Langit melepaskan ciumannya. Menangkupkan wajah Senja dan menatapnya lekat. Senja berusaha memalingkan wajahnya. Namun, tertahan oleh tangan Langit yang mencekalnya."Berhenti memanggil saya Tuan. Saya suamimu. Kau menyukainya atau tidak. Saya bertanggung jawab atas dirimu dan bayi itu. Meski awalnya saya meragukan hal tersebut. Namun, tes DNA sudah membuktikannya."Langit mencoba bicara kembali dengan Senja. Ia berkata dengan penuh penekanan agar wanita itu mengerti. Meskipun nada bicaranya pelan. Namun, cukup membuat Senja kembali emosi."Jika hasil tes DNA itu menunjukkan dia bukan anakmu. Apa kau akan melepaskan saya? Atau terus menyiksa saya bersama tunanganmu itu?" Senja menatap tajam kedua mata Langit.Wanita itu berkata sambil menahan emosinya agar tidak memuncak. Rasanya sakit sekali jika harus mengingat apa yang telah Langit dan Violeta lakukan padanya. Langit menghela napas. "Jika itu terjadi, saya akan cari ayah dari anak itu dan membuat perhitungan dengannya. Dia harus b
Kondisi Senja semakin membaik, setelah mendapatkan perawatan hampir dua Minggu pasca melahirkan. Ia sudah diizinkan pulang. Langit mengabari orang tua Senja dan ikut menjemput di rumah sakit. Akhirnya, wanita berparas cantik itu bisa kembali menghirup udara segar, setelah cukup lama mencium aroma obat dan alkohol di rumah sakit.Meski demikian, Senja belum boleh melakukan banyak aktifitas. Luka bekas operasi cecar masih belum kering. Ia juga harus banyak belajar berjalan agar tidak kaku dan kondisinya cepat pulih. Ibunda Senja menginap dua hari di apartemen. Menemani Senja, serta memastikan kondisi putri dan cucunya baik-baik saja."Ibu benar akan pulang sekarang? Tidak nanti saja?" tanya Senja sambil berjalan dan memegang perut mengantar ibunya ke ruang tamu. Langit membawakan tas Ibu mertuanya."Iya, Nak. Kasihan bapak sendirian menjaga kedai. Ibu harus bantu. Alhamdulillah, sekarang banyak pembeli. Bapak akan keteteran jika harus berjualan sendiri." Ibu Ningsih menjelaskan alasanny
Langit yang melihat Senja tidak merespons menjadi gemas, ia pun mempererat pelukannya hingga Senja sedikit meringis kesakitan saat tangan pria itu menyentuh bagian perut bekas operasinya."Ahh!" Senja melenguh sambil menggigit bibir bawahnya menahan sakit."Sayang, kau kenapa?" Langit yang tidak menyadari hal itu terkejut mendengar lenguhan Senja yang cukup keras.Saat pelukan Langit merenggang, Senja memegang perut dan hampir tumbang. Beruntung, Langit cepat menangkap dan memapahnya."Perutmu kenapa? Sakit?" Langit mulai panik saat melihat wajah Senja yang tampak pucat menahan sakit. Senja tidak bersuara, hanya anggukan kecil saja yang terlihat."Duduk dulu. Apa sakit sakit sekali? Kita ke rumah sakit sekarang, ya?" Langit mengusap pelan perut Senja untuk menenangkannya dan mengajak wanita itu berobat. Namun, Senja menggeleng cepat."Tapi ....""Saya tidak apa-apa. Tuan tidak usah khawatir." Senja berbicara pelan sambil terus memegang perutnya."Senja, bisakah kau mengubah panggilanm
