Beranda / Rumah Tangga / Berbagi Suami / 85. Enggan Menyayangi

Share

85. Enggan Menyayangi

Penulis: Rahmani Rima
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-13 09:37:19

Tania melenggang memasuki rumah papa tanpa menyentuh Noah sedikit pun sedari rumah sakit. Mama yang menggendongnya selama di mobil. Adrian yang ikut pulang kesini, awalnya mengira perut istrinya masih nyeri, sehingga ia membiarkannya. Tapi ternyata begitu sampai rumah, Tania melakukan banyak aktivitas membuatnya yakin, kalau ia enggan menyentuh Noah.

“Ma, biar saya yang gendong Noah.” Adrian mengambil alih anaknya.

“Adrian, tolong maklumi sikap Tania. Lama-lama dia pasti akan luluh juga.” tutur papa ketika Tania menaiki tangga.

“Iya, pa, tidak papa. Saya paham. Dengan Tania membiarkan saya ikut kesini saja sudah lebih dari cukup. Saya tahu, kesalahan saya sangat besar, sampai sulit untuk di maafkan.”

“Seharusnya Tania senang, kalau kamu tanggung jawab meski dengan cara yang—berbeda. Seharusnya juga dia senang, kalau ayah biologis anaknya memiliki keturunan yang jelas. Papa tidak bisa bayangkan kalau ternyata lelaki asing itu adalah orang lain, yang kita tidak pernah tahu sifat
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Difa Susanto
bosan dg karakter Tania.. pengarang berlebihan.. sangat kekanakan ngg tau diri.. coba kaau saat dia mabuk yang menggagahi nya laki" mabuk yang ngg jelas.. lebih rendah dan sampah lagi hiduo nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Berbagi Suami   86. Mencari Adrian

    Tania bangun ketika jam menunjukkan pukul sepuluh pagi. Ia terjaga sampai dini hari karena mendengar tangisan Noah di kamar lain. Kini saat bangun, ia mendengar suara itu lagi, membuatnya sedikit pusing. “Kenapa anak itu senang sekali menangis?” Tania bangkit dari ranjang. Ketika tangannya membuka handel pintu, ia baru menyadari kalau Adrian tidak ada disini. “Apa dia—di bawah?” Tania keluar kamar. Ia dihampiri mbok Dar yang memangku Noah ditemani mama. “Tan, Noah menangis terus. Kamu susui ya.” Tania menggeleng, “Aku tidak mau.” “Tan! Lihat, asimu rembes.” Tania menatap kedua payudaranya yang basah. “Non, tidak baik membuang asi begitu. Semalaman den Noah menangis karena tidak mau minum susu formula.” Tania menatap Noah yang masih menangis. “Tan, kamu boleh membenci Adrian karena dia tega membohongimu, tapi Noah tidak tahu apapun. Ambil Noah dan kamu susui.” “Aku akan pumping.” “Tania!” bentak mama, “Siapa yang mengajari kamu jadi seperti ini? Noah adalah a

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • Berbagi Suami   87. Menagih Noah

    Sore hari setelah dari siang sibuk menyusui Noah, Tania menuruni tangga. Rumah terasa sepi. Ia memangku Noah dan akan makan lebih dulu dari yang lain, karena sudah lapar lagi. Mama benar, busui selalu lapar. “Non, den Noah biar mbok yang pegang.” Mbok Dar membawa Noah dari pangkuan Tania. “Terima kasih, mbok. Mama kemana?” “Ibu pergi arisan, non, di ujung komplek.” Tania menyiuk nasi dan lauk yang sudah disiapkan di meja. “Oyah, non, tadi den Adrian bilang akan ada baby sitter yang akan datang kesini untuk menemui non.” “Kenapa harus menemui saya? Dia tidak langsung bekerja?” “Katanya takut non tidak cocok dengan baby sitternya. Jadi den Adrian membawa tiga kandidat.” Tania berhenti mengunyah, “Tadi dia pulang?” “Iya, non. Tapi katanya gak mau ganggu non Tania yang lagi tidur.” “Saya gak tidur.” tutur Tania. Ia sedikit kecewa Adrian tak menghampirinya ke kamar. “Oyah, non, bodyguard yang di depan itu—harus kita kasih makan?” Tania melotot, “Mbok gak memberi mer

