Adrian tidak tahu harus memberikan reaksi apa pada ucapan Angga. Ia sungguh masih tak percaya, Tania akan meninggalkannya, setelah apa yang sudah ia lakukan selama ini. Dua bodyguard menatap Adrian dengan iba. Ia terlalu sering mendengar desas-desus mengenai boss mereka tidak bisa memiliki anak. Ternyata itu bukan hanya isapan jempol belaka. Tania keluar, ia mendekati Adrian, “Mas?” “Tan?” “Aku akan mengikuti mau kamu. Aku akan pulang.” “Tan!” Angga menarik lengan Tania kasar, “Kamu ini senang sekali mempermainkan aku.” Tania melepaskan cengkraman Angga dilengannya, “Hanya aku yang akan pulang, kak. Noah akan aku tinggalkan disini bersama kak Isti.” Isti keluar memangku Noah, “Tania benar, dia akan ikut pulang bersamamu, Adrian. Tapi Noah akan tinggal bersama kami.” Adrian menatap Tania, “Tan, bisa-bisanya kamu meninggalkan Noah disini. Dia harus mendapatkan asi eksklusif, dia harus dekat denganmu.” “Aku sudah menyiapkan asi untuk Noah, kamu tenang saja. Kamu pikir a
Tania menuruni tangga mengenakan baju lengkap ke kantor. Ia menenteng tas tangan dan berpenampilan rapi seperti biasa. Mama yang sedang menata meja makan, mendongak mendengar suara sepatu heels khas milik anak bungsunya. “Tan, kamu mau kemana?” “Ke kantor. Aku jadi direktur perusahaan. Sudah lama aku tidak bekerja.” Papa tertawa menuruni tangga, “Bisa-bisanya kamu bekerja di perusahaan keluarga Kiehl dalam keadaan kamu menaruh anakmu di rumah orang lain.” “Kak Angga dan kak Isti bukan orang lain, pa.” Papa duduk di meja makan, “Ma, sebelum ke kantor, papa akan ke rumah Angga. Mama mau ikut?” Mama menatap Tania, “Kamu ikut, Tan?” Tania duduk di hadapan papa, “Tidak. Aku sudah menitipkan stok asiku pada bodyguard.” Adrian datang. Ia salim pada mama dan papa. “Nak Adrian, ayo kita sarapan bareng.” “Iya, ma.” Adrian duduk disamping Tania, “Kamu tidur nyenyak semalam?” Tania melirik Adrian sinis. “Bagaimana rasanya tidur tanpa suara Noah?” “Aku senang, karena hi
Adrian berdiri canggung didepan pintu ruangan Tania. Ia ingin masuk dan merayunya, agar mereka tidak bercerai. Tapi ia takut masalah malah akan semakin besar jika dibicarakan sekarang. Apa kata orang jika mereka membahas perceraian disini? Pintu terbuka. Tania yang hendak pergi ke toilet, menghentikkan langkahnya ketika tubuh Adrian menghalangi pintu. “Aku—sudah bicara dengan Wini.” “Jadi dia mengaku?” Adrian mendorong tubuh Tania ke dalam ruangan dan menutup pintu, “Aku mohon, Tan, apapun yang Wini bicarakan, jangan sampai membuat kita—harus berpisah.” “Wini bicara apa?” Adrian bersimpuh didepan kaki Tania, “Aku yakin, alasan kamu menceraikan aku adalah karena kemarahan dan kekecewaanmu yang besar padaku, mengenai kejadian di bar. Sumpah demi apapun, Tan, aku tidak bermaksud meninggalkanmu dulu. Aku—bagaimana aku membuktikannya kalau aku benar menyesal dengan apa yang terjadi?” Tania membuang mukanya. “Aku akan kesulitan hidup tanpamu. Jadi aku mohon pertimbangkan lag
