Revan mengajak Jelita ke taman belakang, keduanya berbaring di atas rumput sintetis saling memandang ke atas langit yang begitu cerah malam itu, ada bulan purnama yang bersinar terang dan kelap-kelip bintang menambah indahnya malam itu."Kamu masih ingat, dulu sewaktu kita suka belajar bersama sampai malam, lalu kita menikmati langit malam di belakang rumah kamu, sambil menatap keindahan malam, persis seperti apa yang kita lakukan sekarang ini."Jelita tak menyangka, Revan masih ingat saja apa yang mereka lakukan saat mereka masih remaja."Kamu bilang, Van, bintang-bintang itu sangat indah yah, apa kamu bisa mengambilkannya satu saja untukku? Lalu kamu masih ingat apa yang aku katakan sama kamu?" tanya Revan, seperti sedang membangkitkan kenangan lama mereka kala itu."Kamu bilang, jangankan satu, semua Bintang juga aku bisa ambil buat kamu, asalkan kamu bisa bahagia, apapun akan aku lakukan, Liii ...!" jawab Jelita sambil tersenyum miris."Kamu masih ingat saja, Li ... kamu tahu aku
"Kenapa diam, kok gak jawab pertanyaan aku?" tanya Revan melihat Jelita hanya terdiam.'Duuuh ... aku harus jawab apa?' Jelita menggaruk kepalanya yang tak gatal, bingung harus jawab apa."Liii ... !" panggil Revan lagi karena Jelita masih saja bergeming."Aku beneran pengen tahu, sebenarnya apa yang kamu cari di tempat tidur itu?" Revan masih bersikukuh, entah kenapa dia menjadi sangat penasaran dengan apa yang dilakukan Jelita tadi."Hmmm ... bukan apa-apa, sudahlah gak usah kamu bahas lagi, lagian kan kamu sudah jawab kalau diantara kita gak terjadi apa-apa." Jelita mencoba mengelak, agar Revan tidak terus-menerus menanyakan hal itu."Ya sudah kalau begitu aku ke bawah, cepatlah nanti makanannya keburu dingin."Revan tidak memperpanjang lagi, walaupun hatinya masih bertanya-tanya soal bukti yang dicari Jelita."Syukurlah, Revan gak bertanya lagi, bisa gawat kalau dia tahu kalau aku mencari bercak darah di sprey!" ucapnya sambil mengusap dadanya, merasa lega, setelah terlihat Revan
"Vaaan ... entahlah, dulu aku berpikir begitu sebelum aku tahu kamu sudah menikah, tapiii ... setelah tahu kamu sudah berkeluarga, akuuu ... aaah ... entahlah, aku pun gak tahu, Van ... mau dibawa ke mana hidupku ini, " lirih Jelita masih dengan tatapan nyalang ke luar, pikirannya saat ini seperti angin bertiup tak tahu arah, terombang-ambing tak tentu tujuan."Enggak Li, kamu gak boleh gitu! Kamu harus tetap menunggu aku, kita akan lepas dari pernikahan toxic ini, please tunggu aku!" Revan berusaha meyakinkan Jelita."Vaaan ... gak ada yang bisa kita lakukan, kita sudah tidak single!" Revan membalikan tubuh Jelita Sampai menghadap ke arahnya. "Liii ... lihat aku, tetaplah bersamaku, ayo kita berjuang agar kita bisa bersama seperti dulu, ayolah bukankah hidup bahagia bersama cinta sejati kita adalah cita-cita kamu, Li ...!!" tegas Revan terus meyakinkan Jelita. "Maukan Sayang? Kita tunggu waktu yang tepat setelah aku bisa lepas dari Veronika aku akan menikahi kamu, dan aku janji kit
