“Hahh? Serius lu Ran?” tanya Dion
“Gilaa ... gercep juga lu,” kata Ariel tak mau kalah“Yang mantan model waktu ketemu di resto itu bukan?” Tak ketinggalan Romi ikut berkomentar saat Ran mengutarakan niatnya untuk melaksanakan acara pernikahan di Emperor Hotel.Tiga minggu lagi, siapa yang tidak gempar?Ran yang selama ini mereka kenal selalu sendiri dan gila kerja, tiba-tiba ingin menikah?Saat itu, Romi yang sedang dinner dengan sang istri, pernah tanpa sengaja berpapasan dengan Ran yang mengajak seorang gadis di restoran.Itu pun hanya sekali dan saat bertemu Ran sedikit pun tidak berniat mengenalkan siapa gerangan yang digandengnya.Dari sang istri yang menekuni dunia modeling, Romi mengetahui kalau gadis tersebut juga sempat terjun di dunia modeling hanya saja sudah vakum. Namun ,ketika Romi bertanya lebih jauh, Ran selalu menutup rapat kisah kasihnya.Di antara mereka bertiga hanya Ran dan Ariel yang masih single. Sementara Dion dan Romi, mereka sudah berkeluarga lebih dulu. Tapi, respons Ran yang memang irit bicara membuat ketiga temannya tak lagi banyak bertanya.“Ga usah cerewet. Acaranya sederhana aja dan kalian harus dateng,” ucap Ran dengan begitu singkat dan jelas.Ran bingung harus bagaimana.Mey menolak semua pemberiannya. Bahkan saat Ran mengutus Mira, sang wedding organizer untuk datang mengunjungi Mey agar mau berubah pikiran, dia hanya berkata “Aku serahkan semuanya sama Mbak Mira. Terserah mbak aja. Aku hanya akan mengundang keluargaku.”Mey seolah tidak ingin membahas pernikahan ini.Mira menghadap Ran dengan wajah cemas karena tidak mendapat hasil apa pun di pertemuan keduanya dengan Mey.“Terus, saya harus bagaimana, Pak? Apa benar boleh terserah saya?” katanya sambil meremas kedua tangannya.Ran hanya mendelik sebagai jawaban dari pertanyaan Mira.Jika mengikuti kemauan Mey yang terserah Mira, rasanya seperti Mira yang akan menikah dengannya.Ran menggeleng sambil menghembuskan nafasnya dengan kasar. Lagi-lagi dia akan meminta bantuan mamanya.***“Nak Mey, resepsinya langsung di hari H-nya saja ya. Berhubung acaranya sederhana dan tidak banyak undangan, Mama rasa satu hari sudah selesai jadi besoknya bisa langsung istirahat,” ucap Mama Ran saat berkunjung ke rumah Mey sambil membicarakan acara pernikahan mereka.Kalau sudah begini, mau tak mau Mey harus meladeninya. Entah kenapa dia tidak bisa mengeluarkan sikap dinginnya kepada Mama Ran.Agak lama Mama Ran memandanginya sebelum dengan hati-hati bertanya kepada Mey, “Bagi Ran, Emperor itu keluarganya, hanya mengundang manajemen dan staf hotel saja saat resepsinya nanti. Boleh ya, Mey?”Semula, tekad Mey sudah bulat untuk menolak segala jenis bentuk perayaan atau resepsi dan sejenisnya. Sesederhana mungkin dengan tamu yang minim. Tapi, mendengar suara lembut Mama Ran yang memohon, rasanya Mey sangat berdosa jika menolaknya.Mey pun hanya mengangguk lesu.Mey juga menyerahkan pemilihan dekorasi, bentuk cincin, model undangan dan tetek bengeknya pada Ran.“Ran minta tolong mama yang urus. Mama harap Mey suka sama semua yang mama pilihkan nanti. Sampai jumpa dua minggu lagi ya, inget jaga kondisi kalian,” ucapnya sambil memeluk Mey dan beranjak pergi.Mey mengantar kepergian calon mertuanya sampai di depan gerbang. Mama Ran sangat sabar juga baik padanya. Tapi … entah lah, itu saja belum cukup untuk membuatnya mantap menjalani pernikahannya nanti.