Hanna baru mau mengirim pesan untuk Adrian, ketika tiba-tiba laki-laki itu membuka pintu dan masuk ke dalam kamar. Hanna menjadi panik dan bergegas menyembunyikan ponsel di belakang tubuhnya, lalu meletakkan ponsel itu ke sembarang tempat.
“Ke-kenapa kamu ke sini lagi?” Hanna bertanya dengan suara terbata-bata.“Kenapa aku ke sini? Apa kamu pikir aku datang ke sini karena merindukanmu?" Adrian tertawa mengejek. “Itu tidak mungkin terjadi. Jangan terlalu percaya diri. Aku tidak mungkin merindukanmu,” ujarnya pasti.“Ck. Aku juga tidak berpikir seperti itu.” Hanna menimpali sekadarnya. “Aku cuma bertanya, ada urusan apa kamu ke sini?” lanjutnya memperjelas pertanyaan."Seharusnya aku yang bertanya kepadamu, kenapa kamar ini masih berantakan?” Adrian mengedarkan pandangan ke sekeliling. Dia menatap seluruh isi kamar yang masih seperti kapal pecah. Dipan kasur yang ambruk dan terpecah belah membuat pemandangan di kamar Hanna semakin tidak sedap dipandRicky berjalan mondar-mandir di kamar sambil menatap barang-barang milik Hanna. Baju baru, tas branded, sepatu mewah, dan berbagai macam barang belanjaan yang Hanna titipkan di rumahnya. Semua barang itu mengingatkan dia pada Hanna ketika berperan sebagai Cindy. "Tidak. Ini tidak benar. Seharusnya sejak awal aku bertanya pada Hanna tentang statusnya. Aku memintanya berpura-pura menjadi calon istriku karena aku tidak tahu jika dia sudah menjadi istri orang lain." Ricky menggeleng-gelenglan kepala.Saat tenggelam dalam pikirannya yang kacau, tiba-tiba Ricky mendengar suara pintu rumah yang diketuk pelan. Dia pikir yang datang adalah Elmira, maka dia tidak mengacuhkan suara ketukan pintu itu.“Kenapa kamu sangat berisik, Elmira! Aku sudah memintamu untuk pergi dari rumah ini. Aku tidak mengizinkanmu untuk tinggal lebih lama di sini,” teriak Ricky karena suara ketukan pintu itu tidak kunjung berhenti. Dia mengira Elmira kembali lagi ke rumahnya setelah beber
Adrian dan Hanna telah sampai di apartemen. Adrian merasa terusik karena mulai menyadari jika wanita cantik yang sedang bersamanya sejak tadi selalu melengkungkan bibir ke bawah. Mereka kini sudah sampai di apartemen.“Kamu kenapa, Cindy?” Adrian meraih jemari Hanna dan menggenggamnya dengan erat.“'Apa kamu masih memikirkan tentang hubunganku dengan istriku? Aku sudah mengatakan kepadamu. Aku akan menceraikan dia secepatnya,” bujuk Adrian.“Sayang, apa aku boleh bertanya sesuatu?” Hanna menatap lekat Adrian.Adrian melepaskan genggaman tangannya di jemari Hanna. Dia duduk di sofa panjang yang ada di dalam apartemen miliknya. Dia merentangkan kedua tangan, memberi kode agar wanita cantik yang masih berdiri di dekatnya segera menjatuhkan diri ke pangkuannya.“Apa yang ingin kamu tanyakan? Bertanyalah, aku akan menjawabnya,” ujar Adrian setelah tubuh Hanna jatuh di atas pangkuannya. Dia merangkul wanita yang sedang membuatnya tergila-gila i
Pagi hari, Adrian terbangun oleh suara ponsel yang tidak berhenti berdering. Dengan malas dia membuka ponsel untuk melihat siapa yang menelepon. Matanya terbuka lebar melihat puluhan kali panggilan tidak terjawab dari Elmira. Apa lagi yang wanita itu inginkan?Adrian menolak panggilan dari Elmira, lalu mematikan ponselnya. Dia menatap lekat wanita cantik yang masih terlelap di atas ranjang. Entah mengapa, dia tidak pernah bosan menatap dan menikmati wajah cantik itu."Kata orang, wanita cantik akan terlihat ketika dia bangun tidur." Adrian menggerakkan jemarinya menyentuh wajah Hanna. Dia melakukan gerakan menghapus riasan di wajah Hanna, tetapi gerakan tangannya malah membuat Hanna terbangun. Hanna membuka mata secara perlahan. Wajah Adrian yang pertama kali terlihat saat dia membuka mata. Meski pandangannya masih terasa buram dan kepalanya masih nyut-nyutan, dia tetap mencoba untuk bangun."Apa yang kamu lakukan?" Hanna menatap heran menyadari Adrian baru saja mengusap wajahnya. Unt
