Aku pagi ini sengaja izin untuk masuk setengah hari pada Putra. Aku akan mengurus pengajuan cerai ke pengadilan.Aku bingung saat menyiapkan berkasnya, ternyata buku nikah yang sudah aku siapkan tidak ada. Padahal saat aku pergi dari rumah Mas Arfan aku sudah menaruhnya di dalam tas baju."Kinan, kamu kenapa bingung?" tanya Mama."Buku nikahku hilang, Ma," jawabku. "Padahal aku udah taruh di tas baju," sambungku."Mungkin udah kamu ambil, tapi kamu lupa naruh," kata mama.Seingat aku, buku nikah itu belum aku ambil dari tas. Aku menjadi takut jika aku gagal ngajuin cerai karena buku nikah hilang.Aku tetap berangkat ke pengadilan agama. Dan mereka memintaku untuk mengurus duplikat akta perkawinan ke kantor KUA. Jadi aku segera ke kantor KUA.Setelah mendapatka duplikat akta perkawinan dari KUA, aku kembali ke pengadilan agama untuk mengajukan gugatan.Aku bahkan sudah menyenangkan hasil visum, ya aku pernah melakukan visum secara diam-diam saat Mas Arfan melakukan KDRT."Syarat penga
Seterah hinaan mama pada Mas Arfan di rumah sakit. Dia tak lagi berani menampakkan batang hidungnya lagi. Bahkan Anapun tak menghubungiku lagi.Surat mediasi dari pengadilan sudah datang. Aku di temani mama dan pengacara mendatangi proses mediasi.Mas Arfan datang bersama Ana. Dia pasti tak berani memberitahu keluarganya."Apa kalian memang yakin akan bercerai?" tanya pegawai pengdilan yang ada di acara mediasi."Yakin, Pak. Saya sudah tidak bisa bertahan dengan pria kasar seperti dia. Bahkan nafkas saja dia berikan secara pas-pasan. Apalagi sejak dia memutuskan poligami, dia tidak pernah adil padaku," jawabku mantap."Bagaimana dengan Pak Arfan?" tanyanya."Saya juga sudah yakin, Pak. Saya tidak bisa hidup dengan wanita yang tidak bisa menghargai suaminya," jawab Mas Arfan.Aku sedikit terkejut saat Mas Arfan bilang seperti itu. Namun, gak masalah asal perceraian cepat selesai."Jika kalian bercerai, bagaimana dengan hak asik anak?" tanyanya."Saya akan membesarkan anak saya sendiri,
Sidang pertama perceraianku dengan Mas Arfan telah ditetapkan tanggalnya. Aku berharap semua berjalan lancar."Bagaimana apa kamu sudah siap dalam persidangan nanti?" tanya Mama."Sudah, Ma. Semoga semua berjalan lancar," jawabku."Mama selalu berdoa yang terbaik buat kamu dan Kiara," kata mama.Kiara sudah tahu bahwa papanya tidak akan memberinya uang sama sekali. Jadi dia tidak akan menemui papanya."Terima kasih, Ma," ucapku memeluk mama.Pernikahan yang kami lalu hanya bertahan sampai lima tahun saja. Kini semua harus ku akhiri."Kamu orang yang kuat, kamu pasti bisa membesarkan Kiara sendiri," kata mama.Aku bekerja seperti biasa, toko milik Putra sudah beroperasi jadi tidak sampai sebulan aku membantunya. Aku harus kembali ke kantor Pak Willi lagi.Bertemu Erina setiap hari, curhat, makan bareng bahkan ngegosip bareng. Sudah banyak yang tahu jika aku mengajukan gugatan cerai pada Mas Arfan. Mereka sangat mendukung, teman kekantor juga ada yang single parent dan sekarang anaknya
Benar saja, setelah Mas Arfan tahu soal keinginan orang tuanya memberikan hak Liar, dia langsung datang ke rumah."Kinan, kamu pasti memanfaatkan mama dan papa. Mereka tidak berhak untuk memberikan hartanya pada Kiara," kata Mas Arfan."Aku sudah menolaknya tapi mereka yang memaksa," kataku."Alah itu alasan kamu saja," bantah Mas Arfan. "Dasar wanita mata duitan," ucap Mas Arfan."Arfan,ini masih pagi. Jangan membuat keributan di sini," tegur mama."Kalian berdua sama, kalian gila uang," ucap Mas Arfan.Mama marah karena dituduh gila harta. Dia mengambil sapu dan memukul Mas Arfan dengan sapu."Kamu yang gila, kamu pergi sana," usir mama.Mas Arfan tentu tak mau jadi korban mama jadi dia segera pergi. Tega sekali dia menuduh kami gila harta jadi wajar jika mama marah.***Tidak kapok mendatangi rumah dan diusir mama. Dia datang ke kantor dan koar-koar aku gila harta."Kinan, kalau kamu gila harta. Jangan harta orang tuaku yang kamu habiskan," kata Mas Arfan."Mas Arfan, jangan memper