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • Berbagi Suami   88. Membawa Noah

    Tania membereskan beberapa baju Noah di kamar. Angga menunggunya di luar. Ia akan pergi membawa Noah dan tinggal di rumah Angga. “Non, mau kemana?” mbok Dar yang mendengar tangisan Noah langsung memasuki kamar. “Saya mau pergi, mbok.” “Pergi kemana, non? Den Adrian sebentar lagi juga pulang bareng bapak.” Tania tak mengindahkan pertanyaan mbok Dar, “Tolong bawa tas saya ke depan.” “Ba-baik, non.” Tania memangku Noah yang masih berusia dua minggu. Ia sudah meneguhkan hati untuk memberikan Noah, anak yang hadir dalam sebuah kesalahannya pada Angga dan Isti. Ia ingin menyelamatkan banyak hati seperti pinta kakaknya. “Non, apa gak sebaiknya non pergi menunggu ibu pulang?” mbok Dar khawatir, dengan perginya Tania yang tanpa pamit, akan menimbulkan masalah baru di rumah ini. Angga membawa tas berisi baju dan keperluan Noah, “Sudah, mbok jangan banyak bicara.” Tania masuk ke dalam mobil yang pintunya sudah dibuka ‘kan Angga. Ia memeluk erat Noah dalam pangkuannya. Sebelum

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-15
  • Berbagi Suami   89. Mengikuti Mau Adrian

    Adrian tidak tahu harus memberikan reaksi apa pada ucapan Angga. Ia sungguh masih tak percaya, Tania akan meninggalkannya, setelah apa yang sudah ia lakukan selama ini. Dua bodyguard menatap Adrian dengan iba. Ia terlalu sering mendengar desas-desus mengenai boss mereka tidak bisa memiliki anak. Ternyata itu bukan hanya isapan jempol belaka. Tania keluar, ia mendekati Adrian, “Mas?” “Tan?” “Aku akan mengikuti mau kamu. Aku akan pulang.” “Tan!” Angga menarik lengan Tania kasar, “Kamu ini senang sekali mempermainkan aku.” Tania melepaskan cengkraman Angga dilengannya, “Hanya aku yang akan pulang, kak. Noah akan aku tinggalkan disini bersama kak Isti.” Isti keluar memangku Noah, “Tania benar, dia akan ikut pulang bersamamu, Adrian. Tapi Noah akan tinggal bersama kami.” Adrian menatap Tania, “Tan, bisa-bisanya kamu meninggalkan Noah disini. Dia harus mendapatkan asi eksklusif, dia harus dekat denganmu.” “Aku sudah menyiapkan asi untuk Noah, kamu tenang saja. Kamu pikir a

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-15
  • Berbagi Suami   90. Hidup Tanpa Penyesalan

    Tania menuruni tangga mengenakan baju lengkap ke kantor. Ia menenteng tas tangan dan berpenampilan rapi seperti biasa. Mama yang sedang menata meja makan, mendongak mendengar suara sepatu heels khas milik anak bungsunya. “Tan, kamu mau kemana?” “Ke kantor. Aku jadi direktur perusahaan. Sudah lama aku tidak bekerja.” Papa tertawa menuruni tangga, “Bisa-bisanya kamu bekerja di perusahaan keluarga Kiehl dalam keadaan kamu menaruh anakmu di rumah orang lain.” “Kak Angga dan kak Isti bukan orang lain, pa.” Papa duduk di meja makan, “Ma, sebelum ke kantor, papa akan ke rumah Angga. Mama mau ikut?” Mama menatap Tania, “Kamu ikut, Tan?” Tania duduk di hadapan papa, “Tidak. Aku sudah menitipkan stok asiku pada bodyguard.” Adrian datang. Ia salim pada mama dan papa. “Nak Adrian, ayo kita sarapan bareng.” “Iya, ma.” Adrian duduk disamping Tania, “Kamu tidur nyenyak semalam?” Tania melirik Adrian sinis. “Bagaimana rasanya tidur tanpa suara Noah?” “Aku senang, karena hi

