"Namaku Isla. Kau ... siapa?"
"Namaku Teresa." Seorang gadis yang memakai bando di kepalanya itu menjawab seraya masih terisak pelan.
"Apa yang kau lakukan di sini? Kau satu kelas denganku, kan? Ini hari pertama ke sekolah lantas apa yang kau lakukan di sini?" tanya Isla. Gadis itu mendudukkan tubuhnya di ayunan yang satu lagi, yang berada di sebelah ayunan yang gadis bernama Teresa itu duduki.
"Aku ... tidak mau sekolah di sini. Aku ingin sekolah di SMA pilihanku sendiri," ujar Teresa dengan kepala yang masih menunduk. Gadis itu terlihat begitu sedih dan benar-benar kehilangan semangatnya.
"SMA pilihanmu?"
Teresa mengangguk. "Hm. Dulu sebelum kelulusan SMP, aku dan semua teman-temanku berencana untuk masuk ke SMA yang sama tapi ternyata setelah kelulusan itu terjadi, keluargaku pindah rumah ke kota ini dan aku mau tidak mau harus bersekolah di sini dan berpisah dengan teman-temanku," ujarnya dengan nada yang begitu sedih.
"Ah, begitu,
Suara ledakkan yang cukup besar terdengar dari kejauhan. Rhys dan Isla menatap ke arah gumpalan asap yang berasal dari dalam hutan. Dan tidak lama setelahnya mereka merasakan adanya angin dingin yang bertiup melewati tubuh mereka."Kurasa Aric mendapatkan kesulitan lagi," ujar Denzel. "Tao memang sangat merepotkan jika dijadikan sebagai lawan, karena itulah aku agak malas menghadapinya," lanjut pria itu.Dan setelah itu pusaran air yang ada di sana perlahan mengecil hingga akhirnya benar-benar berhenti dan menghilang. Ombak di lautan pun kembali seperti sedia kala."Ah, aku malas jika harus melakukan ini. Aku harap kegilaan ini akan cepat berakhir dan aku bisa pergi dari sini." Denzel menatap kedua tangannya. Ia harus mengeluarkan energi yang besar untuk membuat pusaran air dan juga penghalang yang ia gunakan di atas sana."Aku sudah tidak memiliki energi lagi sekarang, jadi aku akan pergi," ujar Denzel. Usai mengatakan itu, pria itu kemudian menghi
Teresa mendongakkan kepala usai menyadari kalau seseorang datang mendekati mejanya. Sesaat kemudian gadis itu menghentikan kegiatan menulisnya dan menatap orang yang datang itu."Ada apa?" tanyanya pada Alex. Pria itu tak langsung menjawab setelahnya, karena ia memandangi meja yang kosong yang berada di sebelah tempat Isla."Isla benar-benar belum kembali, ya?" ujarnya dengan nada yang terdengar agak sedih. Pria itu lalu menatap Teresa tidak lama setelahnya."Ah, itu. Ya, begitulah, seperti yang kau lihat. Tak ada kabar sama sekali mengenai Isla. Dugaan sementara kalau gadis itu kabur dari sekolah dan belum kembali ke rumah. Tapi itu hanyalah dugaan sementara, karena Isla tak memiliki alasan yang cukup kuat untuk hal seperti itu. Di hari saat kejadian itu terjadi, hubungan Isla dan juga ibunya bahkan baik-baik saja dan tak ada masalah sama sekali jadi dengan alasan apa dia kabur dari rumah? Lagi pula pada saat hari itu kan jam pertama sudah dimulai,