***Ballroom Emperor Hotel sudah mulai disulap menjadi indah untuk perhelatan pernikahan sang owner.Staf Emperor yang mengenal Mey waktu kerja sama beberapa waktu lalu dibuat kaget.Pasalnya, selama di hotel tidak ada tanda-tanda pimpinan mereka memiliki kedekatan dengan siapa pun termasuk Mey.Kasak-kusuk mulai terdengar, mulai dari Ran yang memanfaatkan posisinya untuk mendekati Mey sampai yang paling sadis, yaitu Mei sengaja menggoda Ran sampai hamil demi memuluskan kariernya.Ditambahkan dengan kesaksian anak front office yang bertemu Mey di apotek saat membeli testpack.“Aku bilang juga apa kalo yang aku liat itu si Mey. Ga nyangka ya dia calonnya pak bos, anaknya emang cantik sih,” tambahnya saat menikmati makan siang mereka di pantry.Tak ayal gosip segera menyebar, mulai dari staf yang tidak tahu siapa yang bernama Mey hingga yang sudah mengenal Mey tapi tidak terlalu peduli, kini ikut membicarakannya.Tak ketinggalan ketiga sahabatnya juga menganga lebar ketika mengetahui siapa calon Ran yang tak lain tak bukan sempat diajak kerja sama oleh Emperor.“Meylinda yang chinese itu, bukan?” Dion bertanya pada Ariel saat mereka bertiga menunggu Ran untuk management meeting.“Ho oh, btw kapan deketnya ya? Ran diem-diem gitu bentar lagi jadi suami plus daddy. Kok lu bilang mantan model sih Rom?” tanya Ariel pada Romi yang duduk di sebelahnya.“Kirain sama yang itu, nggak pernah liat Ran jalan bareng sama cewek lagi sih,” Romi menjawab sambil mengendikan dagunya saat Ran datang mendekat.“Sorry telat. Tadi ketemu agent di bawah,” ucap Ran yang muncul dan mengambil posisi duduk di kursi yang kosong.Romi yang sedari tadi sudah tidak tahan akhirnya buka suara, “ Ran, gosip elu nikah itu yang mana yang bener sih? Banyak versi soalnya”Pertanyaan itu diikuti tatapan antusias kedua sahabatnya yang lain.“Kalo gue artis, udah konpers dari kemarin. Lagian, sejak kapan kalian suka gosip? Meetingnya kita mulai aja ya,” ujar Ran mengalihkan pembicaraan. Seperti biasa, susah sekali menggali informasi dari Ran kalau menyangkut masalah yang pribadi.Mey menatap penampilannya yang sempurna tanpa cela. Kini dia sudah mengenakan gaun pengantin yang mengambil konsep International untuk digunakan saat resepsi.Dia melihat cincin yang melingkar pada jari manis tangannya. Hari ini dia sudah resmi berubah status menjadi seorang istri. Dia menghela nafasnya panjang, hatinya gamang. Apakah keputusannya menikah dengan Ran sudah tepat? Namun, kenapa hanya ada keraguan di hatinya? Saat ini, dia berada di salah satu kamar Hotel Emperor yang digunakan sebagai ruang ganti. Bunyi pintu di belakangnya membuyarkan lamunannya. Sang mama tercinta masuk menatap Mey dengan tatapan takjub bercampur haru.“Anak mama hari ini cantik sekali. Bagaimana perasaan kamu nak?” Ditatapnya sang putri dengan penuh kasih sayang. Melihat kesungguhan hati keluarga Ran dalam menyiapkan segala keperluan pernikahan yang tanpa sedikit pun campur tangan Mey, membuatnya tak enak hati. Ran dan keluarganya begitu sabar menghadapi Mey yang a
Setelah perdebatan mereka, Ran setuju untuk tidak menghubungi Mey agar tidak dianggap mengganggu. Sebisa mungkin, Ran berkunjung saat pulang kerja hanya untuk mendapati Mey yang menghindarinya dengan memilih mengurung diri dalam kamar. Kalaupun Ran menginap, dia terpaksa tidur di kamar tamu. Begitu juga ketika makan bersama, Mey akan lebih dulu menyudahi acara makannya karena mual dan kembali ke dalam kamar. Mey benar-benar berniat membangun jarak di antara mereka dan tidak memberikan celah sedikit pun kepadanya. Pagi itu, Mey yang baru keluar kamar melihat Ran yang berdiri sedang memegang ponsel seolah sedang menunggunya. Mey pun berusaha mengabaikan dengan melangkah melewati Ran begitu saja. Namun, panggilan Ran menghentikan langkahnya.“Mey, sebentar saja kumohon,” ujarnya. Dengan posisi yang masih berdiri, Ran melangkah mendekat namun tetap memberi jarak.“Aku ada tugas ke Surabaya selama empat hari.” Ran masih belum melanjutkan kalimatnya seol