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-15
  • Berbagi Suami   91. Meminta Kebaikan Hati Tania

    Adrian berdiri canggung didepan pintu ruangan Tania. Ia ingin masuk dan merayunya, agar mereka tidak bercerai. Tapi ia takut masalah malah akan semakin besar jika dibicarakan sekarang. Apa kata orang jika mereka membahas perceraian disini? Pintu terbuka. Tania yang hendak pergi ke toilet, menghentikkan langkahnya ketika tubuh Adrian menghalangi pintu. “Aku—sudah bicara dengan Wini.” “Jadi dia mengaku?” Adrian mendorong tubuh Tania ke dalam ruangan dan menutup pintu, “Aku mohon, Tan, apapun yang Wini bicarakan, jangan sampai membuat kita—harus berpisah.” “Wini bicara apa?” Adrian bersimpuh didepan kaki Tania, “Aku yakin, alasan kamu menceraikan aku adalah karena kemarahan dan kekecewaanmu yang besar padaku, mengenai kejadian di bar. Sumpah demi apapun, Tan, aku tidak bermaksud meninggalkanmu dulu. Aku—bagaimana aku membuktikannya kalau aku benar menyesal dengan apa yang terjadi?” Tania membuang mukanya. “Aku akan kesulitan hidup tanpamu. Jadi aku mohon pertimbangkan lag

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-15
  • Berbagi Suami   92. Perpecahan Keluarga

    Papa diam-diam datang ke rumah Angga, yang diketahui sedang ada di kantor. Papa sengaja datang saat anaknya tidak ada di rumah agar lebih mudah membawa Noah, cucunya kembali pada Tania. “Isti! Buka pintunya!” Isti yang sedang memangku Noah dengan terus tersenyum senang, terkejut mendengar suara mertuanya, “Papa?” Ia ketakutan. Ia mau menelpon Angga, memintanya pulang, tapi ponselnya malah jatuh. Tangannya sulit mengambil ponsel yang tergeletak dilantai, karena menggendong Noah yang tiba-tiba menangis. “Isti, buka atau papa dobrak pintunya!” Asisten rumah tangga yang tahu watak papa, mendekati Isti, “Gimana ini, bu?” “Buka aja, bi.” Asisten rumah tangga itu berlali mendekati pintu utama, “Sebentar, pak.” Begitu pintu dibuka, papa langsung masuk ke dalam rumah, “Mana Isti?” Isti berjalan memangku Noah, “Pa-pa?” Papa menatap Noah yang menangis, “Kamu tidak becus urus bayi tapi masih memaksa mengurusnya, sampai membawanya dari Tania?” “Pa, Noah baru kali ini menangis

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-16
  • Berbagi Suami   93. Mengasuh Noah Bersama

    Adrian menghampiri Tania, “Kita pulang. Pa, ayo kita pulang. Noah sudah menunggu di mobil.” Papa melirik Angga dan Isti yang tak bicara lagi setelah mendengar ancaman Adrian, “Iya, kita tinggalkan dua manusia jahat ini.” Adrian menatap pengacara, “Pak, tolong urus semua dan laporkan segera.” “Baik, pak Adrian. Pak Angga, bu Isti, tolong kerjasamanya. Saya akan mengajukan beberapa pertanyaan.” Pengacara keluarga Kiehl menunjuk sofa dan meminta Angga dan Isti duduk. Papa, Adrian dan Tania keluar dari rumah. Tania mengetuk pintu mobil. Ia tercenung lama menatap Noah yang sedang tertidur dipangkuan ART. “Kamu tidak mau menggendongnya?” tanya Adrian. Tania mengambil Noah, “Sayang, ini mama. Maafkan mama, ya.” Papa membuang nafas lega, “Syukurlah kalau kamu sudah menyesali perbuatanmu, Tan. Kamu mau naik mobil siapa?” Tania menatap Adrian, “Aku—sama mas Adrian, pa.” “Ya, itu bagus. Kita bertemu di rumah.” Sepanjang jalan, Tania tak henti menangis. Ia mengelus pipi gemb

