Mey senang bukan main saat Emperor Hotel mengundangnya bersama team dari Madiya Group tempatnya bekerja untuk mengikuti acara syukuran makan malam sebagai reward atas keberhasilan mereka.
Betapa tidak, kerja sama akan berlanjut beberapa bulan ke depan dengan agenda berbagai meeting dan exhibition yang mengambil lokasi di Emperor Hotel dengan Madiya Group sebagai event organizernya.Tinggal enam bulan lagi, genap dua tahun Mey bekerja di sana yang itu artinya dia akan sign contract sebagai karyawan tetap.Selain bonus dan gaji yang diterima lebih besar, jenjang kariernya juga lebih terbuka lebar. Dan keberhasilannya bersama Emperor Hotel dalam acara kemarin tentu akan memberikan poin plus untuk perkembangan kariernya.Mey dan teman kantornya sudah berdandan dan menyiapkan gaun andalan mereka agar tampil proper dalam acara perayaan tersebut. Mereka ingin menikmati perayaan malam ini hitung-hitung membayar waktu dan tenaga mereka yang sudah terkuras. Bagaimana tidak, hampir tiap hari Mey dan team-nya harus lembur. Semua bersuka cita, dia dan teman-temannya berbincang sambil tertawa bersama.“Nanti free voucher staycationnya pake barengan yuk Mey,” ajak Irene rekan kantornya yang membawa dua gelas minuman dan menyodorkan satu untuknya.“Nih cobain Mey, biar pernah.” Irene pun mulai mencoba minuman di hadapannya sembari mengernyit.“Ngapain sama kita ya? Sama pacarnya lah, betul gak Mey?” Vaya menambahkan sambil mengerlingkan matanya ke arah Mey.“Iih apaan sih,” kata Mey dengan nada malas.Raut wajahnya berubah muram mendengar kata pacar. “Kini sudah mantan,” batinnya dalam hati.Setiap mengingat Ivan sang mantan, hatinya sedih. Dia masih belum bisa bangkit dari rasa terpuruk pasca patah hati.Menjelang tidur, Mey sering menangis karena teringat kenangan manis bersama mantan terindahnya. Seringkali Mey mengecek ponselnya berkali-kali dengan harapan Ivan menghubunginya untuk meminta kembali padanya. Tetapi hasilnya nihil.Mey memiliki prinsip no sex before marriage yang sudah diutarakannya sejak awal. Ivan menyanggupi malah mendukungnya, tetapi akhir-akhir ini dia mulai membahasnya dan memengaruhi Mey untuk berubah pikiran. Mey kesal, kenapa Ivan sama saja dengan semua mantannya? Merasa tak ada titik temu, mereka pun putus setelah bertengkar hebat.Mey menatap ragu gelas di hadapannya, tapi saat melihat hampir semua teman-temannya memegang gelas yang sama, dia pun dibuat penasaran. Siapa tahu bisa meredakan kegalauannya malam ini. Selang beberapa meja di hadapannya, owner dan pimpinan Emperor Hotel duduk bersama entah membahas apa, termasuk Pak Randy, yang tempo hari lalu tanpa sengaja dia temui sebagai anak dari sahabat mamanya.Saat itu, Mey terpaksa ikut turun menemani sang mama yang memiliki janji bertemu dengan teman lamanya yang sudah pindah tinggal di Bali. Sementara itu, Papa Mey masih ada urusan dan akan menjemput dua jam kemudian.Sesampai di tempat tujuan, dia melihat seorang wanita seumuran mamanya duduk menghadap ke arah mereka bersama seorang pria yang duduk membelakanginya. Ketika mendekat dan sang pria berbalik, Mey terkejut karena mendapati pimpinan pada hotel lokasi eventnya berlangsung ada di sana.“Pak Randy,” kaget Mey dengan telunjuk yang mengarah ke depan.Randy berdiri dan mengernyit ketika mendapati staf Madiya Group yang selama ini wara wari di hotelnya ada di depannya.