Jelita tiba di rumah orang tuanya dengan hati yang was-was, khawatir orang tuanya akan bertanya macam-macam. Kenapa dia pulang kemari, bukan ke rumah mertuanya.'Biarinlah daripada ke rumah nenek cerewet itu, lebih baik aku pulang kemari! Kalau masalah ditanya-tanya, gimana nanti aja deh,' gumamnya.Tuti mengintip dari balik tirai melihat siapa yang datang. 'Mobil siapa tuh?'Jelita turun dari mobil Revan, "Makasih yah, Van udah nganterin aku!" ucapnya.'Oooh ... Non Jelita, Eeeh ... dianterin siapa itu?' Tuti terus memperhatikan Jelita dari balik tirai."Sama-sama, terima kasih juga atas malam minggu yang sangat mengesankan, Sayang!" ucap Revan sambil melakukan kissbye."Ssssst ... apaan sih kamu, nanti ada yang dengar!" Jelita menatap tajam Revan Mendengus kesal dengan sikap Revan yang tak tahu tempat, sambil celingukan takutnya ada yang melihatnya."Hahaha ... maaf, maaf ... aku boleh cium kamu?""Revaaaan ...!!!" bentak Jelita makin kesal karena sepertinya Revan makin sengaja mem
'Aaaaah ... gak mungkin, ini kan foto sudah lama, lagian dia sudah menjadi istriku, akuuu ... harus menanyakannya sama Mama mertuaku, dia pasti mengetahui tentang ini!' gumamnya.Ceklek! Suara pintu kamar mandi dibuka.'Gawat, Jelita sudah beres mandinya, aku harus segera menyembunyikan foto ini!' Arman yang kebingungan, menyimpannya secara asal, diapun menyembunyikan di bawah bantal.Jelita menghampirinya dengan tubuh hanya tertutup handuk.Glek!Lekukan tubuh Jelita yang aduhai membuat Arman hanya bisa menelan salivanya.Jelita yang lupa membawa baju ganti terpaksa ganti di dalam kamar, dia mengambil pakaiannya."Maaas ... jangan melotot gitu!" Ucapan Jelita mengagetkan Arman yang sedang membayangkan hal yang tidak-tidak di kepalanya."Hehehe ... maaf! Abisnya kamuuu ... seksoy kalau cuma pakai handuk gitu, jadi kepengen, hehe!" tutur Arman terus terang walaupun sedikit malu mengatakannya."Jangan harap yah, kamu bisa dapetin kalau kamu belum bisa membuktikan kalau kamu bener-bener
"Makasih yah, Mas Kenzo udah nganterin kita!" kata Jelita setelah sampai di depan rumah Atikah, mertuanya."Iya Jel, sama-sama. Kalian yang akur-akur yah, jangan marahan terus! Tapi seru juga lihat pasangan kayak kalian, berantemnya lucu tapi manis, bikin aku ngiri, hahaha ...!!" goda Kenzo."Hehehe ... iya Mas!""Bisa aja kamu, Ken. Makanya cepetan cari gantinya si Marsya. Biar bisa seru-seruan kayak kita!" ucap Arman sambil merangkul pundak Jelita."Iya deh yang udah baikan, ini asinannya takut kebawa lagi.""Hehe ... hampir lupa lagi!" Cepat-cepat Arman meraih kantung plastik berisi asinan itu dari tangan Kenzo. "Udah yah aku pulang, Ar, Jel ...!!" Kenzo memutar balik mobilnya meninggalkan rumah Atikah."Iya Ken, sekali lagi makasih!" ucap mereka menatap kepergian Kenzo sampai tak terlihat lagi mobil Kenzo."Lepasin Mas, Mas Kenzonya udah pulang!" ucap Jelita sambil melepaskan perlahan tangan Arman dari pundaknya."Masih marah aja sih, Sayang." Arman mengelus dada, dia kira istrin
Tapi seolah tidak kapok, Atikah meneruskan makan asinan itu. Hingga bibir, lidah dan tenggorokannya terasa sangat panas barulah dia menghentikannya."Udah, udah aku benar-benar gak kuat lagi, huuuu ... haaaa ...!!" Keringat mengucur dari dahi hingga leher Atikah, wajahnya sampai memerah, telinganya terasa mendengung.'Kena batunya kan, makanya kalau mau itu bilang jangan main comot aja!' gumam Jelita sambil menertawakan ulah mertuanya, dia pun segera kembali ke kamar sebelum Arman mencarinya ke bawah."Air, aiiiir ...!!" Atikah minum sebanyak-banyaknya, rasa panasnya belum juga sirna dia mendengar suara berisik dari anak-anak yang tengah berlarian di dekat dapur."Kaaaak ... aku minta lagi kuenya!!""Kejar aku kalau bisa, hahaha ...!!" Kedua anak laki-laki itu berlari-lari di dekat Atikah duduk."Heeeei ... kalian, siapa kalian, kenapa lari-lari di rumahku!!" bentak Atikah menghentikan kedua anak kecil itu berlari."Kamiii ... anaknya Mama Hesti," jawab kedua anak itu merasa takut.'H
