Bab 46B Cerita Kita"Saya bayar separo dulu ya, Mas." "Separonya saya yang bayar, Bang. Kamarnya ada dua, kan? Nggak masalah."Mata Syila terbelalak. Bisa-bisanya Refan menyerobot semaunya..... "Hai, Syila! Pesan makan malam buat gue sekalian bisa, nggak?!" teriak Refan. "Oke, soto dan jahe panas." Refan menelan ludah sambil meremas perut yang mulai keroncongan." "Soto dan jahe, 500 ribu," ucap Syila dengan senyum tersungging. "Busyet, lu mau malak gue?" ujar Refan dengan mata melotot dan dua kaki naik ke kursi. "Mau, enggak? Nggak juga nggak apa, aku yang habisin." "Gila nih cewek, perut apa karet?" "Ada tambahan juga denda 200ribu." "What?!" "Ingat, nggak ada yang gratis, Bang. Udah dibilang jangan sampai kita berdua di tempat yang sama, atau Abang kena denda." "Astaga, katanya soto?" "Iya, itu, Bang. Cicipin dulu kalau nggak percaya!" "Ini mie rasa soto, gue hafal rasanya." Syila terkekeh pelan sesaat setelah terbangun dari lamunannya. Kedua tangan menggenggam erat t
Bab 47A Takdir KitaZein menuju ruang bersalin tanpa menaruh dendam pada Sania yang masih berstatus istrinya. Sampai di dalam ruang bersalin, suara teriakan mengaduh begitu familiar di telinga Zein. "Sania, yang sabar, kamu kuat, kamu pasti bisa." Zein berusaha menyemangati Sania seperti suami-suami yang lain saat memberi semangat pada istrinya yang akan melahirkan. Dia menggenggam erat jemari Sania yang menarik napas panjang sesuai arahan dokter. Sania memang mengalami guncangan jiwa, tetapi saat ini tengah mendapat perawatan dokter. Ia masih berusaha berada dalam kewarasannya. "Zein, maafin aku! Aku sudah menyakitimu juga keluargamu. Aku menghianati cintamu. Kumohon maafin aku!" "Diam, San. Jangan pikirkan itu! Pikirkan kondisimu melahirkan anak kita. Aku sudah memaafkanmu sejak dulu. Bukan aku saja, tapi kami semua memaafkanmu. Ayo, kamu pasti bisa melahirkannya." Sania masih mengikuti intruksi dokter sambil mengeluarkan air mata. Ia merasa lega sudah mendapat maaf. Sampai be
Bab 47B Takdir KitaSampai di parkiran Syila hampir saja berlari. Beruntung Zein menarik lengannya. "Stt, kamu lupa kalau sedang membawa bayi di perutmu." "Hah! Astaghfirullah. Iya, Mas. Maaf.""Saat kita merasa bahagia, jangan sampai lupa diri hingga berujung luka sendiri. Bisa saja kamu nggak hati-hati, hamil muda itu rawan." "Iya-iya, Mas Zein kenapa jadi cerewet begini." Syila berdecak sambil melangkah cepat tetapi tidak berlari. Sampai di depan ruang rawat ia sudah disambut suster. Di dalam ruangan sudah ada umi dan abinya di dalam. "Assalamua'alaikum, Mi, Bi." "Syila!" Refan menatap tak berkedip kekasih halalnya. Dua insan yang tengah dipisahkan sementara oleh peliknya kehidupan itu saling menatap penuh haru. Mereka melemparkan tatapan penuh kerinduan. "Syila," panggil Refan lagi dengan lembut membuat Syila berjalan pelan mendekat. Syila tak mampu berkata-kata, sebuah pelukan ia berikan untuk mendekap erat sang suami. Sedetik kemudian, tangis Syila pecah. Bahu yang bergetar
