Aleena melangkahkan kedua kakinya dengan bibir yang bersenandung, pertanda bahwa hatinya saat ini sangat bahagia. Hari ini dia langsung diterima bekerja setelah beberapa saat sebelumnya dia mengira bahwa semua tidak akan berjalan dengan mudah. Aleena memegang tiga box pizza kesukaan Ansel juga satu kantong berisi beberapa kaleng soda. Sebagai bentuk rasa syukur karena sudah diterima bekerja, Aleena akan memberikan perayaan kecil-kecilan pada putranya itu. Tepat ketika dia memasuki area apartemen tempat tinggalnya, tiba-tiba sebuah mobil berhenti tepat di samping Aleena. Membuatnya menghentikan langkah kemudian menyipitkan kedua mata untuk bisa melihat dengan jelas orang yang berada di dalam mobil. Tiba-tiba kaca mobil terbuka, nampak Harry yang sedang tersenyum ke arahnya. Sudut bibir Aleena otomatis terangkat, membalasnya. "Harry! Sedang apa kamu di sini?" Harry segera keluar dari mobil kemudian berdiri di depannya, "Aku sedang ada urusan di dekat sini. Tapi, malah bertemu denga
Aleena diam sembari terus menatap kedua mata Ethan. Pria ini sangat tampan tetapi ternyata memang tidak bisa dinilai dari tampak luar saja. "Dasar gila!" Aleena menggerutu kemudian melangkah pergi melewatinya. Namun, Ethan tidak membiarkannya dengan mudah. Pria itu segera mengejar Aleena dan ikut masuk ke dalam lift berdua. "Menikahlah denganku maka semua keinginanmu akan ku kabulkan," Ethan masih berusaha mendapatkannya. Aleena menolehkan kepala, kali ini dia benar-benar sudah muak. Kedua tangannya terkepal dengan erat sebab amarah yang semakin membesar. "Dengar, Tuan! Aku saja bahkan tidak tahu siapa namamu. Sekarang kamu tiba-tiba mengatakan bahwa kamu ingin menikah denganku? Kamu gila, ya!" "Begitu, ya," Ethan bergumam. Tidak ada kata-kata yang keluar dari bibir pria itu lagi membuat Aleena berpikir bahwa dia sudah menyerah. Tetapi ternyata Aleena terlalu cepat berkesimpulan. "Finn Stuart Wilson." Ethan berpikir bahwa Aleena pasti akan histeris jika mengetahui identitas d
Ansel melihat sekeliling dan tidak melihat keberadaan sang ibu di sana. Seketika hatinya diliputi oleh perasaan sedih sebab lagi lagi sang ibu tidak menepati janjinya. "Ansel, mamamu belum datang. Lebih baik menunggu di dalam saja. Nanti bu guru akan memberitahu mama kalau Ansel ada di kelas," ucap guru menenangkan. Ansel kembali ke ruang kelas mengikuti perkataan gurunya. Di sana juga ada beberapa anak yang juga belum dijemput sama seperti dirinya. Pada akhirnya Ansel memutus untuk bermain bersama dengan mereka. Dia mengambil sebuah balok kemudian menyusunnya menjadi sebuah gedung yang besar. Ketika Ansel sedang sibuk dengan balok-balok tersebut, tiba-tiba seorang anak laki-laki bertubuh gempal menyenggol susunan balok milik Ansel. Ansel langsung bangun dan menatapnya dengan marah. "Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu menghancurkan gedung yang sudah kubuat?" Ansel menata tajam ke arah bocah itu. Bocah itu melihat ke arah balok tersebut kemudian berkata, "Aku hanya tidak sengaja.