Papa diam-diam datang ke rumah Angga, yang diketahui sedang ada di kantor. Papa sengaja datang saat anaknya tidak ada di rumah agar lebih mudah membawa Noah, cucunya kembali pada Tania. “Isti! Buka pintunya!” Isti yang sedang memangku Noah dengan terus tersenyum senang, terkejut mendengar suara mertuanya, “Papa?” Ia ketakutan. Ia mau menelpon Angga, memintanya pulang, tapi ponselnya malah jatuh. Tangannya sulit mengambil ponsel yang tergeletak dilantai, karena menggendong Noah yang tiba-tiba menangis. “Isti, buka atau papa dobrak pintunya!” Asisten rumah tangga yang tahu watak papa, mendekati Isti, “Gimana ini, bu?” “Buka aja, bi.” Asisten rumah tangga itu berlali mendekati pintu utama, “Sebentar, pak.” Begitu pintu dibuka, papa langsung masuk ke dalam rumah, “Mana Isti?” Isti berjalan memangku Noah, “Pa-pa?” Papa menatap Noah yang menangis, “Kamu tidak becus urus bayi tapi masih memaksa mengurusnya, sampai membawanya dari Tania?” “Pa, Noah baru kali ini menangis
Adrian menghampiri Tania, “Kita pulang. Pa, ayo kita pulang. Noah sudah menunggu di mobil.” Papa melirik Angga dan Isti yang tak bicara lagi setelah mendengar ancaman Adrian, “Iya, kita tinggalkan dua manusia jahat ini.” Adrian menatap pengacara, “Pak, tolong urus semua dan laporkan segera.” “Baik, pak Adrian. Pak Angga, bu Isti, tolong kerjasamanya. Saya akan mengajukan beberapa pertanyaan.” Pengacara keluarga Kiehl menunjuk sofa dan meminta Angga dan Isti duduk. Papa, Adrian dan Tania keluar dari rumah. Tania mengetuk pintu mobil. Ia tercenung lama menatap Noah yang sedang tertidur dipangkuan ART. “Kamu tidak mau menggendongnya?” tanya Adrian. Tania mengambil Noah, “Sayang, ini mama. Maafkan mama, ya.” Papa membuang nafas lega, “Syukurlah kalau kamu sudah menyesali perbuatanmu, Tan. Kamu mau naik mobil siapa?” Tania menatap Adrian, “Aku—sama mas Adrian, pa.” “Ya, itu bagus. Kita bertemu di rumah.” Sepanjang jalan, Tania tak henti menangis. Ia mengelus pipi gemb
Di jam makan malam, Tania sibuk menimang Noah di ruang tamu bersama Adrian. Mereka sudah makan lebih dulu dari yang lain. Tania memberikan servis pada Adrian sambil mandi, karena ia masih dalam masa pemulihan pasca operasi caesar dan nifas, ia tidak bisa memberikan tubuhnya pada sang suami. “Kamu tahu, aku sangat tidak suka Noah memiliki wajah yang persis denganmu.” “Hey, kenapa? Dia anak laki-laki, tentu saja harus mirip aku.” “Karena ketika kita bertengkar, aku jadi harus menutup mataku ketika melihat Noah.” Adrian tertawa, “Aku janji kita tidak akan pernah bertengkar lagi.” Tania mengelus lengan Adrian, “Mas, keputusan yang kamu berikan waktu dua hari untuk aku pikirkan, aku berikan sekarang.” Adrian menahan nafasnya, “Apa ini tidak terlalu cepat?” “Aku—hanya ingin tidur nyenyak tanpa menyimpan masalah.” Adrian duduk dengan tidak nyaman, “Baiklah, katakan hasil keputusanmu.” Tania tersenyum menatap Noah yang berada dipangkuan Adrian, “Aku rasa—aku tidak bisa me
Semenjak bujuk rayu Angga dan Isti setelah mendengar suara rekaman telpon Wini, Tania jadi uring-uringan. Adrian yang merasakan istrinya gelisah, mengelus lengan Tania, “Apa yang kamu pikirkan?” Tania membalikkan badannya, “Mas, kita harus bertemu Wini.” “Besok kita akan bertemu Wini.” “Sekarang, mas!” “Kamu tahu ini jam berapa?” “Keselamatan Noah adalah segalanya, mas. Aku baru saja menyayanginya.” Adrian bangkit dari ranjang, “Oke, kita bertemu Wini sekarang.” Tania menitipkan Noah pada mama. Ia dan Adrian langsung bertolak ke rumah Wini. Adrian meremas tangan Tania di mobil, “Kamu tenang saja. Kita akan menghadapi semua sama-sama.” Tania mengangguk. Ia percaya pada Adrian. Suaminya selalu menepati janji. Jika benar nanti Wini terbukti berencana untuk mencelakai Noah, ia yakin, suaminya tidak akan diam saja. Mobil terparkir depan rumah Wini. Satpam yang sedang berjaga malam sambil main kartu mendekati Adrian. “Malam pak Adrian, bu Tania.” “Malam. Wini ada d