"Maaas ...!" panggil Jelita dengan bahasa tubuh menggelengkan kepalanya beberapa kali ke arah pintu."Kalian lagi apa sih, ini masih terlalu siang untuk berbuat yang enggak-enggak!!" teriak Atikah lagi."Itu Ibu! Udah dulu Sayang, sun-sunan nya, kita lanjut nanti lagi!!" Arman pun melepaskan pautannya."Lagian Mas Arman, udah tahu Ibu gedor-gedor pintu mana teriak-teriak gitu, bukannya udahan ini malah tambah terus-menerus ciumin bibir aku, mau bikin bengkak lagi bibir aku, hah!!" umpat Jelita jengkel dengan kelakuan sang suami."Hehehe ... maaf, abisnya enak bibir kamu, empuk-empuk gimana gitu, bikin ketagihan, hahaha!!" Arman tergelak tanpa rasa malu mengakuinya."Udaaah ... sana! Bukain, keburu Ibu teriak lagi, berisik nanti kedengaran sama tetangga lagi!" Jelita sambil mendorong pelan punggung Arman."Iya, iya!" Arman pun bergegas membuka pintu, begitu terbuka terlihat sang ibu sudah menatapnya dengan wajah mendengus."Lama banget sih, buka pintunya, masih siang udah main di kasu
"Pak, cantik banget yah ponakan aku!" puji Ardhan ketika melihat foto yang dikirimkan Arman."Cucu Bapak udah lahir, Dhan. Masya Allah ... cantiknyaaaa ...!" Fadlan pun ikut memuji sang cucu yang baru saja lahir ke dunia.'Hah ... mereka lagi liat foto anaknya wanita itu, aduuuh ... aku juga jadi ingin lihat,' gumam Atikah hanya bisa menerka-nerka bagaimana wajah anak Jelita, ingin melihat tapi gengsinya tinggi dia merasa malu kalau harus meminta Ardhan memperlihatkan foto anak itu padanya."Bu, mau lihat enggak, cantik banget lho?" tanya Fadlan, dia tahu sebenarnya istrinya juga penasaran ingin melihat cucu pertamanya."Enggak usah, belum tentu juga itu anaknya Arman.""Ya udah besok pagi kita mau liat ke sana, Ibu jaga rumah yah!" Ardhan sengaja membuat ibunya menyesal tidak melihatnya.'Mereka kok gitu amat, gak ngajak aku sih!' omelnya dalam hati.*****Pagi harinya ..."Ke mana kok udah pada rapi?" tanya Atikah pada suaminya ketika dia akan keluar membeli sayuran."Lho bapak kan
"Kita ke restoran deket sini saja yah, Ar?" ajak Rahayu."Terserah!" jawabnya dingin.Baru saja sampai parkiran, seorang bapak berlari tergesa-gesa menuju ke arahnya."Pak Armaaaan ...!!" tanyanya seperti orang panik."Pak Marwan?!" Arman tersentak melihat sang pengacara ada di hadapannya."Pak Arman Kenapa baru datang?""Iya Pak, saya datang terlambat, ya sudahlah memang sudah nasib saya harus kehilangan istri saya, Pak." Arman begitu sendu tak elak dia pun sedikit terisak."Pak Arman jangan bersedih dulu, masih ada kesempatan Pak Arman untuk bisa kembali mempertahankan pernikahan Pak Arman.""Maksud Pak Marwan?" Arman merasa heran sekaligus senang."Sidang tertunda, Pak, karena tiba-tiba Bu Jelita mengalami kontraksi, sepertinya beliau mau melahirkan.""Iyakah? Jelita akan melahirkan!" Wajah Arman kembali berbinar, ada peluang dirinya bisa kembali pada Jelita dan itu karena sang calon jabang bayi yang akan terlahir dari rahim Jelita."Iya Pak, sekarang sudah ada di rumah sakit Bunda