Teresa dan Alex berjalan keluar dari salah satu toko es krim yang letaknya tidak jauh dari sekolah mereka. Teresa membeli es krim rasa stroberi, sementara Alex membeli es krim dengan rasa matcha."Jadi, kau dan Isla sering membeli es krim di sini?" ujar Alex.Teresa menganggukkan kepalanya. "Hm. Kami cukup sering ke sini." Ia tersenyum tipis dan kemudian membuang napasnya pelan. Gadis itu lalu melirik es krim yang berada di tangan Alex. "Dan ... kau tahu? Es krim yang kau pesan itu adalah salah satu es krim yang paling disukai oleh Isla di sini," ujarnya kemudian."Ah, benarkah?" Alex berkedip dua kali kemudian pria itu menatap es krim di tangannya.Teresa kembali menganggukkan kepalanya. "Hm. Isla cukup sering membeli es krim dengan rasa matcha di sini. Saat dia sedang senang, dia akan memesan es krim dengan rasa matcha, lalu saat dia sedang kesal, dia akan memesan es krim dengan rasa vanilla atau chocomint, lalu saat sedang sedih dia akan me
Sebuah lapangan futsal terlihat ramai saat jam baru saja menunjukkan pukul tujuh malam. Alex bersama dengan teman-temannya yang lain, saat ini tengah melakukan permainan futsal karena untuk memanfaatkan waktu luang. Namun entah kenapa, Alex beberapa kali kehilangan fokusnya dan hal itu membuat semua teman-temannya kebingungan karena Alex tak biasanya seperti ini. Pria itu bahkan beberapa kali kedapatan melamun dan kehilangan fokus."Hei, kau kenapa, Alex? Kurasa sesuatu sudah terjadi. Apa memang ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu? Kau terlihat ... emmm.. yah, agak berbeda dari biasanya. Apa kau sakit?" Salah satu temannya berujar dengan raut wajah yang terlihat cemas."A-ah, tidak, bukan begitu. Aku baik-baik saja. Emm— yah, seperti itulah. Aku sekarang sedang merasa tidak mood. Maaf, kurasa aku harus pergi." Alex pada akhirnya pamit dan pria itu segera pergi dari sana.Seluruh teman-temannya pun menatap pria itu dengan pandangan agak cemas
Bel jam pertama sudah dibunyikan beberapa saat yang lalu. semua murid yang masih berada di luar pun langsung masuk ke dalam kelas dan bersiap mengikuti ujian semester di awal musim panas ini sebelum akhirnya nanti mereka akan terbebas dari ujian itu dan menikmati liburan musim panas yang menyenangkan karena cuaca di sana sudah kembali menjadi normal seperti sedia kala.Teresa menatap beberapa rekan-rekan kelasnya yang ada di sana dan gadis itu membuang napasnya. Seorang guru lalu berjalan menuju mejanya dan wanita yang berusia sudah setengah abad itu meletakkan sebuah kertas yang berisi lembar soal ujian yang akan dilakukan oleh semua peserta ujian yang ada di sana."Silakan dikerjakan, waktu kalian ada 120 menit untuk menyelesaikan semua soal-soal ujian yang ada di sana. Ingat, siapa pun yang melakukan pelanggaran, maka mereka akan langsung dikeluarkan dari kelas dan bersiap untuk mengikuti ujian susulan nanti. paham?" Sang wanita yang membagikan kertas uj
Isla menguap saat menyadari kalau hari benar-benar sudah berubah siang. Gadis itu bahkan sampai mengerjapkan kedua matanya selama beberapa kali untuk menyesuaikan penglihatannya. "Kau sudah bangun?" tanya Rhys seraya melirik Isla yang berada di belakang punggungnya. "Eh? Tunggu, sejak kapan aku ada di dalam gendonganmu, Rhys?" ujar gadis itu. Ia bahkan menatap ke sekitarnya dan juga mendapatkan Tao yang tengah berlari di sebelah Rhys. "Astaga, ada apa ini? Apa yang sebenarnya sedang terjadi di sini?" Isla menatap bingung ke sekitarnya, entah berada di mana ia sekarang. Yang jelas sepertinya ia benar-benar sudah jauh dari yang namanya rumah. "Aku menemukan sesuatu di sekitar sini dan kurasa itu berasal dari kekuatan milik Kai dan juga Hugo." Tao berujar setelahnya. "Kai dan Hugo?" Isla mengernyit. Hugo, si pengendali api yang memiliki burung phoenix api berukuran raksasa yang sangat berbahaya. Ia harus lebih berhati-hati dengan keberadaan d