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-16

Bab terbaru

  • Berbagi Suami   105. Derita Istri Kedua

    Tania menyiapkan makan malam saat Adrian sibuk bermain dengan Noah dan Seraphina di ruang keluarga. “Non, bagaimana kondisi non Wini?” tanya mbok Sayem sambil menata meja. “Dokter bilang ada perkembangan baik. Kita doakan saja, mbok.” “Tentu, non. Mbok selalu mendoakan yang terbaik untuk non Wini.” “Meja siap, saya panggil mas Adrian dan anak-anak dulu.” “Iya, non.” Tania melenggang mendekati ruang keluarga. Noah sedang menghujami Adrian dengan banyak pertanyaan. Ia tertawa mendengar setiap pertanyaan polos anak sulungnya, membuat Adrian harus putar otak untuk menjawabnya. “..pa, kalo mama Wini bangun terus karena tidur terlalu lama, perasaannya jadi tidak bagus, bagaimana?” “Bagaimana mungkin sebuah perasaan berubah begitu saja hanya karena terlalu lama tidur?” “Aku lihat di tivi begitu. Ketika orang tidur terlalu lama perasaannya jadi buruk. Aku hanya takut mama Wini tidak suka aku dan adik Sera.” “Maksudmu?” “Aku memiliki dua ibu, aku lahir dari rahim mama Tan

  • Berbagi Suami   104. Belum Ada Titik Terang

    Tiga tahun kemudian.... “Mama! Aku mau liat mama Wini ke rumah sakit!” teriak Noah sambil berlari-lari membawa selembar kertas yang sudah ia gambar. “Iya, tapi adek harus mandi dulu.” tutur Tania sambil membuka baju Seraphina, adik Noah. “Memang adek boleh ikut?” “Nggak, adek di rumah sama nenek. Tapi adek harus mandi dulu. Kakak Noah tunggu di depan ya, sama pak Udin.” “Oke.” Noah berlari ke depan, memamerkan gambarnya berisi dua mama, satu ayah, dirinya dan Seraphina. “Sayang...” “Aku di kamar bawah, mas!” Adrian menghampiri Tania. Ia mengecup pucuk kepala istrinya dari belakang, “Noah mana?” “Dia di depan. Dia begitu tidak sabar bertemu Wini.” Adrian tertawa. “Dia begitu tidak sabaran mirip kamu.” “Apa yang kamu katakan? Bukankah itu kamu?” Tania mendelik kesal, “Kalau kita tidak sabaran, Seraphina tidak akan ada di dunia ini.” “Mau aku tolong mandikan Sera?” “Tidak. Kamu temani Noah saja. Dia membawa oleh-oleh untuk Wini.” “Baiklah. Aku tunggu di de

  • Berbagi Suami   103. Hidup yang Berubah

    Sudah satu minggu semua masih sama. Wini masih di ICU setelah dilakukan operasi untuk mengeluarkan pendarahan dalam jaringan otaknya. Ia terus berada di kesadaran koma, membuat Adrian dan Tania kehilangan minat hidup seperti semestinya. Mereka sama-sama tidak bicara dengan siapapun. Baik Adrian maupun Tania, merasa apa yang menimpa Wini belum bisa mereka terima. “Tania, Adrian, lebih baik kalian pulang. Mama yakin Wini akan segera bangun.” “Betul. Kita tidak pernah putus mendoakannya disini. Pulanglah, demi Noah.” Adrian melirik mama dan papa. Mereka terus menemaninya dan Tania di rumah sakit. Sedang ayah dan ibu belum bisa datang karena masih harus menyelesaikan urusan mereka di luar negeri. “Mama tahu kalian terpukul. Tapi Wini tidak akan pernah mau kalian begini. Sudah satu minggu kalian tidak pulang. Kasihan Noah.” Adrian menggenggam tangan Tania, “Mama dan papa ada benarnya. Kita pulang. Kita masih memiliki tanggung jawab pada Noah.” “Wini...” “Iya, aku tahu kamu

