"Isla, saat besar nanti, kau harus selalu menolong teman-temanmu yang sedang kesulitan, ya?" Seorang pria yang berusia sekitar empat puluh tahun itu berujar dengan nada yang begitu lembut. Suaranya yang khas selalu menjadi favorit Isla kala itu, bahkan hingga detik ini gadis itu masih memfavoritkannya.
"Kenapa, Ayah?" Gadis kecil dengan jepit rambut yang berbentuk bunga itu berujar.
"Jika kau ingin memiliki teman dan juga ditolong oleh orang-orang yang ada di sekitarmu, kau harus berbuat baik kepada mereka semua. Kalian tidak boleh saling membenci dan ingat, jika kau berbuat baik kepada mereka, maka mereka juga akan berbuat sama baiknya padamu." Pria itu mengusap puncak kepala Isla dengan lembut seraya tersenyum.
***
Kedua mata Isla seketika terbuka. Gadis itu langsung mendudukkan tubuhnya dan ia mendapati jubah milik Rhys yang menutupi tubuhnya, sepertinya pria itu memakaikannya beberapa saat yang lalu saat dirinya sudah ter
"Lalu apa kau ... mencintainya?" tanya Tao secara tiba-tiba.Kedua mata Rhys berkedip, "Tu-tunggu, kenapa kau tiba-tiba menanyakan tentang hal yang seperti itu? Itu tak ada hubungannya sama sekali, Tao," jawabnya seraya tertawa pelan."Kau begitu peduli padanya sejak awal, Rhys.""He-hei, memangnya jika peduli itu selalu diartikan sebagai rasa cinta, ya? Ka-kau ini jangan yang aneh-aneh. Semua mahluk hidup yang ada di dunia ini memang seharusnya seperti itu, kan? Bukankah kita semua memang diharuskan untuk saling tolong menolong? Astaga." Rhys tertawa.Tao menatap pria yang duduk di sebelahnya itu selama beberapa saat sebelum ia tersenyum tipis. "Tapi ... Gadis itu adalah gadis yang berbeda, kurasa. Mungkin kau benar, kalau gadis itu adalah gadis yang begitu kuat," ujarnya.***"Sebuah ritual persembahan akan dilakukan ketika terjadinya gerhana matahari, kan?" Aric berujar."Tapi, bukankah gerhana itu masih lama?" Kini giliran H
Isla menguap setelah sesaat ia selesai makan bersama dengan Tao dan juga Rhys. Di sebelahnya, Rhys yang tengah masih memakan potongan ayam yang terakhir itu pun melirik Isla yang duduk di sebelahnya."Kau benar-benar kekenyangan, ya, sekarang? Padahal beberapa jam yang lalu kau masih merengek-rengek karena merasa lapar," ujarnya."Diamlah. Rasanya aku mengantuk." Isla kembali menguap. Gadis itu berusaha sekuat tenaga menahan kedua kelopak matanya agar tetap terbuka dengan sempurna walaupun ia beberapa kali menguap saat rasa kantuk itu semakin datang menghampirinya."Apa menurut kalian berdua, Kai dan juga yang lainnya tak akan ke sini dalam waktu dekat?" ujar gadis itu."Kurasa tidak. Pertarungan kemarin benar-benar menguras energi yang cukup besar dan sepertinya jika energi Kai memang sudah kembali, kurasa kemungkinan besar ia akan memfokuskan dirinya dan juga yang lainnya untuk melakukan hal lain," ujar Tao. Pria itu kemudian menatap ke arah
