*Happy Reading*"Dasar bocah tua nakal. Susah banget dibilanginnya. Udah di kasih tahu jangan ketemu dulu, masih aja ngeyel. Ugh, lama-lama kulempar juga dia sama pisau bedahku. Biar ilang itu ginjal sekalian." Karina masih mengomel panjang kali lebar selepas menutup video call dari Raid. Meski tadi sudah mengomeli Raid sepanjang jalan kenangan mantan terindah. Ternyata hal itu belum membuat Karina puas. Tak tanggung-tanggung, saking kesalnya, dia sampai memblokir nomor Raid dari ponsel. Entah dia lupa atau bagaimana jika yang sedang ia pegang adalah ponselnya Nissa."Biar tahu rasa!" desisnya kesal. "Kamu juga kasih tahu sama lainnya. Kalau Raid telepon minta di sambungkan ke Nissa. Blokir aja nomornya!" lanjutnya kemudian. Kali ini mengarah pada Eca yang menatapnya takjub. Sejak kenal beberapa hari dengan Dokter yang kadang somplak itu, Eca memang mulai mengaguminya. Karena meski seringnya koplak dan absurd. Di mata Eca, pembawaan Karina itu hangat. Seperti seorang ibu. Jadi Eca k
*Happy Reading*"Tidur, Nis. Besok harus nikah juga. Jangan sampai tuh kantung mata ngalahin panda besok, ya."Nissa langsung menolehkan kepala, kala mendengar suara yang menegurnya ketika ia masih menikmati langit berbintang malam itu dari atas balkon. "Eh, elo, Nai." Ternyata yang menegur tadi adalah Naira. "Gue ganggu tidur lo, ya? Maaf, ya?"Malam itu Nissa memang tidur bersama Naira di kamar gadis itu. Acara ijab kabul esok hari memang akan dilaksanakan di Masjid yang ada di dekat rumah Naira. Karena itulah, dari tadi pagi Nissa sudah mengungsi ke rumah ini bersama Eca, Kiki dan Mora. Tiga gadis yang memang menjadi bodyguardnya sampai hari H."Enggak, kok. Gue emang kebangun aja gegara aus. Eh, pas liat balkon ada lo," terang Naira, menghampiri Nissa dan ikut berdiri di balkon. "Elo kenapa belum tidur? Besok padahal harus bangun pagi, kan? Nanti di marahin mbak Eva lo kalau kantung mata lo item."Nissa mengulas senyum manis. Lalu mengalihkan atensi pada langit malam yang memang
*Happy Reading*Sejak jam tiga pagi, kediaman Naira sudah terlihat sibuk dengan berbagai aktifitas. Apalagi, tentu saja semua demi mempersiapkan acara ijab qabul pernikahan Nissa dan Raid, yang akan dilaksanakan di Masjid dekat rumah Naira. Meski acaranya sendiri mulai jam sembilan pagi. Tetapi tahu kan kalau persiapan mempelai wanita lebih lama dan lebih ribet. Pokoknya butuh berjam-jam hanya persiapannya. Selain pengantin, para brides maid harus di persiapkan. Hal itu membuat Eva yang memang ditunjuk sebagai MUA Nissa hari ini sudah ribet pagi-pagi sekali."Sumpah, deh. Sampe sekarang gue tuh masih penasaran. Si Raid yang spek lucifer itu punya amalan apa, sih, sampe bisa dapetin cewek spek bidadari kayak si Nissa?"Di antara orang-orang yang sibuk, ada Karina yang ikut nimbrung sambil ngemil makaroni pedas hasil jajan kemarin sore. Karina dan jajanan memang sulit di pisahkan. "Kenapa emang? Gue rasa mereka cocok, kok." Eva menimpali di sela kegiatannya melukis di atas wajah Niss
*Happy Reading*5000 gram emas. Di antara semua mahar yang Raid berikan. Hanya satu hal itu yang menyita perhatiannya. Bukan apa-apa, pasalnya Nissa jadi teringat obrolan mereka waktu itu, kala baru saja pulang dari cafe danau. "Kamu mau apa nanti untuk maharnya, Sayang?" Raid bertanya saat mereka masih dalam perjalanan pulang."Apa aja terserah Abang.""Abang serius. Kamu kamu mau apa? Nanti biar Abang usahakan."Nissa tersenyum manis. "Nissa juga serius, kok. Terserah Abang aja mau kasih Nissa apa. Yang jelas, jangan sampai memberatkan Abang dan jangan juga merendahkan Nissa. Abang udah belajar agama, kan? Tentunya sedikit banyaknya sudah tahu tentang ketentuan sebuah mahar."Raid mengangguk faham. "Baiklah, aku mengerti," ucapnya kemudian. Lalu hening. Raid seolah tengah berpikir keras saat ini tentang mahar yang cocok untuk Nissa. "Atau gini aja deh, Bang. Gimana kalau cincin tadi aja yang dijadikan mahar? Cincinnya bagus loh itu. Harganya pasti lumayan." Nissa memberi usulan.