“Panggil Ran aja. Meylinda, kan?” Ran memastikan agar tidak salah orang. Setelah saling mengenalkan diri, obrolan pun mengalir begitu saja.Lebih banyak didominasi oleh sang mama.Dari sana Mey tahu bahwa ternyata Ran adalah anak tunggal yang memutuskan tinggal terpisah dari orang tuanya demi fokus pada bisnis hotelnya.***Waktu baru menunjukkan pukul sebelas malam, tapi Mey sudah tidak ada keinginan untuk duduk lebih lama lagi.Dilihatnya, teman-temannya masih asyik berbincang sambil menikmati musik dan tertawa. Sebagian ada yang ikut turun ke dance floor diiringi musik DJ.Perut Mey bergejolak, kepalanya pusing dan berat.Dia pikir minuman beralkohol rendah yang disodorkan padanya tidak akan menimbulkan efek samping seperti ini.Mey bergegas menuju toilet karena dia sepertinya harus muntah untuk menghilangkan rasa tidak nyaman pada mulut juga perutnya. Keluar dari toilet, Mey merasa dunianya berputar. Dia berpegangan pada sebuah pilar saat samar-samar dia mendengar suara seseorang memanggilnya.Ran mengerjapkan mata sambil memulihkan kesadarannya. Dia mengingat kembali kejadian yang berputar di kepalanya bagaikan rol film lama yang bergerak perlahan. Ran mencoba bangkit dari posisinya yang tengkurap dan mendapati dirinya serta kamar yang ditempatinya dalam kondisi yang tidak bisa dibilang baik. Ran mengamati pantulan tubuhnya yang tinggi dan tegap di depan cermin. Air masih menetes membasahi pipinya yang dipenuhi jambang. Tatapan matanya yang biasanya tegas kini berubah redup. Satu fakta yang didapatnya tadi pagi begitu menghantamnya. Di umurnya yang ke tiga puluh tahun, dia menyandang status sebagai bajingan brengsek karena sudah merusak seorang gadis yang notabene adalah anak dari sahabat mamanya. Semalam, Ran melihat Mey duduk dengan kepala menyandar pada pilar di depan rest room. Saat pelayan bar mendekat dan bertanya ingin menawarkan bantuan, Ran mengambil alih dan membimbing Mey yang sempoyongan menuju mobilnya.“Dia biar say
Mey terduduk di lantai sembari memeluk lutut. Air matanya luruh bersama guyuran shower di atasnya. Dia tidak ingat persis mengapa bisa berakhir di ranjang Ran. Tapi, satu hal yang pasti adalah dirinya sudah tak lagi utuh. Setelah lelah menangis dan kedinginan, dia bangun dan menatap bayangannya di cermin dan mendapati sosok yang menyedihkan. Dengan rambut berantakan dan mata sembab serta beberapa tanda di tubuhnya, dia merasa jijik pada diri sendiri. Sekuat apa pun dia menggosok hingga tubuhnya sakit, bekas itu masih ada. Mey tidak tahu mana yang lebih mendominasi, sakit pada beberapa bagian tubuhnya atau sakit pada hatinya.Bersyukur tidak ada orang di rumah. Kemarin, Mama dan papanya pergi ke Bandung selama dua hari menghadiri pernikahan kerabat. Mey merasa kotor, malu, takut, dan juga marah pada dirinya sendiri. Dia juga marah pada keadaan dan juga pada Randy, hingga berteriak histeris meratapi nasib buruknya.Teringat kembali dengan keja
Hari ini, Ran tiba di Jakarta setelah perjalanan bisnisnya selama satu bulan. Selama itu pula, dia selalu menerima laporan dari Riko asistennya untuk memantau kegiatan Meylinda. Menurut informasi yang didapat Riko dari orang Madiya, Mey masih bekerja seperti biasa. Tidak ada perubahan signifikan yang berarti. Namun, Ran tidak bisa untuk tidak gundah, entah kenapa firasatnya mengatakan semuanya tidak baik-baik saja. Bagaimana keadaan Mey yang sesungguhnya?Dari bandara, Ran langsung menuju hotel mengingat tiga puluh menit lagi meeting bersama Madiya akan dilaksanakan. Mey harusnya ikut serta karena mereka terlibat project bersama. Jadi, Ran ingin memastikan secara langsung keadaan perempuan itu.“Lancar Ran roadshownya? Rajin amat udah langsung ngantor, Dion aja kagak ikutan meeting,” kata Romi saat mereka bertemu di loby.“Aman kok.. yukk,” Ran mengacungkan jempolnya dan menepuk pelan bahu Romi sambil menuju ruangannya. Ran duduk di ku
