“Kenapa tidak langsung saja bunuh Bubungkala di dalam gunung Nun sana?” tanya Gavin yang masih terikat di batang pohon itu pada Bimantara. “Bungkahkah itu tujuanmu menjadi Chandaka Uddhiharta? Itu lebih baik dibanding mencari Pangeran itu dan hendak membunuhnya. Dia tak akan bisa menghancurkan istana jika Bubungkala sudah mati.”“Kau pikir aku akan membuat gunung itu meletus?” tanya Bimantara. “Jika aku bunuh Bubungkala sekarang, gunung Nun akan meletus dan akan menghancurkan daratan manggala ini. Aku harus memikirkan caranya agar Bubungkala mati tanpa membuat gunung itu memuntahkan laharnya.”Gavin terdiam.“Kau akan membahayakan Tuan Putri jika meninggalkannya di sini! Kau tahu, Yang Mulia Raja telah mengutus para prajuritnya untuk mencari Tuan Putri!” ucap Gala yang seolah mencegahnya mencari Pangeran Padama. Bagaimana pun dia masih takut jika Pangeran itu akan menebas lehernya karena membuka rahasia itu pada Bimantara dan Tuan Putri.“Aku memiliki cara untuk melindunginya,” ucap B
Putra Mahkota mendatangi Pangeran Kedua di kediamannya dengan wajah geramnya. Pangeran Kedua berdiri dengan heran melihat kedatangan kakaknya.“Kau seperti tidak gusar melihat nasib adik perempuan kita satu-satunya tidak jelas bagaimana nasibnya sekarang,” ucap Pangeran Kedua padanya.“Aku hanya tidak menunjukkannya pada pengkhianat sepertimu,” jawab Putra Mahkota.Pangeran Kedua terbelalak mendengarnya.“Pengkhianat?”“Ya, aku tahu kau tengah bekerjasama dengan Panglima Indra dan dua pendekar terbaik yang kini menghilang dari istana itu?” cecar Putra Mahkota.Pangeran Kedua mengernyit mendengarnya. Dia tidak menyangka kalau Putra Mahkota akan mengendus hal itu.“Siapa yang berkhianat? Justru Kakak lah yang berkhianat! Sebagai Putra Mahkota tak seharusnya Kakak mendukung Bimantara, karena dialah pengkhianat sejati di kerajaan ini. Untunglah ayah cepat mengusirnya dan menggantikan posisinya sebagai panglima tertinggi ke Panglima Indra,” ujar Pangeran Kedua.“Apa surat dari Putri tidak
Bimantara tiba di hadapan pintu gua tempat persembunyian Pangeran Padama. Dia turun dari kuda putihnya. Ratusan hewan dan binatang yang mengiringinya tampak diam di belakangnya. Bimantara mendongak ke batu yang menutupi mulut gua itu.“Pangeran Padama! Keluarlah!” teriak Bimantara.Tak ada siapapun dari pengikut Pangeran Padama di sana. Tempat itu tampak sepi, hanya Bimantara dan sekawanan hewan dan binatang saja yang ada di sana. Saat tidak menemukan tanda-tanda adanya orang yang tinggal di sekitar gua itu, Bimantara mengulurkan tongkat hitamnya, lalu seketika batu yang menutupi mulut gua itu terbuka.Bimantara memasuki gua itu. Hewan dan binatang yang bersamanya tampak menunggu di depan gua sana. Bimantara tidak menemukan siapapun di sana. Di dalam gua itu tampak sepi. Hanya terdengar tetes-tetes air yang jatuh dari langit-langit gua saja.“Kemana mereka?” tanya Bimantara dengan herannya. “Apakah mereka sudah tahu bahwa aku hendak ke sini?”Bimantara pun bingung sendirian. Dia akhir
Bimantara mencoba memejamkan matanya, dia ingin menggunakan ilmu penerawangannya untuk mencari keberadaan Panglima Indra. Saat dia melihat Panglima Indra sedang mencoba berdiri sambil memegang pedangnya, dia pun langsung mengangkat tongkatnya hingga tongkat itu berubah menjadi rantai besi yang memiliki mata bola besi yang besar. Bimantara langsung memutar bola besi itu dengan rantainya lalu seketika bola besi itu dilesatkannya ke arah Panglima Indra.Panglima itu tampak terlihat di mata Bimantara. Dia tengah terpelanting jauh terkena bola besi itu hingga tubuhnya menghantam pohon besar lalu jatuh ke atas akarnya. Mulutnya mengeluarkan darah. Tangannya memegangi perutnya yang masih sakit bekas diinjak Bimantara tadi.Bimantara berjalan ke arahnya sambil menatap matanya yang lemah.“Ini kesempatan terakhirmu,” ucap Bimantara. “Kau mau ikut bersamaku untuk mencari Pangeran Padama atau tetap pada pendirianmu!”Panglima Padama malah melotot ke arah Bimantara. Bagaimana pun dendam masa lalu