"Ya Allah Jelitaaa ... maafkan aku, Jelitaaa ... aku menyesal tidak pernah mau mendengarkan penjelasan kamu, aku pun telah memperlakukan kamu secara kasar, aku benar-benar menyesal ...!" lirih Arman dengan bercucuran air mata hingga membasahi surat dari Jelita.Malam ini Arman tergugu di dalam keheningan malam, menangisi semua sikapnya yang buruk pada Jelita selama ini, menyesal pun tiada guna semua sudah terjadi, 'Apa aku akan dimaafkan! Aku sudah membuatnya terluka, dia pasti merasa sakit hati, maafkan aku Sayang!' racaunya. Lalu dia mengambil ponselnya dan mencari foto Jelita yang masih tersimpan di galeri ponselnya. Dia pandangi sambil mengusap-usap foto Jelita seolah memang sedang mengusap wajah Jelita.hingga tak terasa dia pun terlelap sambil menatap wajah Jelita di ponselnya.******Pagi harinya dia terbangun oleh suara ponsel pengacaranya. [Halo, Pak Arman, Pak Arman tidak datang ke sidang? Bila Pak Arman hari ini tidak datang, Hakim akan langsung memutuskan cerai dan Pak Ar
Niat hati mau pergi ke ruko yang ditempati Jelita, tapi begitu melihat hari sudah gelap, tampaknya harus Arman urungkan karena hari terlalu malam.Dia pun pulang ke rumahnya, karena sudah lelah pula."Biii ... kok masih di sini?" tanya Arman heran, saat melihat Bi Sumi ada di rumahnya.Memang tadi pagi dia menyuruhnya untuk membersihkan kamarnya sudah lama dia tidak membersihkannya, Rohmat hanya membersihkan ruangan-ruangan saja kamar Arman tidak dia bersihkan, dulu ada Jelita yang bersihkan tapi semenjak Jelita pergi, Arman tak pernah membersihkannya."Iya, maaf yah Mas Arman, saya baru bersihkannya tadi sore, tapi melihat meja makan kosong saya sekalian masak, Mas.""Makasih yah Bi, kalau gitu Bi Sumi boleh pulang. Ini buat Bi Sumi." Arman mengeluarkan sejumlah uang dari dompetnya."Makasih, Mas Arman.""Oh iya, Mas. Ini tadi saya menemukan di bawah tempat tidur. Kayaknya surat dari Mbak Jelita." Bi Sumi memberikan amplop putih dari saku bajunya, tertulis 'Untuk Suamiku Tersayang.'
"Oh, soal kejadian malam itu. Oke, tapi saya akan ceritakan soal hubungan Jelita dan Revan dulu karena semua berkaitan dengan apa yang telah terjadi dengan Anda dan Jelita." Ryuga menatap Arman, dia tahu apa yang nanti dia sampaikan Mungkin akan sedikit menyakiti Arman."Hmm ... okelah, lanjutkan ceritanya." Seketika Arman merasakan ketegangan, dia takut akan mengetahui sesuatu yang tak ingin dia ketahui selama ini."Pada awalnya, Jelita baru saja bertemu kembali dengan Revan setelah menikah dengan Pak Arman. Jelita tidak menyangkal kalau dia masih menyimpan perasaan pada Revan, karena dia mencintainya sejak SMA dan ada janji yang hingga kini Jelita tunggu, Revan akan datang lagi untuk kembali menjalin kasih dengannya tapi sayang hingga belasan tahun, Revan tak datang juga hingga orang tua Jelita akhirnya menjodohkan dengan Pak Arman. Jelita yang tak punya alasan untuk menolaknya terpaksa menerima pernikahan tanpa cinta. Maaf yah Pak Arman, jangan tersinggung!" Ryuga merasa tak enak h
"Kamu kenapa menampar aku?" tanya Revan terkejut tiba-tiba Jelita menamparnya."Aku gak nyangka Van, kamu lakuian cara apapun untuk bisa misahin aku sama. suami aku, Van. Tega banget kamu Van!!" ujar Jelita dengan napas naik turun dan tatapan yang tajam."Aku gak ngerti apa maksud kamu, Li ..." "Jangan pura-pura kamu, Van. Hari terakhir kita ketemu di apartemen kamu udah rencanain, kan. Kamu ambil gambar kita sewaktu kita bersama secara diam-diam dan pasti kamu hanya perlihatkan gambar kita sewaktu kita berciuman saja pada suamiku, kan!! Katakan itu benar, kan!!" bentak Jelita.."Gak Li, itu gak benar, suami kamu hanya menanyakan apa yang kita lakukan di apartemen hari itu, dan aku perlihatkan video itu, gak ada maksud aku untuk menjelek-jelekkan kamu, Li!" bantah Revan."Tega kamu, Van. Kamu juga fitnah aku, kalau kita sudah sering berhubungan badan, sampai tertanam benih kamu ada di rahimku! Sungguh fitnah yang keji, Van!" Dengan rahang yang mengeras dan suara yang keras Jelita te
