“Apa kau sedang memerasku?” tanya Victor dengan kesal.
[Siapa aku hingga berani memeras seorang Victor Barnett. Aku hanya sedang memperhitungkan keselamatan nyawaku. Apakah harga yang kau berikan kepadaku setara dengan nyawaku nantinya.]
“Lalu apa yang kau inginkan?”
“Bugatti La Voiture Noire. Aku mau itu.] Victor dapat mendengar nada girang dari seberang sana.
“Sialan! Aku tidak akan memberikan mobil itu,” ujar Victor dengan kesal. Pasalnya, mobil itu adalah mobil yang sangat diinginkan Victor. Bahkan, Victor harus merogoh kocek yang sangat dalam agar mendapatkan mobil itu saat dilelang.
[Oke. Kalau begitu, aku matikan panggilan ini. Sepertinya, kita tidak ada urusan lain.]
“Deal! Aku akan memberikannya jika kau menemukan wanita itu.”
***
Olive menatap lelaki yang berasal dari masa lalunya dengan mata memanas. Sekuat tenaga, dia menahan air matanya agar tidak lagi terjatuh
Victor menyerah pada rasa ingin tahunya. Dia langsung menyalakan laptopnya dan langsung menguhubngkan chip itu kepada laptopnya. Di sana, berisi banyak data, foto, dan video. Dengan sabar, Victor membuka satu persatu data yang ada di sana. “Dokter itu bekerja sama dengan Olive?” *** Sudah satu bulan sejak kepergian Callie. Victor memilih untuk tidak lagi mencari keberadaannya. Bukannya menyesal, Victor sangat yakin jika sebentar lagi Callie akan kembali kepadanya. Beberapa hari yang lalu, sejak dia mengatakan pada Dave jika Reis sakit, Dave selalu menghampirinya dengan membawa hal-hal yang Reis butuhkan. Mulai dari obat, hingga bubur sumsum yang Victor sangat kenali rasanya. Dave telah melakukan kecerobohan dengan nelakukan panggilan dengan orang, yang diyakini oleh Victor adalah Callie, pada saat merawat Reis yang sakit. “Reis sudah tidur, aku akan pulang.” Dave keluar dari kamar Reis dan menemui Victor yang menunggunya di ruang tamu. Victor
Callis menolehkan kepalanya agar dapat melihat Dave. Otaknya memproses maksud dari ucapan Dave. “Sudah tidak ada tempat bagiku untuk kembali ke sisi Victor, Dave,” ujar Callis begitu dirinya dapat mencerna ucapan Dave.“Aku sama sekali tidak menyebut nama Victor sebelumnya.”Callis mengatupkan bibirnya dan membuang wajahnya menghadap jendela. Wanita berdarah Indonesia itu malu kepada Dave. Dia kira, maksud dari “kembali” yang diucapkan Dave tadi adalah kembali ke pada Victor.“Kau sepertinya berharap untuk bisa kembali bersama Victor.” Dave kembali bersuara setelah tidak mendapati jawaban apapun dari Callis.“Dave, sudah ku bila-”“Jika kau meragukan cinta Victor padamu, aku akan menunjukkan padamu sebesar apa cinta yang Victor miliki untukmu.”***“Aku tidak ingin mendapati kebohongan lagi, Dave. Kisahku sengan Victor sudah selesai sejak lama.” Callis
Victor melempar laporan yang mungkin tadi dibawa oleh Leo ke arah Adam. Dengan sigap, Adam menangkapnya. Walaupun Adam sudah tahu apa isi laporan itu, Adam tetap membacanya. Ada banyak foto candid yang dicetak di sana. Selain itu, ada juga tangkapan layar tentang berita yang sedang banyak diperbincangkan saat ini. SUDAH MEMILIKI ANAK? DAVID TANAKA BESERTA KEKASIHNYA MEMBELI PERLENGKAPAN ANAK. DAVID TANAKA MULAI MEMPUBLIKASIKAN KISAH ASMARANYA, KAPAN MENIKAH? Masih banyak lagi tangkapan layar yang tertera di sana. Sepertinya, berita itu ada untuk membakar emosi dari Victor. Adam sangat curiga jika semua ini memang rencana Dave. “Batalkan meetingku, aku akan memberi pelajaran pada Dave.” *** Victor merapikan jasnya yang kusut. Dirinya hendak menemui Dave. Penampilannya tentu saja tidak boleh kacau. Dave bisa saja menertawakannya melihat kekalahan Victor. Gengsi Victor terlalu tinggi untuk terlihat sebagai pihak yang kalah. “Victo
Olive berdiri dari duduknya dan bersimpuh di dekat tempat duduk Callis. Tentu saja tindakan tiba-tiba itu membuat Callis terkejut. Callis segera berdiri dan menarik Olive untuk berdiri. Olive menolak dan tetap bersikukuh untuk tetap bersimpuh.“Callis, Victor sungguh mencintaimu. Hanya kau yang dapat membuat Victor tidak dapat mengontrol emosi dan perasaannya. Tolong kembali kepada Victor agar aku tidak terkecik dengan rasa bersalah.”***Callis menjadi bimbang setelah pembicaraannya bersama Olive tadi siang. Di dalam taksi, Callis mencoba untuk menemukan pilihan terbaik yang harus dilakukannya. Sejujurnya, di dalam hati Callis, dirinya menginginkan untuk kembali ke sisi Victor. Setelah apa yang dilaluinya, nyatanya Callis masih saja menaruh rasa kepada Victor.“Dave? Kau di sini?” tanya Callis karena menemukan Dave yang sedang duduk santai di ruang tamu saat Callis memasuki rumah Meghan.“Bagaimana pertemuanmu dengan
