Bab 20A Ketahuan"Hah? Siapa orangnya?" "Suamimu. Lebih tepatnya keluarga suamimu." Syila tercengang mendengarnya. Ia tidak heran jika kakaknya sampai menyelidiki lebih jauh, karena Arka lulusan Magister Teknologi Informasi. Pastinya banyak teman-temannya yang mau membantu menyelidiki masalah perusahaan ayahnya. Sampai-sampai Arka kini mengorbankan profesinya sbeagai pengajar untuk fokus ke perusahaan ayahnya. Kala itu, keluarga Zein datang berniat membantu perusahaan ayahnya karena mereka merupakan kolega bisnis. Siapa sangka kalau perusahaan keluarga Zein justru yang menjatuhkan perusahaan ayahnya. Bisa jadi mereka melakukannya karena persaingan bisnis. "Bagaimana Mas bisa tahu?" "Mas sudah menyelidikinya. Sistem yang dipakai perusahaan suamimu sama dengan yang meretas perusahaan ayah." "Jadi, kita sedang balas dendam?" Arka mengangguk, sedangkan Syila masih terbengong. Ia tidak menyangka telah dijadikan tumbal kakaknya untuk membalas dendam. Lebih parahnya, ia tidak tahu kel
"Hah, gila ya? Masak iya, istri Pak Zein sendiri yang mau menghancurkan perusahaan suaminya!" "Mer!" Syila sedikit beranjak dari duduk untuk menutup mulut sahabatnya yang mengumbar suara. "Ups, maaf." Merry menaikkan dua jari menyadari kesalahannya. Saat ini, Syila justru penasaran dengan niat kembali Sania ke kehidupan suaminya. Bukan tidak mungkin Sania juga turut menghancurkan perusahaan ayahnya. Wanita itu dulunya menjabat sebagai sekretaris Zein sebelum dirinya menggantikan. "Sudah, pokoknya tugasmu itu, Mer. Bantu aku, ya!""Baiklah." Merry mengucapkannya seolah tidak ikhlas. Ia juga sebenarnya takut dengan sanksi yang akan diterima. Syila pulang ke rumah dengan hati was-was. Pikirannya terombang-ambing. Bagaimana caranya ia melarikan diri dari rumah suaminya dengan cara halus, sebelum dirinya didepak dengan cara kasar. "Syila, gimana hasil periksanya?" Hira menyapa saat melihat Syila sampai di rumah. Sontak saja Syila terkejut karena ia sebenarnya tidak pergi untuk periksa
Bab 21 Ponsel"Sudah dibereskan semuanya?""Ya. Sepertinya langkah selanjutnya akan lebih mulus."Merry tidak bisa mendengar pembicaraan dua orang yang ada di dalam sampai selesai. Begitu mendengar ponsel di sakunya berdering, ia segera menjauh dari pantry. Ternyata ia mendapat panggilan dari bosnya. Zein memintanya mengirimkan beberapa data yang dibutuhkan. Mau tidak mau, Merry bergegas kembali ke ruang divisi keuangan."Ishh, Mbak Sania tadi ngobrol sama siapa, ya? Gagal deh misiku sama Syila." Merry menghentakkan kakinya saat berada di depan ruang kerjanya. Karyawan lain yang satu ruang dengannya menatap heran."Kenapa mukamu kesel gitu, Mer?" seloroh temannya."Nggak apa-apa? Udah kerja sana, nggak usah ngurusin orang lain!" sahut Merry sewot. Kedua teman Merry hanya berbisik menanggapi tingkahnya yang tidak biasa. Semenjak kena sidang bosnya, mereka beranggapan Merry suka marah dan kesel. "Hai, udah dibilangin nggak usah bisik-bisik nggosipin orang lain!" tegur Merry pada dua t
"Sepertinya mereka merencanakan sesuatu, Syil. Tapi rencana apa aku nggak paham.""Oke, nanti aku cari tahu sendiri. Btw, kasih saran dong. Malam ini aku mau bikin Mas Zein bersedia tidur sekamar sama aku. Gimana caranya?" Syila terang-terangan tanpa rasa malu menanyakan maslah itu."Ishh, tanya lagi. Dulu kan sudah aku kasih jurus. Udah sana dandan buruan. Bos barusan pulang setengah jam yang lalu sama kembarannya. Awas jangan salah peluk! Apalagi salah cium." "Ckk, awas kamu, Mer!" Syila berdecak kesal mendengar candaan sahabatnya. Tawa meledak dari seberang sana, Syila akhirnya memutuskan menutup panggilan setelah terdengar deru mobil masuk pelataran depan rumah.Jantung Syila berdegup kencang, pikirannya berkecamuk. Otaknya seolah terbagi antara memikirkan suaminya juga musuhnya. Mereka orang yang sama. Memilih menyusup ke dalam selimut, Syila berpura-pura tidur. Ia berharap nyalinya tidak menciut saat suaminya masuk kamar. Biasanya sang suami pulang kerja akan membersihkan diri d