Elmira meringis memegangi memar di pipinya yang terasa nyeri, tetapi segera tersenyum saat melihat laki-laki yang berdiri dengan gagah di hadapannya. "Adrian? Kamu datang ke sini? Kamu datang untuk menjemputku, 'kan?" Elmira tersenyum menatap Adrian penuh harap, tidak peduli meski laki-laki itu baru saja memberikan bekas memar kemerahan di pipinya. Adrian tersenyum miring. "Jangan terlalu percaya diri, Elmira! Aku ke sini untuk memberi peringatan untukmu." Dia membuka ponsel yang terdapat foto Hanna di sana dan memberikannya kepada Elmira. Foto itu dia dapatkan dari Elmira beberapa saat yang lalu. Salah satu pesan yang dikirimkan Elmira kepadanya ternyata berisi foto Hanna."Apa maksudmu memberikan foto ini kepadaku? Apa kamu ingin mengancamku? Kamu ingin memberi tahu semua orang tentang istriku?" Adrian menatap tajam Elmira.“Jangan-jangan, kamu yang sudah memberikan informasi mengenai istriku kepada Cindy?” Adrian kembali tersenyum miring. "K
“Hanna sudah sangat keterlaluan. Bisa-bisanya dia bersekongkol dengan laki-laki lain untuk menipu suaminya sendiri.” Adrian melajukan mobil kencang menjauh dari rumah Ricky.Melihat Adrian yang mengamuk seperti orang kesetanan, Ricky hanya bisa tersenyum kecut. Dia kembali melanjutkan aktivitasnya memandikan Bimo. Dia telah selesai mengguyur seluruh badan Bimo dengan air, sekarang dia mengelap seluruh badan Bimo dengan menggunakan kanebo. Tiba-tiba saja lantunan musik yang mengalun di radio mengusik hatinya. Suara serak penyanyi terkenal, Ipang Lazuardi yang menyanyikan lagu berjudul “Ada yang Hilang” membuat Ricky melemparkan kanebo ke lantai.Ricky mengambil kembali kanebo yang tergeletak di atas lantai dan mencucinya dengan air mengalir. Dia memeras kanebo tersebut untuk menghilangkan airnya, lalu menatap kain yang kaku itu sambil bicara sendiri.“Baru kali ini aku iri padamu. Coba saja kalau hatiku sepertimu, aku tidak mungkin mudah patah hati,” gumam Ricky seraya menatap lekat kan
"Bersiap-siaplah! Kita keluar hari ini," ujar Adrian pada Hanna. Mendengar Adrian yang tiba-tiba mengajaknya keluar, Hanna merasa heran. Selama satu bulan menikah, tidak satu kali pun Adrian mengajak Hanna keluar. Adrian selalu sibuk dan asyik sendiri dengan teman-temannya hingga tidak pernah punya waktu untuk Hanna. “Tunggu apa lagi, Hanna! Cepatlah bersiap-siap. Aku menunggumu di luar,” titah Adrian pada Hanna yang sedang berdiri mematung dan tenggelam dalam lamunan. “Ka-kamu serius? Mengajakku ke luar?" tanya Hanna ragu-ragu. “Tentu saja aku serius. Apa aku terlihat sedang bercanda? Cepat bersiap-siap. Aku tidak mau menunggu terlalu lama." Adrian bergegas ke luar kamar Hanna. Hanya sebentar saja Adrian meninggalkan kamar Hanna. Tiba-tiba, dia kembali dengan bingkisan di tangan. Dia memberikan bingkiaan itu kepada Hanna. “Pakailah gaun yang telah kusiapkan ini,” ujarnya tegas.Hanna membuka bingkisan dari Adrian dan menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Ini adalah kali pertama A
