuan usia 13 tahun jelas tak mungkin. Menggugurkan kandungan juga tidak mudah, kami bisa kehilangan nyawa Minna. Hal terbaik adalah tetap mengurung Minna di rumah sampai bayinya lahir. Untuk sementara, Minna harus keluar dari sekolah. Pada awal kehamilannya, dia masih bebas berkeliaran di rumah. Namun ketika perutnya mulai besar, kami menyeretnya untuk tinggal di ruang bawah tanah. "Kenapa kalian sejahat ini?" Minna menangis
Ayam goreng kampung tersaji dengan manis di atas meja makan. Semangkuk besar sayur asem, tempe dan tahu goreng, pete rebus, sambal terasi dan sebakul nasi hangat juga ikut menemani. Hendra menelan ludah saat melihat menu favoritnya itu. Sudah lama dia tidak menikmati makanan itu, mungkin sejak menikah dengan Lolita. Perempuan itu tidak menyukai masakan seperti itu, dia lebih menyukai makanan ala western atau kadang seafood. "Sayur asem bikin aku teringat bau ketek. Hiiy..." kata Lolita, saat Hendra memintanya memasak itu.Lolita tak suka memasak. Dia hanya paham urusan ranjang. Hendra awalnya juga merasa itu lebih dari cukup. Namun ketika kembali menikmati masakan Dena, tiba-tiba dia merasa semakin jatuh cinta, lagi dan lagi kepada mantan istrinya itu. Betapa cinta juga bisa lestari oleh perut, mengapa Hendra tak menyadari itu dulu? Mungkin karena terhanyut akan getar lubang vagina sempit. Kesadaran itu akhirnya kembali, setelah organ intim Lolita tak lagi sama legitnya. Dena kemb
Sesco menatap Hendra lekat,"Apa Dena menyakitimu?" "Tidak," Hendra menggeleng."Dia bukan ibu atau istri yang baik?""Bukan itu!""Apa karena deise terlalu baik, sehingga tak layak untuk bersama dengan seorang bajingan macam yey?"Hendra menghela nafas, sementara Sesco memonyongkan bibir merahnya yang tebal oleh gincu."Cuma karena ingin mencoba hal baru, sesuatu yang lama yey tinggalkan, lalu mengkambing hitamkan kalimat rasa 'ketidaknyamanan?' Siapa di sini yang merasa tidak nyaman? Yey atau Dena?""Tentu saja ak...""Eike pikir Dena," potong Sesco sinis. "Kasihan deise, udah brojol anak dua, masih saja yey anggap banyak kurangnya. Kebaikannya yang membuat yey jenuh? Lalu yey cari perempuan lain yang bisa menyajikan suasana baru?""Madam, tidak semua pasangan selingkuh seperti itu...""Betul! Banyak yang selingkuh karena pasangannya brengsek, tidak punya rasa kasih, tidak becus, dan sebagainya. Nah, Dena? Bisa tunjukkan satu saja kesalahan deise?"Hendra menunduk. Sesco langsung ny
"Apa yang terjadi?"Cuma itu lontaran pertanyaan dari Dena. Tetapi bagai sebuah pedang yang menusuk kepala bagi Hendra. Malu. Itu yang dia rasakan, saat bekas istrinya itu menemukannya tergeletak di lantai dasar dalam keadaan tanpa busana."Aku juga bingung Dena," Hendra akhirnya berucap lirih, sambil sibuk menggapai baju dan celananya yang berserakan.Dena berlutut di depan Hendra, setelah meletakkan lampu minyaknya. Dia fokus memperhatikan pria itu yang tampak masih gugup saat mengenakan pakaiannya."Apakah yang terjadi padaku, juga terjadi padamu?"Hendra menoleh sesaat, sebelum menundukkan kepala. Pikirannya bingung. Apakah saat melihat Dena telanjang dulu, dia juga mengalami halusinasi yang sama? Jika itu benar, Hendra mendadak bertambah malu. Malu mengingat betapa rendahnya dia saat pernah menilai bekas istrinya itu."Aku melihat pria dewasa, dia mengajakku...ya, begitu!""Aku melihat seorang wanita," sahut Hendra lesu."Rumah ini, ada yang aneh. Aku tahu. Tetapi tak ada piliha