Bab 22A SindiranSuasana sarapan pagi ini di meja makan sedikit membuat Syila canggung. Pasalnya, setelah semalam tidur ditemani suaminya, Syila justru terlelap lebih dulu. Sedari tadi, ia hanya melirik Zein yang bersikap biasa seolah melupakan malam panjang bersamanya. "Kenapa Mas Zein jadi cuek begitu?" Memilih fokus pada nasi goreng di piringnya, Syila mencoba tak acuh dengan sikap suaminya. Ia justru dikejutkan oleh kedatangan Refan yang terlihat segar dengan penampilan kaos kasual dipadukan celana jeans. Mempesona. "Astaghfirullah, jaga pandangan Syil. Itu godaan adik ipar. Nggak malu apa pernah bermalam di kamarnya." Syila menunduk seraya menggigit bibirnya teringat malam itu. "Sudah rapi juga, Fan? Gimana, apa ada masalah dengan perusahaan?" tanya Ilyas seperti biasa. Meskipun abinya sibuk mengajar, di sela-sela mereka berkumpul sarapan pagi pasti menyempatkan bertanya kabar kantor yang dihandle putranya. "Nggak ada, Bi. Hanya masalah kecil," ungkap Zein menimpali pertanyaa
Bab 22B Sindiran"Mer, aku seminggu ke Bandung. Tolong bantu awasi Mbak Sania ya. Dia sementara mengantikanku menghandel kerjaan di kantor." Merry memasang raut kebingungan. Ia membaca proposal proyek dengan Reyhan bahwa meetingnya masih minggu depan. Kenapa bosnya justru ke Bandung sekarang. Namun, Merry tidak menyampaikan kecurigaannya yang tidak beralasan. Bisa jadi bosnya ingin mengajak Syila bulan madu. Merry justru terkikik membayangkan sahabatnya berbulan madu sambil mikir kerjaan. "Stt, nih anak diajak ngomong malah melamun senyum-senyum sendiri," seloroh Syila. "Eh iya, maaf. Kamu mau bulan madu ya ke Bandung?""Ngaco kamu, Mer. Ini rapat sama Pak Reyhan." "Oya? Bukankah rapatnya..." "Kenapa?" Kening Syila berkerut menanti kelanjutan ucapan Merry. "Nggak jadi, Syila. Selamat berbulan madu, Sayang," goda Merry sembari mencubit pipi Syila hingga sahabatnya itu mengaduh. Perjalanan tiga jam lebih beberapa menit Jakarta-Bandung akhirnya mereka sampai di hotel berbintang. Sy
Bab 23A Diblokir "Apa maksudmu, Fan? Di mana Mas Zein? Aku harus bertemu dengannya." Syila berniat keluar kamar tetapi Refan menahannya. Tubuhnya direngkuh Refan lalu dihempaskan ke Ranjang. "Apa ini?!" Teriak Refan membuat Syila tercengang. Lembaran tiket dilemparkan Refan ke ranjang. Sontak saja Syila terbelalak melihatnya. "Fan! Dari mana kamu mendapatkannya?" Syila merasa ceroboh. Setelah menerima tiket dari Arka, ia tidak peduli dengan kemana tujuannya nanti. Alhasil, tiket yang disimpan di tas wanita itu raib pun tidak disadarinya. "Itu tiket lu, kan? Nama lu jelas ada di situ. Mau ke Hongkong atau ke Singapura, huh?!" "Fan, aku...." "Tidak perlu basa-basi, lu bisa pergi sekarang juga! Gue nggak nyesel pernah tidur sama lu, orang yang mau hancurin keluarga gue. Anggap saja malam itu sebagai kompensasi lu bocorin data perusahaan. Dasar wanita munafik!" Refan hendak pergi. Namun, Syila meraih lengan pria di depannya hingga berbalik. Sebuah tamparan pun mendarat di pipi pri
Bab 23B Diblokir "Maaf, Mbak. Apa penghuni kamar sebelah saya sedang keluar?" Syila menunjukkan kartunya serta menyebutkan nomer kamar satunya yang dipesan sang suami. "Maaf, Mbak. Mereka baru saja check out." "Apa?! Coba cek ulang mbak." "Iya, benar. Atas nama Pak Zein, kan?" Syila mencelos, hatinya terasa nyeri. Ia mengabaikan petugas resepsionis yang memandang heran dirinya. Syila berlalu begitu saja menuju ke parkiran depan hotel. Baru sampai di lobby depan, sebuah mobil yang familiar dimata Syila hendak melintasinya. Syila segera mengejar mobil yang dikemudikan Zein. Dengan berani, Syila merentangkan tangan menghadang mobil yang tengah melewati batas pos pintu keluar. "Apa yang mau Syila lakukan, Fan?" tanya Zein dengan wajah serius. Pasalnya ia hanya mengikuti skenario yang dibuat adiknya. "Biarkan saja, Bang. Dia hanya menggertak saja. Tidak mungkin Syila berani mengorbankan diri menabrakkan tubuhnya," seloroh Refan."G*la kamu, Fan! Nanti kalau beneran dia nggak mau me