Langit mendadak mendung usai ujian jam kedua berakhir. Murid-murid yang berada di kantin itu seketika mulai dilanda rasa cemas saat langit di atas sana semakin berubah menjadi gelap. Awan-awan yang berwarna gelap juga perlahan menyelimuti, padahal langit masih cerah beberapa jam yang lalu dan tak ada sedikit pun tanda-tanda akan mendung atau bahkan turun hujan. Ramalan cuaca di berita kemarin juga tak ada satu pun yang mengatakan kalau di sana akan terjadi hujan dengan volume yang cukup lebat.Dan hal seperti inilah yang selalu Teresa khawatirkan selama beberapa minggu terakhir kejadian-kejadian aneh itu dimulai.Cuaca dan iklim di sana mungkin terlihat kembali normal, namun yang Teresa takutkan adalah, ketika semua yang normal itu kembali berubah menjadi mengerikan di saat yang tak terduga. Di saat itulah Teresa merasakan perasaan cemas kembali menyelimuti dirinya.Di salah satu koridor, Alex juga menyadari perubahan cuaca di sana dan pria itu menghentika
Teresa menoleh dengan cepat ke arah jendela sesaat setelah ia seperti mendengar suara ledakan dari kejauhan. Setelah gerhana matahari yang tiba-tiba terjadi, ia mendengar suara sebuah ledakan yang terdengar menakutkan.Langit pun perlahan berubah kembali menjadi normal. Semuanya terlihat mulai membiru seperti seharusnya dan awan-awan yang berwarna putih bersih itu perlahan mulai kembali menghiasi langit di atas sana.Teresa kembali memfokuskan dirinya ke lembar soal ujian. Ia harus fokus di jam terakhir, apapun yang terjadi. Namun entah kenapa air matanya tiba-tiba saja menetes dengan begitu saja, membuat kegiatan menulisnya mendadak berhenti."Ada apa ini? Kenapa aku tiba-tiba menangis?" batin Teresa. Gadis itu kemudian kembali menatap ke luar jendela saat perasaan tak enak kembali menghampirinya. Ia kemudian segera menepis semua prasangka buruk yang datang menghampiri kepalanya dan mencoba memfokuskan kembali dirinya pada soal-soal yang belum ia ke
Dengan tangan yang bergetar, Isla kemudian meraih tangan yang terulur padanya itu dan entah mendapat kekuatan dari mana, ia langsung bangkit lalu berhambur memeluk sosok di depannya dengan erat.Mungkin jika ia tak berhasil menahan tubuh Isla yang tiba-tiba menyerangnya, mereka berdua pasti akan langsung jatuh ke atas permukaan rumput."Dasar bodoh," ujar Isla pelan. Pada akhirnya gadis itu tak bisa lagi menahan segala isakan yang sedari tadi ia tahan dengan sekuat tenaga. "Aku merindukanmu ... Rhys," lirihnya.Rhys terdiam selama beberapa saat usai ia mendengar ucapan Isla barusan. Kemudian pria itu tersenyum tipis dan tangannya beralih mengusap punggung Isla. "Maafkan aku, ya."Dengan perlahan kemudian Rhys melepas pelukan Isla dan ia mengalungkan kembali kamera milik gadis itu di lehernya."Setidaknya perhatikan langkahmu saat berlari, dasar ceroboh." Rhys berujar seraya mengusap kedua pipi Isla yang basah.Buk!