“Sudah berapa kali kuperingatkan, jangan hubungi istriku lagi!" sentak Adrian. "Jika tidak ada yang penting, sebaiknya kamu tidak menghubungi istriku.” Adrian mematikan telepon dari Ricky. Dia melihat ke arah kamar kecil. Belum ada tanda-tanda Hanna keluar dari sana. Karena masih penasaran dengan hal yang membuat Hanna tersenyum sendiri, dia memutuskan untuk memeriksa ponsel milik istrinya itu.Adrian melebarkan mata. Dia tidak menyangka, istrinya senyum-senyum sendiri karena menonton adegan drama korea yang lucu di sebuah platform.Adrian menghembuskan napas lega dan meminta maaf dalam hati karena sudah berpikiran buruk tentang istrinya.Saat terdengar suara pintu yang dibuka, Adrian bergegas meletakkan ponsel Hanna di atas meja. Dia berpura-pura sibuk dengan ponselnya sendiri.Hanna keluar dari kamar kecil. Dia melangkah dengan terburu-buru menghampiri Adrian.Adrian tersenyum melihat Hanna berdiri di depannya. "Duduklah, Hanna!" ucap Adrian saat Hanna masih saja berdiri.“Aku tidak
“Aku ingin kita bercerai!” ujar Hanna seraya memberikan sebuah lembaran kertas yang merupakan surat perceraian.“Aku sudah mengurus semuanya di pengadilan agama. Kamu tinggal membubuhkan tandatanganmu di kertas itu," ucap Hanna setengah memaksa.“Tidak, Hanna. Aku tidak ingin bercerai darimu." Adrian menggeleng-gelengkan kepala. Dia tidak menyangka Hanna akan berbuat sejauh itu. Berpura-pura menjadi wanita cantik yang membuatnya jatuh hati, tetapi secara diam-diam mengurus surat perceraian mereka.“Kenapa kamu harus berpura-pura menjadi Cindy, jika akhirnya kamu menginginkan kita berpisah?” Adrian meminta penjelasan dari istrinya.“Maafkan aku, Adrian. Aku sudah memutuskan semua ini. Kita bicara lagi nanti di pengadilan agama, itu juga jika kamu bersedia datang.” Hanna mengambil koper berisi pakaian dan barang-barang berharganya, lalu mendorongnya ke luar kamar. Untuk terakhir kalinya, dia berpamitan pada Adrian.“Mau ke mana?” Adrian menahan langkah Hanna. Dia menarik lengan Hanna d
Tiba waktunya pulang kerja. Saat berjalan di trotoar, tiba-tiba sebuah mobil berhenti tepat di sampingnya. Seorang lelaki menurunkan kaca jendela mobil dan memindai Hanna dari ujung kepala hingga ujung kaki. Adegan ini mengingatkan Hanna pada Ricky. Namun kali ini Hanna lebih berdebar karena pria yang sedang dia hadapi adalah atasan kerjanya. "Ada apa, Pak?" tanya Hanna ragu-ragu. Dia bertanya-tanya di dalam hati, kesalahan apa yang dia perbuat sampai membuat marah atasannya. Apa Pak Alan sedang marah kepadanya? Dia memejamkan mata dan menundukkan kepala, menutupi rasa gugupnya. "Kamu pulang sendirian, Hanna?" Akan bertanya basa-basi. "Eh?" Hanna mengangkat wajahnya menatap Alan. Bibir ranumnya ternganga. "Bapak bertanya apa?" Dia bertanya untuk memastikan bahwa dia tidak salah dengar. "Apa kamu pulang sendirian?" Alan mengulangi pertanyaannya."Oh ya, saat di luar jam kantor, jangan memanggilku "bapak". Aku belum setia itu." Alan berkata dengan suara bariton. "Panggil aku "Alan
Hanna kembali ke ruang kerjanya. Dia tersenyum senang sambil menikmati makanan. Beruntung sekali rasanya, di saat perut sedang lapar, tiba-tiba sudah ada makanan siap tersaji di meja kerjanya. Jadi tidak perlu susah-susah memesan atau membeli makanan di luar kantor. Hanna terlalu asyik menikmati makanan hingga tidak menyadari jika diam-diam Alan sedang tersenyum memperhatikannya. Telepon Alan berdering. Lelaki itu segera mengangkat telepon dan berbicara pada orang di seberang. "Kamu tenang saja. Aku akan memastikan semuanya baik-baik saja. Dia aman di sini." Alan berbicara dengan suara bariton pada sesorang di seberang telepon. "Sebentar lagi jam kerja. Jangan terlalu sering menggangguku." Alan menutup telepon dengan cepat. Dia kembali memperhatikan Hanna dan tersenyum tipis. Adrian merebahkna tubuhnya di sofa depan televisi rumahnya. Dia bersendawa sambil memegangi perutnya yang kekenyangan.Hampir saja Adrian tertidur saat tiba-tiba pintu rumahnya berbunyi. Dengan malas Adrian