Dilihatnya perutnya yang masih rata. Seminggu lalu dia mencoba testpack saat tamu bulanannya tak kunjung datang. Mey menangis sejadi-jadinya saat melihat hasilnya. Garis Dua. Mengapa takdir seolah mempermainkannya? Apa masih tidak cukup dia kehilangan mahkotanya, kini dia harus mengandung janin yang tidak diinginkannya? Kehadiran janin itu pula yang memaksanya untuk menerima tanggung jawab Ran dalam bentuk pernikahan.Teringat pembicaraannya dengan sang mama tempo hari setelah sekian lama menyimpan semuanya sendiri.“Ma ... Mey ha ... mil …” katanya sambil berderai air mata. Tentu saja, mamanya kaget luar biasa. Dia mengenal persis seperti apa pergaulan Mey dan sulit rasanya mempercayai fakta yang kini dikemukakan putrinya.“Kenapa bisa Mey? Jadi kamu sama Ivan?” belum sempat mamanya menyelesaikan kalimatnya, Mey menggeleng sambil terus menangis.Air matai Mey jatuh tanpa diminta, dia bercerita dengan terbata, sementara mamanya men
Meylinda POVKubanting pintu kamarku menahan amarah dalam dada. Aku muak dengan pertemuan ini. Aku benci berada dalam situasi menyakitkan ini. Segera, kulepas dress yang melekat di tubuhku dan menggantinya dengan kaos rumahan, entah kenapa aku jadi membenci warna hijau. Setelah malam naas itu, aku melihatnya lagi. Dia duduk di depanku bersama kedua orang tuanya. Jarak kami begitu dekat hanya dibatasi sebuah meja. Udara di sekelilingku mendadak hilang. Dadaku sesak menahan segala rasa. Aku ingin berteriak di depannya, menampar, dan melayangkan pukulanku berkali-kali. Sayangnya, itu hanya ada dalam ekspektasiku. Kenyataannya, aku malah menyambut kedatangannya. Menerima pernikahan yang ditawarkannya. Aku bagaikan pesakitan yang tidak punya pilihan. Kini, statusku berubah menjadi wanita malang yang menyedihkan. Aku keluar dari pekerjaanku. Padahal, tinggal menunggu hitungan bulan aku akan sign contract sebagai karyawan tetap. Tapi, dengan j
“Hahh? Serius lu Ran?” tanya Dion“Gilaa ... gercep juga lu,” kata Ariel tak mau kalah“Yang mantan model waktu ketemu di resto itu bukan?” Tak ketinggalan Romi ikut berkomentar saat Ran mengutarakan niatnya untuk melaksanakan acara pernikahan di Emperor Hotel. Tiga minggu lagi, siapa yang tidak gempar? Ran yang selama ini mereka kenal selalu sendiri dan gila kerja, tiba-tiba ingin menikah? Saat itu, Romi yang sedang dinner dengan sang istri, pernah tanpa sengaja berpapasan dengan Ran yang mengajak seorang gadis di restoran. Itu pun hanya sekali dan saat bertemu Ran sedikit pun tidak berniat mengenalkan siapa gerangan yang digandengnya. Dari sang istri yang menekuni dunia modeling, Romi mengetahui kalau gadis tersebut juga sempat terjun di dunia modeling hanya saja sudah vakum. Namun ,ketika Romi bertanya lebih jauh, Ran selalu menutup rapat kisah kasihnya. Di antara mereka bertiga hanya Ran dan Ariel yang masih single. Sementara Dion d
