Alhamdulillah sudah UP ya. happy reading. like dan komentarnya dong. makasih
Bab 21 Ponsel"Sudah dibereskan semuanya?""Ya. Sepertinya langkah selanjutnya akan lebih mulus."Merry tidak bisa mendengar pembicaraan dua orang yang ada di dalam sampai selesai. Begitu mendengar ponsel di sakunya berdering, ia segera menjauh dari pantry. Ternyata ia mendapat panggilan dari bosnya. Zein memintanya mengirimkan beberapa data yang dibutuhkan. Mau tidak mau, Merry bergegas kembali ke ruang divisi keuangan."Ishh, Mbak Sania tadi ngobrol sama siapa, ya? Gagal deh misiku sama Syila." Merry menghentakkan kakinya saat berada di depan ruang kerjanya. Karyawan lain yang satu ruang dengannya menatap heran."Kenapa mukamu kesel gitu, Mer?" seloroh temannya."Nggak apa-apa? Udah kerja sana, nggak usah ngurusin orang lain!" sahut Merry sewot. Kedua teman Merry hanya berbisik menanggapi tingkahnya yang tidak biasa. Semenjak kena sidang bosnya, mereka beranggapan Merry suka marah dan kesel. "Hai, udah dibilangin nggak usah bisik-bisik nggosipin orang lain!" tegur Merry pada dua t
"Sepertinya mereka merencanakan sesuatu, Syil. Tapi rencana apa aku nggak paham.""Oke, nanti aku cari tahu sendiri. Btw, kasih saran dong. Malam ini aku mau bikin Mas Zein bersedia tidur sekamar sama aku. Gimana caranya?" Syila terang-terangan tanpa rasa malu menanyakan maslah itu."Ishh, tanya lagi. Dulu kan sudah aku kasih jurus. Udah sana dandan buruan. Bos barusan pulang setengah jam yang lalu sama kembarannya. Awas jangan salah peluk! Apalagi salah cium." "Ckk, awas kamu, Mer!" Syila berdecak kesal mendengar candaan sahabatnya. Tawa meledak dari seberang sana, Syila akhirnya memutuskan menutup panggilan setelah terdengar deru mobil masuk pelataran depan rumah.Jantung Syila berdegup kencang, pikirannya berkecamuk. Otaknya seolah terbagi antara memikirkan suaminya juga musuhnya. Mereka orang yang sama. Memilih menyusup ke dalam selimut, Syila berpura-pura tidur. Ia berharap nyalinya tidak menciut saat suaminya masuk kamar. Biasanya sang suami pulang kerja akan membersihkan diri d
Bab 22A SindiranSuasana sarapan pagi ini di meja makan sedikit membuat Syila canggung. Pasalnya, setelah semalam tidur ditemani suaminya, Syila justru terlelap lebih dulu. Sedari tadi, ia hanya melirik Zein yang bersikap biasa seolah melupakan malam panjang bersamanya. "Kenapa Mas Zein jadi cuek begitu?" Memilih fokus pada nasi goreng di piringnya, Syila mencoba tak acuh dengan sikap suaminya. Ia justru dikejutkan oleh kedatangan Refan yang terlihat segar dengan penampilan kaos kasual dipadukan celana jeans. Mempesona. "Astaghfirullah, jaga pandangan Syil. Itu godaan adik ipar. Nggak malu apa pernah bermalam di kamarnya." Syila menunduk seraya menggigit bibirnya teringat malam itu. "Sudah rapi juga, Fan? Gimana, apa ada masalah dengan perusahaan?" tanya Ilyas seperti biasa. Meskipun abinya sibuk mengajar, di sela-sela mereka berkumpul sarapan pagi pasti menyempatkan bertanya kabar kantor yang dihandle putranya. "Nggak ada, Bi. Hanya masalah kecil," ungkap Zein menimpali pertanyaa
Bab 22B Sindiran"Mer, aku seminggu ke Bandung. Tolong bantu awasi Mbak Sania ya. Dia sementara mengantikanku menghandel kerjaan di kantor." Merry memasang raut kebingungan. Ia membaca proposal proyek dengan Reyhan bahwa meetingnya masih minggu depan. Kenapa bosnya justru ke Bandung sekarang. Namun, Merry tidak menyampaikan kecurigaannya yang tidak beralasan. Bisa jadi bosnya ingin mengajak Syila bulan madu. Merry justru terkikik membayangkan sahabatnya berbulan madu sambil mikir kerjaan. "Stt, nih anak diajak ngomong malah melamun senyum-senyum sendiri," seloroh Syila. "Eh iya, maaf. Kamu mau bulan madu ya ke Bandung?""Ngaco kamu, Mer. Ini rapat sama Pak Reyhan." "Oya? Bukankah rapatnya..." "Kenapa?" Kening Syila berkerut menanti kelanjutan ucapan Merry. "Nggak jadi, Syila. Selamat berbulan madu, Sayang," goda Merry sembari mencubit pipi Syila hingga sahabatnya itu mengaduh. Perjalanan tiga jam lebih beberapa menit Jakarta-Bandung akhirnya mereka sampai di hotel berbintang. Sy
