Elmira meringis memegangi memar di pipinya yang terasa nyeri, tetapi segera tersenyum saat melihat laki-laki yang berdiri dengan gagah di hadapannya.
"Adrian? Kamu datang ke sini? Kamu datang untuk menjemputku, 'kan?" Elmira tersenyum menatap Adrian penuh harap, tidak peduli meski laki-laki itu baru saja memberikan bekas memar kemerahan di pipinya.Adrian tersenyum miring. "Jangan terlalu percaya diri, Elmira! Aku ke sini untuk memberi peringatan untukmu." Dia membuka ponsel yang terdapat foto Hanna di sana dan memberikannya kepada Elmira. Foto itu dia dapatkan dari Elmira beberapa saat yang lalu. Salah satu pesan yang dikirimkan Elmira kepadanya ternyata berisi foto Hanna."Apa maksudmu memberikan foto ini kepadaku? Apa kamu ingin mengancamku? Kamu ingin memberi tahu semua orang tentang istriku?" Adrian menatap tajam Elmira.“Jangan-jangan, kamu yang sudah memberikan informasi mengenai istriku kepada Cindy?” Adrian kembali tersenyum miring. "K“Hanna sudah sangat keterlaluan. Bisa-bisanya dia bersekongkol dengan laki-laki lain untuk menipu suaminya sendiri.” Adrian melajukan mobil kencang menjauh dari rumah Ricky.Melihat Adrian yang mengamuk seperti orang kesetanan, Ricky hanya bisa tersenyum kecut. Dia kembali melanjutkan aktivitasnya memandikan Bimo. Dia telah selesai mengguyur seluruh badan Bimo dengan air, sekarang dia mengelap seluruh badan Bimo dengan menggunakan kanebo. Tiba-tiba saja lantunan musik yang mengalun di radio mengusik hatinya. Suara serak penyanyi terkenal, Ipang Lazuardi yang menyanyikan lagu berjudul “Ada yang Hilang” membuat Ricky melemparkan kanebo ke lantai.Ricky mengambil kembali kanebo yang tergeletak di atas lantai dan mencucinya dengan air mengalir. Dia memeras kanebo tersebut untuk menghilangkan airnya, lalu menatap kain yang kaku itu sambil bicara sendiri.“Baru kali ini aku iri padamu. Coba saja kalau hatiku sepertimu, aku tidak mungkin mudah patah hati,” gumam Ricky seraya menatap lekat kan
"Bersiap-siaplah! Kita keluar hari ini," ujar Adrian pada Hanna. Mendengar Adrian yang tiba-tiba mengajaknya keluar, Hanna merasa heran. Selama satu bulan menikah, tidak satu kali pun Adrian mengajak Hanna keluar. Adrian selalu sibuk dan asyik sendiri dengan teman-temannya hingga tidak pernah punya waktu untuk Hanna. “Tunggu apa lagi, Hanna! Cepatlah bersiap-siap. Aku menunggumu di luar,” titah Adrian pada Hanna yang sedang berdiri mematung dan tenggelam dalam lamunan. “Ka-kamu serius? Mengajakku ke luar?" tanya Hanna ragu-ragu. “Tentu saja aku serius. Apa aku terlihat sedang bercanda? Cepat bersiap-siap. Aku tidak mau menunggu terlalu lama." Adrian bergegas ke luar kamar Hanna. Hanya sebentar saja Adrian meninggalkan kamar Hanna. Tiba-tiba, dia kembali dengan bingkisan di tangan. Dia memberikan bingkiaan itu kepada Hanna. “Pakailah gaun yang telah kusiapkan ini,” ujarnya tegas.Hanna membuka bingkisan dari Adrian dan menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Ini adalah kali pertama A
“Sudah berapa kali kuperingatkan, jangan hubungi istriku lagi!" sentak Adrian. "Jika tidak ada yang penting, sebaiknya kamu tidak menghubungi istriku.” Adrian mematikan telepon dari Ricky. Dia melihat ke arah kamar kecil. Belum ada tanda-tanda Hanna keluar dari sana. Karena masih penasaran dengan hal yang membuat Hanna tersenyum sendiri, dia memutuskan untuk memeriksa ponsel milik istrinya itu.Adrian melebarkan mata. Dia tidak menyangka, istrinya senyum-senyum sendiri karena menonton adegan drama korea yang lucu di sebuah platform.Adrian menghembuskan napas lega dan meminta maaf dalam hati karena sudah berpikiran buruk tentang istrinya.Saat terdengar suara pintu yang dibuka, Adrian bergegas meletakkan ponsel Hanna di atas meja. Dia berpura-pura sibuk dengan ponselnya sendiri.Hanna keluar dari kamar kecil. Dia melangkah dengan terburu-buru menghampiri Adrian.Adrian tersenyum melihat Hanna berdiri di depannya. "Duduklah, Hanna!" ucap Adrian saat Hanna masih saja berdiri.“Aku tidak
“Aku ingin kita bercerai!” ujar Hanna seraya memberikan sebuah lembaran kertas yang merupakan surat perceraian.“Aku sudah mengurus semuanya di pengadilan agama. Kamu tinggal membubuhkan tandatanganmu di kertas itu," ucap Hanna setengah memaksa.“Tidak, Hanna. Aku tidak ingin bercerai darimu." Adrian menggeleng-gelengkan kepala. Dia tidak menyangka Hanna akan berbuat sejauh itu. Berpura-pura menjadi wanita cantik yang membuatnya jatuh hati, tetapi secara diam-diam mengurus surat perceraian mereka.“Kenapa kamu harus berpura-pura menjadi Cindy, jika akhirnya kamu menginginkan kita berpisah?” Adrian meminta penjelasan dari istrinya.“Maafkan aku, Adrian. Aku sudah memutuskan semua ini. Kita bicara lagi nanti di pengadilan agama, itu juga jika kamu bersedia datang.” Hanna mengambil koper berisi pakaian dan barang-barang berharganya, lalu mendorongnya ke luar kamar. Untuk terakhir kalinya, dia berpamitan pada Adrian.“Mau ke mana?” Adrian menahan langkah Hanna. Dia menarik lengan Hanna d