Kedua mata Adrian merah. “Aku pikir kamu bisa dipercaya. Bukankah kamu bilang saat bersamaku, kamu tidak membutuhkan Wini lagi?” “Aku bohong padamu, Tania.” “Harusnya aku tidak perlu kaget. Aku bahkan tahu sisi lainmu yang lain.” Adrian diam saja. “Aku pikir kak Angga bohong padaku, ketika menunjukkan video kamu sedang dikerubungi wanita. Kamu mencium mereka seolah itu sesuatu yang wajar. Berhari-hari aku menyangkal video itu. Sampai aku meminta bertemu pekerja bar perempuan yang mungkin mengenalmu. Ternyata dia tidak hanya mengenalmu, tapi sangat tahu kebiasannmu.” Wini bangkit, “Jadi apa yang dikatakan pekerja bar mengenai mas Adrian?” Tania menatap Wini, “Kamu mau tahu? Dia bilang, mas Adrian sering ke bar, mengatakan bosan pada istrinya dan minum sampai pagi. Kamu selama ini selalu mengatakan kalau mas Adrian sibuk bekerja ‘kan? Kamu dibohongi, Win. Mas Adrian tidak sesuci itu. Dia bahkan—sering bermain perempuan, dia melakukan hal-hal yang dilakukan selayaknya suami
Tania menyiapkan makan malam saat Adrian sibuk bermain dengan Noah dan Seraphina di ruang keluarga. “Non, bagaimana kondisi non Wini?” tanya mbok Sayem sambil menata meja. “Dokter bilang ada perkembangan baik. Kita doakan saja, mbok.” “Tentu, non. Mbok selalu mendoakan yang terbaik untuk non Wini.” “Meja siap, saya panggil mas Adrian dan anak-anak dulu.” “Iya, non.” Tania melenggang mendekati ruang keluarga. Noah sedang menghujami Adrian dengan banyak pertanyaan. Ia tertawa mendengar setiap pertanyaan polos anak sulungnya, membuat Adrian harus putar otak untuk menjawabnya. “..pa, kalo mama Wini bangun terus karena tidur terlalu lama, perasaannya jadi tidak bagus, bagaimana?” “Bagaimana mungkin sebuah perasaan berubah begitu saja hanya karena terlalu lama tidur?” “Aku lihat di tivi begitu. Ketika orang tidur terlalu lama perasaannya jadi buruk. Aku hanya takut mama Wini tidak suka aku dan adik Sera.” “Maksudmu?” “Aku memiliki dua ibu, aku lahir dari rahim mama Tan
Tiga tahun kemudian.... “Mama! Aku mau liat mama Wini ke rumah sakit!” teriak Noah sambil berlari-lari membawa selembar kertas yang sudah ia gambar. “Iya, tapi adek harus mandi dulu.” tutur Tania sambil membuka baju Seraphina, adik Noah. “Memang adek boleh ikut?” “Nggak, adek di rumah sama nenek. Tapi adek harus mandi dulu. Kakak Noah tunggu di depan ya, sama pak Udin.” “Oke.” Noah berlari ke depan, memamerkan gambarnya berisi dua mama, satu ayah, dirinya dan Seraphina. “Sayang...” “Aku di kamar bawah, mas!” Adrian menghampiri Tania. Ia mengecup pucuk kepala istrinya dari belakang, “Noah mana?” “Dia di depan. Dia begitu tidak sabar bertemu Wini.” Adrian tertawa. “Dia begitu tidak sabaran mirip kamu.” “Apa yang kamu katakan? Bukankah itu kamu?” Tania mendelik kesal, “Kalau kita tidak sabaran, Seraphina tidak akan ada di dunia ini.” “Mau aku tolong mandikan Sera?” “Tidak. Kamu temani Noah saja. Dia membawa oleh-oleh untuk Wini.” “Baiklah. Aku tunggu di de
