Van der MoschSebenarnya aku memang ingin segera pergi dari rumah ini. Namun, sesuatu menahanku. Ini semua karena telpon seorang pemilik rumah produksi terkenal: Meeraj Shihaq. Dia merayuku untuk bisa menyerahkan naskah film horor yang diperkirakan bakal fenomenal."Lagi tren horor. Tusuk Jelangkung! Tusuk Konde Nenek Brewok! Setan Menstruasi Ngamuk di Puncak... ya, cerita film semacam itu!" Ungkap pria gendut keturunan India itu via telepon. "Tapi saya tidak pernah menulis naskah cerita horor," sahutku, sedikit bingung."Aiih... cobalah! Buku-buku novelmu keren, bagus. Tapi cuma berjaya di kisah romansa. Balada Monyet di Kastil Eropa, Ciuman Terakhir di Wagenigen, Angin Laut dan Tulip Belanda... itu semua cerita favorit. Tapi adakah produser yang tertarik untuk membawanya ke jalur film? Tak ada! Bukan berarti ceritamu jelek, tetapi karena biaya buat film yang berdasarkan ceritamu itu bisa sangat mahal. Syuting di Eropa, dengan beragam lokasi dan cuaca... ugh, produser Indonesia bisa
Aku terperangah lama. Oh, Van Der Mosch, inilah fakta horor itu, batinku pedih.Jadi ketika kami tidak ada di rumah, si Minna mengajak Austin ke rumah ini. Lalu Si Pelukis Kecil itu berpikiran mesum untuk melukis tubuh Minna yang telanjang bulat. Mendadak jantungku rasa ditinju. Semengerikan itukah, anakku? "Entah sejak kapan mereka melakukannya," Juliana mencibir. "Karena kita tak pernah turun ke lantai bawah. Tetapi tadi, Zeta sedang mencari minyak tanah untuk praktek pelajaran fisika di sekolahnya. Lalu dia melihat segala gambar pornografi ini."Ya, Tuhan! Aku seperti ingin mati berdiri. Anakku yang masih kecil itu, kenapa bisa melakukan hal itu?Tiba-tiba terdengar jeritan Minna yang menangis meraung, karena mungkin sudah tidak kuasa lagi menghadapi serangan cubitan dan pukulan kedua kakaknya."Hentikan Zeta! Juliana!" Teriakku, sambil berlari menaiki tangga untuk menuju ruang tamu.Minna berlari untuk mendekapku. Tangisannya makin keras."Kenapa Papi? Kenapa Papi membela hal mem
Hendra terbatuk kecil. Sedikit geli dia dengan pendapat Maria. Sebab dia pernah melewati masa usia 15 tahun. Pada fase itu, gairah seksualnya sudah ranum. Mulai dari melakukan hal rahasia di kamar, nonton film porno, hingga mengintip tetangganya yang janda ketika sedang mandi. Hendra lebih nakal pada usia itu, bahkan berharap bisa benar-benar berhubungan intim dengan wanita manapun. Jadi dia agak sulit menerima penjelasan Maria soal ketidakpahaman Darren tentang wanita."Di mana Darren sekarang?""Ada di rumah. Kami sedang menunggu barang-barang dari rumah lama untuk diangkut.""Saya akan bantu!""Terima kasih, tidak usah pak!""Kita kan tetangga, bu."Maria tiba-tiba memandang Hendra dengan tajam,"Anda tidak sedang ingin rujuk dengan istri anda kan? Kalimat anda tadi seperti menyatakan bahwa anda akan permanen tinggal di sini."Hendra tersipu. Dia tampak sangat malu. Entah mengapa dia seperti jatuh hati lagi dengan Dena sejak hubungan percintaan yang super ganas semalam. Dena dirasa