"Namaku Isla. Kau ... siapa?""Namaku Teresa." Seorang gadis yang memakai bando di kepalanya itu menjawab seraya masih terisak pelan."Apa yang kau lakukan di sini? Kau satu kelas denganku, kan? Ini hari pertama ke sekolah lantas apa yang kau lakukan di sini?" tanya Isla. Gadis itu mendudukkan tubuhnya di ayunan yang satu lagi, yang berada di sebelah ayunan yang gadis bernama Teresa itu duduki."Aku ... tidak mau sekolah di sini. Aku ingin sekolah di SMA pilihanku sendiri," ujar Teresa dengan kepala yang masih menunduk. Gadis itu terlihat begitu sedih dan benar-benar kehilangan semangatnya."SMA pilihanmu?"Teresa mengangguk. "Hm. Dulu sebelum kelulusan SMP, aku dan semua teman-temanku berencana untuk masuk ke SMA yang sama tapi ternyata setelah kelulusan itu terjadi, keluargaku pindah rumah ke kota ini dan aku mau tidak mau harus bersekolah di sini dan berpisah dengan teman-temanku," ujarnya dengan nada yang begitu sedih."Ah, begitu,
Suara ledakkan yang cukup besar terdengar dari kejauhan. Rhys dan Isla menatap ke arah gumpalan asap yang berasal dari dalam hutan. Dan tidak lama setelahnya mereka merasakan adanya angin dingin yang bertiup melewati tubuh mereka."Kurasa Aric mendapatkan kesulitan lagi," ujar Denzel. "Tao memang sangat merepotkan jika dijadikan sebagai lawan, karena itulah aku agak malas menghadapinya," lanjut pria itu.Dan setelah itu pusaran air yang ada di sana perlahan mengecil hingga akhirnya benar-benar berhenti dan menghilang. Ombak di lautan pun kembali seperti sedia kala."Ah, aku malas jika harus melakukan ini. Aku harap kegilaan ini akan cepat berakhir dan aku bisa pergi dari sini." Denzel menatap kedua tangannya. Ia harus mengeluarkan energi yang besar untuk membuat pusaran air dan juga penghalang yang ia gunakan di atas sana."Aku sudah tidak memiliki energi lagi sekarang, jadi aku akan pergi," ujar Denzel. Usai mengatakan itu, pria itu kemudian menghi
Teresa mendongakkan kepala usai menyadari kalau seseorang datang mendekati mejanya. Sesaat kemudian gadis itu menghentikan kegiatan menulisnya dan menatap orang yang datang itu."Ada apa?" tanyanya pada Alex. Pria itu tak langsung menjawab setelahnya, karena ia memandangi meja yang kosong yang berada di sebelah tempat Isla."Isla benar-benar belum kembali, ya?" ujarnya dengan nada yang terdengar agak sedih. Pria itu lalu menatap Teresa tidak lama setelahnya."Ah, itu. Ya, begitulah, seperti yang kau lihat. Tak ada kabar sama sekali mengenai Isla. Dugaan sementara kalau gadis itu kabur dari sekolah dan belum kembali ke rumah. Tapi itu hanyalah dugaan sementara, karena Isla tak memiliki alasan yang cukup kuat untuk hal seperti itu. Di hari saat kejadian itu terjadi, hubungan Isla dan juga ibunya bahkan baik-baik saja dan tak ada masalah sama sekali jadi dengan alasan apa dia kabur dari rumah? Lagi pula pada saat hari itu kan jam pertama sudah dimulai,
Teresa dan Alex berjalan keluar dari salah satu toko es krim yang letaknya tidak jauh dari sekolah mereka. Teresa membeli es krim rasa stroberi, sementara Alex membeli es krim dengan rasa matcha."Jadi, kau dan Isla sering membeli es krim di sini?" ujar Alex.Teresa menganggukkan kepalanya. "Hm. Kami cukup sering ke sini." Ia tersenyum tipis dan kemudian membuang napasnya pelan. Gadis itu lalu melirik es krim yang berada di tangan Alex. "Dan ... kau tahu? Es krim yang kau pesan itu adalah salah satu es krim yang paling disukai oleh Isla di sini," ujarnya kemudian."Ah, benarkah?" Alex berkedip dua kali kemudian pria itu menatap es krim di tangannya.Teresa kembali menganggukkan kepalanya. "Hm. Isla cukup sering membeli es krim dengan rasa matcha di sini. Saat dia sedang senang, dia akan memesan es krim dengan rasa matcha, lalu saat dia sedang kesal, dia akan memesan es krim dengan rasa vanilla atau chocomint, lalu saat sedang sedih dia akan me