  • Berbagi Suami   102. Salah Korban

    Tania tidak bisa tidur mengingat ancaman mama Wini. Tadi begitu ia jatuh, ia langsung bangkit dan pergi. Ia menahan rasa nyeri dan takut pada Wini dan Adrian. Ia tidak mau merusak momen. Ceklek. “Kamu belum tidur?” Adrian mendekati ranjang. “Mas? Kenapa kesini? Ini jadwalmu bersama Wini.” Adrian tersenyum, “Kami sudah selesai.” “Lalu?” Tania takut Adrian akan minta jatah saat pikirannya sedang kalut. Adrian mengelus lengan Tania, “Tidak, aku tidak akan mengganggumu. Aku hanya ingin tidur disini, memelukmu sampai pagi.” “Mas, lebih baik kamu tidur bersama Wini. Kamu bisa memeluknya sampai pagi.” “Dia memintaku kesini. Dia kelelahan dan tidak ingin diganggu.” “Hm begitu. Tidurlah disini.” Adrian benar-benar memeluk Tania sampai pagi. Malam ini Noah tidak terbangun untuk minum susu. Ketika di cek popoknya di pagi hari, tidak begitu penuh. Suaminya masih tidur. Tania yang terjaga semalaman enggan membangunkannya. Pintu terbuka. Wini tampak berbeda hari ini. Rambutn

  • Berbagi Suami   101. Ancaman Nyata

    Tania mengumumkan ia dan Adrian tidak jadi bercerai pada semua orang di rumah, juga pada mama-papa. Mereka menyambut berita dengan penuh suka cita. “Bagaimana untuk merayakan ini kita semua makan diluar?” Adrian menawari. “Aku setuju, mas. Aku rasa sedang malas masak. Jadi idemu sangatlah bagus.” “Aku juga setuju. Sepertinya kita perlu menunjukkan pada orang-orang, kalau memiliki dua istri dan berbagi suami tidak selamanya buruk.” Adrian tersenyum. Ia merentangkan kedua tangannya siap dipeluk kedua istrinya. Wini dan Tania memeluk Adrian. “Aku harap hubungan kita terus seperti ini, mas.” Wini menuturkan doanya. “Aku juga. Masalah pasti ada, tapi aku percaya kalau kita pasti selalu bisa melalui semuanya dengan baik.” Tania juga menuturkan doanya. “Pasti. Kita hanya perlu bersabar. Ayo bersiap. Aku tunggu istri-istri cantikku bersama tuan muda, Noah.” Semua tertawa. Wini dan Tania sudah siap. Mereka mengenakan gaun yang sudah dipesan Adrian secara khusus. Semua asi

  • Berbagi Suami   100. Satu Malam dengan Noah

    Tania melirik Adrian, “Mas Adrian bilang, Noah—sakit.” Wini tersenyum, “Noah sehat. Mas Adrian yang sakit.” Tania lagi-lagi melirik Adrian, “Kamu tega membohongiku?” “Aku pikir kamu tidak akan datang, jika aku tidak bilang Noah sakit.” “Kamu tidak perlu bohong!” “Gendonglah Noah. Kamu berikan asi langsung. Aku tidak tahu harus mengatakan apa jika dia bertanya ketika besar, siapakah yang mengurusnya saat ia masih bayi.” Tania menatap Noah. Ia menerimanya dari Wini, “Jaket ini...” “Noah selalu menangis jika baumu hilang, Tan. Mamamu sering datang kesini membawa baju-baju bekasmu untuk menemani Noah dan—mas Adrian tidur.” Wajah Adrian merah padam. “Jadi sekarang yang merindukanku ada dua orang?” pancing Tania. Wini tertawa, “Aku tinggal, aku akan buatkan kamu masakan yang enak. Berbincanglah dengan mas Adrian.” Tania dan Adrian diam saja setelah Wini pergi. Masing-masing dari mereka tidak tahu harus membicarakan apa. “Kamu tidak perlu memberikanku bodyguard lagi.