Adrian merasa kelelahan setelah seharian mencari keberadaan Hanna. Dia pulang ke rumah dengan keadaan lesu. Setelah menutup pintu, dia menghempaskan tubuhnya di sofa ruang tamu.Adrian mencoba menghubungi nomer Hanna, tetapi nihil. Nomer yang dia tuju sedang tidak aktif. Ada rasa hampa yang merambati hati Adrian. Dia melihat ke sekeliling rumahnya yang sepi tanpa Hanna. Sebuah rasa kehilangan. Rumah yang biasanya terasa hidup menjadi kosong tanpa ada sosok istri di dalamnya. 'Tanyakan pada hatimu. Siapa yang kamu rindukan? Hanna, ataukah Cindy? Jangan-jangan klau tidak mencintai keduanya. Kamu hanya terobsesi oleh kecantikan Cindy.'Bisikan-bisikan menguasai hati Adrian. Dia berdiri, lalu berjalan mondar-mandir mengelilingi rumah yang besar namun kosong. Tiba-tiba, bayangan Hanna ada di mana-mana. Hanna ada di dapur yang sedang memasak. Hanna sedang di ruang makan yang sedang menyiapkan makanan. Setiap kali Adrian mendekatinya, Hanna menghilang. Dia bukan Hanna. Dia hanya khayalan.
"Jika kamu tidak mau pulang menemui Adrian, kamu bisa tinggal di rumahku untuk sementara waktu, Hanna. Sementara itu, kamu bisa memikirkan lagi tentang keputusanmu bercerai. dengan Adrian." Ricky berkata hati-hati. Tidak ingin menyinggung perasaan Hanna. "Keputusanku sudah bulat. Aku mau bercerai dengannya," tegas Hanna. Tidak ada sedikit pun keraguan dalam kata-katanya."Kamu yakin?" Ricky menyipitkan mata menatap Hanna. Dia bertanya ragu-ragu. "Kamu meragukanku? Apa menurutmu aku harus melanjutkan hubunganku dengan pria seperti dia?" Hanna balik bertanya. Dia tahu jika Ricky tidak pernah menyukai Adrian. Seharusnya dia mendukung keputusannya bercerai, bukan malah mempertanyakan dan meragukannya. "Bukan seperti itu maksudku. Justru aku merasa salut kepadamu karena berani mengambil keputusan tegas itu." Ricky menjelaskan. "Kebanyakan wanita yang hanya menjadi ibu rumah tangga tanpa bekerja akan berpikir seribu kali untuk bercerai dengan suaminya. Jika mereka bercerai dengan suamin
Hari ini, terhitung sudah lima kali Adrian bolak-balik ke kamar mandi. Makanan dari Elmira telah sukses membuat perut Adrian error. Entah apa yang diberikan Elmira ke dalam makanan itu hingga membuat isi perut Adrian terkuras habis. Bukannya kenyang, sekarang dia malah kelaparan. Adrian melirik jam tangan. Dia ingin pergi untuk membeli makanan, tetapi hari sudah larut. Ah, seandainya Hanna masih di rumah itu, Hanna tak akan membiarkan dirinya kelaparan. Adrian memutuskan untuk merebahkan tubuhnya di tempat tidur sambil memegangi perut, menahan lapar. Sementara itu, di tempat tidur lain, Hanna sedang bersiap untuk tidur. Dia terlihat tidak bersemangat. 'Jangan sedih, Hanna. Masih ada kesempatan yang lain. Terus berdoa dan berusaha. Semoga lain kali kamu beruntung.' Monolog Hanna dalam hati.Sebuah bayangan terlintas di benak Hanna. Wanita itu sedang mengingat kejadian pagi tadi di perusahaan tempatnya melamar kerja.Seorang lelaki kekar mengulurkan tangannya pada Hanna yang sedang t
Pagi-pagi sekali, Hanna sudah terbangun dan menyelesaikan semua pekerjaan rumah. Dia membuka ponsel dan tersenyum ketika melihat pesan dari Ricky. Dia segera berdiri dan bersiap-siap. Hari ini dia akan pergi ke alamat yang dikirimkan Ricky. Sebuah perusahaan yang tidak terlalu besar. Tidak mengapa. Itu saja sudah cukup, dari pada tidak memiliki pekerjaan sama sekali. Hanna merapikan kemeja panjang yang ia kenakan, lalu berjalan cepat mendekati bangunan perusahaan. Bukan gedung yang tinggi. Bangunan perusahaan itu lebih mirip dengan rumah sederhana. Di depan bangunan itu bisa dibaca dengan jelas papan bertuliskan PT. Cahaya Cosmetics. Rupanya selama ini Ricky menjadi agen kosmetik yang diproduksi oleh perusahaan milik sepupunya sendiri. Itu tidak terlalu buruk. "Maaf, ada yang bisa dibantu, Bu?" Seorang satpam berusia setengah baya dan berkumia datang mendekati Hanna. "Maaf, Pak. Saya ingin bertemu pemilik perusahaan ini." Hanna menjawab pasti. "Maaf, Bu. Tapi apa Ibu sudah membua