Ternyata ada sekitar 6 peti di sana, kecuali peti Minna. Jadi jumlahnya ada 7 peti. Dari semua peti, ada 2 peti yang tampak paling besar dan bagus, sisanya tampak biasa. Aku mulai mencoba membuka kunci gembok besar pada peti-peti itu, baik dengan kampak, ataupun gergaji besi. Tidak mudah memang, namun akhirnya aku bisa membuka peti-peti itu. Benar dugaanku, itu peti mayat. Dan yang menakutkan, semua mayat itu seperti baru mati kemarin. Tidak membusuk, apalagi rusak. Hanya bentuk rambut dan pakaian mereka yang terlihat begitu kusut dan kusam.Peti pertama kubuka, ada tertidur di sana seorang wanita berwajah indo. Aku menerka dia bakal sama sepertiku, blasteran. Rambutnya coklat pirang dengan hidung yang bangir. Sangat cantik. Dia memakai gaun pengantin warna putih yang berubah kekuningan. Aku membaca tulisan pada dinding bagian dalam peti: MINTJE.Peti kedua, berisi mayat seorang wanita yang tampak lebih muda dan lumayan cantik. Dia memakai kebaya warna merah, namun rambutnya terurai
Hendra menghela nafas, dia kemudian meletakkan buku Van Der Mosch dengan lesu. Dia mulai merasa konyol sudah terjebak dengan cerita Van Der Mosch yang lebih mirip pembelaan diri seorang terdakwa. Tetapi setidaknya, ada sebagian dari penuturan Van Der Mosch dalam buku tersebut yang membuatnya merasa sedikit paham dengan masalah ajaib di rumah tua itu. Lalu, kini Dena bilang ada buku harian Gayatri? Ada misteri apa pula ini? Hendra menjadi mulai muak."Dena, aku harus segera kembali mendampingi Madam Sesco untuk mempersiapkan fashion show-nya. Dia sudah berjanji akan memberikan pinjaman uang untuk kita bisa menyewa sebuah rumah yang jauh lebih baik dari rumah terkutuk ini," ungkap Hendra.Dena bengong,"Betulkah?""Tapi mungkin itu sekitar dua atau tiga hari lagi, setelah Bosku itu pulang dari Paris. Sungguh aku sangat khawatir meninggalkan kalian, meski cuma beberapa hari"Dena mendekap Hendra. Seperti mimpi mendengar kalimat itu lebih dari satu kali. Setelah cerita rumah tangga yang
Pukul 8 malam. Dena menutup tirai jendela kamarnya dengan lesu. Kedua anaknya telah tertidur pulas. Tinggal dirinya yang masih merasa resah menantikan Hendra. Pria itu, akan selalu ada di hati. Meski perselingkuhan yang dilakukannya, sungguh sangat melukai. Sulit dilupakan, apalagi dimaafkan. Namun cinta yang dalam membuatnya sulit lepas dari Hendra. Mungkin, karena ada Aurora dan Axio, sebagai ikatan yang sulit membuat hubungan mereka benar-benar terlepas.Dena bersyukur, Hendra akhirnya bisa "diseretnya" kembali. Bertekuk lutut lagi, dan mulai berusaha melupakan Lolita. Semudah itu ternyata. Cukup dengan menjerat kembali mantan suaminya dengan pelayanan seks yang prima. Lebih dari yang dulu pernah dia berikan. Lebih dari yang wanita lain sodorkan.Ah, andai Dena tak membaca buku harian Ibu Gayatri. Mungkin, membuat Hendra jatuh cinta lagi hanya sekedar impian. Sebuah untaian kalimat yang ditulis Bu Gayatri, seakan membuka pikiran Dena:"Beberapa pria tampak sangat senang memiliki b
Karel sesaat memandangi Kiki dan kedua staf Humas itu dengan tajam. Dia butuh waktu untuk menjelaskan. "Secara kebetulan," lanjutnya. "Satu hari sebelum menghilangnya Mbak Centini, ada petugas polisi di Kapolsek yang dipimpin Pak Sangiran, masih mengingat wajah wanita dalam video ini, yang mereka katakan sebagai 'keluarga Kapolsek yang terganggu jiwa dan ngamuk di Polsek'. Lalu dibawa Si Kapolsek pergi dengan mobil dinasnya dalam kondisi tangan terborgol dan mulut dilakban...""Oh, Tuhan!" Kiki dan kedua stafnya kompak berteriak sambil menutup mulut mereka. Karel menghela nafas dan langsung bangkit dari duduknya. "Saya akan melaporkan kasus ini ke Polda, dan saya berharap pihak Rajawali Air dapat turut membantu saya untuk itu. Kapolsek Sangiran saya perkirakan juga sudah berusaha membunuh Ibu Inoy, klien saya, karena beliau memiliki video-video ini sebagai barang bukti..."***Julianna tertegun di hadapan wanita tua itu. Sejak pagi dia datang ke rumah besar tersebut, malah Maria di