Hendra duduk dengan santai di perpustakaan. Dia tersenyum, saat mengenang kebrutalan hubungan intim dengan Dena semalam. Layaknya pengantin baru yang berhasil ganas menggoyang ranjang, itu meja perpustakaan bahkan nyaris patah rasanya. Buku karya Van Der mosch, untungnya selamat.Ah, Hendra merasa jatuh cinta dengan buku itu! Dia suka tulisannya, bikin penasaran. Seperti orang lapar, saat kembali membuka buku yang merupakan penuturan kisah asli pria tua itu.Van Der MoschBelum pernah aku sebingung ini. Terutama menghadapi tetangga. Waktu kecil tinggal di Indonesia, lanjut tinggal di Belanda, dan kini kembali lagi ke Indonesia... baru kali ini bertemu dengan tetangga yang aneh!Marce duduk santai di kursi rotan serambi rumahnya. Memandangku yang duduk di seberangnya dengan gusar."Apa masalahnya, Mister? Anak saya adalah seniman lukis, lalu anak anda yang bersedia jadi modelnya. Tolong jangan bersikap lebih Indonesia dari orang Indonesia, ketika anda juga dibesarkan di Belanda yang b
Ponsel di saku celana Hendra berbunyi, membuat pria itu menutup buku yang dibacanya. Tertera nama LOLITA di layar ponsel. "Kapan pulang? Aku marah nih," terdengar Lolita merajuk manja."Aku kan dinas di luar kota satu minggu," jawab Hendra, gusar."Kata temanmu kau cuti."Hendra terdiam sejenak, sebelum mulai menggaruk hidungnya."Cuti apanya! Dan ngapain kamu mulai jadi intel untuk kehidupanku?""Aku kan istrimu, Mas!""Terus, kalau jadi istri kau berhak merusak kehidupanku? Lebih baik tak punya istri kalau begitu!""Maaaasss!!!!"Hendra mematikan ponselnya. Bibirnya terkatup rapat. Namun tiba-tiba dia menyunggingkan senyum, saat melihat Dena berdiri di depan pintu perpustakaan, sambil mengedipkan matanya yang bening lembut."Masih setengah jam lagi masaknya. Sabar ya!""Iya sayang," Hendra balas mengedipkan mata.Saat Dena sudah menghilang, Hendra kembali membaca buku di depannya. Entah mengapa dia ingin terus melanjutkan bacaan itu, seperti ada rasa sensasi yang semakin menyeretnya
Sejak itu, Zarina terlihat lebih banyak diam. Kehamilan Minna menjadi pukulan terberat dalam hidupnya. Selama ini dia mengira, menghadapi aku sebagai suami yang seakan tidak pernah dewasa, adalah penderitaan panjang selama 20 tahun. Dia tak mengira, hal terburukku itu kelak malah berbuah mengerikan. Dari bobroknya kondisi rumah tangga, maka kerusakan akhlak anak tak bisa dicegah.Anak baru berumur 13 tahun, masih SMP, malah sudah hamil. Kami jelas tahu itu perbuatan Austin. Tetapi harus bagaimana lagi? Menuntut anak lelaki usia 15 tahun untuk menikahi anak perempuan usia 13 tahun jelas tak mungkin. Menggugurkan kandungan juga tidak mudah, kami bisa kehilangan nyawa Minna. Hal terbaik adalah tetap mengurung Minna di rumah sampai bayinya lahir. Untuk sementara, Minna harus keluar dari sekolah. Pada awal kehamilannya, dia masih bebas berkeliaran di rumah. Namun ketika perutnya mulai besar, kami menyeretnya untuk tinggal di ruang bawah tanah. "Kenapa kalian sejahat ini?" Minna menangis
Ayam goreng kampung tersaji dengan manis di atas meja makan. Semangkuk besar sayur asem, tempe dan tahu goreng, pete rebus, sambal terasi dan sebakul nasi hangat juga ikut menemani. Hendra menelan ludah saat melihat menu favoritnya itu. Sudah lama dia tidak menikmati makanan itu, mungkin sejak menikah dengan Lolita. Perempuan itu tidak menyukai masakan seperti itu, dia lebih menyukai makanan ala western atau kadang seafood. "Sayur asem bikin aku teringat bau ketek. Hiiy..." kata Lolita, saat Hendra memintanya memasak itu.Lolita tak suka memasak. Dia hanya paham urusan ranjang. Hendra awalnya juga merasa itu lebih dari cukup. Namun ketika kembali menikmati masakan Dena, tiba-tiba dia merasa semakin jatuh cinta, lagi dan lagi kepada mantan istrinya itu. Betapa cinta juga bisa lestari oleh perut, mengapa Hendra tak menyadari itu dulu? Mungkin karena terhanyut akan getar lubang vagina sempit. Kesadaran itu akhirnya kembali, setelah organ intim Lolita tak lagi sama legitnya. Dena kemb