Mey menatap penampilannya yang sempurna tanpa cela. Kini dia sudah mengenakan gaun pengantin yang mengambil konsep International untuk digunakan saat resepsi.Dia melihat cincin yang melingkar pada jari manis tangannya. Hari ini dia sudah resmi berubah status menjadi seorang istri. Dia menghela nafasnya panjang, hatinya gamang. Apakah keputusannya menikah dengan Ran sudah tepat? Namun, kenapa hanya ada keraguan di hatinya? Saat ini, dia berada di salah satu kamar Hotel Emperor yang digunakan sebagai ruang ganti. Bunyi pintu di belakangnya membuyarkan lamunannya. Sang mama tercinta masuk menatap Mey dengan tatapan takjub bercampur haru.“Anak mama hari ini cantik sekali. Bagaimana perasaan kamu nak?” Ditatapnya sang putri dengan penuh kasih sayang. Melihat kesungguhan hati keluarga Ran dalam menyiapkan segala keperluan pernikahan yang tanpa sedikit pun campur tangan Mey, membuatnya tak enak hati. Ran dan keluarganya begitu sabar menghadapi Mey yang a
Setelah perdebatan mereka, Ran setuju untuk tidak menghubungi Mey agar tidak dianggap mengganggu. Sebisa mungkin, Ran berkunjung saat pulang kerja hanya untuk mendapati Mey yang menghindarinya dengan memilih mengurung diri dalam kamar. Kalaupun Ran menginap, dia terpaksa tidur di kamar tamu. Begitu juga ketika makan bersama, Mey akan lebih dulu menyudahi acara makannya karena mual dan kembali ke dalam kamar. Mey benar-benar berniat membangun jarak di antara mereka dan tidak memberikan celah sedikit pun kepadanya. Pagi itu, Mey yang baru keluar kamar melihat Ran yang berdiri sedang memegang ponsel seolah sedang menunggunya. Mey pun berusaha mengabaikan dengan melangkah melewati Ran begitu saja. Namun, panggilan Ran menghentikan langkahnya.“Mey, sebentar saja kumohon,” ujarnya. Dengan posisi yang masih berdiri, Ran melangkah mendekat namun tetap memberi jarak.“Aku ada tugas ke Surabaya selama empat hari.” Ran masih belum melanjutkan kalimatnya seol
Saat usahanya mencari kedua perempuan tersebut belum berhasil, langkah Mey terhenti oleh panggilan seorang wanita. “Mbak Meylinda…” Mey hanya mengernyitkan dahinya karena merasa tidak mengenal wanita tersebut. “Saya Wanda, temen Vera,” ujarnya sambil mengulurkan tangan. “Panggil Mey aja, kalo boleh tahu ada apa ya?” tanya Mey sambil masih sempat mengedarkan pandangannya. “Kata Vera, Mey punya usaha florist ya? Aku mau minta bantuan sih sebenernya, kalo nggak keberatan ngobrol sambil duduk yuk, aku janji cuma sebentar,” ajaknya. Mey pun menurut, mereka terlibat perbincangan yang cukup serius. Jadi, Wanda yang juga memiliki usaha florist dan lebih sering menerima pesanan hand bouquet, kerap kali kehabisan stock bunga import seperti bunga daffodil yang justru selalu ada di Meyra Florist. “Aku udah sering order daffodil di florist kamu Mey, tapi kan jadi dapet harga konsumen. Maunya sih special price gitu, hehe.” Wanda sangat berterus terang di pertemuan pertama mereka. Maka ketik
“Mey, ikut olahraga nggak?” tanya Ran ketika Mey sudah membuka matanya. Mey yang masih memeluk bantal hanya menggeleng, dengan pandangan yang masih samar dia melihat Ran sudah mulai bersiap-siap. Bagaimana bisa berolahraga? Semalam dirinya sulit tidur begitu Ran keluar kamar. Entah kenapa pikirannya kemana-mana saat mengetahui Ran selalu melihat ponsel dan mengabaikan dirinya. Mey bangun ketika jam menunjukkan pukul setengah delapan pagi. Sewaktu makan malam kemarin, Mama Ran sudah mewanti-wanti dirinya agar tidak usah enak hati jika ingin bangun siang hari ini. “Mey istirahat yang cukup ya Nak, nggak usah bangun pagi besok, Mey pasti masih capek,” begitu katanya. Mey menghela nafasnya pelan. Dia sungguh bersyukur memiliki mertua seperti orang tua Ran. Selain menyayanginya dengan tulus, mereka bukan tipikal mertua yang suka mencampuri urusan anak menantunya.Merasa telah cukup tidur, dia pun memutuskan pergi membersihkan diri sebelum turun menunggu kedatangan Ran. Mey keluar dari