Sebuah lapangan futsal terlihat ramai saat jam baru saja menunjukkan pukul tujuh malam. Alex bersama dengan teman-temannya yang lain, saat ini tengah melakukan permainan futsal karena untuk memanfaatkan waktu luang. Namun entah kenapa, Alex beberapa kali kehilangan fokusnya dan hal itu membuat semua teman-temannya kebingungan karena Alex tak biasanya seperti ini. Pria itu bahkan beberapa kali kedapatan melamun dan kehilangan fokus."Hei, kau kenapa, Alex? Kurasa sesuatu sudah terjadi. Apa memang ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu? Kau terlihat ... emmm.. yah, agak berbeda dari biasanya. Apa kau sakit?" Salah satu temannya berujar dengan raut wajah yang terlihat cemas."A-ah, tidak, bukan begitu. Aku baik-baik saja. Emm— yah, seperti itulah. Aku sekarang sedang merasa tidak mood. Maaf, kurasa aku harus pergi." Alex pada akhirnya pamit dan pria itu segera pergi dari sana.Seluruh teman-temannya pun menatap pria itu dengan pandangan agak cemas
Bel jam pertama sudah dibunyikan beberapa saat yang lalu. semua murid yang masih berada di luar pun langsung masuk ke dalam kelas dan bersiap mengikuti ujian semester di awal musim panas ini sebelum akhirnya nanti mereka akan terbebas dari ujian itu dan menikmati liburan musim panas yang menyenangkan karena cuaca di sana sudah kembali menjadi normal seperti sedia kala.Teresa menatap beberapa rekan-rekan kelasnya yang ada di sana dan gadis itu membuang napasnya. Seorang guru lalu berjalan menuju mejanya dan wanita yang berusia sudah setengah abad itu meletakkan sebuah kertas yang berisi lembar soal ujian yang akan dilakukan oleh semua peserta ujian yang ada di sana."Silakan dikerjakan, waktu kalian ada 120 menit untuk menyelesaikan semua soal-soal ujian yang ada di sana. Ingat, siapa pun yang melakukan pelanggaran, maka mereka akan langsung dikeluarkan dari kelas dan bersiap untuk mengikuti ujian susulan nanti. paham?" Sang wanita yang membagikan kertas uj
Dengan tangan yang bergetar, Isla kemudian meraih tangan yang terulur padanya itu dan entah mendapat kekuatan dari mana, ia langsung bangkit lalu berhambur memeluk sosok di depannya dengan erat.Mungkin jika ia tak berhasil menahan tubuh Isla yang tiba-tiba menyerangnya, mereka berdua pasti akan langsung jatuh ke atas permukaan rumput."Dasar bodoh," ujar Isla pelan. Pada akhirnya gadis itu tak bisa lagi menahan segala isakan yang sedari tadi ia tahan dengan sekuat tenaga. "Aku merindukanmu ... Rhys," lirihnya.Rhys terdiam selama beberapa saat usai ia mendengar ucapan Isla barusan. Kemudian pria itu tersenyum tipis dan tangannya beralih mengusap punggung Isla. "Maafkan aku, ya."Dengan perlahan kemudian Rhys melepas pelukan Isla dan ia mengalungkan kembali kamera milik gadis itu di lehernya."Setidaknya perhatikan langkahmu saat berlari, dasar ceroboh." Rhys berujar seraya mengusap kedua pipi Isla yang basah.Buk!