Sesco menatap Hendra lekat,"Apa Dena menyakitimu?" "Tidak," Hendra menggeleng."Dia bukan ibu atau istri yang baik?""Bukan itu!""Apa karena deise terlalu baik, sehingga tak layak untuk bersama dengan seorang bajingan macam yey?"Hendra menghela nafas, sementara Sesco memonyongkan bibir merahnya yang tebal oleh gincu."Cuma karena ingin mencoba hal baru, sesuatu yang lama yey tinggalkan, lalu mengkambing hitamkan kalimat rasa 'ketidaknyamanan?' Siapa di sini yang merasa tidak nyaman? Yey atau Dena?""Tentu saja ak...""Eike pikir Dena," potong Sesco sinis. "Kasihan deise, udah brojol anak dua, masih saja yey anggap banyak kurangnya. Kebaikannya yang membuat yey jenuh? Lalu yey cari perempuan lain yang bisa menyajikan suasana baru?""Madam, tidak semua pasangan selingkuh seperti itu...""Betul! Banyak yang selingkuh karena pasangannya brengsek, tidak punya rasa kasih, tidak becus, dan sebagainya. Nah, Dena? Bisa tunjukkan satu saja kesalahan deise?"Hendra menunduk. Sesco langsung ny
Astari, melihat mobil Syahreza yang ke luar dari pintu gerbang rumahnya. Dia lalu kembali duduk, dan Nunung meneruskan tugas untuk menyisir rambut majikannya. "Mas Prana itu..." Suara Astari tercekat. "Sebenarnya yang duluan naksir Dena, Nung. Waktu zaman kuliah. Cuma duluan diserobot Hendra. Kau tahu, Nung? Mas Prana itu selalu memuji Dena. Dia bilang wanita itu cantik sekali, seperti bunga kaca piring yang disinari cahaya matahari. Katanya kelak ingin punya anak perempuan secantik itu. Kau tahu rasanya mendengar itu, Nung? Mas Prana bahkan tak pernah memujiku sama sekali..."Nunung tak menjawab, dia terus menyisir rambut majikannya sambil menatap wajah Astari di cermin."Ketika dia berusaha menolong wanita itu, aku mencoba berdamai dengan hatiku. Sebab makin kularang, dia ternyata makin berusaha untuk selalu berada di samping wanita itu. Mengirimmu bersama Yusuf, sebenarnya hanya upaya menjaga keyakinanku jika mereka tidak berselingkuh..."Nunung terlihat menunduk, sambil melepas h
Bagaimana mungkin ada ponsel yang bisa aman disembunyikan dalam sebuah gaun? Namun Sesco mengatakan, dia memang sempat mendesain korset pada gaun yang bisa menempel dengan ketat."Jangankan ponsel, pistol juga bisa nyelip itu. Eike terinspirasi dengan Mbah-Mbah zaman dulu yang suka menyelipkan barang berharga di bagian kutang atau stagennya..." kata Sesco, sambil memamerkan gaun hijau brokat besar, dengan korset hitam yang hampir menyentuh bagian dada."Gaun ini jadi bau dan lembab, seperti pernah disiram air. Ada banyak helaian rambut pirang!"Syahreza terdiam memandang ponsel Iphone 6 Plus itu. Sudah ketinggalan zaman untuk era Iphone jenis terbaru. Tapi dia ingat, itu jelas ponsel milik Julianna. Dia tak melupakan casing warna pink. Julianna beberapa kali mengeluarkan barang itu dari tas coklatnya. Lalu, di mana tasnya?"Kita cas dulu itu ponsel, jika benar itu milik Julianna. Oh, eike sedikit terkejut dengan penemuan ini. Tetapi Pak Syahreza, bisakah kita merahasiakan ini? Soalnya