“Tidak ada pengkhianat yang sedang menaiki puncak itu! Lagipula tidak ada siapapun yang bisa menaikinya,” ucap Pendekar Burung Merpati pada Bimantara.“Saat kalian lemah setelah bertarung denganku, pengkhianat itu berhasil menyusup dan menaiki puncak itu! Jika tak percaya, silakan kau periksa ke bawah sana!”Pendekar Burung Merpati malah tidak menggubris perkataan Bimantara. Dia malah mengeluarkan pedang di punggungnya lalu mulai menyerang Bimantara dengan pedang itu. Bimantara langsung menendang perut Pendekar itu hingga dia terdorong ke belakang masih dalam posisi terbang. Seketika tongkat hitamnya berubah menjadi selendang putih yang panjang lalu dililitkannya ke leher Pendekar Burung Merpati. Kini pendekar itu tampak tercekik.“Kau mau membantuku menghalangi pengkhianat itu atau kau aku bunuh sekarang juga?” ancam Bimantara.Pendekar Burung Merpati masih tidak menggubris ancaman Bimantara. Dia mencoba melepaskan lilitan selendang putih itu yang semakin mencekit lehernya. Dia tak a
Kedua bola mata Sang Raja terbelalak ketika mendapati Pendekar Burung Merpati datang membawa Bimantara yang tengah pingsan. Pendekar itu menidurkan Bimantara di lantai, lalu meletakkan tongkatnya di atas dadanya.“Kemana Putriku?” tanya Sang Raja dengan amarah.“Ampun, Yang Mulia. Tuan Putri sedang dicari para pendekar lainnya,” jawab Pendekar Burung Merpati. “Dan hamba hendak mengabarkan bahwa Panglima Indra telah mati terbunuh Bimantara.”Raja Abinawa terbelalak mendengarnya. Dia tidak percaya pendekar terbaiknya itu akan kalah dengan Bimantara.“Di mana mayatnya?” tanya Sang Raja.“Ampun, Yang Mulia. Hamba tidak tahu dan belum sempat mencarinya,” jawab Pendekar Burung Merpati dengan ketakutan.“Kurang ajar!” teriak Raja Abinawa sembari menatap Bimantara dengan geram. “Kenapa Panglima Indra bisa sampai terbunuh? Bukankah dia lebih hebat dari kalian?”“Hamba tidak tahu, Yang Mulia. Namun ada yang aneh saat hamba bertarung dengannya,” ucap Pendekar Burung Merpati.“Aneh bagaimana?”“H
Gavin dan Gala duduk menunggu di hadapan rumah Tabib itu. Di dalam sana Putri Kidung Putih tengah bersembunyi bersama pelayannya dan Tuan Tabib. Gavin menoleh pada Gala.“Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Gala dengan gusar.“Kita sudah berjanji untuk bergabung dengan Bimantara. Kita harus menepati janji kita,” ucap Gavin.“Bagiaman kalau Pangeran Padama benar-benar bisa mengeluarkan Bubungkala dari dalam gua itu? Dan dia bisa membunuh Bimantara? Kita pasti akan mati dan kita akan dianggap pengkhianat oleh Pangeran Padama,” tanya Gala dengan bingung.“Adikku! Kita sudah mendengar sendiri penjelasan dari Tuan Putri kenapa kedua orang tua kita dihukum mati. Sekarang kita sudah tahu alasannya, harusnya kita harus melupakan dendam itu dan harus berpihak pada yang benar. Kita sendiri tahu ternyata Bubungkala buka maha dewa kemakmuran yang selama ini kita percaya. Bubungkala rupanya Iblis yang hendak menghancurkan negeri ini. Dan bukan hanya negeri ini saja, tapi seluruh isi bumi
“Tidak,” jawab Pendekar Bunga Teratai. “Kami hanya membuatnya pingsan saja! Untuk itu Tuan Putri harus pulang agar dapat membuktikan pada Yang Mulia raja siapa Bimantara sebenarnya. Sebelum Yang Mulia Raja berubah pikiran untuk membunuhnya.”Mendengar itu Tuan Putri mengalah. Dia pamit pada Tabib dan berterima kasih padanya. Setelah itu Tuan Putri mengikuti mereka untuk kembali ke istana.***Pendekar Gunung Nun tiba di dekat gerbang pendakian pertama Gunung Nun. Dia terkejut melihat banyak pendekar sudah berjaga di sana. Dia ingat para pendekar itu adalah pendekar dari perguruan tersembunyi yang dituduhkan ke Bimantara yang membentuknya. Pendekar heran melihat mayat-mayat prajurit penjaga bergelimpangan di sekitar mereka. Ada yang ditumpuk dan sudah dibakar.“Rupanya mereka telah membunuh para prajurit terbaikku,” ucap Pendekar Gunung Nun tak percaya. “Mereka pasti melakukannya di saat aku sekarat sehabis bertarung dengan Bimantara. Aku harus kembali ke istana dan mencari bantuan di