Mereka tiba di Bali sekitar pukul sebelas siang dan langsung menuju restoran milik orang tua Ran di sekitaran Canggu. “Nggak ada yang sakit kan Mey?” tanya Ran sambil mengelus perut Mey saat mereka di dalam mobil. Mey hanya menggeleng, sebaliknya dia justru merasa sangat bersemangat. “Ini pertama kali kamu ke Bali?”“Iya Ran, makanya aku excited banget,” jawab Mey. Sesampainya di restoran, mereka disambut dengan pelukan hangat oleh orang tua Ran. Tubuh Mama sedikit lebih kurus dari pertemuan terakhir mereka. Tepat dua bulan sejak pernikahan mereka digelar, Mama divonis menderita penyakit jantung sehingga harus melakukan serangkaian pengobatan juga beberapa larangan dalam beraktivitas. “Duh kangen banget sama menantu Mama,” kata Mama sambil mengelus kepala Mey. “Kehamilan kamu sehat kan Mey? Maaf ya Mey, Mama…,” kalimat Mama terhenti karena sedetik kemudian air matanya sudah menetes tanpa diminta. “Jangan sedih Ma, yang penting Mama sehat dulu,” tenang Mey. Ran yang tengah bers
“Mey, kita lunch di luar ya… Sekalian diajak ketemuan sama sepupu aku,” jelas Ran saat mereka sudah berada di meja kerja Mey. “Sepupu?” “Iya Mey, dia emang nggak dateng ke nikahan kita karena waktu itu lagi dirawat di rumah sakit, abis kecelakaan. Nanti aku kenalin ya,” lanjut Ran. Mereka pun segera bergegas menuju restoran yang sudah diipilih oleh Aldi, sepupu Ran. Ternyata Aldi akan menikah dalam waktu dekat dan memerlukan bantuan Ran juga Mey untuk urusan florist. “Apa kabar Ran? Makin gagah aja setelah married,” sapa Aldi sesampainya mereka di restoran. Ran hanya geleng-geleng kepala sambil tersenyum. “Kenalin ini Mey, istri aku. Nggak jadi bawa calon kamu?” tanya Ran. “Tar lagi dateng kok Ran, masih ada urusan,” jawabnya. Aldi pun beralih menatap Mey sambil menjulurkan tangannya. “Hai Mey, aku Aldi, btw maaf ya waktu itu nggak bisa dateng ke nikahan kalian,” ujar Aldi sambil tersenyum ramah. “Iya nggak apa-apa, tadi Ran udah sempet cerita kok.” Mereka pun memulai perbin
Mey memilih memejamkan mata ketika Ran memerangkap bibirnya dan melumatnya dengan ahli. Ciuman rasa vanila stawberi yang membuat keduanya terbuai selama beberapa saat. Ran membuka mata dan menjauhkan bibirnya sambil ibu jarinya mengusap pelan jejak basah pada bibir Mey. Senyum malu-malu yang menyambutnya membuat Ran mendekatkan kembali wajahnya. “Jadi, kita udah baikan?” tanya Mey saat wajah Ran hanya berjarak beberapa senti darinya. “Menurut kamu?” bisik Ran yang entah mengapa di telinga Mey terdengar begitu seksi. Mey tersenyum cerah sambil menatap mata Ran yang hitam dan tegas. Entah dorongan darimana, dengan tanpa tahu malu Mey menarik rahang kokoh milik Ran untuk mendekat padanya dan membiarkan Ran mengulang kembali ciuman mereka. “Aku minta maaf Ran, aku nggak akan nutupin apapun lagi dari kamu,” kata Mey.Saat ini mereka sudah duduk bersama dengan kepala Mey yang bersandar pada lengan Ran. Ran menghela nafas pelan, dengan penuh rasa sayang dia mengelus kepala Mey dan melab