*Happy Reading*Dok! Dok! Para penjahat tadi menggedor pintu mobil kembali."Turun!" titahnya tegas.Frans mengulas senyum dibalik kemudi. Kemudian membuka patuh dan pintu mobil. Dia turun dengan kedua tangan terangkat sejajar dengan wajah, tanda menyerah. Meski begitu raut wajah Frans menunjukan sebaliknya. Penjahat tadi menarik tangan Frans dan membawanya ke belakang tubuh dan menguncinya di sana. Frans menuruti saja apa pun mau orang itu."Buka pintu bagian belakang!" Penjahat tadi kembali memberi perintah. "Sudah," sahut Frans santai. "Tunggu!" larang Frans saat orang satunya yang akan membuka pintu bagian belakang. "Hati-hati, dia sedikit galak," ucap Frans yang tentu saja tak dihiraukan orang itu. Malah di remehkan. Pria itu tetap membuka pintu dan ....Brak!Dor!Dor!Dor!Sedetik kemudian pintu dibuka kasar dari dalam dan bunyi tembakan langsung terdengar tiga kali. Pria tadi seketika jatuh tersungkur bertepatan dengan keluarnya seseorang yang memakai kebaya putih penganti
*Happy Reading*"Jadi dia masih belum menyerah, ya?""Akh!"Raid bertanya pada pria yang kini kepalanya sudah berada di bawah kakinya. Pria itu salah satu anak terbuang yang Raid didik dan masuk dalam kawanan Eca. Bahkan, Raid tempatkan untuk menjaga Nissa bersama Eca sebelum pindah ke rumah ini. Jika Eca, Raid tempatkan di dekat Nissa. Maka pria di bawah kakinya ini mengawasi dari jarak jauh. Intinya, orang ini salah satu kepercayaan Raid, tapi mulai mangkir.Ia adalah Zaki. Orang yang sama, yang memberi info tentang ditemukannya mata-mata di pesta pernikahan tadi. Raid mengerti rules yang dimainkan Zaki. Pria itu sengaja memberi info begitu demi menahan Raid dan membiarkan Nissa pergi lebih dulu tanpa pengawasannya. Sayangnya, Zaki tidak tahu jika rencananya sudah terbaca sejak lama. Bahkan, Raid sudah punya rencana sendiri mengacaukan hal itu. Raid saat ini berada di rumahnya. Rumah yang selama ini Nissa tempati. Bedanya rumah itu saat ini sudah banjir dengan genangan darah, juga
*Happy Reading*Langkah kaki Naira yang tadi tengah berlari terburu-buru mendadak berhenti, ketika melihat tubuh itu tersungkur akibat sebuah bantingan. Naira terpaku dengan napas tercekat dan sorot mata tak percaya melihat kejadian yang baru saja terjadi dihadapannya.K-kok, bisa?"Ni-Nissa?" panggil Naira kaku akhirnya.Yang dipanggil menoleh, lalu mengerjap beberapa kali menatap Naira. Gadis itu sepertinya juga baru tersadar pada apa yang baru saja dilakukan.Rupanya tadi saat berbalik badan, Nissa yang refleksnya sudah sedikit terlatih menahan tangan yang hendak menusuknya. Mendorongnya sedikit ke arah tubuh lawan, kemudian membantingnya. Naira yang memang tidak tahu tentang pelatihan yang Nissa jalani tentu saja terkejut. Sahabat lemahnya berubah keren dan bisa melindungi dirinya sendiri. "Bangsat!" Keterkejutan Nissa dan Naira pun seketika buyar dengan sebuah makian kasar dari wanita yang tadi hendak menusuk Nissa, tapi malah dibanting sang korban. Dia adalah Anjani. Wanita ya
