“Cucu Oma yang cantik ayo bangun,” ucap oma sembari menepuk-nepuk punggung Ana dengan lembut. Oma tersenyum karena Ana yang masih enggan bangun. Cucu bungsunya itu masih berada dalam posisi tengkurap dalam tidurnya. “Ana mau bercerita sesuatu pada Oma? Kenapa Ana terlihat sedih? Bukankah Ana seharusnya merasa senang karena sudah bertunangan dengan Cakra?”
Oma tak mendapatkan jawaban apa pun dari cucunya yang masih keras kepala, mengubur wajahnya di bantal. Oma pada akhirnya kembali mengangguk. “Sepertinya cucu Oma, masih mau sendiri. Oma akan meninggalkan Ana sendirian, tapi Ana jangan terlalu lama seperti ini. Opa dan Kak Fa
Fatih menggeleng dan berdecak saat melihat Cakra dengan telaten mengompres Ana yang tengah demam tinggi. Pasangan ini memang selalu membuat dirinya sakit kepala tiap harinya. Lihat saja sekarang, Ana kembali jatuh sakit karena syok dan Fatih yakin ini tidak lepas dari Cakra. Kekasih adiknya itu memang memiliki jiwa jail dibalik topeng dingin yang ia gunakan. “Ana demam karena syok. Aku penasaran, apa yang telah kau lakukan sehingga menyebabkan adikku seperti ini?” tanya Fatih sembari bersandar di ambang pintu kamar Ana.Cakra mengusap pipi pucat Ana lalu menegakkan punggungnya kembali. Pria itu duduk di kursi yang berada di dekat ranjang, posi
Berhari-hari Ana mencoba untuk menelaah perasaannya sendiri. Apa yang sebenarnya ia rasakan, dan apa yang inginkan. Sayangnya hingga saat ini Ana belum merasa lebih tenang. Ia masih merasa bingung dengan semua perasaannya. Ana belum bisa menarik sebuah kesimpulan atas rasa sedih yang menggelayuti hatinya. Untuk membuat pikirannya teralihkan pada hal positif, Ana memutuskan untuk bekerja di sebuah coffee shop. Untungnya setelah Fatih tahu Ana dan Cakra telah putus, Fatih tidak pernah sekali pun mengungkitnya kembali. Akhir-akhir ini Fatih juga tengah sibuk dengan pekerjaannya.Terkadang saking sibuknya, Fatih bahkan sampai tidak pulang. Karena itu
Lidah Ana berubah kelu. Matanya menyorot tepat pada wajah pria berambut cokelat, yang kini telah berdiri tepat di samping meja. Helaan napas terdengar dari Sintya, wanita anggun tersebut kembali menyesap tehnya sebelum bertanya, “Ada sesuatu yang perlu dia jelaskan padamu, Ana. Sebelum itu, aku harus memastikan apa kaubenar-benar mengenalnya?”Dengan gerakan perlahan Ana mengangguk. Mata Ana masih menatap wajah pria yang merupakan putra dari Nindya itu. “Tentu saja. Sudah lama kita tidak bertemu. Sepertinya, kondisimu jauh dari kata baik-baik saja ya &
Ana menutup pintu rumah dengan wajah muram. Sudah berjam-jam Ana menunggu kedatangan seseorang yang selama ini telah terluka oleh prasangkanya. Ya, Ana tengah menunggu Cakra. Tadi siang, tanpa perlu diperintah Ana memutuskan untuk segera pergi dari kantor Cakra. Selain tidak mau mempermalukan diri sendiri karena tangisannya yang tidak bisa berhenti, Ana juga tidak mau jika nantinya Cakra sampai malu karena tingkahnya itu. Cakra sendiri tidak berusaha menghentikan tangisan tersebut atau pun menahan Ana lebih lama di kantor, yang ada Cakra malah memesan taksi online untuk Ana. Awalnya Ana pikir jika Cakra memang tidak mengharapkan kehadirannya sehingga mengusirnya dengan lembut dari sana, tapi ternyata prasangka Ana kembali salah. Ketika Ana sudah masuk ke dalam taksi Cakra berbisik
Entah sudah berapa kali Ana menghela napas. Ia menunduk dan melihat jari manisnya yang kini telah dihiasi cincin cantik bermata merah muda. Benar, Ana memutuskan kembali memulai hubungan dengan Cakra. Tentu saja, ini ke luar dari rencana awal Ana.Ingat, rencana awal Ana ingin meminta maaf pada Cakra, karena dirinya ingin memperbaiki kesalahan dimasa lalu. Sayangya, Cakra dengan mudah mengendalikan keadaan dan membuat Ana masuk ke dalam situasi yang sulit dijelaskan. Untuk kedua kalinya, Cakra melamarnya, akan tetapi lamaran yang terakhir terasa lebih intim. Ada ketulusan yang kental dari ucapan Cakra.
Cakra mendengkus ketika lagi-lagi Ana yang tengah terlelap menendang dirinya dan membuatnya terkapar begitu saja di atas lantai. Cakra bangkit lalu menatap Ana yang kini menguasai ranjang. Ia kemudian duduk di tepi ranjang dan mengusap kening Ana yang berkeringat. Malam ini Ana dan Cakra seharusnya menghabiskan malam pertama mereka sebagai suami istri, sayangnya ada banyak hal yang menjadi pertimbangan sehingga pada akhirnya mereka memutuskan untuk menundannya.Benar, malam ini pada akhirnya Ana dan Cakra hanya tidur bersama tanpa kegiatan lain. Cakra menatap Ana yang kini tengah mendengkur, istrinya ini tidur dengan sangat pulas. Meskipun acara akad tadi
“Akra, kamu di mana sih? Kita harus berangkat sekarang juga.” Ana menghentikan langkah kakinya. Ia sudah begitu lelah mengelilingi rumah luas milik Cakra, untuk mencari suaminya yang tiba-tiba menghilang saat dirinya bangun di pagi hari.Suasana hati Ana yang masih buruk karena perkataan Panji, semakin memburuk karena menghilangnya Cakra. Seharusnya Ana tadi malam menolak untuk langsung pulang ke rumah Cakra, karena jika di hotel Ana pasti tidak akan dipaksa bangun pagi hanya untuk mengejar jadwal penerbangan pagi.
“Akra bilang tidak, tetap tidak.”Ana mengerucutkan bibirnya, dan melempar bikini yang ia pegang. “Lalu kenapa Akra mengajak Bhu ke pantai? Mending kita tetap di tenda dan tidur seharian.”“Seharian kemarin kita sudah menghabiskan waktu di tenda itu, tapi setidaknya kita harus ke pantai jika datang ke Bali. Hanya saja, Akra tidak mengizinkan Bhu mengenakan bikini. Ini tempat umum!”