"Pinter, sih iya." Prana terkenang ucapan Triman. "Ayu sih ndak ya... udah perawan tua juga... tapi kok ya bisa nyangkut ke pasiennya yang kurang waras?"Prana mengangguk bingung,"Agak ganjil juga."Triman tertawa serak,"Itu mungkin karena nafsu toh? Wong Mas Ostin memang ganteng tenan iku! Saya juga kalo dadi wong wedhok, yo mesti ikut naksir. Anaknya memang masih kelihatan bocah, tapi tinggi tubuhnya. Sifatnya juga ramah, memang bikin jatuh hati kaum wanita. Cuma memang saya sering dapati, dia itu suka memamerkan kelaminnya ke pasien wanita ..."Prana mengendarai mobilnya menuju Kawasan Hitam. Dia telah berjanji kepada Syahreza dan Zulfan, untuk tiba di sana sebelum jam makan siang. Sementara Ustadz Hanif tidak bisa datang segera karena harus menjaga Samiran di rumah sakit, dia berjanjian datang saat Ashar setelah berganti tugas jaga dengan Pak Salam, salah satu pengurus masjid.Sebentar lagi, ritual permainan Hoom Pim Pah akan digelar Sukemi. Julianna memastikan datang, meski belu
Prana menghela nafas, dan lebih menghela nafas lagi saat bertemu Dokter Ginaryo Sp.KJ. Dokter itu dengan ramah mempersilahkannya untuk berbincang di ruang kerjanya. Mereka bercakap cukup panjang, hingga terbongkar banyak hal."Saya menangani pasien Austin itu, justru setelah sekitar 5 tahunan dia telah menghuni rumah sakit ini. Dokter pertama yang menanganinya adalah Dokter Emilia, yang meninggal waktu itu, jadi saya yang lanjut menangani Austin. Anak muda itu memang sulit dilupakan. Terutama karena fisiknya yang berbeda dari yang lain. Dia sangat tampan, bule. Bahkan sering jadi rebutan pasien-pasien wanita di RSJ ini. Jangankan dia, ada saja petugas wanita yang juga sempat naksir...""Seperti apa kondisi Austin waktu dokter tangani?""Saya menangani Austin sekitar tahun 2005, ya... saya melihat kondisinya saat itu masih tidak begitu baik. Sering kabur dari rumah sakit, dan ditemukan petugas selalu senang berjalan-jalan sendirian tengah malam, tanpa alas kaki. Pokoknya kalau ditemuka
Aku menikahi Gayatri, tapi perjalanan "rumah tanggaku" yang sebenarnya, justru bersama Marce Si Tetangga Sebelah. Hal inilah yang membuat Austin memohon permintaan kepada Shumb Si Raja Iblis. Dia ingin agar kami bertiga bersatu menjadi keluarga utuh. "Bapak berhak hidup bahagia tanpa harus terus berpura-pura dalam pernikahan hampa. Austin ingin Bapak dan Mami bersatu selamanya, dalam pernikahan yang sah. Mami sangat menyayangi Austin, Pak. Dan pernahkah Mami juga mengecewakan hidup Bapak? Pernahkah Mami membunuh wanita-wanita yang membuat Bapak lupa untuk mengunjungi Mami di rumah? Jika Gayatri adalah Mami Marce, mungkin saat itu, Ibu Austin... Lovina... tidak akan tersiksa sampai mati...."Kalimat panjang anak itu, seakan menyadarkan aku betapa pentingnya ketulusan cinta. Ketulusan itu ternyata tidak hanya tentang harus selalu bersama, tetapi hanya butuh saling mengerti. Marce pernah mengatakan, dia tak sanggup marah saat aku selalu menyelingkuhinya."Karena aku tahu, aku bukan siap
Austin tumbuh dengan fisik sempurna. Ya, semakin mirip aku. Jauh berbeda dari Kalungga dan Turangga, yang wujudnya mirip Gayatri. Itulah sebabnya, aku sangat menyayangi Austin. Dia bebas bermain di rumahku kapan saja, tanpa Gayatri berani mengusirnya. Aku berikan apa saja yang dia mau, yang dia suka. Semua!Dia anak yang baik, juga berprestasi di sekolah. Marce ternyata sangat pandai mengurus anak rupawan itu, sebab semua orang menyukai kepribadiannya. Austin juga pandai melukis dan memahat sepertiku, sebab itu, dia kuizinkan untuk memasuki Ruangan Rahasia di Bawah Tanah.Ini adalah tempat yang tidak sengaja ditemukan Romo, saat sedang membuat ruangan lantai dasar, serta membuat makam. Ruangan aneh itu begitu besar, dengan dua patung raksasa. Romo sering melakukan semedi di tempat itu, jika sedang merasa gundah. "Ini sebenarnya pernah jadi tempat pemujaan iblis, mungkin sekian abad silam" kata Romo, saat membawaku ke sana, waktu kami baru saja menguburkan Kadita."Siapa itu, Romo?" T