Mobil milik Maria sudah melaju dan membelah jalanan di kota Goteborg dan sekarang ini ia dan juga putrinya tengah menuju ke Angelholm untuk urusan pekerjaannya, dan memungkinkannya menginap selama beberapa hari di rumah adiknya yang berada di sana juga bersama dengan putri semata wayangnya.Isla yang kemarin sempat protes karena rencana awal liburannya ditunda itu pun kini tak mengoceh atau sekadar melayangkan sebuah komplain pada sang ibu."Apa kau membawa kameramu?" tanya Maria.Isla kemudian menganggukkan kepalanya pelan. "Hm. Sudah aku letakkan di dalam koper."Perlahan, kedua sudut bibir Maria pun naik dan membentuk seulas senyuman tipis tanpa diketahui oleh sang putri. Setidaknya Isla tak akan mati kebosanan selama berada di Angelholm, jadi Maria pun bisa bekerja dengan lebih tenang selama berada di sana. Ia tahu betul kalau putri semata wayangnya itu gampang sekali merasa bosan namun jika Isla sudah membawa kamera kesayangannya ke
"Barusan itu ... murid laki-laki yang kemarin, kan?" Isla berkedip dua kali."Kupikir aku barusan salah lihat, Isla. Tapi ternyata kau juga melihat hal yang sama denganku," ujar Teresa."Tapi kurasa ada yang aneh, ya. Kenapa laki-laki itu ... malah bersikap biasa saja? Maksudku, barusan dia bersikap seperti orang yang benar-benar berbeda dari yang kemarin memberikan cokelat dan juga croissant ini." Isla kemudian menatap cokelat yang tengah berada di salah satu tangannya."Apa mungkin kalau yang barusan itu bukan dia? Apa dia orang yang berbeda dari yang sebelumnya?" Teresa berkedip. Gadis itu langsung menghabiskan cokelat yang ada di tangannya itu."Tunggu, maksudmu kalau dia itu ... memiliki seorang kembaran di sini?" Isla kemudian menatap Teresa yang ada di sebelahnya. Sahabatnya itu juga tampak masih terkejut dan gais itu terlihat masih berusaha mencerna situasi yang baru saja ia alami."Atau mungkin kemarin kepalanya itu habis terbentur s
"Isla? Siapa itu Isla? Dan, apakah aku dan kau berada di sekolah yang sama?""Cokelat, katamu? Cokelat apa, ya? Aku benar-benar tidak paham dengan apa yang kau katakan.""Tunggu, tunggu. Kau dari tadi mengatakan tentang seseorang yang bernama Isla. Tapi aku benar-benar tak kenal dia, asal kau tahu saja. Mungkin kau ini salah orang, lain kali lebih teliti lah lagi. Kalau begitu aku permisi dulu."Alex seketika tak bisa diam di tempat tidurnya. Ia masih saja teringat dengan pria yang ditemuinya beberapa jam yang lalu itu.Bisa-bisanya dia lupa dengan kejadian pagi tadi. Padahal dia sendiri yang memulai semuanya. Dari menyimpan cokelat di dalam loker milik Isla secara diam-diam, hingga memberikan gadis itu sebuah croissant secara tiba-tiba saat sedang jam istirahat."Ini sangat aneh. Apa mungkin ya, dia memang memiliki seorang kembaran di sekolah? Dan yang tadi bicara denganku apakah mungkin kalau itu ternyata kembarannya yang lain,
Isla menatap sebungkus croissant yang diletakkan oleh seseorang di hadapannya dan kemudian gadis itu mendongakkan kepala untuk menatap siapa orang yang meletakkannya.Gadis itu kemudian terdiam selama beberapa saat, mencoba mengenali sosok yang kini berdiri di sebelah mejanya itu. Ia bahkan sama sekali tak mengenali orang itu.Sementara Teresa dan Alex juga terlihat menatap satu sama lain, namun tak ada satu pun dari mereka yang mengenali orang itu. Mereka berdua lalu menatap kembali orang itu dan berusaha mengenali orang yamg baru saja memberikan sebungkus croissant kepada Isla."Untukku?" tanya Isla.Laki-laki yang berdiri di sebelah itu kemudian menganggukkan kepala."Ma-maaf, tapi ... kau siapa, ya? Aku sama sekali tak mengenalimu," ujar Isla."Aku dari kelas lain," ujar laki-laki itu."Tunggu, apa kau ... orang yang tadi menaruh cokelat di dalam loker milik Isla?" Kini giliran Teresa yang kemud
Dua minggu kemudian ...Isla keluar dari salah satu ruangan dengan begitu lesu dan juga tak bersemangat. Dua orang yang menunggunya di depan pintu ruangan itu pun segera menyemangatinya agar Isla tak terlihat mengerikan dengan ekspresi yang ada di wajahnya itu."Astaga, ada apa dengan raut wajahmu yang menyedihkan ini? Hei, kau kenapa? Apa soalnya sangat sulit?" tanya Teresa begitu Isla keluar dari ruangan itu.Isla membuang napasnya pelan lalu gadis itu menggelengkan kepalanya."Lalu apa mau kau bisa mengerjakan semuanya?" Kini giliran Alex yang bertanya.Kali ini, Isla menganggukkan kepala. Teresa dan Alex pun saling mengerutkan dahi dan mereka menatap satu sama lain."Lalu? Apa masalahmu, Isla?" tanya Teresa dengan kening mengerut.Isla kemudian mendudukkan tubuhnya di sebuah bangku yang ada di sana dan gadis itu mendengkus pelan. "Rasanya aku benar-benar hampir gila karena mengerjakan semua soal itu!" ujarnya."