Beberapa saat sebelum Aleena datang menjemput putranya.Terdapat sebuah tanda merah kebiruan di wajah bocah bertubuh gempal yang sudah mengganggu Ansel. Bocah itu menangis dengan keras hingga membuat guru kelas yang baru saja kembali dari kamar mandi langsung berlari menghampiri mereka. "Anak-anak, ada apa? Jerry, kenapa kamu menangis?"Tidak tahu apa yang terjadi ketika dia meninggalkan anak-anak asuhnya, tetapi guru langsung bisa menduga bahwa telah terjadi perkelahian di antara mereka. Guru langsung menghampiri bocah bertumbuh gempal itu kemudian terkejut melihat wajahnya yang terluka. "Ada apa ini? Kenapa dengan wajahmu?" Guru merasa khawatir dan juga ketakutan. Sesuai dengan SOP di sekolah ini, guru tidak boleh membiarkan anak-anak bermain sendirian tanpa pengawasan. Kemudian tanpa bisa meminta tolong pada siapapun, guru terpaksa meninggalkan anak-anak di dalam ruang kelas tanpa ada seorangpun yang bisa mengawasi mereka.Guru langsung melihat ke arah Ansel kemudian bertanya, "
Melihat kedatangan Ethan, seketika ketiga wanita dewasa itu langsung terperangah. Mereka terpesona dengan ketampanan yang dipancarkan olehnya. Ethan melihat Ansel yang berlutut di depan orang-orang. Seketika hatinya diliputi perasaan kesal. Aneh sekali, dia sama sekali tidak memiliki hubungan darah tetapi tidak terima ketika ada orang yang menindas bocah itu. Ethan menarik tangan Ansel dan membuatnya berdiri. Kemudian dengan marah menatap ke arah guru dan juga kepala sekolah. "Siapa kamu? Kenapa ikut campur dengan masalah ini?" Meskipun sebelumnya merasa terpesona, tetapi saat mendengar Ansel memanggilnya dengan sebutan "papa" seketika membuat ibu bocah bertubuh gempal itu langsung menjaga harga dirinya. Ethan tidak terlalu mempedulikannya, dia menatap ke arah guru dan kepala sekolah kemudian berkata, "Bagaimana bisa sekolah mengajarkan hal seperti ini pada anak murid mereka? Ternyata kualitas sekolah memang tidak bisa dilihat dari tampilan luarnya saja."Mendengar kritikan terseb
Melihat suaminya yang begitu ketakutan, seketika hati Nyonya Lim diliputi perasaan cemas. Tetapi dia masih merasa gengsi, dirinya yakin bahwa dia adalah benar. "Sayang, kenapa kamu memanggilnya seperti ini? Dia adalah orang yang sudah menindas putra kita! Sebaiknya kamu segera mengusirnya dari sini!" Nyonya Lim berteriak sambil menatap marah ke arah Ethan. "Hei! Jangan sembarangan kamu berbicara! Cepat minta maaf pada Tuan Ethan!" Suami Nyonya Lim mendorong bahunya dengan sangat kencang hingga membuat tubuhnya terhuyung dan jatuh ke lantai. Nyonya Lim menatap sang suami dengan tidak percaya. Kemudian dia melihat Ethan yang sama sekali tidak melihat ke arah mereka. Dilihat dari apa yang dikenakan oleh Ethan, memang tidak seperti seorang pria miskin. Seluruh yang dikenakan oleh pria itu terlihat bermerek. Nyonya Lim melihat ke arah jam tangan yang dipakai oleh Ethan dan seketika dia terbelalak. Itu adalah jam tangan yang hanya diproduksi sebanyak tiga buah saja. Harga yang harus dib
Mendapatkan telpon dari Harry, Aleena langsung bergegas kembali ke apartemennya. Langsung saja masuk ke dalam dan seketika itu juga dia melihat Ansel yang sedang duduk di sofa dengan beberapa mainan mobil yang sedang dimainkannya. "Ansel!" Aleena setengah berlari mendekati putranya, dia langsung menarik Ansel ke dalam pelukannya. Pikiran Aleena langsung tertuju pada putranya, dia sama sekali tidak memperhatikan sekeliling cinta tidak menyadari bahwa ada dua pria dewasa lainnya yang berada di sana. Aleena sedikit melonggarkan pelukannya, melihat wajah Ansel yang tersenyum ke arahnya. Senyuman yang selalu menenangkan hatinya. "Ansel, kamu darimana saja, Sayang? Mama sangat mengkhawatirkanmu." Untuk pertama kalinya, Aleena menangis di depan anaknya. Selama ini Aleena selalu menjaga wibawanya sehingga tidak pernah memperlihatkan kelemahan di depan Ansel. Aleena hanya ingin Ansel menjadi kuat meski dibesarkan hanya oleh ibu saja. Selama enam tahun ini, Aleena sudah menggugurkan dalam