Jika dulu Victor sangat ingin tahu keberadaan adik angkatnya, saat ini Victor sama sekali tidak ingin mengetahuinya. Bukan dirinya tidak sayang kepada adik yang baru beberapa bulan hidup bersamanya sebelum menghilang. Namun, Victor sama sekali belum menyiapkan dirinya dengan kenyataan bahwa wanita yang dicintainya ialah adiknya sendiri.Setelah jeda cukup lama, Victor memejamkan matanya. dirinya mencoba untuk meyakinkan dirinya sendiri jika apa yang dikatakannya sebentar lagi adalah hal yang terbaik. Dirinya juga meyakinkan kepalanya untuk tidak menarik kembali kata-katanya. “Lupakan penawaran itu. Kau bisa mengambil mobil itu tanpa membawa Callis kepadaku. Aku sudah melepaskannya.”Ada hening sebelum Leo kembali bersuara. [Apa kau bercanda, Mr. Barnett. Kau tidak akan menyesal jika melepaskannya?]“Jika kau bertemu dengannya, katakan padanya jika dirinya bisa mengambil Reis kapan saja di mansion keluargaku. Aku akan tetapa memberikan tanggung
Callis segera mendudukkan tubuhnya di hadapan Dave dan Meghan. Jantungnya berdentum saat melihat Dave hanya diam. Callis hanya bisa berdoa dalam hati agar apa yang diucapkan oleh Dave adalah hal yang diinginkannya. Semoga saja Victor salah, batin Callis.“Sepertinya Victor sudah mengatakannya padamu,” ujar Dave setelah hening beberapa saat.“Jadi … apa yang dikatakan oleh Victor adalah kebenaran?” tanya Callis dengan lirih.Dave hanya bisa menganggukkan kepalanya. “Ceritanya cukup panjang dan aku tidak memiliki kuasa untuk menceritakannya kepadamu, Callis.”Callis menundukkan kepalanya saat setetes air mata luruh. Setelah menghapus butiran air mata itu, Callis kembali mendongakkan kepalanya dan menatap Dave dengan matanya yang masih berkaca-kaca.“Jika aku adalah Nathalie Wilson, lalu kenapa Victor menjauhiku?”***Callis mendengarkan penjelasan Dave dengan tak percaya. Callis selama 26 tahun ini mengira bahwa dirinya adalah seorang yatim piatu. Ternyata, dirinya adalah anak bungsu da
Callis segera menyejajarkan langkahnya dengan langkah cepat Zero. Setelah Callis duduk di mobil, Zero segera mengendarai mobil dengan kecepatan penuh. Dirinya sangat-sangat khawatir dengan kondisi Shirin saat ini. Mengingat, janin Shirin sangat lemah hingga dirinya harus bed rest selama masa kehamilannya. “Istrimu akan baik-baik aja, Zero.” Zero melongokkan kepalanya saat mendengar ucapan Callis yang mencoba untuk menenangkannya. “Semoga saja.” Jujur saja, saat ini Zero sangat bersyukur karena ada Callis di sisinya. Adik perempuannya ini, secara tidak langsung, membuat sedikit kegundahan di hatinya menghilang. Perasaan ini tidak berubah sejak dulu. Saat ibunya melahirkan Nathalie, adiknya, Zero sangat senang. Bahkan dirinya lah yang menunggui adiknya di ruang prnanganan bayi pada saat itu. *** Callis mencoba mengimbangi langkah lebar Zero. Saat sudah sampai di lorong ruangan istri dari Zero, Callis menjadi ragu. Walaupun dirinya adalah anak kandung dari Wilson, tapi dirinya dan se
“Daddy akan ikut menjelaskan tentang masa lalu kepada Victor bersama dengan Zero.” “Tapi, Dad-” “Tolong turuti ucapan Daddy, ya. Daddy lakukan semua ini untuk kebahagiaanmu, Callis. Daddy sangat tahu bahwa kau masih mengharapkan Victor di sisimu.” Callis hanya bisa menganggukkan kepalanya setelah mendengar permohonan Mr. Wilson. Walaupun muncul harapan, Callis mencoba untuk menekan harapannya itu. Melihat Victor yang benar-benar menjauhinya membuat Callis sadar sepenuhnya bahwa masa depannya dengan Victor sudah tidak ada. *** Sudah satu bulan telah berlalu sejak Shirin, istri dari Zero, melahirkan. Sejak saat itu pula Mr. Wilson memintanya untuk tinggal di Mansion keluarga Wilson. Walaupun sudah satu bulan terlewati, Callis masih saja merasa canggung jika berada di tengah-tengah keluarga Wilson. “Callista, makan malam sudah siap.” Callis segera membuka pintu kamarnya dan langsung disambut oleh senyuman Isabella, ibu kandung Zero dan Callis. Setelah kehadiran Callis, kesehatan Isa