Sudah satu minggu semua masih sama. Wini masih di ICU setelah dilakukan operasi untuk mengeluarkan pendarahan dalam jaringan otaknya. Ia terus berada di kesadaran koma, membuat Adrian dan Tania kehilangan minat hidup seperti semestinya. Mereka sama-sama tidak bicara dengan siapapun. Baik Adrian maupun Tania, merasa apa yang menimpa Wini belum bisa mereka terima. “Tania, Adrian, lebih baik kalian pulang. Mama yakin Wini akan segera bangun.” “Betul. Kita tidak pernah putus mendoakannya disini. Pulanglah, demi Noah.” Adrian melirik mama dan papa. Mereka terus menemaninya dan Tania di rumah sakit. Sedang ayah dan ibu belum bisa datang karena masih harus menyelesaikan urusan mereka di luar negeri. “Mama tahu kalian terpukul. Tapi Wini tidak akan pernah mau kalian begini. Sudah satu minggu kalian tidak pulang. Kasihan Noah.” Adrian menggenggam tangan Tania, “Mama dan papa ada benarnya. Kita pulang. Kita masih memiliki tanggung jawab pada Noah.” “Wini...” “Iya, aku tahu kamu
Tania tidak bisa tidur mengingat ancaman mama Wini. Tadi begitu ia jatuh, ia langsung bangkit dan pergi. Ia menahan rasa nyeri dan takut pada Wini dan Adrian. Ia tidak mau merusak momen. Ceklek. “Kamu belum tidur?” Adrian mendekati ranjang. “Mas? Kenapa kesini? Ini jadwalmu bersama Wini.” Adrian tersenyum, “Kami sudah selesai.” “Lalu?” Tania takut Adrian akan minta jatah saat pikirannya sedang kalut. Adrian mengelus lengan Tania, “Tidak, aku tidak akan mengganggumu. Aku hanya ingin tidur disini, memelukmu sampai pagi.” “Mas, lebih baik kamu tidur bersama Wini. Kamu bisa memeluknya sampai pagi.” “Dia memintaku kesini. Dia kelelahan dan tidak ingin diganggu.” “Hm begitu. Tidurlah disini.” Adrian benar-benar memeluk Tania sampai pagi. Malam ini Noah tidak terbangun untuk minum susu. Ketika di cek popoknya di pagi hari, tidak begitu penuh. Suaminya masih tidur. Tania yang terjaga semalaman enggan membangunkannya. Pintu terbuka. Wini tampak berbeda hari ini. Rambutn
Tania mengumumkan ia dan Adrian tidak jadi bercerai pada semua orang di rumah, juga pada mama-papa. Mereka menyambut berita dengan penuh suka cita. “Bagaimana untuk merayakan ini kita semua makan diluar?” Adrian menawari. “Aku setuju, mas. Aku rasa sedang malas masak. Jadi idemu sangatlah bagus.” “Aku juga setuju. Sepertinya kita perlu menunjukkan pada orang-orang, kalau memiliki dua istri dan berbagi suami tidak selamanya buruk.” Adrian tersenyum. Ia merentangkan kedua tangannya siap dipeluk kedua istrinya. Wini dan Tania memeluk Adrian. “Aku harap hubungan kita terus seperti ini, mas.” Wini menuturkan doanya. “Aku juga. Masalah pasti ada, tapi aku percaya kalau kita pasti selalu bisa melalui semuanya dengan baik.” Tania juga menuturkan doanya. “Pasti. Kita hanya perlu bersabar. Ayo bersiap. Aku tunggu istri-istri cantikku bersama tuan muda, Noah.” Semua tertawa. Wini dan Tania sudah siap. Mereka mengenakan gaun yang sudah dipesan Adrian secara khusus. Semua asi
Tania melirik Adrian, “Mas Adrian bilang, Noah—sakit.” Wini tersenyum, “Noah sehat. Mas Adrian yang sakit.” Tania lagi-lagi melirik Adrian, “Kamu tega membohongiku?” “Aku pikir kamu tidak akan datang, jika aku tidak bilang Noah sakit.” “Kamu tidak perlu bohong!” “Gendonglah Noah. Kamu berikan asi langsung. Aku tidak tahu harus mengatakan apa jika dia bertanya ketika besar, siapakah yang mengurusnya saat ia masih bayi.” Tania menatap Noah. Ia menerimanya dari Wini, “Jaket ini...” “Noah selalu menangis jika baumu hilang, Tan. Mamamu sering datang kesini membawa baju-baju bekasmu untuk menemani Noah dan—mas Adrian tidur.” Wajah Adrian merah padam. “Jadi sekarang yang merindukanku ada dua orang?” pancing Tania. Wini tertawa, “Aku tinggal, aku akan buatkan kamu masakan yang enak. Berbincanglah dengan mas Adrian.” Tania dan Adrian diam saja setelah Wini pergi. Masing-masing dari mereka tidak tahu harus membicarakan apa. “Kamu tidak perlu memberikanku bodyguard lagi.