Aleena tidur dengan memeluk tubuh putra semata wayangnya. Malam ini, akhirnya dia membiarkan Ansel untuk tidur bersama dengannya. Aleena masih merasa ketakutan jika putranya tiba-tiba menghilang. Jadi, dia berpikir untuk memeluk Ansel sampai pagi menjelang. "Mama," panggilan Ansel membuat Aleena membuka kedua matanya.Dia tersenyum menatap sang anak kemudian berkata, "Iya, Sayang. Ada apa?" Ansel tidak langsung menjawab, di wajah bocah kecil itu nampak sebuah keraguan. Seketika Aleena lang6merasa cemas, dia mengubah posisi menjadi menghadap Ansel. "Sayang, ada apa? Katakan saja pada mama," Aleena berusaha meyakinkan Ansel. "Ma, sebenarnya Ansel—" Ansel menghentikan kata-katanya. Hal yang ingin dia bahas tentu saja berhubungan dengan ayah kandungnya. Aleena langsung bisa menebaknya karena sudah hafal dengan kebiasaan putranya. Ansel selalu mempertanyakan dimana keberadaan sang ayah. Dan setiap mereka membahasnya, Aleena hanya bisa diam dan mengalihkan perhatiannya. Sampai saat i
Dua minggu sebelum Aleena dan Harry bertemu. Sebelum artikel-artikel yang memunculkan berita miring mengenai Eloise, tiba-tiba Harry mendapatkan sebuah panggilan dari nomor tanpa nama, dia mengangkat panggilan tersebut tanpa curiga."Halo, dengan siapa saya bicara?" Harry diam saat orang itu berbicara, dan setelahnya, ekspresi wajah Harry berubah serius. "Baik, saya akan ke sana dalam satu jam."Harry berjalan menuju ruang private yang berada di sebuah restoran mewah di mall terbesar yang ada di pusat kota. Sepanjang perjalanan, dia tidak henti bertanya-tanya alasan pria itu memintanya untuk datang. Padahal mereka sama sekali tidak dekat, mereka pun sama-sama bersaing untuk mendapatkan hati Aleena. Dia sudah bersiap dengan kata-kata penolakan jika seandanya nanti Ethan menyuruhnya untuk pergi menjauhi Aleena. Namun, yang terjadi saat ini sangat berbanding terbalik dengan yang dia pikirkan sepanjang perjalanan menuju kemari. Ethan malah memberikan sebuah flashdisk berisi beberapa inf
"Tidak ada!" Aleena melihat Ansel lalu kembali berkata, "Jangan dengarkan kata-katanya! Terkadang anak-anak memiiki imajinasi di luar dugaan orang dewasa."Aleena langsung buru-buru mengambil mainan dari tangan putranya kemudian menuntunnya duduk di kursi makan. Dia mengambilkan makanan untuk Ansel dan tidak menyadari melakukan hal yang sama untuk Ethan. Melihat sikap Aleena yang tiba-tiba gugup, seketika membuat Ethan merasa lucu. Dia segera bergabung dengan keduanya. "Ansel, makanlah dengan baik. Usahakan jangan berantakan, mengerti?"Merasa dirinya diperhatikan, Aleena mengangkat wajah dan saat itu dia bertemu tatap dengan Ethan. "Ada apa?" Aleena bertanya tanpa sadar nada suaranya menjadi ketus."Kenapa marah padaku? Apakah karena sebenarnya ada hadiah untukku tapi kamu terlalu malu untuk mengatakan yang sejujurnya?" ucap Ethan sebelum memasukkan sepotong steak ke dalam mulutnya.Aleena hendak membantah tetapi langsung diurungkan. Melihat ada Ansel di antara mereka, tidak baik u
