tinggalkan jejak love dan komentar ya. salam sehat selalu.
Bab 23A Diblokir "Apa maksudmu, Fan? Di mana Mas Zein? Aku harus bertemu dengannya." Syila berniat keluar kamar tetapi Refan menahannya. Tubuhnya direngkuh Refan lalu dihempaskan ke Ranjang. "Apa ini?!" Teriak Refan membuat Syila tercengang. Lembaran tiket dilemparkan Refan ke ranjang. Sontak saja Syila terbelalak melihatnya. "Fan! Dari mana kamu mendapatkannya?" Syila merasa ceroboh. Setelah menerima tiket dari Arka, ia tidak peduli dengan kemana tujuannya nanti. Alhasil, tiket yang disimpan di tas wanita itu raib pun tidak disadarinya. "Itu tiket lu, kan? Nama lu jelas ada di situ. Mau ke Hongkong atau ke Singapura, huh?!" "Fan, aku...." "Tidak perlu basa-basi, lu bisa pergi sekarang juga! Gue nggak nyesel pernah tidur sama lu, orang yang mau hancurin keluarga gue. Anggap saja malam itu sebagai kompensasi lu bocorin data perusahaan. Dasar wanita munafik!" Refan hendak pergi. Namun, Syila meraih lengan pria di depannya hingga berbalik. Sebuah tamparan pun mendarat di pipi pri
Bab 23B Diblokir "Maaf, Mbak. Apa penghuni kamar sebelah saya sedang keluar?" Syila menunjukkan kartunya serta menyebutkan nomer kamar satunya yang dipesan sang suami. "Maaf, Mbak. Mereka baru saja check out." "Apa?! Coba cek ulang mbak." "Iya, benar. Atas nama Pak Zein, kan?" Syila mencelos, hatinya terasa nyeri. Ia mengabaikan petugas resepsionis yang memandang heran dirinya. Syila berlalu begitu saja menuju ke parkiran depan hotel. Baru sampai di lobby depan, sebuah mobil yang familiar dimata Syila hendak melintasinya. Syila segera mengejar mobil yang dikemudikan Zein. Dengan berani, Syila merentangkan tangan menghadang mobil yang tengah melewati batas pos pintu keluar. "Apa yang mau Syila lakukan, Fan?" tanya Zein dengan wajah serius. Pasalnya ia hanya mengikuti skenario yang dibuat adiknya. "Biarkan saja, Bang. Dia hanya menggertak saja. Tidak mungkin Syila berani mengorbankan diri menabrakkan tubuhnya," seloroh Refan."G*la kamu, Fan! Nanti kalau beneran dia nggak mau me
Bab 24A Susahnya"Maaf, Mbak, apa ada kartu lain?" Syila tertegun, kenapa dengan kartunya. "Coba lagi, Pak! Mungkin saya salah masukin pasword." Syila mencoba mengulangi pasword kartunya. "Maaf, Mbak. Kartu anda telah diblokir." Bahu Syila melorot mengetahui nasib yang menimpanya. Ia tidak mengira akan susah seperti ini setelah tadi percaya diri dengan keputusannya. Tahu begitu, ia tidak akan mengembalikan kartu hitam tadi. Pantas saja Refan memberinya kartu itu, karena kartu fasilitas perusahaan telah diblokir. Benar-benar menyedihkan nasibnya.Mau tak mau Syila mengeluarkan uang cash terbatas yang ada ditangannya. Ia harus menghemat pengeluaran karena belum jelas nasibnya ke depan. Setelah mendapatkan tiket menuju Jakarta, Syila beristirahat di kursinya. Ia memutar otak untuk rencana ke depan. Tidak mungkin sekarang ia kembali ke rumah mertuanya. Ancaman dilaporkan ke polisi menjadi satu alasan Syila. Ia akan mengunjungi kontrakan lama yang dulu ditinggali sebelum menikah.Tiga
Bab 24B Susahnya"Om, om!" Bu kos mengetuk pintu berkali-kali, sepertinya pemiliknya sudah tidur. Syila bernapas lega saat pintu terbuka menampakkan pria yang sedang menguap dengan pakaian kaus dan celana pendek serta sarung mengalung di leher. "Ada apa, Mbak. Malam-malam kemari?" "Kamarnya masih ada kosong, nggak? Ada yang butuh nginap semalam." Syila melihat wajah pria itu berbinar. Artinya kamar pasti ada yang kosong pikirnya. "Masih, masih. Tunggu sebentar, saya ambil kunci."Beberapa menit kemudian pria itu keluar memegang kunci di tangannya. Ia mengantar Syila ke bangunan sebelah rumahnya yang masih tersekat oleh satu tembok yang sama. "Ini kamarnya." Syila melihat-lihat kondisi kamar yang jauh dari kata layak untuk dirinya. Namun, karena situasi terpaksa ia harus menerimanya. "Baik, Pak. Saya akan menyewanya malam ini. Berapa sewa semalam ya, Pak?" tanya Syila dengan ekspresi wajah harap-harap cemas. "Om, kasih murah. Dia anak kos paling baik di kontrakanku." "Ya, Mbak