“Tu… tunggu, begini Ran,” ujar Mey dengan nada panik. “Kondisi kehamilan juga kaki kamu belum memungkinkan untuk naik turun tangga dulu. Cobalah untuk tidak bersikap egois,” potong Ran dengan cepat. Mey yang merasa tersindir hanya menunduk lesu. Kejadian hari ini memang murni karena ulah dirinya yang egois dan tidak memikirkan kalau kini ada nyawa yang bergantung padanya. Setiap mengingatnya, Mey jadi ingin menangis lagi. Ran benar, Mey tidak mungkin tinggal di rumah orang tuanya dimana kamar tidurnya terletak di lantai atas. Sementara, untuk bertukar tempat dengan kamar orang tuanya di lantai bawah lebih tidak mungkin lagi. Membiarkan mereka yang sudah berumur dan mengalah demi dirinya yang sudah ceroboh, Mey merasa menjadi seorang anak yang jahat. Saat Ran mendengar kabar bahwa Mey terjatuh dan mengalami pendarahan, dia sangat marah. Ran mengira kalau Mey pasti sengaja tidak menjaga kehamilannya dengan benar. Namun, Ran tidak bisa untuk tidak kasihan ketika melihat kon
Tidak terasa sudah satu minggu Mey dirawat di rumah sakit. Di satu sisi dia merasa lega karena sudah diperbolehkan pulang. Namun, di sisi lain dia juga merasa cemas karena mulai hari ini dia akan tinggal bersama Ran. Apakah apartemen itu apartemen yang sama? Apartemen yang menjadi saksi bisu perubahan besar pada hidupnya? Jika memang benar, masih punyakah dia kesempatan untuk menolaknya? Begitu banyak pertanyaan yang memenuhi pikirannya hingga dia tidak sadar Mamanya datang menghampiri. “Cuma dua tas ini aja ya Mey?” tanya Mama yang menyela lamunannya. “Mama sama Papa tidak ikut mengantar ke apartemen ya Mey, besok saja kita ke sana,” tambahnya. “Hahh?” Mey memberi respons atas keterkejutannya. Bisa dipastikan mulai dari di dalam mobil hingga tiba di tujuan dia akan berdua bersama-sama Ran. Mey bingung bukan main, tidak mungkin selama di apartemen Ran akan bekerja saja seperti saat menunggunya di rumah sakit bukan? Tapi, dia teringat pembicaraan mereka tempo hari.
Mey yang baru bisa tidur menjelang tengah malam akhirnya bangun ketika matahari sudah tinggi. Dia mengerjapkan matanya dan langsung tersadar kini dia sudah tidak lagi tinggal di rumah orang tuanya melainkan tinggal di apartemen Ran. Mey mendesah lega saat memeriksa keadaannya yang masih menggunakan piyama. Bahkan, selimutnya juga masih menempel pada kakinya. Ketika melihat ke arah jam dinding, dia terkaget karena waktu kini sudah menunjukkan pukul tujuh lewat. Segera dia bangkit untuk membersihkan diri ke kamar mandi karena ingat akan Ran yang hari ini pergi bekerja. Dia membasuh muka dan menyikat gigi secepat yang dia bisa. Setelah melihat penampilannya, dia bergegas keluar dari kamarnya.Aroma roti yang dipanggang menguar di udara ketika Mey sudah memasuki area dapur. Dia terhenyak karena mendapati Ran yang sudah menikmati sarapan di meja makan. Melihat kedatangan Mey, Ran segera menoleh sambil tersenyum. Hari ini dia mengenakan kemeja panjang berwarna biru langit yang membu