Mobil milik Maria sudah melaju dan membelah jalanan di kota Goteborg dan sekarang ini ia dan juga putrinya tengah menuju ke Angelholm untuk urusan pekerjaannya, dan memungkinkannya menginap selama beberapa hari di rumah adiknya yang berada di sana juga bersama dengan putri semata wayangnya.Isla yang kemarin sempat protes karena rencana awal liburannya ditunda itu pun kini tak mengoceh atau sekadar melayangkan sebuah komplain pada sang ibu."Apa kau membawa kameramu?" tanya Maria.Isla kemudian menganggukkan kepalanya pelan. "Hm. Sudah aku letakkan di dalam koper."Perlahan, kedua sudut bibir Maria pun naik dan membentuk seulas senyuman tipis tanpa diketahui oleh sang putri. Setidaknya Isla tak akan mati kebosanan selama berada di Angelholm, jadi Maria pun bisa bekerja dengan lebih tenang selama berada di sana. Ia tahu betul kalau putri semata wayangnya itu gampang sekali merasa bosan namun jika Isla sudah membawa kamera kesayangannya ke
"Barusan itu ... murid laki-laki yang kemarin, kan?" Isla berkedip dua kali."Kupikir aku barusan salah lihat, Isla. Tapi ternyata kau juga melihat hal yang sama denganku," ujar Teresa."Tapi kurasa ada yang aneh, ya. Kenapa laki-laki itu ... malah bersikap biasa saja? Maksudku, barusan dia bersikap seperti orang yang benar-benar berbeda dari yang kemarin memberikan cokelat dan juga croissant ini." Isla kemudian menatap cokelat yang tengah berada di salah satu tangannya."Apa mungkin kalau yang barusan itu bukan dia? Apa dia orang yang berbeda dari yang sebelumnya?" Teresa berkedip. Gadis itu langsung menghabiskan cokelat yang ada di tangannya itu."Tunggu, maksudmu kalau dia itu ... memiliki seorang kembaran di sini?" Isla kemudian menatap Teresa yang ada di sebelahnya. Sahabatnya itu juga tampak masih terkejut dan gais itu terlihat masih berusaha mencerna situasi yang baru saja ia alami."Atau mungkin kemarin kepalanya itu habis terbentur s
"Isla? Siapa itu Isla? Dan, apakah aku dan kau berada di sekolah yang sama?""Cokelat, katamu? Cokelat apa, ya? Aku benar-benar tidak paham dengan apa yang kau katakan.""Tunggu, tunggu. Kau dari tadi mengatakan tentang seseorang yang bernama Isla. Tapi aku benar-benar tak kenal dia, asal kau tahu saja. Mungkin kau ini salah orang, lain kali lebih teliti lah lagi. Kalau begitu aku permisi dulu."Alex seketika tak bisa diam di tempat tidurnya. Ia masih saja teringat dengan pria yang ditemuinya beberapa jam yang lalu itu.Bisa-bisanya dia lupa dengan kejadian pagi tadi. Padahal dia sendiri yang memulai semuanya. Dari menyimpan cokelat di dalam loker milik Isla secara diam-diam, hingga memberikan gadis itu sebuah croissant secara tiba-tiba saat sedang jam istirahat."Ini sangat aneh. Apa mungkin ya, dia memang memiliki seorang kembaran di sekolah? Dan yang tadi bicara denganku apakah mungkin kalau itu ternyata kembarannya yang lain,
Isla menatap sebungkus croissant yang diletakkan oleh seseorang di hadapannya dan kemudian gadis itu mendongakkan kepala untuk menatap siapa orang yang meletakkannya.Gadis itu kemudian terdiam selama beberapa saat, mencoba mengenali sosok yang kini berdiri di sebelah mejanya itu. Ia bahkan sama sekali tak mengenali orang itu.Sementara Teresa dan Alex juga terlihat menatap satu sama lain, namun tak ada satu pun dari mereka yang mengenali orang itu. Mereka berdua lalu menatap kembali orang itu dan berusaha mengenali orang yamg baru saja memberikan sebungkus croissant kepada Isla."Untukku?" tanya Isla.Laki-laki yang berdiri di sebelah itu kemudian menganggukkan kepala."Ma-maaf, tapi ... kau siapa, ya? Aku sama sekali tak mengenalimu," ujar Isla."Aku dari kelas lain," ujar laki-laki itu."Tunggu, apa kau ... orang yang tadi menaruh cokelat di dalam loker milik Isla?" Kini giliran Teresa yang kemud
Dua minggu kemudian ...Isla keluar dari salah satu ruangan dengan begitu lesu dan juga tak bersemangat. Dua orang yang menunggunya di depan pintu ruangan itu pun segera menyemangatinya agar Isla tak terlihat mengerikan dengan ekspresi yang ada di wajahnya itu."Astaga, ada apa dengan raut wajahmu yang menyedihkan ini? Hei, kau kenapa? Apa soalnya sangat sulit?" tanya Teresa begitu Isla keluar dari ruangan itu.Isla membuang napasnya pelan lalu gadis itu menggelengkan kepalanya."Lalu apa mau kau bisa mengerjakan semuanya?" Kini giliran Alex yang bertanya.Kali ini, Isla menganggukkan kepala. Teresa dan Alex pun saling mengerutkan dahi dan mereka menatap satu sama lain."Lalu? Apa masalahmu, Isla?" tanya Teresa dengan kening mengerut.Isla kemudian mendudukkan tubuhnya di sebuah bangku yang ada di sana dan gadis itu mendengkus pelan. "Rasanya aku benar-benar hampir gila karena mengerjakan semua soal itu!" ujarnya."