Asa 125*Happy Reading*"Darius?"Raid langsung menggumamkan sebuah nama, saat mendapati seorang yang tadi menyapanya menghampiri di ruang ganti siang ini. Akhirnya dia datang juga. Raid mengulas senyum penuh makna."Hai, Raid. Sorry aku baru bisa datang sekarang," sapa bule bernama Darius, seraya menghampiri Raid yang sangat gagah dengan jas mahal yang membalut tubuhnya.Raid terlihat mengernyit sejenak, sebelum kembali tersenyum dan mengangguk paham. Ekor matanya menangkap kehadiran seorang lainnya, tapi langsung mengurungkan langkah ketika melihat keberadaan Darius di sana. Seorang gadis yang membuat Darius dan Raid pisah kongsi."Kenapa? Karena pesawatmu delay? atau ... karena sempat ragu?" tembak Raid tanpa basa basi. Membuat Darius hanya bisa tersenyum kikuk di tempatnya.Karena Darius tau pasti, dia gak mungkin memilih antara dua alasan yang baru Raid kemukakan. Bagaimana pun? Mau ditutupi serapat apa pun. Raid pasti tau, kalau Darius sebenarnya sudah pindah ke negara ini dua h
"Sayang, hari ini Abang ada urusan di knightsbridge. Kamu mau ikut nggak?""Di mana itu, Bang? Jauh nggak dari sini?""Knightsbridge terletak di jantung kota London yang modis, menggabungkan jalur Hyde Park yang dilalui kuda, kedutaan besar Belgravia, museum Kensington, dan kediaman seniman Chelsea. Saat ini, lingkungan itu dipenuhi dengan berbagai toko, restoran, townhouse bersejarah kelas dunia, dan merupakan rumah bagi dua properti Jumeirah . Di sana, kita juga bisa melihat sejarah Knightsbridge dan bagaimana ia bisa mempertahankan reputasi yang dimilikinya saat ini." Raid menjelaskan dengan sabar dan panjang lebar. "Nggak tahu ah, Bang. Nggak ngerti juga. Udahlah, Abang aja yang pergi. Nissa lagi mager," sahut Nissa kemudian dengan malas. Raid mengerutkan keningnya bingung. Beberapa hari ini entah kenapa Nissa memang berubah jadi pemalas. Tak seperti biasanya yang selalu antusias jika di ajak ke tempat baru. Apa mungkin Nissa sudah bosan tinggal di sini? Akan tetapi, mereka baru
Sebenarnya enggan sekali untuk Nissa menerima tawaran Naira pergi ke London. Bukan hanya karena dia tidak suka naik pesawat, tapi juga karena malas ketemu Nichole. Gimana ya, jelasinnya? Semua orang memang bilang Nichole itu sudah berubah. Tetapi sebagai sesama wanita, jelas Nissa tahu dan bisa merasakan kalau sebenarnya Nichole itu belum menyerah tentang perasaannya pada Raid. Wanita itu masih mendamba Raid meski tidak terang-terangan seperti dulu. Di depan Naira dan suaminya, Nichole memang akan bersikap biasa saja dan seolah acuh pada keberadaan Raid. Tetapi Nissa tahu betul, kadang dia masih mencuri pandang pada Raid, dan mencoba mendekati pria-nya dengan gaya halus.Ah, pokoknya Nissa tidak suka sama Nichole!"Sayang, kita nggak akan lama, kok. Hanya mengantarkan Naira saja ke rumah mertuanya.""Abis itu langsung pulang, ya?""Uhm ... tinggal dulu beberapa hari, ya? Soalnya Abang juga ingin menengok Damien dan juga harus mengecek usaha Abang yang ada di sini. Kita juga bisa sek
Raid mengulas senyum manis sambil menatap Nissa yang terlelap paska percintaan panas mereka. Panas dan menegangkan seperti permintaan wanita itu. Sungguh, Raid selalu dibuat kagum setiap kali bercinta dengan Nissa. Wanita itu banyak kejutan. Gadis alim itu sudah tidak ada. Wanita polos, cengeng, dan menyusahkan itu sudah sirna. Berubah menjadi wanita dewasa yang mengagumkan.Ia adalah Anissa fatih Zhakia. Wanita lemah yang awalnya tak pernah Raid inginkan dan terus ia hindari. Merepotkan! Beban! Titel