Zack datang ke apartemen menemui Langit. Mereka bersantai menikmati secangkir kopi latte dan kudapan. Melupakan sejenak perseteruan yang kemarin terjadi. Sesekali, mata pria hitam manis itu menatap ke arah Senja yang tampak sibuk mengurus Baby La. Bermain bersama. "Kau lihat, Bos. Nyonya Senja begitu bahagia dengan Baby La. Apa kau ingin merusaknya dengan terus memikirkan Violeta?" Zack tanpa basa-basi lagi langsung memulai perbincangan yang kurang enak didengar oleh telinga Langit."Apa maksudmu, Zack?" Langit bertanya dengan kesal."Kau pasti tahu maksudku. Bertindaklah tegas pada Violeta. Kasian Nyonya Senja. Dia terlalu baik untuk disakiti." Zack kembali berkata yang membuat Langit semakin kesal."Zack, saya memintamu datang untuk berbicara santai. Bukan memancing amarahku." Langit berkata kesal sambil sedikit mendekatkan wajahnya pada Zack."Tidak perlu marah-marah. Saya hanya ....""Maaf, mengganggu. Saya sudah menyiapkan makan siang. Zack, kau ikutlah makan bersama kami." Senj
Langit tampak sedang bercakap-cakap dengan Mami dan papinya di ruang tamu usai makan siang. Senja sedang menidurkan Baby La di kamar. Percakapan mereka begitu serius dan cukup menegangkan."Langit, Mami mau tanya sama kamu. Apa benar pernikahan kamu dengan Senja hanya di atas kertas dan akan segera berakhir?" tanya Lingga dengan penasaran.Kedua bola mata Langit membulat sempurna. Pria itu kaget bukan kepalang. Ia tidak menyangka jika kedua orang tuanya mengetahui rencananya tersebut."Langit, jawab!" Suara bariton Papi Liam sempat membuat Langit tersentak. Membuyarkan lamunannya."Pa--Papi sama Mami tahu dari mana berita itu?" tanya Langit balik dengan penasaran. Pasalnya, ia tidak pernah menceritakan hal itu pada kedua orang tuanya."Jawab pertanyaan Mami. Jangan malah balik bertanya." Lingga mulai geram karena Langit tidak juga mengaku."Langit," panggil Papi Liam sambil menatap Langit tajam."Awalnya, saya memang menikahi Senja hanya sebatas perjanjian di atas kertas karena saya m
Satu minggu berlalu, pasca kecelakaan yang menimpa Senja terjadi. Wanita itu belum juga menunjukkan tanda-tanda siuman. Langit selalu setia menunggu. Tidak sekalipun ia meninggalkannya."Senja, buka matamu. Saya mohon. Apa kau tidak lelah menutup mata terus? Saya merindukanmu, Sayang." Langit meraih sebelah tangan Senja yang terbalut perban. Kemudian, mencium mesra punggung tangannya.Cukup lama itu terjadi. Tak berapa lama, jadi-jemari Senja mulai bergerak. Menyentuh bibir Langit yang sedang menciumnya. Pria itu tersentak dan mendongak."Sayang, kau sudah siuman?" Langit berkata sambil menatap kedua bola mata Senja yang terbuka perlahan."Sa--saya di mana? Ke--kenapa ada di sini? A--apa yang terjadi?" Senja berkata lirih dengan terbata. Menatap ke arah Langit."Kau kecelakaan beberapa waktu lalu. Tidak sadarkan diri pasca kejadian itu," jelas Langit sambil mendekat dan membelai lembut wajah Senja."Kecelakaan? Aww!" Senja berkata bingung. Kemudian sedikit berteriak karena merasakan s
"Senja, bukan begitu maksud saya. Sejak awal bertemu dan saya memutuskan untuk menikah denganmu. Saya yakin kau bukan perempuan seperti itu. Oleh karena itulah, saya yakin kau cocok untuk menjadi istriku," jelas Langit sambil menggenggam sebelah tangan Senja meski wanita itu berusaha melepaskannya."Cocok? Cocok untuk Anda jadikan kelinci percobaan. Memenuhi semua keinginan Anda. Sekarang, semua sudah terwujud, apalagi yang Anda inginkan dari saya?" Senja semakin menjadi, ia semakin kesal dengan perkataan Langit."Saya tidak pernah menjadikanmu kelinci percobaan. Saya memang menikahimu awalnya hanya di atas kertas dan tidak ada perasaan cinta. Namun, semenjak kejadian malam itu, saat saya ...."Langit menggantung kalimatnya. Pemuda itu semakin merasa bersalah kala harus mengingat kejadian yang sudah menghancurkan perjanjian antara dirinya dan Senja sebelum memutuskan untuk menikah."Apa? Kejadian yang telah menghancurkan semua mimpi dan hidup saya hingga terjebak dalam belenggu Anda?"