Isla dan Teresa saat ini tengah memakan beberapa potong buah yang sudah disiapkan leh Maria beberapa waktu yang lalu seraya sesekali mengobrol tentang berbagai hal hingga mereka berdua pun tertawa satu sama lain."Emmm, ngomong-ngomong, Teresa, apakah saat ini kondisi bagian sekolah yang rusak sudah selesai diperbaiki?" tanya Isla sebelum gadis itu menggigit sepotong apel yang ia ambil dari piring yang ada di hadapannya. Saat ini ia dan juga Teresa tengah duduk bersila di atas tempat tidur dengan sepiring buah-buahan yang ada di depan mereka."Ah, soal itu. Kurasa sedikit lagi. Sebelumnya mereka memperbaiki pintu atap terlebih dahulu karena pintu itu benar-benar terlihat mengenaskan karena terbagi menjadi ukuran-ukuran yang lebih kecil dengan jumlah banyak," ujar Teresa. Gadis itu awalnya hendak menggigit potongan pir yang ia ambil dengan garpu namun ia mengurungkan niatnya itu dan kembali menatap Isla yang duduk di depannya."Isla, jika aku boleh tahu, se
Maria membka kedua matanya dan ia melihat Isla yang tertidur dengan ponsel yang berada di genggaman tangannya. Wanita itu kemudian berjalan mendekati tempat tidur putrinya untuk membenarkan letak posisi selimut Isla yang sedikit tersingkap seraya mengambil ponsel milik gadis itu secara perlahan agar ia tak membuat tidur putri semata wayangnya itu terganggu.Saat hendak menyimpan ponsel itu di atas meja, sebuah notifikasi masuk ke ponsel milik putrinya hingga layar benda pipih itu pun kembali menyala. Karena ponsel milik Isla memang sering tidak memakai password, Maria pun bisa dengan mudah mengecek ponselnya dan kali ini wanita itu melihat dari siapakah pesan itu berasal dan ternyata itu dari teresa namun Maria tak membalasnya, ia membiarkan isla saja yang akan mebmalas pesan itu nanti ketika gadis itu sudah bangun.Kemudian tanpa sengaja Maria melihat sebuah foto yang menampakkan dua orang yang ada di dalam foto itu."I-ini ... " Maria mengeru
"Hujannya deras sekali. Untung saja Ibu kembali tepat waktu." Maria meletakkan tasnya di atas meja.Isla yang berbaring di atas tempat tidur itu hanya diam saja seraya memandangi hujan di luar sana.Bersamaan dengan itu, Maria menemukan sebuket bunga yang berada di atas meja. Kedua alisnya saling bertaut menatap benda itu."Tunggu dulu,ini bunga dari siapa?" tanya Maria.Isla menatap buket yang tengah Maria pegang, kemudian gadis itu menjawab, "tadi pagi Alex datang ke sini sebelum dia berangkat ke sekolah," ujarnya."Benarkah?" Maria berkedip dua kali dan wanita itu kemudian menatap buket di tangannya, hingga akhirnya ia tersenyum setelahnya. "Dia memang anak yang baik," ujar Maria dan wanita itu terkikih setelahnya."Berarti sore ini Alex dan juga Teresa tak akan datang ke sini?" tanya Maria kembali."Hm. Aku sudah menghubungi Teresa agar dia dan juga Alex tak perlu datang ke sini karena hujan deras yang tak