“Masuk Ma, Pa…,” ajak Ran saat melihat kedua mertuanya datang berkunjung. Mey pun menyambut dengan mata berbinar dan mempersilakannya duduk. “Berangkat sekarang aja Ran, lagian udah ada Mama sama Papa,” kata Mey. Jujur saja, setelah membuat Ran bekerja dari rumah sakit selama satu minggu penuh, Mey tidak enak jika harus membuatnya datang terlambat hari ini.Ran hanya mengangguk dan berpamitan kepada mereka.Mama Mey pun mulai melakukan inspeksi ke berbagai sudut apartemen mereka dan mengernyitkan dahinya ketika melihat sepiring toast yang tersaji di meja.“Kamu cuma bikinin Ran toast aja Mey?” tanya sang Mama yang tahu kemampuan memasak putrinya.Mey menggeleng, “ Itu Ran yang bikin Ma, … Mey kesiangan” katanya sambil menggigit bibir.“Ya ampun Mey, itu nggak bener. Udah jadi istri jangan malas."“Baru juga hari pertama, kemarin susah tidur jadinya telat bangun”, kata Mey beralasan.Mamanya hanya geleng-geleng kepala. Tak lama, Bu Ana datang
“Kenapa tadi bilang enak???”“Apanya?” tanya Ran yang pura-pura tidak mengerti.“Cap cay aku keasinan Ran, kenapa tadi bilang enak?”Ran hanya mengerjapkan matanya. Wajah Mey yang saat ini cemberut benar-benar sangat menggemaskan.“Rasanya memang enak . . . walaupun agak asin,” akhirnya dengan jujur Ran menjawab.“Tapi kenapa kamu makannn?” Mey dibuat habis kesabaran oleh jawaban Ran yang berputar-putar.“Tenang aja Mey, aku suka asin kok.”Mey membulatkan matanya, dia benar-benar tidak menyangka kalau Ran sangat pandai bersilat lidah. Apa susahnya mengatakan yang sebenarnya? Mey jadi malu dan merasa bersalah.“Ya udah, mulai besok aku buatin kamu makanan yang asin-asin,” katanya dengan ketus sambil berlalu.“E.. eh, jangan Mey,” kejarnya yang dengan refleks memegang bahu Mey.Mey langsung terdiam dan tidak melanjutkan langkahnya. Entah kenapa sentuhan tangan Ran pada kulitnya menimbulkan gelenyar-gelenyar aneh pada dirinya.“L
Mey memandang ponsel ketika mendapat pesan masuk yang mengabarkan jika Ran akan tiba sebentar lagi. Rencananya, mereka akan berkunjung ke rumah orang tua Mey. Dia memeriksa penampilannya yang mengenakan legging hitam dipadukan atasan maroon. Usia kehamilannya yang kini memasuki empat bulan membuat perutnya mulai terlihat membuncit. Sedangkan, untuk mual dan muntah sudah mulai berkurang seiring berjalannya waktu. Kehidupan rumah tangganya bersama Ran menunjukkan perkembangan yang baik. Dia sudah tidak canggung lagi seperti di awal-awal kepindahannya. Sepertinya ini semua tidak lepas dari pengaruh konseling yang dijalaninya. Mey disarankan untuk menerima apa yang sudah terjadi dan menjalaninya dengan ikhlas. Sejauh ini, Ran sangat menghargainya. Mereka juga sering menghabiskan waktu di luar, entah untuk makan ataupun sekedar nonton. Namun untuk lebih dari itu sepertinya belum, karena baik Mey maupun Ran sepertinya memberi batasan sendiri-sendiri. “Mey, minggu depan anni
Saat usahanya mencari kedua perempuan tersebut belum berhasil, langkah Mey terhenti oleh panggilan seorang wanita. “Mbak Meylinda…” Mey hanya mengernyitkan dahinya karena merasa tidak mengenal wanita tersebut. “Saya Wanda, temen Vera,” ujarnya sambil mengulurkan tangan. “Panggil Mey aja, kalo boleh tahu ada apa ya?” tanya Mey sambil masih sempat mengedarkan pandangannya. “Kata Vera, Mey punya usaha florist ya? Aku mau minta bantuan sih sebenernya, kalo nggak keberatan ngobrol sambil duduk yuk, aku janji cuma sebentar,” ajaknya. Mey pun menurut, mereka terlibat perbincangan yang cukup serius. Jadi, Wanda yang juga memiliki usaha florist dan lebih sering menerima pesanan hand bouquet, kerap kali kehabisan stock bunga import seperti bunga daffodil yang justru selalu ada di Meyra Florist. “Aku udah sering order daffodil di florist kamu Mey, tapi kan jadi dapet harga konsumen. Maunya sih special price gitu, hehe.” Wanda sangat berterus terang di pertemuan pertama mereka. Maka ketik