Isla dan Teresa saat ini tengah memakan beberapa potong buah yang sudah disiapkan leh Maria beberapa waktu yang lalu seraya sesekali mengobrol tentang berbagai hal hingga mereka berdua pun tertawa satu sama lain."Emmm, ngomong-ngomong, Teresa, apakah saat ini kondisi bagian sekolah yang rusak sudah selesai diperbaiki?" tanya Isla sebelum gadis itu menggigit sepotong apel yang ia ambil dari piring yang ada di hadapannya. Saat ini ia dan juga Teresa tengah duduk bersila di atas tempat tidur dengan sepiring buah-buahan yang ada di depan mereka."Ah, soal itu. Kurasa sedikit lagi. Sebelumnya mereka memperbaiki pintu atap terlebih dahulu karena pintu itu benar-benar terlihat mengenaskan karena terbagi menjadi ukuran-ukuran yang lebih kecil dengan jumlah banyak," ujar Teresa. Gadis itu awalnya hendak menggigit potongan pir yang ia ambil dengan garpu namun ia mengurungkan niatnya itu dan kembali menatap Isla yang duduk di depannya."Isla, jika aku boleh tahu, se
Maria membka kedua matanya dan ia melihat Isla yang tertidur dengan ponsel yang berada di genggaman tangannya. Wanita itu kemudian berjalan mendekati tempat tidur putrinya untuk membenarkan letak posisi selimut Isla yang sedikit tersingkap seraya mengambil ponsel milik gadis itu secara perlahan agar ia tak membuat tidur putri semata wayangnya itu terganggu.Saat hendak menyimpan ponsel itu di atas meja, sebuah notifikasi masuk ke ponsel milik putrinya hingga layar benda pipih itu pun kembali menyala. Karena ponsel milik Isla memang sering tidak memakai password, Maria pun bisa dengan mudah mengecek ponselnya dan kali ini wanita itu melihat dari siapakah pesan itu berasal dan ternyata itu dari teresa namun Maria tak membalasnya, ia membiarkan isla saja yang akan mebmalas pesan itu nanti ketika gadis itu sudah bangun.Kemudian tanpa sengaja Maria melihat sebuah foto yang menampakkan dua orang yang ada di dalam foto itu."I-ini ... " Maria mengeru
"Hujannya deras sekali. Untung saja Ibu kembali tepat waktu." Maria meletakkan tasnya di atas meja.Isla yang berbaring di atas tempat tidur itu hanya diam saja seraya memandangi hujan di luar sana.Bersamaan dengan itu, Maria menemukan sebuket bunga yang berada di atas meja. Kedua alisnya saling bertaut menatap benda itu."Tunggu dulu,ini bunga dari siapa?" tanya Maria.Isla menatap buket yang tengah Maria pegang, kemudian gadis itu menjawab, "tadi pagi Alex datang ke sini sebelum dia berangkat ke sekolah," ujarnya."Benarkah?" Maria berkedip dua kali dan wanita itu kemudian menatap buket di tangannya, hingga akhirnya ia tersenyum setelahnya. "Dia memang anak yang baik," ujar Maria dan wanita itu terkikih setelahnya."Berarti sore ini Alex dan juga Teresa tak akan datang ke sini?" tanya Maria kembali."Hm. Aku sudah menghubungi Teresa agar dia dan juga Alex tak perlu datang ke sini karena hujan deras yang tak