Bab 48A Bersama "Syila! Syila, Sayang!" "Ah, apa, Bang." "Ckk, tuh kan dikacangin," sungut Refan seperti anak kecil kehilangan permen. "Aku lapar, Bang. Perutku sudah berdendang," ungkap Syila jujur. Keduanya tenggelam dalam canda tawa setelah kesedihan yang mereka alami mampu dilewati dengan keikhlasan hati. Selesai makan dan menyuapi, Syila membersihkan tubuh suaminya. Tangan Syila dihentikan paksa oleh Refan. "Cukup! Biar aku sendiri yang teruskan." "Kenapa, Bang?" protes Syila dengan wajah polos. "Kamu mau ruang ini jadi kapal pecah seperti di rumah? Soalnya aku kangen anak kita." Bisikan lembut Refan di telinga kiri, sukses membuat tubuh Syila meremang. "What?! Bang Refan!" "Ough, sakit, Syila." "Bang, boleh aku bertanya?" Syila memasang wajah serius membuat Refan mengerutkan keningnya dalam. "Apa?" "Gimana perasaan abang saat tahu Mbak Sania tidak ada?""Menurutmu?" Refan mencoba menelisik pemikiran istrinya. Namun, Syila menunduk menahan sedih. "Kemarilah! Kalau k
Bab 48B Bersama "Sudah, nggak usah menyesal. Lagian kamu yang diuntungkan juga akhirnya menikah sama pria yang menginap bersamamu waktu di bromo, kan?" "Tapi kan mereka menipuku. Astaga, haruskah aku bersorak gembira?" "Sayang, besok kita ulang lagi ke Bromo ya berdua menapak tilas pertemuan pertama kita." Syila tersenyum mengembang melihat kakaknya dan juga saudara kembar itu bergantian. Masalah yang pelik bak benang kusut ternyata telah terurai dengan rapi. "Lagian Bang Refan dulu ngakunya sebagai office boy tahu nggak sih. Jadi sejak awal abang memang suka ngelabui orang." "Ishh, kayak kamu enggak aja. Syila juga tuh ngakunya sebagai pelayan di ibukota. Hadeh, aku kan nggak percaya mana ada pelayan cantik dan pintar mengerjain orang. Habislah uangku diperas sama dia." Zein dan Arka terpingkal sampai nggak kuat menahan perutnya yang sakit. "Sepertinya, Mas lihat kalian sudah sehat dan baik-baik saja. Mas harus balik ke Yogya ya." "Kok Mas Arka buru-buru?" Syila mencoba menah
Bab 49 Bukit Bintang "Awas, kamu ya. Aku kasih hukuman nih." "Bang, tempat umum ini." "Eh, iya ya. Aku kira masih di rumah." Syila malu bukan main karena ulah suaminya. Seulas senyum terbit di bibirnya merasakan kebahagiaan keduanya akan mengunjungi ayah ibunya di Yogya. Syila menyandarkan kepalanya di bahu Refan lalu memejamkan mata menelusuri alam bawah sadarnya. Refan pun melakukan hal yang sama sambil meraih tangan istrinya kembali dan menautkan jemarinya dengan jemari tangannya. Syila pasrah, bibirnya melengkung sedikit membentuk huruf u. Enam jam perjalanan akhirnya Syila dan Refan sampai di stasiun Yogya, lalu memesan taksi online karena Arka tidak bisa menjemput. Sampai di depan rumahnya, Syila berhenti sejenak menatap fokus ke bangunan yang menjadi tempat kelahirannya. Ia menitikkan air mata, lalu Refan merangkul bahunya. "Sayang, ayo masuk! Jangan kelamaan menahan rindu. Rindu itu berat kata Dilan." "Abang!" Refan tergelak, lalu mengajak Syila masuk ke rumah orang tuan
Bab 1 Tiga tahun berlalu, akhirnya Zein--saudara kembar Refan menikahi dokter Syifa yang merawat Refan. Pernikahan mereka sengaja tidak terlalu mewah dikarenakan Zein baru saja kehilangan Sania saat itu. Rumah tangga Zein dan Syifa berjalan harmonis hingga keduanya dikaruniai seorang putri cantik. Namun, bukan tidak mungkin sebuah pernikahan menghadapi ujian. Kini mereka yang sedang diuji Allah SWT.Ketukan palu menggema di sebuah ruang sidang yang ada di pengadilan wilayah ibukota. Seorang wanita berparas rupawan tengah tertunduk lesu. Dengan sekuat tenaga menahan cairan bening yang tengah mengumpul di pelupuk mata. Kedua tangan mencengkeram erat gagang kursi yang didudukinya. Syifa Aurora--wanita berprofesi sebagai dokter muda bergelar dokter teladan di rumah sakit ternama di ibukota. Ia menikah dengan Zein Raditya Arkana--CEO perusahaanbkosmetik tersohor di kota itu. Keduanya dianugerahi momongan yang saat ini berusia hampir genap dua tahun. Alea Aurora Zein, nama yang indah pemb
