"Aku mau ketemu sama Rahayu ah, mau lihat bisnis kuenya apa memang sudah sukses yah?" gumam Atikah yang sebelumnya sudah meminta alamat toko kuenya pada Rahayu."Ke mana Bu, udah rapi?" tanya Bi Sumi, melihat sang majikan sudah berpakaian bagus dengan tas yang cukup mahal menggantung di pundaknya."Aku mau ketemuan sama Rahayu," jawab Atikah dengan raut senang menyelimuti wajahnya."Rahayu?" Bi Sumi mengerutkan dahinya."Itu lho, perempuan yang waktu itu ketemu sewaktu kita ke dokter, masa Bi Sumi lupa?""Ooooh ... yang kata Ibu, mantannya Mas Arman." Kini Bi Sumi ingat siapa yang Atikah maksud."Iyaaa ... tapi Sssst ... jangan bilang-bilang sama Arman yah kalau saya mau ketemuan sama Rahayu. Bi Sumi jangan comel!" bisik Atikah sambil lihat ke kiri dan kanan takutnya ada Arman ataupun Jelita mendengar percakapannya."Ibu gak bermaksud mendekatkan perempuan itu dengan Mas Arman, kan?" Bi Sumi menyipitkan matanya mencurigai ada niat buruk di balik pertemuan itu."Ssssst ... jangan beris
'Rahayu sepertinya sudah gak sabar mendengar ceritaku, hehehe ... baiklah aku akan bercerita!'Demi maksud liciknya, Atikah harus berbohong sedikit, dia inginkan Rahayu bersimpati pada Arman."Istrinya sepertinya tidak mencintai Arman, Arman saja yang selalu berusaha memberikan perhatian pada istrinya itu. Dia begitu baik, tapi sedikitpun istrinya itu tak peduli, bahkan dia tidak pernah menyiapkan makan buat Arman, banyak alasan katanya capeklah, ngantuklah. Bangun juga siang, hanya Bi Sumi saja selalu yang nyiapin sarapan. Pulang kerja juga kadang malam, padahal dari kantornya pulang masih sore. Kalau libur kerja juga dia jarang di rumah, waktunya banyak dihabiskan dengan teman-temannya," tutur Atikah dengan banyak kebohongan yang dia selipkan dalam ceritanya."Kasihan banget yah, Arman. Kok punya istri kayak gitu, wanita karier sih wanita karier tapi gak gitu juga dong! Masa suami gak diperhatiin!" ujar Rahayu yang tampak sedih dan marah dengan cerita Atikah, dia tidak suka dengan s
Ayahnya Revan tidak bisa membuktikan bahwa dia tidak bersalah harus bersedia tinggal di dalam hotel prodeo meskipun belum diputuskan bersalah.Sidang demi sidang, Irwan laksanakan, hingga satu tahun lebih lamanya, tapi belum juga ada kemajuan perkembangan kasusnya, semua harta sudah keluar banyak, pengacara bagus dan mahal sudah mereka sewa, belum lagi untuk membiayai biaya rumah sakit karena berkali-kali Irwan penyakitnya kambuh.Revan dan ibunya makin terpuruk, tak tahu lagi apa yang harus dilakukan, pengacaranya sepertinya sudah menyerah, apalagi asset makin menipis.Kesehatan Irwan makin memburuk, Revan sangat khawatir, meskipun dia sudah lulus kuliah dan bekerja, tapi dia belum bisa membantu keuangan keluarganya.Intan, sang Ibu akhirnya tidak kuat juga dengan berbagai cobaan itu, sang ibu pun masuk rumah sakit karena sakit darah tinggi dan penyakit asam lambung yang dideritanya."Mamaaaa ... aku harus bagaimana, aku hanya sendiri, cepatlah sehat, aku mohon!" lirihnya di sela-sel