"Sayang, aku mohon dengarkan aku dulu. Jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan. Eloise pasti memiliki alasan kenapa dia melakukannya," Helena berusaha untuk membujuk Ivander supaya mempercayai perkataannya. Dia tidak bisa membiarkan suaminya mencoret nama Eloise dari daftar pewaris keluarga Anderson. "Aku sudah memberikan waktu pada kalian membuktikan bahwa Eloise tidak bersalah. Kuperintahkan untuk segera membereskan kekacauan yang sudah kalian buat. Tapi, apa ini? Eloise dipenjara dan membuat keadaan perusahaan semakin kacau! Kalian mau membuatku hancur, ya?!" Wajah Ivander sudah sangat merah saking besar amarah yang dirasakannya. Pria itu nampak seperti bisa menghancurkan apapun yang ada di depannya. Baru kali ini dia melihat kemarahan Ivander yang tidak biasa. Sampai-sampai dia merasa khawatir dengan keselamatannya di masa depan.Namun, Helena penuh dengan rasa percaya diri yang tinggi. Dia berusaha untuk tetap tersenyum di depan sang suami. Helena mencoba memegang lengan Ivan
Aleena buru-buru melepaskan diri dari Ethan sehingga membuat Ansel yang berada di tengah-tengah mereka menjadi kebingungan. Dia berusaha untuk mengubah ekspresi wajahnya seperti biasa. "Ansel, karena Papa sudah ada di sini, sebaiknya Ansel tidur. Hari sudah malam, sudah waktunya untuk kita beristirahat," ucap Aleena seraya merebahkan diri di samping Ansel. "Mama, kenapa wajah Mama merah? Apakah Mama sakit?" Mendengar kalimat Ansel, seketika Aleena mengangkat wajah dan menatap Ethan. Buru-buru dia mengalihkan pandangan, dia tidak berani untuk menatap suaminya. Rasanya seperti jantung akan meledak jika bertemu pandang dengannya. "Tidak, mama hanya lelah dan ingin istirahat saja. Lebih baik sekarang kita tidur, ya?" Aleena benar-benar menghindari kontak mata dengan Ethan. Dia langsung menarik selimut, menutupi tubuhnya dan Ansel. Dalam hati berharap bahwa tidak akan ada lagi pertanyaan serta hari langsung berganti menjadi pagi. Baru saja Aleena mendengarkan embusan napas Ansel yang
Aleena tersenyum saat pandangan matanya bertemu dengan Ansel. Dia baru saja menemani putranya konsultasi dengan psikolog. Hasilnya pun sudah sesuai dengan dugaan bahwa Ansel mengalami gangguan trauma pasca penculikan. Namun, melihat bocah itu yang sudah mau berinteraksi dengan orang lain, meski belum sembuh benar sudah merupakan hal yang baik. Mereka diminta untuk terus menemaninya kemanapun bocah itu pergi.Aleena berpikir bahwa masih belum terlambat, dia pasti akan mengusahakan yang terbaik untuk putranya. Berharap ke depannya juga akan ada beberapa terapi ataupun pengobatan supaya bisa mengembalikan keceriaan di wajah Ansel. Melihat suasana sekitar dan ternyata dirinya masih tidak mendapati Ethan berada di sana, seketika Aleena diliputi perasaan kecewa. Pria itu sudah berjanji untuk menyusul mereka di rumah sakit tetapi sekarang nyatanya janji itu hanya omong kosong belaka."Ma, ayo, kita pulang!" ajak Ansel setelah dia menghabiskan ice cream di tangannya.Aleena langsung memasan