Mey menjalani harinya dengan lesu. Dia merasa kepala dan matanya sangat berat, namun untuk pergi tidur juga tidak mungkin mengingat ini masih pagi. Dia pun membiarkan Bu Ana memasak sendiri di dapur sementara dia memeriksa laporan florist di ruang tamu. “Sarapan dulu Nak Mey,” panggil Bu Ana. Mey menoleh kemudian mengangguk.“Mey agak mual Bu, mau makan buah dulu. Bu Ana nggak apa-apa kan kalo Mey makannya nanti aja?” tanya Mey.Dia sendiri tidak tahu kenapa mual yang sudah lama hilang kini datang lagi. Apa karena semalam dirinya kurang tidur? Setelah menghabiskan sarapan buahnya, Mey pergi ke kamar karena kepalanya sedikit pusing. *** Ran tiba di hotel dan memulai briefing bersama jajaran manajemen juga panitia yang terlibat dalam event yang diadakan di Emperor hari ini. Dirinya sungguh tidak ada niatan untuk menghindari Mey, dia sendiri merasa bersalah ketika melihat mata Mey yang seperti ingin menangis tadi. Tapi di sisi lain, Ran masih merasa kesal dengan sikap Mey. Bisa-bisan
Sudah tidak terhitung berapa kali Mey melirik jam dinding juga ponsel yang selalu dia bawa. Entah kenapa, hari ini berjalan sangat lambat padahal Ran baru pergi selama dua jam. Mey ingin meluruskan kesalahpahaman yang terjadi antaranya dan Ran. Dia ingin membuat Ran percaya bahwa memang benar antara dirinya dan Ivan tidak ada apa-apa. “Dulu aku pernah dikhianati…” Mey kembali mengingat kata-kata yang tadi diucapkan Ran. Sorot luka dan kekecewaan tergambar jelas pada wajahnya. Jadi itu yang menyebabkan Ran begitu marah padanya? Ran pasti mengira jika Mey sama dengan mantan kekasihnya yang memilih orang lain dan berpaling darinya.Mey menghembuskan nafasnya sambil mengelus pelan perutnya, janin yang dulu sempat tidak dia inginkan keberadaannya. Janin yang juga mengikat dirinya pada Ran. Namun seiring berjalannya waktu, tanpa Mey sadari Ran sudah mampu mengikat hatinya. Dengan antusias Mey menghampiri pintu yang terbuka dari luar. Dia sudah mandi dan sudah bersiap hendak memasak untuk
Ran sendiri tidak menyangka, jika meeting yang dihadirinya berjalan lebih cepat dari yang seharusnya. Berhubung lokasi hotel tempat meetingnya digelar berdekatan dengan bandara, dia pun memutuskan untuk memajukan penerbangan dan kembali pulang.Saat driver Emperor menjemputnya, dia langsung meminta dibawa ke florist karena ingin menjemput Mey terlebih dahulu. Selama perjalanan, Ran berusaha keras mengenyahkan pikiran-pikiran buruk yang hinggap di kepalanya. Namun otaknya lagi-lagi tertuju pada rekaman cctv tersebut. [“Untuk rekaman cctv yang bapak minta, sudah saya kirim ke email.”] Begitu bunyi pesan yang masuk ke ponselnya dari salah satu staf mekanik Emperor, yang jugamenangani pemasangan cctv di florist. Awalnya dia menatap ragu pada layar monitor di depannya. Jika dia melakukan ini, tidakkah artinya dia meragukan Mey? Tapi untuk mengabaikan file yang saat ini sudah berada di depan matanya, sungguh terasa sulit baginya.Ran pun mulai mengarahkan mouse ke sembarang tanggal yang
Pukul sembilan pagi, Mey sudah tiba di florist. Dia ada janji bertemu dengan Bianca juga rekannya yang hendak menggunakan jasa Meyra Florist untuk event yang akan perusahaan mereka adakan. Ini merupakan suatu keuntungan besar bagi florist yang dikelola Mey karena nama Meyra Florist akan semakin dikenal khalayak luas. “Makan siang kamu biar aku yang traktir ya Bianca,” kata Mey usai mereka menyelesaikan pembahasan kontrak kerja sama.“Makasi Mey, tapi aku udah keduluan janji sama suamiku.” kata Bianca.“Baiklah kalau begitu. Makasi ya Bianca, aku bener-bener hutang budi sama kamu karena udah terus support florist,” kata Mey sungguh-sungguh.Bianca dengan segudang relasinya selalu merekomendasikan Meyra jika mereka memerlukan florist. Entah bagaimana cara Mey membalas semua kebaikan Bianca padanya? Apa yang harus dia berikan? Sementara, Bianca sendiri sepertinya sudah memiliki segalanya.“Santai aja Mey, yang aku lakukan bukanlah suatu hal yang besar,” katanya sambil tertawa dan un