"Kamu sampai kapan sendiri terus Van, Papa Mama ingin lihat kamu bersanding," keluh sang ayah."Papa Mama tenang saja, sebenarnya aku sudah ada calon dari dulu, hanya sajaaa ... aku belum berani mengenalkannya pada Papa Mama, nah berhubung Papa sama Mama udah nanyain aku akan secepatnya menjemput dia," aku Revan sambil menyunggingkan senyuman."Bener, Nak? Papa Mama seneng banget dengernya, kalau begitu secepatnya bawa gadis pujaan hati kamu itu ke sini, kenalkan pada kami, kita secepatnya melamar dia, udah gak sabar Papa!" Irwan begitu sangat antusias, ingin segera menikahkan putra semata wayangnya itu."Iya, siap Papa!" jawabnya sangat bersemangat.Akhir minggu ini Revan berencana akan ke Bandung menjemput sang pujaan hati.Tapi sebelum hari itu datang, Irwan memanggil Revan, wajahnya begitu serius saat berbicara dengan Revan."Ada apa Pa, memanggil aku, ada hal serius yah?" tanya Revan melihat ketegangan dari raut wajah Irwan."Iya, Van. Ini sangat serius!" "Oooh ... aku tahu Papa
Hari-hari sulit Revan dilaluinya, dia sama sekali tak bahagia dengan pernikahannya, dia tidak pernah menyentuh Veronika sedikit pun sampai dia melahirkan, karena memang sudah ada perjanjian diantara mereka."Ingat suami istri itu hanya status, aku tidak ingin disentuh oleh kamu!!" tegas Veronika, kala itu."Baguslah, kalau itu memang maumu, aku pun gak sudi menyentuh kamu, aku hanya melaksanakan amanah Papa kamu, untuk menikahi kamu, agar anak itu punya ayah, punya status yang jelas di mata hukum," jawab Revan tak kalah sinisnya."Oke, oke ... tapi awas jangan sampai siapapun tahu soal perjanjian ini!" ancam Veronika.Tapi tak dipungkiri, meskipun Revan tak pernah menyentuhnya, tapi perhatiannya selama dia hamil sampai melahirkan membuatnya lama-lama tersentuh, Revan pula yang menemani dia melahirkan hingga mengadzani putri yang dia lahirkan. Revan pun terlihat sangat menyayangi anaknya meskipun itu bukan anak kandungnya.Mertuanya pun makin menyayangi Revan, hingga beberapa cabang s
'Kenapa dia harus menanyakan itu? Apa aku harus jujur padanya, kalau aku sebenarnya ... tidak! Aku tidak boleh mengatakannya, dia nanti akan semakin nekat lagi!' gumam Jelita."Jawab aku," ujar Revan sambil menatap lekat mata Jelita, sementara Jelita memalingkan wajahnya ke arah lain."Jawab aku, Li!" tegas Revan memegang wajah Jelita, memaksa Jelita untuk melihat ke arahnya."Apa saat ini masih penting jawabanku, Van!" Kini Jelita menatap sendu wajah Revan, sambil melepaskan tangan Revan."Liii ... Please jawablah! Aku hanya ingin tahu apa aku masih ada kesempatan untuk bisa menempati hati kamu lagi dan mewujudkan cita-cita kita untuk bisa bersama!" Revan kembali menyambar tangan Jelita."Sudahlah Van, Sepertinya pertanyaan itu sudah gak penting lagi Van, meskipun aku sudah tahu mengenai kisah hidup kamu, Van. Kitapun sudah ada yang memiliki! Gak mungkin lagi bagi kita untuk bersama.""Gak, Li ... bagiku jawaban itu sangat penting, aku hanya ingin tahu apa kamu mencintai suami kamu!"