Semakin hari, kondisi Senja semakin membaik. Memar di tubuhnya sudah tidak terlihat. Senja sudah diperbolehkan pulang setelah hampir satu bulan dirawat pasca kecelakaan itu terjadi. Meskipun sebelah tangannya juga kepala masih terbalut perban.Langit begitu hati-hati menjaga. Lelaki itu merasa bersalah dengan kejadian yang menimpa Senja. Ia ingin menebusnya dan memperlakukan Senja dengan baik."Kenapa membawa saya pulang ke sini? Saya ingin pulang ke rumah ibu." Senja sedikit kesal karena Langit membawanya pulang ke apartemen."Saya akan merawatmu di sini. Setelah pulih, saya akan mengantarmu ke rumah ibu." Langit menjelaskan alasannya dengan wajah serius."Tuan, saya ingin mengakhiri perjanjian kita. Saya sudah lelah." Senja berkata pelan tak berani menatap Langit."Apa? Kau bilang apa barusan? Tuan? Mengakhiri perjanjian? Perjanjian apa? Tidak ada perjanjian di antara kita, Senja." Langit tampak tidak suka dengan perkataan Senja."Kontrak pernikahan kita. Bukankah akan segera berakh
Senja dan Langit bisa sedikit lega karena Violeta dan kekasihnya itu sudah tertangkap. Meskipun perempuan itu tengah mengandung. Namun, tak menggentarkan hati Langit untuk tetap memenjarakannya. Kini, mereka masih harus menghadapi Barman dan Niken yang sampai saat ini masih di sekap.Langit mengajak Senja menemui dua orang itu, meski awalnya ia keberatan. Namun, Senja kukuh ingin ikut. Gadis cantik tersebut ingin melihat bagaimana kondisi Paman dan bibinya tersebut. "Akhirnya kamu datang juga, Senja. Tolong bebaskan kami. Suamimu telah menangkap dan menyekap kami di sini," ucap Niken dengan tidak tahu malunya saat ia tiba di gedung tua tempat Barman dan Niken di sekap.Senja menatap tajam ke arah Paman dan bibinya. Kemudian, ia tersenyum miring. "Apa kalian pikir aku datang ke sini untuk membebaskan kalian? Aku hanya ingin memastikan apakah benar kalian sudah tertangkap atau belum. Ternyata benar, kalian sudah tertangkap. Kau hebat suamiku," ucapnya sambil memuji Langit. Tidak ada s
Hari berganti pagi. Matahari sudah mulai menampakkan diri. Langit terbangun karena kulit pipinya tersentuh pancaran sinar mentari yang menyusup masuk lewat celah gorden. Pria itu menyipitkan kedua matanya karena silau dan bergerak perlahan agar tak membangunkan Senja.Senja menggeliat saat suaminya melakukan pergerakan. Langit mengusap-usap lembut punggung Senja agar tetap terlelap. Perlahan, Langit membenarkan posisi tidur Senja agar nyaman. Kemudian, sedikit menggerakkan tangan yang terasa pegal karena semalaman menyangga tubuh Senja. Setelah itu, ia memiringkan sedikit tubuhnya sambil mengamati wajah sang istri. Tampak menggemaskan ketika sedang tidur seperti itu. Langit merapikan rambut Senja yang menutupi wajah. Lalu, mendekatkan wajahnya dan mencium kening serta bibir mungil milik Senja.Senja yang diperlakukan seperti itu membuka matanya perlahan. Saat dirasa ada sentuhan di wajah cantiknya. Langit tersenyum saat menatap Senja yang baru saja terbangun dari tidurnya."Morning,