Bab 2 Beberapa bulan berlalu.Di ruang khusus direktur rumah sakit, Syifa menghadap pria gagah yang sedang duduk di kursi kebesarannya. Terlihat jas navy senada dengan dasinya melekat di tubuhnya. Pria itu adalah dokter Helan atasan Syifa di rumah sakit tempatnya bekerja. "Permisi, Dok. Ada apa dokter Helan memanggil saya?" "Menikahlah dengan saya!" ucap tegas dokter Helan. Syifa tersentak. Jantungnya berdebar kencang. Ia tidak pernah menyangka sang direktur memendam perasaan padanya. Ada apa dengan dokter Helan, kenapa tidak ada angin dan hujan tiba-tiba melamarku. "Maaf, dokter Helan jangan bercanda. Saya masih harus bekerja. Jika tidak ada hal lain, saya mohon izin kembali." "Dokter Syifa, pilihanmu hanya ada dua. Menikah denganku atau terpaksa kamu harus resign dari rumah sakit ini." Deg, "Apa maunya dokter Helan. Kenapa dia memberi pilihan yang sulit untukku?" "Maaf, kenapa dokter Helan memberi pilihan yang sulit bagi saya?" ucap Syifa dengan sopan dan sedikit menunduk d
S3 Bab 42 "Beginikah caranya menghukum diri sendiri, huh?" "Alea." Irsyad melebarkan matanya. Sedetik kemudian ia mengucek berulang untuk memastikan apa yang dilihatnya bukanlah sebuah fatamorgana. "Al, kamu datang?" lirih Irsyad sambil menoleh ke sekitar. Tidak ada orang lain selain mereka berdua. Alea lantas duduk di kursi sebelah Irsyad dengan meja kecil sebagai penghalang. Irsyad berusaha menetralkan deru napasnya. Rasa haru menyeruak. Kesedihan karena memikirkan kebencian Alea terhadap dirinya pun terpatahkan. Nyatanya, Alea masih mau menemuinya. "Ya, aku datang karena ada yang mengundang," ucap Alea dengan wajah datar. Gaya bicaranya tidak sesopan dulu dengan menyebut aku saat bicara. Tatapannya tidak sedikitpun mengarah pada Irsyad. Lelaki itu sadar diri, Alea pasti masih benci padanya. "Kamu tahu Om tinggal di sini?" "Sangat mudah dicari, bukan?" cetus Alea. Irsyad hanya beroh ria. "Aku akan menikah, jadi silakan mau bicara apa?" lanjut Alea. Irsyad menarik napas dalam.
S3 Bab 41Sesampainya di rumah, Alea mengucap terima kasih pada Damar dan memaksanya segera pulang. "Alea!" "Mama?!" Perempuan paruh baya yang menanti kedatangannya segera memeluk erat. Ya, Syifa sudah seminggu sakit dan terbaring di tempat tidur merindukan putrinya. "Mama! Maafin Alea. Mama sakit gara-gara Alea, kan?" sesal Alea sambil mengeratkan pelukannya. "Tenanglah, Al. Mamamu sakit bukan karena kamu. Tapi dia ngidam." "Apa?!" "Ishh. Papa nih, nggak usah becanda. Orang anaknya barusan pulang malah dibecandaain." "Maksudnya apa, Pa? Mama ngidam? Mau punya adik bayi?" Alea sudah melototkan matanya horor ke arah papa dan mamanya. Sementara Rendra yang baru saja ikut duduk di sofa hanya bisa terkikik. "Apaan sih, Ren? Kamu ngerti?" "Tuh, Mama ngidam pengin punya mantu, Mbak," celetuk Rendra masih dengan tertawa renyah. "Astaga. Kamu masih SMA udah mau nikah? Awas ya, belajar dulu sana!" "Yeay, siapa juga yang mau nikah. Mbak Alea tuh yang dilamar sama Mas Damar. Mama dan p