"Sayaaaang ... aku pulang!" Arman terlihat bahagia melihat sang istri yang tengah duduk di depan meja riasnya sedang membersihkan wajahnya.Jelita berbalik tak sempat menjawabnya, Arman sudah melabuhkan kecupan di pipi kanannya."Aku kangen, Sayang!" Arman kembali mengecup pipi kiri Jelita."Belum juga sehari masa udah kangen lagi!" "Yah namanya juga cinta, kangennya setiap saat, hahaha!""Kamu, Mas. Udah pinter gombal sekarang yah!""Gak apa-apa, gombalin istri sendiri mah pahalanya gede, hahaha ..." ucap Arman sambil tertawa. "Eeeeh ... tunggu wangi kue nih, Mas abis makan kue yah?" Jelita mengendus aroma kue dari mulut suaminya."Iya, ini aku bawain buat kamu!" Arman memperlihatkan kotak kue."Kayaknya enak nih!""Tumben bawain kue!""Hmmm ... sebenernya ini dari Ibu, Sayang, hehehe ... barusan Ibu kasih ke aku!""Yaaah ... kirain, kamu emang sengaja beliin buat aku! Terus kok telat sih pulangnya!" Jelita merasa kecewa."Baru telat dua jam, kenapa kamu kangen juga yah sama suami
Jelita bekerja seperti biasa, sebenarnya dia takut bertemu dengan Revan, setelah kemarin dia mendesaknya untuk menjawab bagaimana perasaannya pada suaminya."Jel!" Tepukan di bahunya mengagetkan Jelita yang baru saja datang. "Hanny, ngagetin aja!" teriak Jelita begitu berbalik badan."Hahaha ... maaf Jel, abisnya daritadi aku panggil gak nengok-nengok!""Maaf, gak denger Han." "Jel, kamu kemarin sore ke mana? Kok aku lihat mobil kamu masih ngejegruk di parkiran?" tanya Hanny membuat Jelita tergugup."Eeeuuuh ... oooh ... kemariiin ... akuuu ... diajak jalan dulu, iya diajak jalan dulu samaaa ... Mas Arman, hehehe ..." jawab Jelita terlihat begitu gugup, sikapnya telihat panik."Ngomong jalan sama suami aja belibet banget sih, Jel!" ejek Hanny."Hehe ... gak tahu nih lidah, susah banget mau ngomong bener tuh, hahaha ..." Jelita tertawa menyembunyikan ketegangannya.'Wuuus ... untung Hanny percaya!' Jelita mengusap dadanya lega sambil berjalan memasuki ruangannya.Baru membuka pintuny
"Pak, cantik banget yah ponakan aku!" puji Ardhan ketika melihat foto yang dikirimkan Arman."Cucu Bapak udah lahir, Dhan. Masya Allah ... cantiknyaaaa ...!" Fadlan pun ikut memuji sang cucu yang baru saja lahir ke dunia.'Hah ... mereka lagi liat foto anaknya wanita itu, aduuuh ... aku juga jadi ingin lihat,' gumam Atikah hanya bisa menerka-nerka bagaimana wajah anak Jelita, ingin melihat tapi gengsinya tinggi dia merasa malu kalau harus meminta Ardhan memperlihatkan foto anak itu padanya."Bu, mau lihat enggak, cantik banget lho?" tanya Fadlan, dia tahu sebenarnya istrinya juga penasaran ingin melihat cucu pertamanya."Enggak usah, belum tentu juga itu anaknya Arman.""Ya udah besok pagi kita mau liat ke sana, Ibu jaga rumah yah!" Ardhan sengaja membuat ibunya menyesal tidak melihatnya.'Mereka kok gitu amat, gak ngajak aku sih!' omelnya dalam hati.*****Pagi harinya ..."Ke mana kok udah pada rapi?" tanya Atikah pada suaminya ketika dia akan keluar membeli sayuran."Lho bapak kan
"Kita ke restoran deket sini saja yah, Ar?" ajak Rahayu."Terserah!" jawabnya dingin.Baru saja sampai parkiran, seorang bapak berlari tergesa-gesa menuju ke arahnya."Pak Armaaaan ...!!" tanyanya seperti orang panik."Pak Marwan?!" Arman tersentak melihat sang pengacara ada di hadapannya."Pak Arman Kenapa baru datang?""Iya Pak, saya datang terlambat, ya sudahlah memang sudah nasib saya harus kehilangan istri saya, Pak." Arman begitu sendu tak elak dia pun sedikit terisak."Pak Arman jangan bersedih dulu, masih ada kesempatan Pak Arman untuk bisa kembali mempertahankan pernikahan Pak Arman.""Maksud Pak Marwan?" Arman merasa heran sekaligus senang."Sidang tertunda, Pak, karena tiba-tiba Bu Jelita mengalami kontraksi, sepertinya beliau mau melahirkan.""Iyakah? Jelita akan melahirkan!" Wajah Arman kembali berbinar, ada peluang dirinya bisa kembali pada Jelita dan itu karena sang calon jabang bayi yang akan terlahir dari rahim Jelita."Iya Pak, sekarang sudah ada di rumah sakit Bunda