Mereka menyekap Niken dan Barman di sebuah gedung tua, di mana keduanya pernah di sekap sebelumnya. Mengikat Barman dan Niken pada kursi kayu yang berbeda dengan mulut di tutup lakban. Penjagaan pun di lakukan dengan ketat.Sementara Langit, pria itu pulang ke apartemen menemui anak dan istri tercintanya. Langit belum membahas tentang Barman dan Niken. Menunggu suasana hati Senja benar-benar tenang. Pasalnya, sang istri tampak lelah mengurus Baby La yang sudah semakin aktif dan tidak bisa diam. Meskipun ada pengasuh yang menjaga. Namun, Senja tetap menyempatkan diri ikut mengurusnya.Langit melangkahkan kaki mendekati anak dan istrinya yang tengah sibuk bermain. Berkejaran saling bercanda. Senyum indah terukir di kedua sudut bibirnya, melihat Senja yang tampak kewalahan mengikuti langkah Baby La yang menggemaskan."Ups, ketangkap. Anak Dady sudah besar. Sudah pandai menggoda Mommy, ya." Langit menangkap Baby La saat berlari ke arahnya. Kemudian menggendong dan mencium lembut buah hati
Hubungan Langit dan Senja semakin hari semakin membaik. Mereka sudah tidak lagi bertengkar. Bahkan, kini Senja sudah bisa berjalan seperti sedia kala. Laskar sang putra pun sudah kembali bersama. Bayi kecil itu kini sudah tumbuh besar. Usianya sudah menginjak satu tahun enam bulan.Baby La semakin aktif dan mulai pandai bicara. Banyak kata-kata lucu terlontar dari mulut mungilnya. Senja dan Langit begitu memanjakan buah hati terkasih mereka. Kebahagiaan kembali terpancar dalam biduk rumah tangga keduanya. Zack pun merasa senang melihat Langit dan Senja sudah tidak lagi berseteru. Pria hitam manis itu berharap ini akan selamanya. Sudah cukup kesedihan yang ada dalam mahligai rumah tangga mereka. Saatnya bahagia digapai. Meskipun masih harus waspada. Sebab, Barman, Niken, dan Violeta belum tertangkap dan masih dalam pencarian."Zack, bagaimana? Apa kau sudah berhasil menemukan mereka?" tanya Langit saat Zack baru saja tiba di kantor. Kebiasaan Langit yang selalu begitu tanpa memberi wa
Langit melepaskan ciumannya dan menangkupkan wajah Senja. Menatap lekat-lekat wajah sang istri. Napas Senja masih bergemuruh. Tampak amarah terpendam di sana. Langit terus menatap Senja, meski wanita itu berusaha menghindar."Saya lakukan semua untukmu bukan karena mengasihanimu. Akan tetapi, karena saya tulus mencintaimu. Walau awalnya, semua itu hanya sandiwara demi menuruti ego dan ambisiku. Namun, setelah saya bersamamu, semua berubah. Saya semakin jatuh hati dan tidak ingin kehilanganmu, Senja." Langit berkata sambil terus menatap wajah Senja. Pria itu ingin membuktikan jika dirinya benar-benar tulus mencintai sang istri. "Senja, tolong percaya saya. Tatap dan lihat kedua mata saya, apakah ada kebohongan di sana?" ucap Langit kembali dengan wajah serius tanpa melepaskan tatapannya.Senja yang masih tersulut emosi hanya diam. Lidahnya enggan mengeluarkan kata-kata. Senja berusaha memalingkan wajahnya dari Langit. Namun, pemuda itu terus memegangi wajah Senja agar tetap menatapnya.
