Bab 85
"Jika seandainya terjadi apa-apa denganku, maka aku sendiri yang akan menanggung akibatnya. Bukan kau. Oleh karena itu, untuk apa kamu khawatirkan aku?" Merah bersikeras menentang semua ucapan-ucapan dari bibir Abraham."Mera, aku mengkhawatirkanmu karena aku peduli. Itulah yang tidak pernah kau ketahui selama ini." ucapan Abraham terdengar Getir.Mera menggigit bibir."Jika kau masih memaksakan diri untuk keluar menembus hujan dalam kondisi seperti ini, maka pertanyaannya, ke manakah tempat yang akan kau tuju?"Mera berpikir beberaa saat lamanya, akhirnya ia membenarkan apa yang Abraham ucapkan. Kemana ia harus melangkah, sedangkan tempat ini pun asing di matanya."Kau tahu dimana kita sekarang Mera?""Seharusnya aku tak erlu bertanya. Aa susahnya kau memberitahuku." timpal Mera."Kau sedang bersamaku di sebuah pulau yang tak sembarang bisa di jangkau.""Apa? Lalu di mana suamiku"Bab 86Mera melenguh lirih. Cukup menikmati, meski kenikmatan itu harus bercampur baur dengan perasaan membenci akan diri sendiri. Diantara deru nafas gairah akibat sentuhan Abraham, ada rintihan hati yang tak bisa Mera sembunyikan. Setitik air mata menetes, membasahi pipinya yang mulus bersih.Abraham menyapu tetesan itu dengan ujung jemarinya. Ada sakit dalam hati Mera tatkala merasakan cairan bening yang ia teteskan.Tapi untuk menolak ia tak bisa, dan untuk melanjutkan pun ada rasa tak bersalah. Dua perasaan yang saling bertolak belakang. Akan tetapi kenikmatan dan rasa cinta yang masih tersisa membawanya untuk bertahan dalam kondisi tersebut. Meski tak di pungkiri kedepannya semua itu akan membuat batinnya semakin tersiksa."Tidak usah menangis, Sayang! Tidak ada yang patut untuk ditangisi. Aku tak rela melihat air matamu." ucap Abraham.Mera membisu. Dalam kebisuannya ia membatin dalam benak, "Ya, kau tak rela melihat ak
Bab 87 "Mera, kamu kenapa? Mimpi buruk ya? Aduuh, Sayang. Kau membuatku khawatir." Brandy berkata sambil mengelus-elus pipinya yang memerah. Mera melongo. "Ada apa dengan pipimu?" tanya Mera kemudian. "Kau tanya ada apa pipiku? Apakah kaulupa Sayang, bahwa kau sendiri yang menamparku barusan." "Apaa?" Merah terkejut luar biasa. "Yah mungkin saja kau tidak sadar. Tapi inilah adanya. Pasti kau sedang mimpi buruk, kan? Sehingga aku yang menjadi korbannya. Tapi tak apa-apa, yang penting kan kau tetap baik-baik saja." Brandy mengulaskan senyuman.Mera menutup mulut. Padahal barusan yang ia tampar adalah Abraham, lalu mengapa Brandy yang harus kena imbasnya? Ia bingung sekaligus kasihan."Apa benar aku yang menamparmu?""Iya." Brandy menjawab pendek."Astaga ... kalau begitu tolong maafkan aku! Aku sungguh tidak sengaja. Aku tadi hanya bermimpi menampar seseorang."
Bab 88"Apa maumu sebenarnya, Kirana?" Mera bertanya. "Apa kau masih tak bisa menangkap maksud tujuanku? Barusan kan aku sudah bilang tujuanku apa? Kilah Kirana mencibir. "Lalu darimana kau bisa mendapatkan fotoku bersama Abraham? Kau tampaknya memang sengaja ingin mencari-cari masalah denganku.' "Kalau pun iya, memangnya kenapa? Apa kau takut jika rahasiamu terbongkar?" Kirana tersenyum mencibir. "Takut kenapa? Tidak ada satu pun yang perlu aku takutkan darimu." sanggah Mera. "Benarkah? Kau benar-benar tidak takut jika seandainya aku membongkar rahasiamu ini di depan seluruh keluarga Jonathan?" lagi-lagi Kirana menakut-nakuti. Berharap Mera akan menuruti kemauannnya dengan dalih takut akan ancaman yang ia kerahkan. "Apa yang kau anggap rahasia? Katakanaaja bila itu yang membuat hatimu puas. Tapi ingat! Jika seandainya kau melakukan sesuatu yang bisa mencelakaiku, maka jangan kau pikir aku aka
Bab 89"Kau menghinaku, Mera?" Mata Kirana melotot "Siapa bilang aku menghina? Tetapi apabila ternyata kau dengan sendirinya merasa terhina, ya aku nggak bisa bilang apa-apa. Artinya memang ucapanku benar." tanggap Mera cuek. "Luar biasa kesombonganmu Mera. Pokoknya aku tidak mau tahu, mulai saat ini kau tidak boleh terlalu dekat dengan Brandy! kau harus mulai menjauhinya! Atau jika tidak, aku benar-benar akan melakukan ancaman yang tadi ku katakan padamu sebelumnya." Kirana kembali melemparkan ancaman dengan logat yang tidak main-main. "Apa? Ksu mengacam hanya karena jika aku tak bersedia menjauhi Brandy? Astaga... Kau pikir apa hakmu melarangku mendekati Brandy suamiku sendiri? Memangnya kamu siapanya Brandy? Seharusnya kau lah yang menjauhi suamiku! Kok ini malah terbalik. Kok aku yang kau suruh untuk menjauh? Kau memang tak tahu diri." cetus Mera kemudian. Kirana melangkah mendekat. Sorot matanya menatap tajam. Rasa taksukan