  • Berbagi Suami   99. Noah Sakit

    Dua bulan kemudian... Tania belum juga berani mengurus perceraiannya dengan Adrian. Ia malah menyibukkan diri bekerja di sebuah perusahaan yang masih terpaut dengan keluarga Kiehl. Ia tentu sudah mencari perusahaan yang tak mengenal Adrian sama sekali, tapi sulit. Ia pun akhirnya tahu, kalau kuasa keluarga Kiehl sangatlah besar, hingga koneksinya ada dimana-mana. Ia bekerja di divisi finance. “Tan, asi untuk Noah sudah ‘kan? Mama akan pergi sebentar lagi.” “Sudah, ma.” Tania melirik mama yang siap pergi, “Aku—akan ke kantor sekarang.” “Iya, hati-hati.” Tania menunggu mama menawarinya ikut ke rumah Wini, “Ma, aku belum sarapan.” “Kamu bisa bekal makan dari rumah dan sarapan di kantor. Nanti akan mbok siapkan.” Mama menenteng tas berisi asi dan baju-baju yang Tania belikan untuk Noah, “Mama pergi sekarang, ya? Mama kangen sekali dengan Noah. Papamu juga. Papa akan kesana sekalian ke kantor.” Tania mengangguk. Ia menatap punggung mama yang bergerak mendekati mobil. Tan

  • Berbagi Suami   98. Saling Kehilangan

    Tania selalu terbangun setiap jam karena mencari orang yang tidur disebelahnya. Kasur kosong dan terasa dingin. Hatinya menjadi sedih, mengingat biasanya Adrian atau Noah ada disampingnya, kini ia hanya tidur sendirian. “Tidak, Tan, kamu hanya belum terbiasa. Setelah ini kamu pasti akan menikmati hidup menjadi single parents dan independent woman.” Ia tak sabar mengurus perpindahan kerja dari perusahaan Adrian ke kantor lain. Ia akan berdiri diatas kakinya sendiri. Pengalaman kerjanya sudah cukup mumpuni untuk kembali memulai hidup yang baru. Ia akan membuktikan pada orang-orang, bahwa ia bisa hidup tanpa Adrian. Semalaman Tania merasa tidur bukanlah pilihan yang baik. Ia duduk termenung diatas ranjang, menatap kosong ke arah televisi yang menyala. “Noah sekarang sedang apa, ya?” ia melirik ponsel yang sedari tadi mati. Tidak ada notifikasi pesan masuk dari Wini ataupun Adrian yang memberi kabar soal Noah. “Apa mereka akan membawa Noah jauh dariku? Apa mereka akan pergi ke s

  • Berbagi Suami   97. Tawaran Romi

    Tania menatap Noah yang sedang dipangku papa. Papa dan mama sama sekali tak mengecam keputusan Tania untuk memberikan Noah pada Adrian dan Wini. Mereka ingin melihat seberapa yakin anaknya ingin berpisah dengan Noah. Mobil Adrian datang. Ia masuk ke dalam rumah bersama Wini. Mata Adrian sama sekali dan melirik Tania, “Hai Noah. Mulai hari ini kamu ikut papa dan mama—Wini, ya?” Wini menatap Tania, “Tan, aku tidak akan membawa Noah jika kamu tidak mengizinkan.” “Ambillah. Aku tidak bisa menerima ayahnya. Aku takut sifat Noah akan menurun dengan baik. Aku takut menyakitinya. Semua baju, dan stok asi sudah aku taruh di tas. Aku akan kirimkan ke rumah melalui kurir, dan sesekali menjenguknya.” Papa memberikan Noah pada Wini. “Halo Noah, untuk sementara kamu sama mama Wini dulu, ya. Nanti kita akan hidup bersama lagi dengan papa Adrian dan mama Tania.” “Tidak ada kesempatan itu lagi, Win. Aku juga tidak akan membawa Noah. Adrian adalah papa kandungnya. Dia bilang ingin mene

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status