Setelah mengatakannya, Aleena langsung berdiri dan meninggalkan Ethan yang masih termenung memikirkan kata-katanya. Dalam hatinya ada sedikit rasa malu karena secara tidak langsung, dia telah mengungkapkan perasaannya. Saat sampai di depan pintu lift, Aleena terdiam sejenak dan melihat tempat dimana Ethan masih duduk tanpa bergerak sedikitpun. Seketika itu juga hatinya diliputi perasaan kecewa sebab berharap bahwa pria itu akan mengejarnya dan menanyakan lebih jelas tentang perasaannya. Tetapi, yang terjadi adalah Ethan masih duduk di kursi taman tanpa berniat untuk mengejarnya.Aleena tersenyum merutuki kebodohannya. Mana mungkin Ethan melihatnya sebagai seorang wanita ketika tembok yang menghalangi mereka begitu tinggi dan sulit untuk dihancurkan. Pada akhirnya dia memilih untuk masuk ke dalam lift meninggalkan Ethan sendirian.Tanpa diketahui oleh Aleena, Ethan terdiam sebab memikirkan kata-katanya. Dia tidak mau menjadi salah paham dan mengira Aleena sudah mulai bisa membuka hati
Eloise membelalak, lelaki mana yang dimaksud suaminya? Dia langsung mengambil kotak hadiah tersebut kemudian membukanya. Benar saja, bahwa di dalam kotak itu terdapat beberapa foto dirinya dengan pria lain sedang masuk ke dalam hotel berbintang. Semua detail sangat jelas sehingga dia tidak akan bisa mengelak.Namun, Eloise mana mau mengakuinya, dia merobek kumpulan foto itu kemudian memeluk lengan Darius. Dia menggelengkan kepalanya dengan dan saat itulah air matanya mengalir keluar. "Kakak, semua foto-foto ini tidak seperti yang kamu kira. Aku tidak pernah mengenalnya. Foto-foto ini pasti sudah direkayasa oleh orang yang tidak menyukaiku. Aku tidak pernah berselingkuh darimu, Kak," Eloise membela dirinya.Darius menatap Eloise dan masih terlihat ketidakpercayaan dari sorot matanya. Segera Eloise mengusap dada bidangnya kemudian bersandar di sana. "Kakak tahu betapa aku mencintai Kakak. Aku sampai merelakan hubungan persaudaraanku rusak hanya demi bisa hidup bahagia bersama dengan K
Aleena menyeruput kopi hitamnya dengan penuh nikmat sembari melihat pemandangan pagi hari dari atap rumah yang semalam diberitahukan oleh Ethan. Hari ini suasana hatinya dalam kondisi baik sebab Ansel yang juga sudah mulai membaik. Meskipun belum sepenuhnya keceriaan itu hadir, tetapi Aleena sudah merasa sangat bahagia setelah melihat beberapa hari ini kedapatan melihat Ansel yang tertawa saat sedang bermain dengan Nancy. Saat sedang memikirkan betapa hatinya merasa senang, tiba-tiba sebuah tangan menyentuh bahunya. Otomatis dia langsung menoleh dan seketika itu juga Aleena bisa bernapas dengan lega. "Ethan! Kamu mengejutkanku!" Aleena berseru dengan kedua tangan yang menyentuh dadanya. Beruntung dia tidak sedang memegang secangkir kopi panas. Jika iya, sudah pasti tangannya akan menjadi korban. "Apa yang kamu pikirkan, Aleena? Serius sekali sampai tidak menyadari kedatanganku." Ethan langsung mengambil posisi di samping Aleena. Aleena menggelengkan kepalanya, dia mengambil
Melihat Ansel yang dengan mudah langsung mengikuti Nancy, seketika membuat Aleena merasa sangat senang. Dia tahu bahwa orang-orang yang dipekerjakan oleh Ethan adalah orang yang bisa dipercaya. Jadi, saat Ansel langsung mengikuti langkah Nancy naik ke lantai dua dan masuk ke kamarnya, seketika hati Aleena menghangat. Penculikan yang dialami oleh putranya, telah meninggalkan trauma yang lumayan dahsyat dalam pikirannya. Sejak kejadian itu, sulit sekali untuk mendekati Ansel. Bahkan Ethan sempat tidak diterima dengan baik oleh anaknya sendiri. Sehingga membutuhkan pendekatan yang lumayan menguras hati dan pikiran untuk bisa berbicara dengannya. Lalu, saat mereka akhirnya memutuskan untuk merawat Ansel di rumah, ketika pelayan Nancy mendekati Ansel dan langsung diterima dengan tangan terbuka, merupakan kebahagiaan yang tidak bisa dideskripsikan oleh Aleena. Putranya yang sulit didekati, akhirnya secara perlahan bisa kembali seperti sebelumnya. Walaupun tentu saja perubahan itu belum me