"Ya Allah Jelitaaa ... maafkan aku, Jelitaaa ... aku menyesal tidak pernah mau mendengarkan penjelasan kamu, aku pun telah memperlakukan kamu secara kasar, aku benar-benar menyesal ...!" lirih Arman dengan bercucuran air mata hingga membasahi surat dari Jelita.Malam ini Arman tergugu di dalam keheningan malam, menangisi semua sikapnya yang buruk pada Jelita selama ini, menyesal pun tiada guna semua sudah terjadi, 'Apa aku akan dimaafkan! Aku sudah membuatnya terluka, dia pasti merasa sakit hati, maafkan aku Sayang!' racaunya. Lalu dia mengambil ponselnya dan mencari foto Jelita yang masih tersimpan di galeri ponselnya. Dia pandangi sambil mengusap-usap foto Jelita seolah memang sedang mengusap wajah Jelita.hingga tak terasa dia pun terlelap sambil menatap wajah Jelita di ponselnya.******Pagi harinya dia terbangun oleh suara ponsel pengacaranya. [Halo, Pak Arman, Pak Arman tidak datang ke sidang? Bila Pak Arman hari ini tidak datang, Hakim akan langsung memutuskan cerai dan Pak Ar
Niat hati mau pergi ke ruko yang ditempati Jelita, tapi begitu melihat hari sudah gelap, tampaknya harus Arman urungkan karena hari terlalu malam.Dia pun pulang ke rumahnya, karena sudah lelah pula."Biii ... kok masih di sini?" tanya Arman heran, saat melihat Bi Sumi ada di rumahnya.Memang tadi pagi dia menyuruhnya untuk membersihkan kamarnya sudah lama dia tidak membersihkannya, Rohmat hanya membersihkan ruangan-ruangan saja kamar Arman tidak dia bersihkan, dulu ada Jelita yang bersihkan tapi semenjak Jelita pergi, Arman tak pernah membersihkannya."Iya, maaf yah Mas Arman, saya baru bersihkannya tadi sore, tapi melihat meja makan kosong saya sekalian masak, Mas.""Makasih yah Bi, kalau gitu Bi Sumi boleh pulang. Ini buat Bi Sumi." Arman mengeluarkan sejumlah uang dari dompetnya."Makasih, Mas Arman.""Oh iya, Mas. Ini tadi saya menemukan di bawah tempat tidur. Kayaknya surat dari Mbak Jelita." Bi Sumi memberikan amplop putih dari saku bajunya, tertulis 'Untuk Suamiku Tersayang.'
"Oh, soal kejadian malam itu. Oke, tapi saya akan ceritakan soal hubungan Jelita dan Revan dulu karena semua berkaitan dengan apa yang telah terjadi dengan Anda dan Jelita." Ryuga menatap Arman, dia tahu apa yang nanti dia sampaikan Mungkin akan sedikit menyakiti Arman."Hmm ... okelah, lanjutkan ceritanya." Seketika Arman merasakan ketegangan, dia takut akan mengetahui sesuatu yang tak ingin dia ketahui selama ini."Pada awalnya, Jelita baru saja bertemu kembali dengan Revan setelah menikah dengan Pak Arman. Jelita tidak menyangkal kalau dia masih menyimpan perasaan pada Revan, karena dia mencintainya sejak SMA dan ada janji yang hingga kini Jelita tunggu, Revan akan datang lagi untuk kembali menjalin kasih dengannya tapi sayang hingga belasan tahun, Revan tak datang juga hingga orang tua Jelita akhirnya menjodohkan dengan Pak Arman. Jelita yang tak punya alasan untuk menolaknya terpaksa menerima pernikahan tanpa cinta. Maaf yah Pak Arman, jangan tersinggung!" Ryuga merasa tak enak h