Bab 25A Mencurigakan"Oh ya, Pak. Kalau Pak Zein dan Refan sudah datang belum?""Lha Mbak Syila ini kan istrinya kok tanya saya?" Syila menyadari kekonyolannya. Ia menepuk jidatnya berulang."Saya baru datang dari Bandung, Pak.""Lha kan beliau berdua juga di Bandung. Sekarang masih ada di sana.""Apa?! Mereka masih di Bandung?"Syila hanya melongo mendengarnya. Beberapa mobil melintas masuk ke arah kantor, Syila pun menutupkan maskernya. Ia mengalihkan pandangan dari mobil yang lewat."Iya, meeting dengan koleganya kan baru minggu depan? Nggak tahu juga kenapa sekarang mereka sudah di sana. Mungkin diajukan kali."Syila semakin pusing dibuatnya. Suami dan iparnya sengaja mengajaknya ke Bandung lebih awal agar bisa mengusirnya dari perusahaan dengan cara halus. Ia kembali membetulkan masker dan gaya jilbabnya yang dimodif baru supaya tidak dikenali orang."Apanya yang enam bulan. Mas Arka konyol sekali. Baru juga mau sebulan sudah jadi begini. Baiklah, akan aku ikuti permainan ini," t
Bab 25B Mencurigakan"Kenapa melamun? Lalu apa yang mau kamu lakukan,Syil?" tanya Merry seraya mengambil tisu untuk mengelap mulutnya."Aku memikirkan tentang pekerjaan, Mer. Aku harus mencari batu loncatan."Wajah Merry tiba-tiba meredup melihat kondisi sahabatnya. Benar-benar bos sekaligus suami sahabatnya tega membiarkan Syila terlunta."Bagaimana kalau kamu coba melamar di tempat temanku? Tapi gajinya jauh di bawah perusahaan kita.""Nggak masalah, Mer. Yang penting aku tidak menganggur.""Baiklah kalau begitu. Aku nanti kirim alamatnya ke ponselmu.""Nomerku ganti, Mer." Syila mengucap lirih membuat Merry tercengang."Masalah lagi?""Iya, simcard diambil Refan." Merry menepuk jidatnya. Ia tidak habis pikir ipar sahabatnya suka merecoki."Sini ponselnya aku ketik nomerku!"Syila menyerahkan ponselnya supaya Merry bisa menyimpan nomernya.Selesai makan dan berbincang, Syila balik ke kontrakan untuk menyiapkan berkas surat lamaran kerja. Sementara itu, Merry kembali ke kantornya. Ia
Bab 26A AncamanBrak.Suara berisik terdengar di luar ruangan membuat keduanya terhenyak dan saling memandang ke arah luar. Gegas mereka melihat kondisi di luar sana.Merry gelagapan saat tubuhnya mundur menabrak tempat sampah ukuran besar yang ada di belakangnya. "Kamu ngapain di situ?!""Eh, maaf Nona. Saya ceroboh tadi membersihkan lantai hampir terpeleset," ucap seorang karyawan bagian kebersihan yang biasa bertugas di lantai itu. Setiap hari setidaknya pagi, siang, dan sore lantai di sekitar ruangan petinggi perusahaan harus terjamin kebersihannya."Kamu sendiri di sini?" Sania menatap wajah pemuda yang sedang menunduk. Ia yakin pemuda ini tidak akan berani berbohong, sanksinya bisa saja dipecat."I...iya, Nona.""Saya tanya sekali lagi, kamu ingat sanksinya kalau berbohong, bukan?""Siapa tadi yang ada di sini bersamamu?" cecar Sania, sementara Alex melangkah ke sekitar mengecek lift dan tangga. Gak lama kemudian Alex kembali ke tempat Sania menginterogasi karyawan tadi."Saya
Bab 26B Ancaman"Permisi, Mbak." Di dalam ruangan sudah ada Sania dan Alex yang memasang wajah serius. Seoalh menjadi seorang terdakwa, Merry duduk di kursi yang telah ditunjuk Sania."Apa benar tadi kamu kemari?" tanya Sania dengan wajah datar."Ya, Mbak. Saya hendak membawa laporan penjualan," terang Merry berusaha tenang tanpa mengundang curiga."Oya? Kenapa nggak ketuk pintu lalu masuk?" lanjut Sania mengi terogasi.Wajah muram Sania membuat Merry sedikit canggung menjawab."Maaf, saya takut mengganggu karena ada Pak Alex sedang mengobrol dengan Mbak Sania," imbuhnya."Saya yakin kamu mendengar pembicaraan kami, bukan?" Sania mendesak Merry supaya mengaku. Namun, sahabat baik Syila itu kekeh dengan pendiriannya."Baiklah, kalau kamu tidak mengaku. Kamu yang menanggung resikonya. Bisa jadi bukan kamu yang secara langsung menerima akibatnya, tapi sahabat baikmu."Merry terperangah saat mendengar orang yang dimaksud adalah Syila."Apa yang mau Mbak lakukan?" sergah Merry seraya menata