“Mey, ikut olahraga nggak?” tanya Ran ketika Mey sudah membuka matanya. Mey yang masih memeluk bantal hanya menggeleng, dengan pandangan yang masih samar dia melihat Ran sudah mulai bersiap-siap. Bagaimana bisa berolahraga? Semalam dirinya sulit tidur begitu Ran keluar kamar. Entah kenapa pikirannya kemana-mana saat mengetahui Ran selalu melihat ponsel dan mengabaikan dirinya. Mey bangun ketika jam menunjukkan pukul setengah delapan pagi. Sewaktu makan malam kemarin, Mama Ran sudah mewanti-wanti dirinya agar tidak usah enak hati jika ingin bangun siang hari ini. “Mey istirahat yang cukup ya Nak, nggak usah bangun pagi besok, Mey pasti masih capek,” begitu katanya. Mey menghela nafasnya pelan. Dia sungguh bersyukur memiliki mertua seperti orang tua Ran. Selain menyayanginya dengan tulus, mereka bukan tipikal mertua yang suka mencampuri urusan anak menantunya.Merasa telah cukup tidur, dia pun memutuskan pergi membersihkan diri sebelum turun menunggu kedatangan Ran. Mey keluar dari
Mereka tiba di Bali sekitar pukul sebelas siang dan langsung menuju restoran milik orang tua Ran di sekitaran Canggu. “Nggak ada yang sakit kan Mey?” tanya Ran sambil mengelus perut Mey saat mereka di dalam mobil. Mey hanya menggeleng, sebaliknya dia justru merasa sangat bersemangat. “Ini pertama kali kamu ke Bali?”“Iya Ran, makanya aku excited banget,” jawab Mey. Sesampainya di restoran, mereka disambut dengan pelukan hangat oleh orang tua Ran. Tubuh Mama sedikit lebih kurus dari pertemuan terakhir mereka. Tepat dua bulan sejak pernikahan mereka digelar, Mama divonis menderita penyakit jantung sehingga harus melakukan serangkaian pengobatan juga beberapa larangan dalam beraktivitas. “Duh kangen banget sama menantu Mama,” kata Mama sambil mengelus kepala Mey. “Kehamilan kamu sehat kan Mey? Maaf ya Mey, Mama…,” kalimat Mama terhenti karena sedetik kemudian air matanya sudah menetes tanpa diminta. “Jangan sedih Ma, yang penting Mama sehat dulu,” tenang Mey. Ran yang tengah bers
“Mey, kita lunch di luar ya… Sekalian diajak ketemuan sama sepupu aku,” jelas Ran saat mereka sudah berada di meja kerja Mey. “Sepupu?” “Iya Mey, dia emang nggak dateng ke nikahan kita karena waktu itu lagi dirawat di rumah sakit, abis kecelakaan. Nanti aku kenalin ya,” lanjut Ran. Mereka pun segera bergegas menuju restoran yang sudah diipilih oleh Aldi, sepupu Ran. Ternyata Aldi akan menikah dalam waktu dekat dan memerlukan bantuan Ran juga Mey untuk urusan florist. “Apa kabar Ran? Makin gagah aja setelah married,” sapa Aldi sesampainya mereka di restoran. Ran hanya geleng-geleng kepala sambil tersenyum. “Kenalin ini Mey, istri aku. Nggak jadi bawa calon kamu?” tanya Ran. “Tar lagi dateng kok Ran, masih ada urusan,” jawabnya. Aldi pun beralih menatap Mey sambil menjulurkan tangannya. “Hai Mey, aku Aldi, btw maaf ya waktu itu nggak bisa dateng ke nikahan kalian,” ujar Aldi sambil tersenyum ramah. “Iya nggak apa-apa, tadi Ran udah sempet cerita kok.” Mereka pun memulai perbin