"Kamu kenapa menampar aku?" tanya Revan terkejut tiba-tiba Jelita menamparnya."Aku gak nyangka Van, kamu lakuian cara apapun untuk bisa misahin aku sama. suami aku, Van. Tega banget kamu Van!!" ujar Jelita dengan napas naik turun dan tatapan yang tajam."Aku gak ngerti apa maksud kamu, Li ..." "Jangan pura-pura kamu, Van. Hari terakhir kita ketemu di apartemen kamu udah rencanain, kan. Kamu ambil gambar kita sewaktu kita bersama secara diam-diam dan pasti kamu hanya perlihatkan gambar kita sewaktu kita berciuman saja pada suamiku, kan!! Katakan itu benar, kan!!" bentak Jelita.."Gak Li, itu gak benar, suami kamu hanya menanyakan apa yang kita lakukan di apartemen hari itu, dan aku perlihatkan video itu, gak ada maksud aku untuk menjelek-jelekkan kamu, Li!" bantah Revan."Tega kamu, Van. Kamu juga fitnah aku, kalau kita sudah sering berhubungan badan, sampai tertanam benih kamu ada di rahimku! Sungguh fitnah yang keji, Van!" Dengan rahang yang mengeras dan suara yang keras Jelita te
Arman sudah dua kali tidak datang dalam sidang, rasanya dia tak sanggup bila harus bertemu dengan Jelita.Ingin dia membencinya, tapi dia pun sangat merindukan wanita itu. Dilema yang kini dia dia rasakan di satu sisi dia masih sangat mencintainya, tapi di sisi lain dia merasa kecewa dengan kenyataan bahwa dia sudah sering berhubungan dengan laki-laki lain bahkan sampai menghasilkan calon bayi.Sudah dua bulan ini, Arman tinggal di rumah Atikah, tak jarang Atikah sengaja mengundang Rahayu untuk menghibur Arman, tapi Arman yang sedang bersedih tak jua memberikan lampu hijau.Hanya menemani Rahayu ngobrol, tapi tetap hati dan pikirannya tertuju pada satu nama, Jelita.Rahayu kira, dia bisa mengambil hati Arman sayangnya dia salah, apalagi Arman masih bersikap biasa saja, tidak terlalu merespon apa yang dia katakan.'Biarlah saat ini dia masih bersikap biasa, aku mengerti dia lagi mengalami saat sulit, tapi sebentar lagi setelah dia benar-benar lepas dari wanita itu, dia akan menjadi mil
"Papa, jangan pergi! Masa tiap weekend kamu pergi, Pa. Gak kasihan sama Jessi!" sergah Veronika saat Revan mengepak bajunya dan memasukkan ke dalam koper.Semenjak Revan ditempatkan di supermarket yang ada di pusat, maksud dari mertuanya agar Revan bisa lebih dekat dengan keluarga kecilnya, tapi nyatanya setiap libur Revan tak pernah ada di rumah, selain dia mengurus usahanya yang lain tapi juga dia meluangkan waktu untuk mencari cinta pertamanya, Jelita. Tapi sayangnya sampai hampir tujuh bulan, dia belum menemukan jejaknya."Biasanya Mama gak masalah aku pergi, kenapa sekarang Mama cegah aku?"Aneh, kali ini Veronika merasa Revan akan pergi lama, tak biasanya Revan membawa baju sebanyak itu."Aku hanya ingin Papa tinggal di sini. bisa menghabiskan waktu libur bersama kami! Semenjak Papa pindah ke sini, kenapa Papa jarang sekali ada ada waktu buat Jessi!" keluh Veronika.Sebenarnya Revan memang sengaja mengurangi kedekatannya dengan Jessi, agar nanti saatnya tiba dia akan meninggalka
"Iya, Bu saya ayahnya! Maaf saya sibuk, jadi baru kali ini bisa menemani istri saya!" katanya sambil mengedipkan mata pada Jelita.Jelita melotot kesal padanya. 'Bisa-bisanya dia ngaku kayak gitu!' omel Jelita dalam hatinya.Raut wajah Arman berubah muram. 'Jadi dia ayah anak yang kamu kandung, Jelita Az-Zahra!' Rasa sesak menyelusup dadanya, tak sanggup dia menerima kenyataan pahit itu.Tubuh Arman makin lemas, tak sanggup melihat laki-laki itu menggandeng tangan Jelita memasuki ruang periksa.Arman pun berjalan gontai meninggalkan tempat itu, niatnya ke kantin dia lupakan, dia duduk di dekat parkiran menatap nyalang ke arah luar."Kak, apaan sih pake ngaku-ngaku ayahnya segala?" dengus Jelita setelah keluar dari ruang periksa."Kasihan anak itu, Jel. Ayahnya gak mau ngakuin, lebih baik aku saja yang jadi ayahnya.""Enggak, Kak. Aku bahkan masih sah istrinya, entah mau jadi gimana pernikahanku ini, Kak," ucap Jelita berkaca-kaca, jadi teringat akan statusnya yang masih menggantung."