itu sering Raid sematkan pada Nissa. Apalagi jika Nissa sudah mulai menunjukan sifat cengengnya. Rasanya ingin Raid cekik saja lehernya agar berhenti menangis selamanya. Namun, siapa sangka? Gadis yang awalnya tak pernah Raid inginkan ini justru mampu mencuri hatinya. Membuat seorang Raid bertekuk lutut hingga rela menyerahkan seluruh hidupnya hanya untuk seorang Nissa yang cengeng. Terlebih setelah berhasil memiliki Nissa seutuhnya, Raid dibuat tergila-gila. Jatuh cinta setiap hari da
Setelah urusan ngisi perut kelar, maka waktunya ... tidur. Eh, ya enggak, dong! Itu mah kaum rebahan yang makin menggemoy kayak Amih. Kalau Nissa sama Raid mah, abis makan mereka belanja. Soalnya, inget kan, kalau mereka perginya tadi dadakan dan tanpa tujuan. Jadi ya mereka nggak ada persiapan apa pun sebelumnya. Bahkan baju saja, mereka hanya bawa beberapa lembar. Raid membawa Nissa ke salah satu pusat pembelanjaan yang ada di sana. Membeli keperluan yang dibutuhkan sekaligus jalan-jalan cuci mata. Ya, anggap aja ng'date setelah nikah."Abang, cukup! Ngapain sih beli sebanyak ini? Abang mau buka toko atau gimana?" tegur Nissa saat melihat Raid memasukan banyak sekali barang. Bukan barangnya yang membuat Nissa keberatan, tapi jumlahnya. Masalahnya, Raid beli satu jenis barang dalam jumlah besar. Padahal, mereka di sana hanya akan liburan, bukan menetap. Tetapi Raid belanja seolah mereka akan lama saja. "Nggak papa, sayang. Abang sanggup kok bayarnya.""Ck, ini bukan masalah sanggu
Brak!Nissa terkesiap kaget saat tiba-tiba saja Nita menggebrak meja. Wajahnya merah padam menatap Raid. Pasti dia sangat marah sekali saat ini. Tentu saja, ucapan Raid barusan memang terlalu kejam. Bahkan Nissa yang mendengarnya saja merasa sakit hati barusan. Ah, suaminya ini kalau sudah mode julid memang tak kaleng-kaleng. Akibat ulah Nita barusan. Kini, mereka jadi pusat perhatian di tempat makan tersebut. "Kurang ajar!" sentaknya keras. "Berani sekali kamu menghinaku seperti itu. Apa kamu tidak tahu siapa aku?!""Tahu, kok. Kamu sampah, kan?" Raid tak gentar sama sekali. Berucap santai sambil sebelah tangannya mengusap lembut punggung Nissa demi menenangkan kekagetan yang sempat dirasakan. "Diam!""Ah, atau kau lebih suka ku panggil jalang?""Kurang ajar!"Grep!"Akh!"Nita yang murka pun berniat melayangkan tangannya. Namun, dengan cepat Raid tahan dan gantian mencekal tangannya hingga wanita itu meringis kesakitan. "Bang?" Tahu keadaan sudah tak kondusif. Nissa pun mencoba
"Papa?" beo Nissa refleks. "Iya, Papa kamu. Bule tadi. Itu papa kamu, kan?"Dilihat dari mana, ya ampun! Jelas-jelas wajah Raid bule banget, sementara Nissa sendiri khas asia. Nah, kok, bisa wanita ini menyangka Nissa dan Raid adalah anak dan ayah. Katarak atau gimana?Atau ... ah, jangan-jangan memang itu akal-akalan si Mbak calon valakor ini agar bisa dekat dan kenalan dengan Raid. Baiklah kalau begitu. Jika memang dia ingin kenalan dengan Raid, maka dengan senang hati Nissa kabulkan. "Apa bagusnya sih Mbak dapet nomornya doang. Lebih enak kenalan langsung, kan?" tawar Nissa kemudian. "Eh, emang boleh?" Si wanita tadi mengerjap tak percaya dengan tawaran Nissa. 'Calon anak tirinya baik hati sekali!' Mungkin itulah yang saat ini ada dalam pikirannya."Boleh, kok." Nissa menjawab ramah. "Ayo, ikut saya."Wanita itu pun mengekori Nissa dengan senyum sumringah dan mata berkilat bahagia. Hatinya dag dig dug parah ketika jalan untuk mendekati Raid di buat selancar mungkin oleh calon a