Bab 23A Diblokir "Apa maksudmu, Fan? Di mana Mas Zein? Aku harus bertemu dengannya." Syila berniat keluar kamar tetapi Refan menahannya. Tubuhnya direngkuh Refan lalu dihempaskan ke Ranjang. "Apa ini?!" Teriak Refan membuat Syila tercengang. Lembaran tiket dilemparkan Refan ke ranjang. Sontak saja Syila terbelalak melihatnya. "Fan! Dari mana kamu mendapatkannya?" Syila merasa ceroboh. Setelah menerima tiket dari Arka, ia tidak peduli dengan kemana tujuannya nanti. Alhasil, tiket yang disimpan di tas wanita itu raib pun tidak disadarinya. "Itu tiket lu, kan? Nama lu jelas ada di situ. Mau ke Hongkong atau ke Singapura, huh?!" "Fan, aku...." "Tidak perlu basa-basi, lu bisa pergi sekarang juga! Gue nggak nyesel pernah tidur sama lu, orang yang mau hancurin keluarga gue. Anggap saja malam itu sebagai kompensasi lu bocorin data perusahaan. Dasar wanita munafik!" Refan hendak pergi. Namun, Syila meraih lengan pria di depannya hingga berbalik. Sebuah tamparan pun mendarat di pipi pri
Bab 23B Diblokir "Maaf, Mbak. Apa penghuni kamar sebelah saya sedang keluar?" Syila menunjukkan kartunya serta menyebutkan nomer kamar satunya yang dipesan sang suami. "Maaf, Mbak. Mereka baru saja check out." "Apa?! Coba cek ulang mbak." "Iya, benar. Atas nama Pak Zein, kan?" Syila mencelos, hatinya terasa nyeri. Ia mengabaikan petugas resepsionis yang memandang heran dirinya. Syila berlalu begitu saja menuju ke parkiran depan hotel. Baru sampai di lobby depan, sebuah mobil yang familiar dimata Syila hendak melintasinya. Syila segera mengejar mobil yang dikemudikan Zein. Dengan berani, Syila merentangkan tangan menghadang mobil yang tengah melewati batas pos pintu keluar. "Apa yang mau Syila lakukan, Fan?" tanya Zein dengan wajah serius. Pasalnya ia hanya mengikuti skenario yang dibuat adiknya. "Biarkan saja, Bang. Dia hanya menggertak saja. Tidak mungkin Syila berani mengorbankan diri menabrakkan tubuhnya," seloroh Refan."G*la kamu, Fan! Nanti kalau beneran dia nggak mau me
Bab 24A Susahnya"Maaf, Mbak, apa ada kartu lain?" Syila tertegun, kenapa dengan kartunya. "Coba lagi, Pak! Mungkin saya salah masukin pasword." Syila mencoba mengulangi pasword kartunya. "Maaf, Mbak. Kartu anda telah diblokir." Bahu Syila melorot mengetahui nasib yang menimpanya. Ia tidak mengira akan susah seperti ini setelah tadi percaya diri dengan keputusannya. Tahu begitu, ia tidak akan mengembalikan kartu hitam tadi. Pantas saja Refan memberinya kartu itu, karena kartu fasilitas perusahaan telah diblokir. Benar-benar menyedihkan nasibnya.Mau tak mau Syila mengeluarkan uang cash terbatas yang ada ditangannya. Ia harus menghemat pengeluaran karena belum jelas nasibnya ke depan. Setelah mendapatkan tiket menuju Jakarta, Syila beristirahat di kursinya. Ia memutar otak untuk rencana ke depan. Tidak mungkin sekarang ia kembali ke rumah mertuanya. Ancaman dilaporkan ke polisi menjadi satu alasan Syila. Ia akan mengunjungi kontrakan lama yang dulu ditinggali sebelum menikah.Tiga
Bab 24B Susahnya"Om, om!" Bu kos mengetuk pintu berkali-kali, sepertinya pemiliknya sudah tidur. Syila bernapas lega saat pintu terbuka menampakkan pria yang sedang menguap dengan pakaian kaus dan celana pendek serta sarung mengalung di leher. "Ada apa, Mbak. Malam-malam kemari?" "Kamarnya masih ada kosong, nggak? Ada yang butuh nginap semalam." Syila melihat wajah pria itu berbinar. Artinya kamar pasti ada yang kosong pikirnya. "Masih, masih. Tunggu sebentar, saya ambil kunci."Beberapa menit kemudian pria itu keluar memegang kunci di tangannya. Ia mengantar Syila ke bangunan sebelah rumahnya yang masih tersekat oleh satu tembok yang sama. "Ini kamarnya." Syila melihat-lihat kondisi kamar yang jauh dari kata layak untuk dirinya. Namun, karena situasi terpaksa ia harus menerimanya. "Baik, Pak. Saya akan menyewanya malam ini. Berapa sewa semalam ya, Pak?" tanya Syila dengan ekspresi wajah harap-harap cemas. "Om, kasih murah. Dia anak kos paling baik di kontrakanku." "Ya, Mbak