"Kamu tidak akan masuk?" Aleena menghela napas panjang kemudian dia melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Aleena tidak memiliki waktu yang banyak untuk sekedar menunggu lift berikutnya. Aneh sekali, gedung apartemen mewah seperti ini hanya memiliki satu lift sebagai akses keluar masuk untuk para penghuninya. Setelah beberapa saat terdiam, akhirnya Aleena memutuskan untuk melangkah masuk ke dalam lift dan menekan tombol pintu ditutup. Aleena memilih untuk berada di sisi paling jauh dari Ethan. Sama sekali tidak menoleh ke arah pria itu bahkan ketika Ethan mulai berbicara dengannya. "Jadi, apakah kamu akan menjelaskan di mana anakku berada?"Aleena bersedekap, tanpa memandang ke arah Ethan, dia menjawab, "Aku tidak punya anak denganmu." "Jangan berbohong! Terakhir kali kamu berada di rumah sakit, sangat jelas hasil tes berkata bahwa kamu tidak mengandung anakku."Terdengar nada suara penuh amarah dari kalimat yang diucapkan oleh Ethan. Tetapi Aleena sama sekal
Aleena melangkahkan kedua kakinya dengan bibir yang bersenandung, pertanda bahwa hatinya saat ini sangat bahagia. Hari ini dia langsung diterima bekerja setelah beberapa saat sebelumnya dia mengira bahwa semua tidak akan berjalan dengan mudah. Aleena memegang tiga box pizza kesukaan Ansel juga satu kantong berisi beberapa kaleng soda. Sebagai bentuk rasa syukur karena sudah diterima bekerja, Aleena akan memberikan perayaan kecil-kecilan pada putranya itu. Tepat ketika dia memasuki area apartemen tempat tinggalnya, tiba-tiba sebuah mobil berhenti tepat di samping Aleena. Membuatnya menghentikan langkah kemudian menyipitkan kedua mata untuk bisa melihat dengan jelas orang yang berada di dalam mobil. Tiba-tiba kaca mobil terbuka, nampak Harry yang sedang tersenyum ke arahnya. Sudut bibir Aleena otomatis terangkat, membalasnya. "Harry! Sedang apa kamu di sini?" Harry segera keluar dari mobil kemudian berdiri di depannya, "Aku sedang ada urusan di dekat sini. Tapi, malah bertemu denga
Aleena diam sembari terus menatap kedua mata Ethan. Pria ini sangat tampan tetapi ternyata memang tidak bisa dinilai dari tampak luar saja. "Dasar gila!" Aleena menggerutu kemudian melangkah pergi melewatinya. Namun, Ethan tidak membiarkannya dengan mudah. Pria itu segera mengejar Aleena dan ikut masuk ke dalam lift berdua. "Menikahlah denganku maka semua keinginanmu akan ku kabulkan," Ethan masih berusaha mendapatkannya. Aleena menolehkan kepala, kali ini dia benar-benar sudah muak. Kedua tangannya terkepal dengan erat sebab amarah yang semakin membesar. "Dengar, Tuan! Aku saja bahkan tidak tahu siapa namamu. Sekarang kamu tiba-tiba mengatakan bahwa kamu ingin menikah denganku? Kamu gila, ya!" "Begitu, ya," Ethan bergumam. Tidak ada kata-kata yang keluar dari bibir pria itu lagi membuat Aleena berpikir bahwa dia sudah menyerah. Tetapi ternyata Aleena terlalu cepat berkesimpulan. "Finn Stuart Wilson." Ethan berpikir bahwa Aleena pasti akan histeris jika mengetahui identitas d
Ansel melihat sekeliling dan tidak melihat keberadaan sang ibu di sana. Seketika hatinya diliputi oleh perasaan sedih sebab lagi lagi sang ibu tidak menepati janjinya. "Ansel, mamamu belum datang. Lebih baik menunggu di dalam saja. Nanti bu guru akan memberitahu mama kalau Ansel ada di kelas," ucap guru menenangkan. Ansel kembali ke ruang kelas mengikuti perkataan gurunya. Di sana juga ada beberapa anak yang juga belum dijemput sama seperti dirinya. Pada akhirnya Ansel memutus untuk bermain bersama dengan mereka. Dia mengambil sebuah balok kemudian menyusunnya menjadi sebuah gedung yang besar. Ketika Ansel sedang sibuk dengan balok-balok tersebut, tiba-tiba seorang anak laki-laki bertubuh gempal menyenggol susunan balok milik Ansel. Ansel langsung bangun dan menatapnya dengan marah. "Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu menghancurkan gedung yang sudah kubuat?" Ansel menata tajam ke arah bocah itu. Bocah itu melihat ke arah balok tersebut kemudian berkata, "Aku hanya tidak sengaja.