Semula, aku mengira, berumahtangga itu sama seperti aku pernah melukis tubuh telanjang Kadita yang memesona. Asal kita suka melakukannya, meski itu sulit, pastinya bisa dapat diwujudkan juga. Tetapi nyatanya, pernikahan tidak seperti itu. Menikahi wanita bukan hanya untuk cuma bisa tersalurkan urusan kebutuhan biologis, punya anak, tidak cerai dan dianggap normal oleh masyarakat. Bukan itu!Aku menikahi Gayatri, yang tak pernah aku cintai. Aku bahkan tidak menerima segala kekurangannya. Bahkan aku tidak mengizinkan dia membuka topengnya, saat kami bersetubuh. Aku tak ingin gairahku memudar melihat wajahnya yang tak membangkitkan selera itu. Aku selalu membayangkan, jika dibalik topeng itu ada wanita berparas ayu rupawan, dan bukan pastinya itu bukan Gayatri!Dan ternyata, wanita itu juga tidak subur. Meski setiap malam kugagahi, dia tak kunjung bunting. Tapi sulit menuduhnya mandul, sebab dia pernah kawin dan punya anak sebelumnya. Aku juga, tidak ingin dituduh tidak subur! Inilah ya
Semua orang tahu, jika Mintje Molina hanyalah anak Jans Pietter dari seorang gundiknya, yang bernama Nyai Midah. Sebab itu, meski aku mendapat gelar bangsawan dari Bapak, beliau tidak merasa ada alasan bagiku untuk tidak mau jadi Belanda."Manson Jans Pietter, kamu itu Belanda. Darah Eropa menetes di tubuhmu. Persetan soal priyayi, itu juga pribumi. Derajat mereka itu, di bawah kita..." kata Mami suatu kali, saat aku menolak untuk dipanggil Manson Jans Pietter."Jika Mami merasa tidak sederajat, mengapa menikahi Romo?"Saat itu, aku hanya melihat Mientje Molina hanya membuang muka. Di kemudian hari aku tahu, ternyata memang tak ada satupun orang Belanda, ras Eropa lainnya, atau siapalah yang dianggap Mami derajatnya jauh lebih tinggi, bersedia menikahi seorang anak Nyai yang pernah sempat melacurkan diri demi sesuap nasi, setelah Bapak Belandanya mati. Romo mengangkat derajat wanita itu, tapi dia tidak pernah berterima kasih.Bahkan Mami mencoba meninggalkannya demi pria Cina kaya. Ya
Prana menepuk halus pundak Samiran, dia khawatir pria itu akan tambah sakit jika bicara. Tapi Samiran tidak mau berhenti."Muntarso ingin mengusai harta rumah itu dengan menikahi Gayatri, sebab itu dia membunuh Pak Moksa dengan meracunnya. Bu Gayatri tidak tahu. Wanita itu juga tidak tahu, jika kecelakaan mobil yang dialami Kalungga dan Turangga juga karena sabotase Muntarso. Tapi mobil yang pernah dibawa Muntarso untuk meneror kedua orang itu sebelumnya, juga kelak malah kemudian terbalik dan terbakar...""Dia pernah membakar orang, bukan?"Samiran memandang sedih ke arah Prana,"Saya juga. Mungkinkah akan terjadi hal yang sama?"Prana menggeleng, lalu kembali menepuk halus pundak pria itu."Bapak orang yang sudah berusaha menjadi baik...""Saya tidak tahu apakah Tuhan akan memaafkan saya. Sebab saya terlalu bodoh dan patuh kepada sesama manusia. Sebelum mati, Bu Gayatri berpesan agar saya menjaga dan jiwanya dari gangguan jiwa lain yang juga terjebak di rumah itu. Sebab itu setiap 20
Samiran masih tampak lemah, tapi dia tahu, kehadiran kedua pria di depannya memang telah ditunggunya. Prana, yang membawa Syahreza temannya, diyakini Samiran dapat segera menuntaskan segala masalah."Kami ingin bertanya tentang Austin, Pak. Sebentar saja," kata Prana.Perlahan, Samiran mulai memejamkan matanya. Dia bersyukur, kini nafasnya tidak lagi sesak sehingga bisa bicara."Ada yang sedikit rancu tentang Austin anak Lovina. Dia sebenarnya sudah ada sebelum saya dibawa Muntarso ke sana.""Austin sudah lahir?""Sudah besar malah. Saat saya masuk ke sana, Austin jelas lebih tua dari saya.""Kalau Lovina?""Usia Lovina saat hamil, juga jauh berbeda dengan Kalungga dan Turangga, 13 tahun. Kalau dua anak itu, sekitar usia 3 dan 1 tahun waktu Lovina mati. Dia itu diasuh Bu Gayatri dari bayi, sebagai anak pancingan biar cepat hamil. Saya tahu cerita itu juga dari Muntarso. Kasus kematian Lovina terjadi, itu jauh dari kasus Tumini mati. Sebelum itu, Lovina adalah korban Moksa pertama seb