"Wah! Ini tempat siapa, Bang?" Nissa berseru takjub ketika akhirnya mobil yang mereka kendarai masuk ke sebuah pekarangan luas di depan sebuah bangunan yang menarik hati. Bukan bangunan itu yang membuat Nissa terpesona sebenarnya, tapi pekarangan asri dan sekitarnya yang sungguh memanjakan mata. Adem!"Tempat kita." Raid menjawab seadanya."Punya abang?""Punya kita."Nissa tak bertanya lagi. Sejatinya dia tahu, jika Raid berkata 'punya kita' itu berarti adalah milik Raid. Sementara jika Raid berkata punya Nissa. Maka itu berarti hak milik ada pada Nissa. Percayalah, Raid itu tipe pria yang masih menjunjung tinggi istilah 'milik suami, milik istri. Milik istri, ya milik istri'. Jadi, jelaskan kalau hunian asri di depan itu milik siapa?"Rumahnya bagus banget, Bang!" Nissa berlarian seperti anak kecil saat memasuki rumah tersebut. Bangunan yang tak begitu luas, tapi juga tidak bisa dibilang sederhana. Pas lah untuk ukuran Villa yang hanya akan mereka tinggali. Rumah tersebut juga s
Raid tersenyum manis menatap sang istri yang tengah terlelap. Disibakkannya rambut yang menjuntai menghalangi wajah cantik istrinya. Lalu satu kecupan panjang Raid berikan di sisi kepala wanita yang sudah mencuri hatinya tersebut.Nissa tak bergeming. Benar-benar tak terganggu sama sekali dengan perbuatan Raid barusan. Begitulah Nissa, kalau sudah tidur memang seperti mayat. Tak terganggu oleh apa pun. Itulah kenapa, dulu saat Raid masih suka iseng mencuri ciuman dibibir semerah cerry-nya. Nissa tak menyadarinya sedikit pun. Pernah satu kali hampir ketahuan, pas awal melakukannya. Beruntung Raid sudah terlatih dalam hal bersembunyi. Ajaib memang Nissa ini. Sepulas apa pun tidurnya, dia akan terbangun jika jam sudah menunjukan pukul tiga pagi. Meski tanpa alarm. Tetapi memang Nissa pasti akan terbangun jam sekian. Seolah punya alarm tubuh sendiri. Raid mengetahui hal itu setelah memantau Nissa diam-diam lewat cctv.Raid bahkan hafal betul apa yang akan Nissa kerjakan di jam segitu. Se
#WARNING!! ZONA KHUSUS DEWASA! YANG MASIH DIBAWAH UMUR MENYINGKIR DULU! KALAU PERLU TUNJUKAN KTP KALIAN DI KOLOM KOMENTAR##*Happy Reading*Sebenarnya Nissa masih penasaran akan penjelasan Raid tentang Abyan yang ternyata 'letoy'. Masih ingin mendengar secara detail lagi. Sungguh suaminya ini ternyata luar biasa. Apa daya, perut tak bisa di ajak kompromi. Di tengah-tengah obrolan mereka. Dia malah berbunyi nyaring. Tanda cacing di dalam tengah demo minta diberi asupan energi. Akhirnya Nissa pun terpaksa mengakhiri obrolan seru mereka."Sudah, sudah. Kita lanjut ngobrol lagi nanti. Sekarang lebih baik kamu mandi dulu, habis itu makan.""Nggak kebalik, Bang? Bukannya lebih enak makan dulu baru mandi? Nanti kalau Nissa masuk angin, gimana?"Raid mengulas senyum manisnya, lalu membelai rambut panjang Nissa yang tampak acak-acakan, tapi tetap memesona di matanya. Malahan menggoda. Membuat Raid ingin mengulangi pergumulan manis mereka semalam kalau saja tidak kasihan pada istrinya ini."Tid