"Mengundurkan diri?" Hanna mengerutkan kening, tidak mengerti bisa-bisanya rekan kerjanya meminta dia untuk mengundurkan diri dan mundur dari pekerjaan yang baru saja dia dapatkan. Padahal, mendapatkan pekerjaan itu bukanlah hal yang mudah. Jika dia mundur, belum tentu dia bisa mendapatkan pekerjaan lagi. Terlebih, dia sangat butuh uang untuk menafkahi dirinya sendiri setelah perpisahannya dengan suami. Dia tidak mungkin mengundurkan diri begitu saja. "Iya, kamu harus mengundurkan diri secepatnya." Anita menatap tajam Hanna dan tersenyum sinis. Hanna membalas tatapan Anita, lalu berkata, "Memangnya apa urusanmu? Apa dengan menjadi sekretaris aku merugikanmu? Kenapa aku harus mengundurkan diri?" Dia benar-benar tidak mengerti. "Tentu saja. Bukankah sudah kubilang jika seharusnya akulah yang menjadi sekretaris direktur? Aku lebih lama kerja di sini dari pada kamu." Anita bersikukuh. "Maaf, Mbak Anita. Aku paham, sepertinya kamu sangat menginginkan posisi sebagai sekretaris. Namun, s
Hanna serius sekali mempelajari berkas-berkas yang ada di meja. Dia bertekad untuk bekerja dengan maksimal dan tidak ingin mengecewakan perusahaan yang telah menerimanya bekerja. Hanna masih merasa tatapan Alan tertuju kepadanya. Dia merasa risih dan salah tingkah. Karena merasa terus diperhatikan oleh Alan, konsentrasi Hanna menjadi terganggu. Apa ada yang salah dengan penampilannya? Hanna menoleh ke arah kaca dan merapikan kerudung hitam yang dia kenakan. Rasanya tidak ada yang aneh dengan penampilannya. Perusahaannya memperbolehkan karyawan wanitanya untuk berhijab. Apakah direkturnya itu sedang mengawasi pekerjaannya? Gawat, mungkin dia akan dipecat sewaktu-waktu jika ketahuan melakukan kesalahan. Hanna kembali sibuk membuka-buka berkas. Dia tidak ingin memberi kesan buruk pada direktur sekaligus pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Jam istirahat akhirnya tiba. Perut Hanna tiba-tiba berbunyi. Dia merasa sangat lapar karena tadi pagi lupa sarapan. Sepanjang pagi tadi dia bekerj
Elmira berjalan menjauh dari rumah Adrian dengan hati penuh dendam. Dia benaknya terus berputar bayangan saat Adrian mengusirnya dari rumah dan tidak mengakui calon bayi yang dikandungnya. "Kamu wanita licik, Elmira! Kamu pasti menggunakan alat itu untuk memaksaku menerimamu," teriak Adrian dengan tatapan mengerikan. "Aku tidak bohong. Bukankah kita pernah melakukannya? Ingatlah malam-malam saat kita bersama, Adrian," lirih Elmira. Tatapannya begitu memohon. Dia sangat berharap Adrian mau mengakui anak di kandungannya. "Kamu pikir aku percaya? Aku tidak akan pernah mempercayaimu, Elmira. Pergilah dari rumah ini. Aku tidak ingin melihat wajahmu lagi." Kata-kata Adrian yang begitu menyakitkan bagi Elmira. "Oh ya? Kamu tidak percaya? Bagaimana kalau aku mempunyai bukti?" Elmira menantang Adrian. "Bukti apa yang kamu maksud?" Adrian tidak mau kalah. Dia tidak akan terpedaya oleh wanita licik seperti Elmira. "Bukti apa lagi, tentu saja bukti saat kita bercocok tanam." Elmira tersenyu