Barman tampak gelisah, meski ia berhasil melarikan diri. Namun, ia adalah seorang buronan polisi. Tak bisa bebas keluar rumah. Harus melakukan penyamaran agar tidak dikenali, terutama dengan anak buah Langit yang tidak tinggal diam dengan kasus tersebut.Niken tampak menekuk wajahnya. Wanita itu kesal karena harus menjalani hidup seperti ini. Harusnya ia bisa hidup mewah bergelimang harta. Namun sayang, impian hanyalah tinggal impian. Kini justru ia terlibat kasus berat bersama sang suami."Mas, sampai kapan kita seperti ini? Aku tidak betah jika harus di rumah terus," ucap Niken dengan wajah merajuk."Bersabarlah. Sebentar lagi kita akan bisa bebas ke mana pun. Aku sudah punya rencana untuk membuat Langit menyerah. Kau tunggu saja rencana itu berhasil. Kita pasti bisa menghirup udara segar kembali." Barman meyakinkan istrinya untuk tetap tenang.Tak lama ponselnya berdering. Pria tua itu menerima panggilan telepon dari nomor yang tak di kenal. Awalnya, Barman ragu menjawab. Takut itu
Langit tampak kesal sekali. Pasalnya, Barman dan Niken berhasil meloloskan diri dari penjara. Kini, mereka bersembunyi entah di mana. Anak buah Langit sedang berusaha mencari bersama polisi. Namun, belum bisa melacak keberadaan kedua orang itu.Zack yang khawatir dengan kondisi Langit pun datang ke kantor menemui. Benar saja, sampai di sana Zack melihat ruangan tersebut begitu berantakan. Semua isi meja berhambur di lantai. Tak hanya itu, ia juga mendapati Langit tengah tertunduk sambil meremas kepalanya.Lelaki hitam manis itu mendekatinya, ia menghela napas sambil menatap ke arah Langit. Ada segenggam penyesalan karena saat kejadian tersebut Zack tak ada. Kala itu, Zack sedang ditugaskan mencari keberadaan Violeta yang juga menghilang. Kini, para tawanan mereka berhasil meloloskan diri. "Bos, kau jangan khawatir. Aku janji akan membawa mereka ke hadapanmu secepatnya. Jangan buat dirimu seperti ini. Apa kau tidak kasihan dengan Nyonya Senja? Dia membutuhkanmu untuk bisa lekas sembuh,
Senja masih memeluk Langit. Wanita itu begitu ketakutan sekali. Ingatan akan masa lalunya kembali datang dan terus menghantui pikirannya. Langit meski panik tetap berusaha tenang, ia tidak ingin Senja semakin gelisah jika melihatnya."Kau jangan takut. Saya berjanji akan selalu menjaga dan melindungimu. Maafkan saya, tidak seharusnya saya membawamu ke tempat itu dan menemuinya. Saya menyesal telah melakukan itu padamu. Maafkan saya, Senja." Langit berkata lembut di tengah-tengah aktivitasnya. Pria itu semakin merasa bersalah dengan melihat kondisi Senja sekarang."Mas tidak salah. Memang sudah seharusnya saya menemuinya. Cepat atau lambat, semua pasti akan terungkap. Maafkan saya telah membuatmu khawatir. Maaf, jika saya rahasiakan semua darimu. Seharusnya, sejak awal sebelum kita menikah saya bercerita. Mungkin hati saya akan jauh lebih baik saat melihatnya." Senja melepaskan pelukannya. Menatap dalam sang suami dan menggenggam kedua tangannya. Wanita itu merasa bersalah karena menut
Dari kejauhan tampak Randi melangkah mendekat ke ruang pemeriksaan. Lelaki berparas manis itu berpapasan dengan Langit yang tengah panik menunggu di luar tempat tersebut."Langit," ucap Randi lembut dengan terkejut."Randi." Langit pun tak kalah terkejutnya dengan Randi."Kamu ... Apa yang lakukan di sini? Apa terjadi sesuatu pada Senja? Pasien di dalam apakah itu Senja?" Rentetan pertanyaan di lontarkan Randi dengan rasa penasaran."Iya, di dalam itu adalah Senja." Langit berkata sambil mengangguk pelan."Apa yang terjadi? Kenapa Senja sampai di bawa ke IGD. Apa dia ....""Ceritanya panjang. Singkat cerita, Senja syok dan tak sadarkan diri." Langit kembali berkata, ia tak ingin banyak bicara karena masih mengkhawatirkan kondisi Senja."Baik, aku akan memeriksa Senja dahulu. Kamu berhutang penjelasan padaku," ucap Randi sambil melangkah dan membuka pintu ruangan pemeriksaan. Tak lupa ia berpesan pada pemuda yang berdiri di hadapannya sebelum pergi. Langit mematung, ia juga syok dengan