Syahreza membuka lemari yang penuh gaun tua, dia sempat menahan diri untuk menggesernya, karena beberapa waktu lalu sempat berusaha menutupi lempeng besi yang menuju ruangan bawah tanah. Namun dia berpikir, kapan lagi bisa ke tempat itu? Sebab Prana sudah tidak lagi berkenan untuk membongkar misteri masa lampau itu. Tapi dia sudah sedikit membongkar beragam arsip dan catatan lampau yang masih terhimpun rapat di perpustakaan nasional. Terutama tentang misteri dari data-data "yang konon kabarnya", mitos sekian abad yang sulit diterima nalar, sehingga tak ada satupun ahli yang berminat untuk mengungkapnya, namun catatan tentang legenda tersebut kadang tercantum pada batu-batu, serat kayu dan kulit hewan peninggalan abad silam."Kita akan ke bawah lagi."Zulfan tak menjawab, hanya bantu menggeser lemari dan membuka lempeng besi. Dia sudah semakin paham soal misteri lain dari rumah ini, setiap bertemu Syahreza, mereka kadang mengulas tentang kasus pembunuhan, juga soal ruangan misterius y
Masuk!Itulah keputusan Syahreza dan Zulfan saat mulai menuruni tangga. Sepi pastinya, juga menyeramkan. Mereka mulai mengarahkan senter melewati lorong panjang, sebelum menemukan tangga yang menuju pintu di bawah ranjang tempat dulu kamar Dena berada. Pintu-pintu jendela rumah itu terbuka, membuat cahaya matahari bebas masuk. Syahreza mengelilingi setiap kamar, sebelum memasuki ruang perpustakaan. Sementara Zulfan berdiri mematung menatap 2 lukisan: Dewa dan Dewi."Apa itu, Pak?" Tanyanya bingung.Satu lukisan dewa itu bertangan empat, bermata tiga, lehernya berkalung ular kobra. Ini seperti wujud lukisan Dewa Siwa, Sang Dewa Pelebur, versi keyakinan orang India. Siwa, merupakan satu dari tiga dewa utama dari satu kesatuan Trimurti dalam keyakinan agama Hindu, selain Brahma dan Wisnu. Sementara penganut Hindu Bali, memuja Dewa Siwa atau Btara Guru di Pura Dalem, sebagai dewa yang diyakini mampumengembalikan manusia dan makhluk hidup lainnya ke unsur asalnya, yakni Panca Mahabhuta,
Zeta mengirimkan email padanya, usai satu minggu dia kembali ke Paris, tanpa Leonard. Karena pria itu ditahan polisi, dengan tuduhan kasus percobaan upaya penipuan dan pemerasaan kepada Sesco. Kasus ini terungkap dari pengakuan Doza Fahmi, sekutu Alya Dildo. Saat mengantar Zeta di bandara, Sesco yang begitu patah hati, meminta Zeta untuk menyelidiki sesuatu. Lalu hal tersebut, diungkapkan Zeta pada Syahreza: Wanita itu datang ke Rumah Mode Sesco Paris yang belum launching. Dia mengaku bernama Lane, teman Leonard. Aku melihat dia begitu gugup, saat kuberitahu tentang kasus penangkapan Leonard di Indonesia. Dia pamit terburu-buru, namun aku bisa mengikutinya. Dia menuju Hotel Prince de Galles, tempatnya menginap, sebelum tergesa-gesa membawa tasnya seperti hendak pergi. Seorang pria tampan, berwajah khas Amerika Latin tampak menjemputnya di lobby, mereka berciuman bibir. Kemudian mereka naik taksi menuju suatu tempat. Aku terus mengikuti mereka dengan taksi juga, sampai mereka berhen
Tapi niat baik itu, justru ditanggapi Leonard dengan sangat emosional. Pria yang sedang mempersiapkan kepulangannya ke Paris bersama Zeta itu, malah mengamuk tidak karuan. Pribadinya yang selama ini terkesan lembut dan sopan, malah mendadak berubah mengerikan."Salope!" Leonard meneriaki Sesco dengan kasar, hingga tega menyebutnya: JALANG. Belum puas, segala barang dia lempar ke arah Sesco yang cuma bisa pasrah itu."Aku masih di sini, mencoba untuk berdamai dengan Si Pemerasmu. Tapi kau malah mengembalikan gaun-gaun itu! Apa... apa kau tidak berpikir soal Paris Fashion Week? Soal masa depan Rumah Mode Sesco Paris? Aku masih di sini, Sesco. Tapi kau malah mengambil keputusan sepihak!""No... Leonard, baby... yey tidak mengerti. Ini situasi darurat. Kita harus...""Harus apa?! Kita sudah menyusun rencana yang luar biasa, lalu kau seenaknya menghentikannya di tengah jalan?""No! Bukan begitu. Yey tidak mengerti. Lupakan soal gaun itu. Eike masih bisa ngetop dengan karya eike sendiri. S