Aku langsung pulang, tak peduli apa kata orang soal Mas Arfan itu. Bagiku dia sudah bukan siapa-siapaku lagi."Kinan...Kinan...," Suara itu aku faham sekali suara Mas Arfan.Aku yang baru saja selesai salat magrib tak jadi mengaji karena suara itu sangat mengganggu."Ngapain datang ke sini?" tanya Mama marah.Mama sepertinya belum tahu keadaan Mas Arfan sekarang."Ada apa lagi?" tanyaku."Kinan, aku mohon. Mari kita rujuk kembali!" bujuk Mas Arfan."Oh jadi kamu ke sini hanya ingin mengemis rujuk?" tanya Mama. "Jangan mau Kinan, dia pria gak punya pendirian sama sekali," ucap mama kesal."Aku butuh kamu, Kinan. Aku akan lakukan apapun agar kamu mau kembali padaku," kata Mas Arfan."Termasuk menceraikan Ana?" tantangku.Mas Arfan terdiam sejenak,"Iya aku mau melakukannya," jawab Mas Arfan."Gila kamu, Mas. Kamu kira aku bakalan mau rujuk sama kamu? Gak akan. Kita lihat saja nanti di sidang kedua," kataku."Ayolah Kinan! Kamu cabut gugatan kamu!" pinta Mas Arfan. "Aku akan berubah, aku
Tidak berapa lama mama juga sampai di rumah Mas Arfan. Mata mama terlihat sembab karena habis menangis."Di mana Kiara? Dimana dia, Ana?" tanya Mama mengguncang tubuh Ana.Ana hanya diam, mana mungkin dia berani dengan mama."Kiara sama Mas Arfan, Ma," kataku."Di mana Arfan sekarang?" tanya Mama."Kami tidak tahu, dia tidak bisa dihubungi," jawabku.Sampai magrib aku di rumah Mas Arfan tapi tak ada kabar dari Mas Arfan. Akhirnya aku memutuskan untuk pulang bersama mama.Sampai rumah aku mandi karena tubuhku sudah lengket. Tidak berapa lama Putra datang. Dia tampak khawatir tahu Kiara di bawa Mas Arfan.Sore tadi dia menanyakan keberadaan Kiara jadi aku cerita saja yang sebenarnya."Bagaimana, Kinan? Apa Kiara sudah pulang?" tanya Putra."Belum, Mas Arfan tidak bisa dihubungi," jawabku."Aku curiga Arfan menggunakan Kiara untuk senjata agar kamu mau rujuk dengannya," kata Putra."Benar, mama juga menduga seperti itu," kata mama. "Lalu bagaimana kalau memang itu alasan Arfan membawa Ki
Kami semua keluar dari rumah itu dan melihat siapa yang tertembak. Kami terkejut melihat siapa yang tergeletak di rerumputan.Dua polisi mengejar Mas Arfan, yang satu menelfon seseorang. Ternyata yang tertembak adalah salah satu polisi yang berusaha menangkap Mas Arfan."Apa yang terjadi, Pak?" tanya Papa."Arfan berhasil merebut pistol teman kami, saat rebutan teman kami tertembak," jawab polisi.Tidak berapa lama ambulan datang, polisi yang tertembak langsung di larihan ke rumah sakit."Kalian harus tetap waspada! Jika Arfan tertangkap nanti saya kabari," kata polisi.Kami pulang namun masih was-was. Mas Arfan masih dalam pengejaran polisi."Kenapa kalian bisa datang?" tanyaku."Putra berhasil mengikuti kamu, jadi papa bawa polisi," jawab papa.Kami pulang, tapi aku melihat Kiara masih tampak trauma.***Esoknya polisi memberi kabar bahwa Mas Arfan berhasil lolos dari kejaran polisi. Dia bahkan masih membawa senjata milik polisi yang tertembak."Pa, bagaimana kalau Mas Arfan datang
Pria tersebut bukan Mas Arfan, yang kami tahu dari pihak petugas kebersihan kemungkinan dia adalah pria bisu cabul yang biasa melakukan pelecehan di sekitar pengadilan."Sepertinya dia pria bisu itu yang suka melakukan pelecehan," kata petugas kebersihan.Kami membawa orang tersebut, namun ternyata dia bisu sehingga tidak bisa diajak komunikasi dengan mudah."Siapa namamu?" tanya petugas."Aku Deni," jawabnya. Dia menulis di kertas yang di sediakan oleh petugas."Kenapa kamu masuk ke toilet perempuan? Apa kamu pria yang diisukan sering melakukan pelecehan?" tanya petugas."Iya, saya pelakunya. Naasnya kali ini aku ketahuan," jawabnya lagi dia tulis dalam kertas."Kamu harus bertanggung jawab atas perbuatan kamu," kata petugas."Maafkan aku. Aku janji tak akan mengulangi lagi," kata pria bisu itu dalam kertas.Kami memilih jalur hukum, kami tidak mau ada korban selanjutnya. Pria itu marah pada kami. Tapi kami tak peduli, yang salah tetap harus dihukum.Pria itu berusaha berteriak walau