Dua bulan kemudian... Tania belum juga berani mengurus perceraiannya dengan Adrian. Ia malah menyibukkan diri bekerja di sebuah perusahaan yang masih terpaut dengan keluarga Kiehl. Ia tentu sudah mencari perusahaan yang tak mengenal Adrian sama sekali, tapi sulit. Ia pun akhirnya tahu, kalau kuasa keluarga Kiehl sangatlah besar, hingga koneksinya ada dimana-mana. Ia bekerja di divisi finance. “Tan, asi untuk Noah sudah ‘kan? Mama akan pergi sebentar lagi.” “Sudah, ma.” Tania melirik mama yang siap pergi, “Aku—akan ke kantor sekarang.” “Iya, hati-hati.” Tania menunggu mama menawarinya ikut ke rumah Wini, “Ma, aku belum sarapan.” “Kamu bisa bekal makan dari rumah dan sarapan di kantor. Nanti akan mbok siapkan.” Mama menenteng tas berisi asi dan baju-baju yang Tania belikan untuk Noah, “Mama pergi sekarang, ya? Mama kangen sekali dengan Noah. Papamu juga. Papa akan kesana sekalian ke kantor.” Tania mengangguk. Ia menatap punggung mama yang bergerak mendekati mobil. Tan
Tania selalu terbangun setiap jam karena mencari orang yang tidur disebelahnya. Kasur kosong dan terasa dingin. Hatinya menjadi sedih, mengingat biasanya Adrian atau Noah ada disampingnya, kini ia hanya tidur sendirian. “Tidak, Tan, kamu hanya belum terbiasa. Setelah ini kamu pasti akan menikmati hidup menjadi single parents dan independent woman.” Ia tak sabar mengurus perpindahan kerja dari perusahaan Adrian ke kantor lain. Ia akan berdiri diatas kakinya sendiri. Pengalaman kerjanya sudah cukup mumpuni untuk kembali memulai hidup yang baru. Ia akan membuktikan pada orang-orang, bahwa ia bisa hidup tanpa Adrian. Semalaman Tania merasa tidur bukanlah pilihan yang baik. Ia duduk termenung diatas ranjang, menatap kosong ke arah televisi yang menyala. “Noah sekarang sedang apa, ya?” ia melirik ponsel yang sedari tadi mati. Tidak ada notifikasi pesan masuk dari Wini ataupun Adrian yang memberi kabar soal Noah. “Apa mereka akan membawa Noah jauh dariku? Apa mereka akan pergi ke s
Tania menatap Noah yang sedang dipangku papa. Papa dan mama sama sekali tak mengecam keputusan Tania untuk memberikan Noah pada Adrian dan Wini. Mereka ingin melihat seberapa yakin anaknya ingin berpisah dengan Noah. Mobil Adrian datang. Ia masuk ke dalam rumah bersama Wini. Mata Adrian sama sekali dan melirik Tania, “Hai Noah. Mulai hari ini kamu ikut papa dan mama—Wini, ya?” Wini menatap Tania, “Tan, aku tidak akan membawa Noah jika kamu tidak mengizinkan.” “Ambillah. Aku tidak bisa menerima ayahnya. Aku takut sifat Noah akan menurun dengan baik. Aku takut menyakitinya. Semua baju, dan stok asi sudah aku taruh di tas. Aku akan kirimkan ke rumah melalui kurir, dan sesekali menjenguknya.” Papa memberikan Noah pada Wini. “Halo Noah, untuk sementara kamu sama mama Wini dulu, ya. Nanti kita akan hidup bersama lagi dengan papa Adrian dan mama Tania.” “Tidak ada kesempatan itu lagi, Win. Aku juga tidak akan membawa Noah. Adrian adalah papa kandungnya. Dia bilang ingin mene