Prana sudah bisa membuka mata, namun dia tampak lemah dan enggan bicara. Terbaring lemah di ranjang bersprei putih, membuatnya malah seperti pasien yang sedang menunggu mati. Astari ada di sampingnya, tapi seakan tidak membuatnya bersemangat untuk sekedar tersenyum. "Semuanya sudah diketemukan menjadi mayat, kecuali Austin. Jadi sejauh ini, tersangkanya mengarah pada dia. Apalagi polisi mendapat laporan dari Pak RT wilayah rumah Pak Samiran, katanya lagi heboh ada hantu pria bule di rumah almarhum. Diperkirakan itu Austin. Cuma ketika diperiksa, rumah itu kosong... " kata Syahreza, sambil memandangi Prana.Perlahan, Prana menoleh. Dia mencoba menghela nafasnya, namun yang terdengar seperti sesuatu yang berat tercekik. "Mengerikan, semuanya mati. Jadi..apakah Austin bekerja sama dengan Garneta dan Yusuf?" Tanya Astari.Syahreza mengangkat bahu,"Kita belum tahu ujung tragedi ini. Yusuf mengatakan dia bekerja sama dengan Garneta untuk membunuh, tapi nyatanya Garneta juga mati. Jadi si
Doza Fahmi sepakat bertemu dengan bule itu, di Hotel Forma de Myorne. Tempat itu dipilih Doza, karena merupakan hotel baru yang berbintang lima. Sekalian ingin jajal pelayanan, juga sekaligus mengetes kemampuan finansial seseorang yang nekat ingin menemuinya."Anda sangat berani, tapi jangan coba-coba bawa polisi. Saat saya menuju penjara, maka seluruh dunia langsung bisa mengakses aib Sesco dengan sekali klik! Ingat, saya tak mungkin bekerja sendiri untuk bisnis 10 miliar..." ancam Doza, sebelum pria itu datang.Dan Leonard memang berani datang sendirian. Dadanya yang bidang tampak terlihat jelas dari kemeja ketat berwarna biru, membuat Doza mulai berpikiran lain. Mendadak gairahnya membanjir, dari memikirkan besaran nominal uang, sampai mengkhayalkan hal kotor bersama pria tampan tersebut."Mengapa anda sampai terpikir untuk memeras seorang Sesco?" Tanya Leonard, sambil duduk di kursi dengan tenang."Jangan anda, panggil saja Ocha," sahut Doza Fahmi genit.Leonard tersenyum,"Baik, O
Syahreza lalu perlahan mengangguk, dan itulah yang membuat mereka melangkah menjauh mencari rimbunan pohon untuk berteduh, sambil duduk di atas tanah yang sudah mengering. Hujan sempat deras, tapi Kawasan Hitam ini malah mirip padang gurun tandus. Jejak hujan seperti tak bersisa. Lalu, bagaimana dengan jejak kejahatan?Zeta menghapus sudut matanya dengan tisu, seakan tak kuasa untuk melanjutkan cerita Syahreza yang detil sejak awal. Inilah yang paling ditakutkannya: kehilangan. Melihat begitu mayat yang terus ditemukan, Zeta mulai bersiap mental jika kelak akan betul-betul melihat mayat adiknya. Jiwanya seakan hancur. Serasa tak ada tempat untuk berlindung. Suaminya tidak mengomentari pesannya tentang Julianna, dia sedang berlibur dengan selingkuhannya di benua tropis, meninggalkan musim salju yang beku atas catatan cinta mereka yang makin kelabu. Kedua anaknya juga cuma mengucapkan kalimat basa-basi. Sedikitpun tidak terdengar nada yang bersifat kesedihan dan kekhawatiran. "Jadi ya