Beberapa saat sebelum Aleena datang menjemput putranya.Terdapat sebuah tanda merah kebiruan di wajah bocah bertubuh gempal yang sudah mengganggu Ansel. Bocah itu menangis dengan keras hingga membuat guru kelas yang baru saja kembali dari kamar mandi langsung berlari menghampiri mereka. "Anak-anak, ada apa? Jerry, kenapa kamu menangis?"Tidak tahu apa yang terjadi ketika dia meninggalkan anak-anak asuhnya, tetapi guru langsung bisa menduga bahwa telah terjadi perkelahian di antara mereka. Guru langsung menghampiri bocah bertumbuh gempal itu kemudian terkejut melihat wajahnya yang terluka. "Ada apa ini? Kenapa dengan wajahmu?" Guru merasa khawatir dan juga ketakutan. Sesuai dengan SOP di sekolah ini, guru tidak boleh membiarkan anak-anak bermain sendirian tanpa pengawasan. Kemudian tanpa bisa meminta tolong pada siapapun, guru terpaksa meninggalkan anak-anak di dalam ruang kelas tanpa ada seorangpun yang bisa mengawasi mereka.Guru langsung melihat ke arah Ansel kemudian bertanya, "
Melihat kedatangan Ethan, seketika ketiga wanita dewasa itu langsung terperangah. Mereka terpesona dengan ketampanan yang dipancarkan olehnya. Ethan melihat Ansel yang berlutut di depan orang-orang. Seketika hatinya diliputi perasaan kesal. Aneh sekali, dia sama sekali tidak memiliki hubungan darah tetapi tidak terima ketika ada orang yang menindas bocah itu. Ethan menarik tangan Ansel dan membuatnya berdiri. Kemudian dengan marah menatap ke arah guru dan juga kepala sekolah. "Siapa kamu? Kenapa ikut campur dengan masalah ini?" Meskipun sebelumnya merasa terpesona, tetapi saat mendengar Ansel memanggilnya dengan sebutan "papa" seketika membuat ibu bocah bertubuh gempal itu langsung menjaga harga dirinya. Ethan tidak terlalu mempedulikannya, dia menatap ke arah guru dan kepala sekolah kemudian berkata, "Bagaimana bisa sekolah mengajarkan hal seperti ini pada anak murid mereka? Ternyata kualitas sekolah memang tidak bisa dilihat dari tampilan luarnya saja."Mendengar kritikan terseb
Melihat suaminya yang begitu ketakutan, seketika hati Nyonya Lim diliputi perasaan cemas. Tetapi dia masih merasa gengsi, dirinya yakin bahwa dia adalah benar. "Sayang, kenapa kamu memanggilnya seperti ini? Dia adalah orang yang sudah menindas putra kita! Sebaiknya kamu segera mengusirnya dari sini!" Nyonya Lim berteriak sambil menatap marah ke arah Ethan. "Hei! Jangan sembarangan kamu berbicara! Cepat minta maaf pada Tuan Ethan!" Suami Nyonya Lim mendorong bahunya dengan sangat kencang hingga membuat tubuhnya terhuyung dan jatuh ke lantai. Nyonya Lim menatap sang suami dengan tidak percaya. Kemudian dia melihat Ethan yang sama sekali tidak melihat ke arah mereka. Dilihat dari apa yang dikenakan oleh Ethan, memang tidak seperti seorang pria miskin. Seluruh yang dikenakan oleh pria itu terlihat bermerek. Nyonya Lim melihat ke arah jam tangan yang dipakai oleh Ethan dan seketika dia terbelalak. Itu adalah jam tangan yang hanya diproduksi sebanyak tiga buah saja. Harga yang harus dib
Mendapatkan telpon dari Harry, Aleena langsung bergegas kembali ke apartemennya. Langsung saja masuk ke dalam dan seketika itu juga dia melihat Ansel yang sedang duduk di sofa dengan beberapa mainan mobil yang sedang dimainkannya. "Ansel!" Aleena setengah berlari mendekati putranya, dia langsung menarik Ansel ke dalam pelukannya. Pikiran Aleena langsung tertuju pada putranya, dia sama sekali tidak memperhatikan sekeliling cinta tidak menyadari bahwa ada dua pria dewasa lainnya yang berada di sana. Aleena sedikit melonggarkan pelukannya, melihat wajah Ansel yang tersenyum ke arahnya. Senyuman yang selalu menenangkan hatinya. "Ansel, kamu darimana saja, Sayang? Mama sangat mengkhawatirkanmu." Untuk pertama kalinya, Aleena menangis di depan anaknya. Selama ini Aleena selalu menjaga wibawanya sehingga tidak pernah memperlihatkan kelemahan di depan Ansel. Aleena hanya ingin Ansel menjadi kuat meski dibesarkan hanya oleh ibu saja. Selama enam tahun ini, Aleena sudah menggugurkan dalam