S3 Bab 40 "Aku mau melamarmu." "Hah?!" Alea ternganga. "Mas Damar sudah gil*. Alisa mau dikemanain coba?" protes Alea. "Alisa mau menyelesaikan kuliahnya dulu. Saat di bandara, Alisa mengikuti kepergian Damar menyusul Alea. Namun, Alisa hanya mendapati Damar yang melangkah lesu di batas ruang masuk penumpang dan pengantar. "Mas Damar? Sudah ketemu Mbak Alea?" "Tidak Lisa. Alea sudah pergi." "Oh, gitu. Kita perlu bicara Mas." "Ya, Lisa." "Kami berdua memutuskan memilih jalan masing-masing terlebih dulu, Al. Siapa yang menemukan jodoh duluan ya tidak apa kalau mau menikah lebih dulu." "Astaga, memangnya kami berdua mainan. Mas Damar gonta ganti melamarku atau Alisa," ucap Alea tak terima. Namun, ia setengah bercanda. "Ya gimana lagi, kalian sama-sama cantik." "Dasar laki-laki!" "Ough. Jangan kasar Al. Kamu masih pakai jurus karatemu?" "Iya lah. Mau dihajar?" "Ampun, Al." Alea tersenyum mengembang. Tiga bulan ia bisa menghilangkan rasa sakit hatinya pada Damar. Hanya mela
S3 Bab 39 Dua bulan berlalu, Alea sudah mulai menikmati perannya di tempat tinggal yang baru. Ia kini tinggal di salah satu kota kecil di Austria yakni kota Klagenfurt. Saat sampai di Vienna Internasional Airport, Alea hanya memberi kabar pada keluarganya kalau sudah sampai. Ia meminta izin memberi kabar kembali setelah tiga bulan selesai. Setelah Syifa mengiyakan dengan berat hati, Alea pun menonaktifkan nomernya dan berganti ke nomer lokal. Satu yang tidak dikatakan Alea pada keluarganya adalah tempat akhir yang ia tuju. Keluarga tahunya Alea ada di kota Vienna bukan di Klagenfurt. "Al, masih lama nggak me time kamu?" tanya Aida satu-satunya mahasiswa dari Indonesia yang ada di Klagenfurt. Terhitung sekarang ada dua mahasiswa termasuk Alea. "Kenapa? Kamu terburu, ya?" jawab Alea sambil menikmati pemandangan danau yang membentang luas di depannya. Danau yang biasa dengan sebutan Wörthersee di Klagenfurt memang indah. Dengan berdiri di pinggir danau, Alea bisa melihat pegunungan A
S3 Bab 38 "Maaf, Ma. Alea harus pergi. Hanya tiga bulan saja, Alea janji Ma." "Sayang, Papa dan Mama pegang janjimu. Di sana tiga bulan jangan berbuat aneh-aneh. Kamu harus jadi wanita kuat seperti mamamu," pesan Zein. "Iya, Pa, Ma. Alea janji. Jaga diri Mama dan Papa. Alea berangkat sama Rendra saja." "Baiklah, Sayang. Hati-hati, jangan lupa kabari kami kalau sudah sampai di sana," lirih Syifa sambil memeluk erat Alea sebelum pergi meninggalkannya. "Gimana Alea, Pa?" "Ma, Alea anak yang kuat. Kita sebagai orang tua harus mendoakan yang terbaik untuknya. Selalu berprasangka baik sama Allah." Syifa mengangguk lalu menghambur ke pelukan Zein untuk menumpahkan tangisnya. Selama 20tahun ini Syifa tidak pernah ditinggalkan Alea. Justru Syifa yang meninggalkannya saat bertugas menjadi relawan. Namun, kali ini Alea yang pergi membuat hatinya bersedih. "Sayang, ingat Alea pergi untuk menuntut ilmu. Allah akan mengangkat derajat putri kita. Jadi kita tidak pantas bersedih. Kita seharusn
S3 Bab 37 Plak! "Keterlaluan kamu, Syad. Begini caramu membalas apa yang sudah kuberikan?! Kamu membalas sakit hatimu karena perasaanmu padaku, kan? Kamu memanfaatkan Alea, putriku?" "Tidak, Fa. Tolong jangan berpikir begitu." "Jangan pernah muncul lagi di hadapanku! Kamu pantas mendapat hukuman yang setimpal." Irsyad terhenyak, kekecewaan Syifa menari-nari di wajahnya. Ia merasa terluka karena telah mengecewakan hati Syifa. Perempuan yang sudah menjadi kakak angkatnya. Mengubah kehidupannya yang gelap hingga menjadi terang. Bahkan dulu namanya pernah singgah di hati Irsyad. Malam itu, Irsyad dan Rendra menemukan hotel tempat Alea dibawa Ronald berdasar informasi dari teman Alea bernama Yoga. Irsyad memaksa resepsionis mengecek kamar atas nama Ronald dengan dalih calon istrinya bersama laki-laki itu. Rendra menunggu di lobby, sedangkan Irsyad mencari ke kamar. Sesampainya di kamar yang dituju, Irsyad hanya mendapati Ronald yang membuka pintu dan Alea ada di dalamnya. Tanpa berpi