Hampir satu jam lamanya Hanna menunggu di bangku yang terletak di depan perusahaan PT. Cahaya Cosmetics. Sesekali dia melihat jam tangan. Hanna melihat beberapa orang mulai memasuki kantor perusahaan. "Bagaimana, Pak? Apa saya bisa bertemu dengan pemilik perusahaan ini?" Hanna kembali menghampiri seorang satpam dan bertanya. Belum sampai satpam itu menjawab, sorang berbadan kekar menghampiri Hanna. "Ehm, kamu bukannya wanita yang kemarin?" Lelaki kekar itu menatap lekat Hanna. Hanna membalas tatapan lelaki kekar itu. Memang, wajah dan perawakan lelaki itu tidak asing. Tapi di mana mereka pernah bertemu? Hanna mengingat-ingat. "Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Hanna bertanya hati-hati. "Kamu melupakannya? Kamu wanita yang menabrakku kemarin, 'kan?" ucap lelaki berbadan kekar itu. Hanna baru mengingatnya. Dia laki-laki yang dia tabrak sebelum jadwal interview di perusahaan lain. Kejadian tabrakan yang membuatnya ketinggalan sesi interview dan kehilangan kesempatan untuk diter
Pagi-pagi sekali, Hanna sudah terbangun dan menyelesaikan semua pekerjaan rumah. Dia membuka ponsel dan tersenyum ketika melihat pesan dari Ricky. Dia segera berdiri dan bersiap-siap. Hari ini dia akan pergi ke alamat yang dikirimkan Ricky. Sebuah perusahaan yang tidak terlalu besar. Tidak mengapa. Itu saja sudah cukup, dari pada tidak memiliki pekerjaan sama sekali. Hanna merapikan kemeja panjang yang ia kenakan, lalu berjalan cepat mendekati bangunan perusahaan. Bukan gedung yang tinggi. Bangunan perusahaan itu lebih mirip dengan rumah sederhana. Di depan bangunan itu bisa dibaca dengan jelas papan bertuliskan PT. Cahaya Cosmetics. Rupanya selama ini Ricky menjadi agen kosmetik yang diproduksi oleh perusahaan milik sepupunya sendiri. Itu tidak terlalu buruk. "Maaf, ada yang bisa dibantu, Bu?" Seorang satpam berusia setengah baya dan berkumia datang mendekati Hanna. "Maaf, Pak. Saya ingin bertemu pemilik perusahaan ini." Hanna menjawab pasti. "Maaf, Bu. Tapi apa Ibu sudah membua
Hari ini, terhitung sudah lima kali Adrian bolak-balik ke kamar mandi. Makanan dari Elmira telah sukses membuat perut Adrian error. Entah apa yang diberikan Elmira ke dalam makanan itu hingga membuat isi perut Adrian terkuras habis. Bukannya kenyang, sekarang dia malah kelaparan. Adrian melirik jam tangan. Dia ingin pergi untuk membeli makanan, tetapi hari sudah larut. Ah, seandainya Hanna masih di rumah itu, Hanna tak akan membiarkan dirinya kelaparan. Adrian memutuskan untuk merebahkan tubuhnya di tempat tidur sambil memegangi perut, menahan lapar. Sementara itu, di tempat tidur lain, Hanna sedang bersiap untuk tidur. Dia terlihat tidak bersemangat. 'Jangan sedih, Hanna. Masih ada kesempatan yang lain. Terus berdoa dan berusaha. Semoga lain kali kamu beruntung.' Monolog Hanna dalam hati.Sebuah bayangan terlintas di benak Hanna. Wanita itu sedang mengingat kejadian pagi tadi di perusahaan tempatnya melamar kerja.Seorang lelaki kekar mengulurkan tangannya pada Hanna yang sedang t
"Jika kamu tidak mau pulang menemui Adrian, kamu bisa tinggal di rumahku untuk sementara waktu, Hanna. Sementara itu, kamu bisa memikirkan lagi tentang keputusanmu bercerai. dengan Adrian." Ricky berkata hati-hati. Tidak ingin menyinggung perasaan Hanna. "Keputusanku sudah bulat. Aku mau bercerai dengannya," tegas Hanna. Tidak ada sedikit pun keraguan dalam kata-katanya."Kamu yakin?" Ricky menyipitkan mata menatap Hanna. Dia bertanya ragu-ragu. "Kamu meragukanku? Apa menurutmu aku harus melanjutkan hubunganku dengan pria seperti dia?" Hanna balik bertanya. Dia tahu jika Ricky tidak pernah menyukai Adrian. Seharusnya dia mendukung keputusannya bercerai, bukan malah mempertanyakan dan meragukannya. "Bukan seperti itu maksudku. Justru aku merasa salut kepadamu karena berani mengambil keputusan tegas itu." Ricky menjelaskan. "Kebanyakan wanita yang hanya menjadi ibu rumah tangga tanpa bekerja akan berpikir seribu kali untuk bercerai dengan suaminya. Jika mereka bercerai dengan suamin