Arman sudah dua kali tidak datang dalam sidang, rasanya dia tak sanggup bila harus bertemu dengan Jelita.Ingin dia membencinya, tapi dia pun sangat merindukan wanita itu. Dilema yang kini dia dia rasakan di satu sisi dia masih sangat mencintainya, tapi di sisi lain dia merasa kecewa dengan kenyataan bahwa dia sudah sering berhubungan dengan laki-laki lain bahkan sampai menghasilkan calon bayi.Sudah dua bulan ini, Arman tinggal di rumah Atikah, tak jarang Atikah sengaja mengundang Rahayu untuk menghibur Arman, tapi Arman yang sedang bersedih tak jua memberikan lampu hijau.Hanya menemani Rahayu ngobrol, tapi tetap hati dan pikirannya tertuju pada satu nama, Jelita.Rahayu kira, dia bisa mengambil hati Arman sayangnya dia salah, apalagi Arman masih bersikap biasa saja, tidak terlalu merespon apa yang dia katakan.'Biarlah saat ini dia masih bersikap biasa, aku mengerti dia lagi mengalami saat sulit, tapi sebentar lagi setelah dia benar-benar lepas dari wanita itu, dia akan menjadi mil
"Papa, jangan pergi! Masa tiap weekend kamu pergi, Pa. Gak kasihan sama Jessi!" sergah Veronika saat Revan mengepak bajunya dan memasukkan ke dalam koper.Semenjak Revan ditempatkan di supermarket yang ada di pusat, maksud dari mertuanya agar Revan bisa lebih dekat dengan keluarga kecilnya, tapi nyatanya setiap libur Revan tak pernah ada di rumah, selain dia mengurus usahanya yang lain tapi juga dia meluangkan waktu untuk mencari cinta pertamanya, Jelita. Tapi sayangnya sampai hampir tujuh bulan, dia belum menemukan jejaknya."Biasanya Mama gak masalah aku pergi, kenapa sekarang Mama cegah aku?"Aneh, kali ini Veronika merasa Revan akan pergi lama, tak biasanya Revan membawa baju sebanyak itu."Aku hanya ingin Papa tinggal di sini. bisa menghabiskan waktu libur bersama kami! Semenjak Papa pindah ke sini, kenapa Papa jarang sekali ada ada waktu buat Jessi!" keluh Veronika.Sebenarnya Revan memang sengaja mengurangi kedekatannya dengan Jessi, agar nanti saatnya tiba dia akan meninggalka
"Iya, Bu saya ayahnya! Maaf saya sibuk, jadi baru kali ini bisa menemani istri saya!" katanya sambil mengedipkan mata pada Jelita.Jelita melotot kesal padanya. 'Bisa-bisanya dia ngaku kayak gitu!' omel Jelita dalam hatinya.Raut wajah Arman berubah muram. 'Jadi dia ayah anak yang kamu kandung, Jelita Az-Zahra!' Rasa sesak menyelusup dadanya, tak sanggup dia menerima kenyataan pahit itu.Tubuh Arman makin lemas, tak sanggup melihat laki-laki itu menggandeng tangan Jelita memasuki ruang periksa.Arman pun berjalan gontai meninggalkan tempat itu, niatnya ke kantin dia lupakan, dia duduk di dekat parkiran menatap nyalang ke arah luar."Kak, apaan sih pake ngaku-ngaku ayahnya segala?" dengus Jelita setelah keluar dari ruang periksa."Kasihan anak itu, Jel. Ayahnya gak mau ngakuin, lebih baik aku saja yang jadi ayahnya.""Enggak, Kak. Aku bahkan masih sah istrinya, entah mau jadi gimana pernikahanku ini, Kak," ucap Jelita berkaca-kaca, jadi teringat akan statusnya yang masih menggantung."