S3 Bab 36 "Maaf, sebaiknya saudara Irsyad menjelaskan di kantor. Karena Pak Ronald sudah memberi keterangan terkait kejadian di hotel malam itu sesuai yang dilaporkan Mbak Alea." "Saya pikir cukup lelaki bernama Ronald itu yang ditangkap, Pak," bela Alea. "Maaf, Mbak Alea. Kami perlu membawa Saudara Irsyad. Sebab dia juga berada di hotel yang sama malam itu." "Apa?!" pekik Alea. "Tenanglah Alea, ini pasti salah paham. Baik, saya akan ikut ke kantor." "Tapi, Syad. Acaranya?" Syifa menagih jawab atas pertanyaan yang sudah bisa ia tebak jawabannya. "Pak, kalau boleh Irsyad datang ke kantor polisi setelah acara akad nikah selesai," bujuk Zein. "Maaf, kami harus membawa saudara Irsyad sekarang juga." Zein tersentak, pun Syifa tidak bisa menahan air mata. Acara sakral putrinya mendadak kacau. Ini tentu tidak masuk dalam perkiraannya. Ia sungguh kasian pada Alea yang mendapat masalah bertubi. "Jangan khawatir Mas, Fa. Aku akan baik-baik saja. Setelah urusan dengan polisi selesai, ak
S3 Bab 35 Seminggu berlalu, Irsyad sudah menyelesaikan persiapan akad nikah bersama Alea. Sesuai kesepakatan, keduanya tidak menceritakan pada Syifa dan Zein kalau pernikahan ini dijalani serius. "Om kebayanya bagus, nggak? Udah pas belum?" tanya Alea dengan wajah tak henti-hentinya mengulas senyum. Ia terkadang geli sendiri. Hubungan yang baru mau dibangun dengan Damar kandas, ternyata tergantikan oleh sosok lelaki dewasa yang tidak jauh-jauh dari kehidupannya. "Jelas, cocok, Al. Yang makai juga cantik kok, iya kan, Mbak?" celetuk Irsyad pada petugas butik yang melayani. "Iya, Mbak Alea cantik. Apalagi memakai kebayanya, pas banget deh." "Ishh, Mbak bisa aja." Senyum kembali terukir di bibir Alea sambil memandang sekilas Irsyad yang mengambil jas lalu memakainya. "Sini, Al!" Irsyad melambaikan tangan supaya Alea berdiri di sampingnya. Keduanya berdiri di depan cermin. "Serasi banget, Om," ujar Alea. Namun, senyum Irsyad tiba-tiba surut. Lelaki itu mendekat ke telinga Alea hingg
S3 Bab 34 "Al, boleh Us ngobrol sebentar?" tanya Silvi dengan wajah serius. Ia membiarkan Maryam menikmati es krimnya di kursi tak jauh dari keduanya duduk. "Ya, Us." Alea merasa sedikit salah tingkah. Ia menduga Silvi akan bertanya tentang Omnya. "Apa benar Mas Irsyad mau menikahimu?" "Us Silvi sudah tahu?" tanya Alea. Jelas ia hanya berbasa basi. Pastilah Irsyad sudah memberitahu. Sebab sebelumnya Irsyad berencana melamar Silvi. "Mas Irsyad yang ngasih tahu. Sebenarnya Abi sudah berharap Mas Irsyad melamar Us, Al. Maryam juga seneng banget bisa punya ayah baru, tapi...." Ucapan Silvi menggantung saat ponsel Alea tiba-tiba berdering. "Maaf Us sebentar." "Iya benar, tas selempang warna krem." "Gimana, tadi Us? Maaf ada yang menyela," celetuk Alea sambil meletakkan ponselnya ke meja. "Kalian benar-benar akan menikah?" tanya Silvi dengan wajah sendu. "Kamu kan tahu Al, Mas Irsyad baru mau memulai lagi hubungan baik dengan Us. Abi juga sudah menerimanya. Kenapa dia harus merelak