Bab 90Brandy dan Mera dengan menyusuri pusat perbelanjaan terkemuka di kotanya. Untuk saat itu, Mera sejenak melupakan pertengkarannya bersama Kirana kemarin. Ia juga belum menceritakan kejadian itu kepada Brandy. Mera ingin melihat, sejauh mana sepak terjang Kirana.Mereka baru saja keluar dari toko yang menjual khusus yang penjual peralatan baby shop secara lengkap dengan kualitas istimewa kelas premium. Mereka memang sengaja menyusun planning hari ini untuk belanja bersama sebagai persiapan untuk kelahiran putra pertama mereka. Berbelanja secara langsung dan memilih bersama-sama segala persiapan dan pakaian bayi yang begitu lucu-lucu dan imut merupakan sebuah moment yang sangat berkesan bagi mereka berdua.Ya, mereka memang harus mempersiapkan persiapan matang untuk menyambut kehadiran sang buah Hati.Setelah sibuk memilah dan memilih, membuat mereka merasa letih, tenaga terasa terkuras. Brandy berinisiatif menga
Bab 91 "Ya, itu Abraham!" Mera mengangguk mengiyakan. "Tapi siapa itu yang bersamanya?" Brandy mengernyit heran. "Ah biasalah ... Namanya masih sendiri, mungkin saja itu pacar barunya." timpal Mera tampak tenang. Padahal dalam hatinya ia tengah berontak menahan gejolak kecemburuan. Perlahan pemandangan tersebut merusak mood. Selera makan Mera yang tadi terlihat lahap, sekarang mendadak merasa kenyang. Dalam hati Mera bertanya-tanya siapa gerangan wanita cantik yang telah bersama Abraham di ujung sana. Namun hati warasnya berkata bahwa ia patut merasa bersyukur dengan pemandangan tersebut. Sebab apabila Abraham telah nyata-nyata memiliki wanita lain dalam hidupnya, berarti Mera dan Abraham memang harus benar-benar saling merupakan. Dan kebersamaan Abraham bersama wanita lain juga akan membantu mempercepat proses tersebut. Setidaknya, Abraham telah memiliki yang lain."Aku lebih baik kita hampiri s
Bab 92Mobil berjalan kian menjauh."Kita mau ke mana? Makan malam di mana?" Mera bertanya. Malam ini suaminya tersebut mengajaknya untuk makan malam di sebuah Cafe. "Ayolah, Sayang. Kamu pasti suka. Lagi pula kita makannya tidak sendirian loh." jawab Brandy. "Lalu siapa saja?" "Ada ibu, Ayah dan juga Kak Abraham. Oh ya, tadi ibu yang mengundang kita untuk makan malam bersama. Tadi Ibu sempat telepon kamu. Tapi katanya nomor kamu sedang tidak bisa dihubungi. Kak Abraham juga tadi udah telepon kamu. Tapi karena kamu tidak bisa dihubungi makanya mereka jadi menghubungiku."Mera sedikit tersentil mendengar nama Abraham disebut. "Oh ya tidak apa-apa. Aku ataupun kamu itu sama saja. Oh ya kalau boleh tahu, kita makan malam bareng baru ini dalam rangka apa ya? Apakah ada yang sedang berulang tahun? ibu atau ayah? Atau ada hal yang lain?" tanya Mera. "Tidak. Hanya makan malam biasa saja. Sebelumnya, jik
Bab 93Yang namanya leluarga, tak mungkin bisa di pisahkan. Akan letapi yang ada adalah mempererat ikatan. Akhirnya Mera hanya pasrah. Ia sadar, seharusnya ia tak mesti punya keinginan menjauhkan jarak, yang harus ia lakukan sebaiknya adalah bagaimana agar hubungan mereka bisa terjalin tetap sebagaimana semestinya, sebagaimana layaknya sebuah keluarga. Tentu saja dengan mengabaikan masa lalu. Mera mengunyah dan menikmati menu melezatkan yang disajikan untuknya. Aroma dan kelezatan yang begitu pas di lidah. Begitu lahap, hingga ia tak sadar sepasang mata sesekali mencuri pandang, menatap diam-diam ke arah Mera yang tengah bersantap. Abraham, ada kepuasan tersendiri bagi laki-laki tersebut ketika melihat Mera yang tidak lagi terkulai lemas seperti yang ia lihat beberapa hari yang lalu, tatkala ia baru kembali ke tanah air. Sekarang sosok Mera terlihat jauh lebih segar. Abraham buru-buru memalingkan wajah, sebab ia sadar tak