Mey memilih memejamkan mata ketika Ran memerangkap bibirnya dan melumatnya dengan ahli. Ciuman rasa vanila stawberi yang membuat keduanya terbuai selama beberapa saat. Ran membuka mata dan menjauhkan bibirnya sambil ibu jarinya mengusap pelan jejak basah pada bibir Mey. Senyum malu-malu yang menyambutnya membuat Ran mendekatkan kembali wajahnya. “Jadi, kita udah baikan?” tanya Mey saat wajah Ran hanya berjarak beberapa senti darinya. “Menurut kamu?” bisik Ran yang entah mengapa di telinga Mey terdengar begitu seksi. Mey tersenyum cerah sambil menatap mata Ran yang hitam dan tegas. Entah dorongan darimana, dengan tanpa tahu malu Mey menarik rahang kokoh milik Ran untuk mendekat padanya dan membiarkan Ran mengulang kembali ciuman mereka. “Aku minta maaf Ran, aku nggak akan nutupin apapun lagi dari kamu,” kata Mey.Saat ini mereka sudah duduk bersama dengan kepala Mey yang bersandar pada lengan Ran. Ran menghela nafas pelan, dengan penuh rasa sayang dia mengelus kepala Mey dan melab
Mey menjalani harinya dengan lesu. Dia merasa kepala dan matanya sangat berat, namun untuk pergi tidur juga tidak mungkin mengingat ini masih pagi. Dia pun membiarkan Bu Ana memasak sendiri di dapur sementara dia memeriksa laporan florist di ruang tamu. “Sarapan dulu Nak Mey,” panggil Bu Ana. Mey menoleh kemudian mengangguk.“Mey agak mual Bu, mau makan buah dulu. Bu Ana nggak apa-apa kan kalo Mey makannya nanti aja?” tanya Mey.Dia sendiri tidak tahu kenapa mual yang sudah lama hilang kini datang lagi. Apa karena semalam dirinya kurang tidur? Setelah menghabiskan sarapan buahnya, Mey pergi ke kamar karena kepalanya sedikit pusing. *** Ran tiba di hotel dan memulai briefing bersama jajaran manajemen juga panitia yang terlibat dalam event yang diadakan di Emperor hari ini. Dirinya sungguh tidak ada niatan untuk menghindari Mey, dia sendiri merasa bersalah ketika melihat mata Mey yang seperti ingin menangis tadi. Tapi di sisi lain, Ran masih merasa kesal dengan sikap Mey. Bisa-bisan
Sudah tidak terhitung berapa kali Mey melirik jam dinding juga ponsel yang selalu dia bawa. Entah kenapa, hari ini berjalan sangat lambat padahal Ran baru pergi selama dua jam. Mey ingin meluruskan kesalahpahaman yang terjadi antaranya dan Ran. Dia ingin membuat Ran percaya bahwa memang benar antara dirinya dan Ivan tidak ada apa-apa. “Dulu aku pernah dikhianati…” Mey kembali mengingat kata-kata yang tadi diucapkan Ran. Sorot luka dan kekecewaan tergambar jelas pada wajahnya. Jadi itu yang menyebabkan Ran begitu marah padanya? Ran pasti mengira jika Mey sama dengan mantan kekasihnya yang memilih orang lain dan berpaling darinya.Mey menghembuskan nafasnya sambil mengelus pelan perutnya, janin yang dulu sempat tidak dia inginkan keberadaannya. Janin yang juga mengikat dirinya pada Ran. Namun seiring berjalannya waktu, tanpa Mey sadari Ran sudah mampu mengikat hatinya. Dengan antusias Mey menghampiri pintu yang terbuka dari luar. Dia sudah mandi dan sudah bersiap hendak memasak untuk
Ran sendiri tidak menyangka, jika meeting yang dihadirinya berjalan lebih cepat dari yang seharusnya. Berhubung lokasi hotel tempat meetingnya digelar berdekatan dengan bandara, dia pun memutuskan untuk memajukan penerbangan dan kembali pulang.Saat driver Emperor menjemputnya, dia langsung meminta dibawa ke florist karena ingin menjemput Mey terlebih dahulu. Selama perjalanan, Ran berusaha keras mengenyahkan pikiran-pikiran buruk yang hinggap di kepalanya. Namun otaknya lagi-lagi tertuju pada rekaman cctv tersebut. [“Untuk rekaman cctv yang bapak minta, sudah saya kirim ke email.”] Begitu bunyi pesan yang masuk ke ponselnya dari salah satu staf mekanik Emperor, yang jugamenangani pemasangan cctv di florist. Awalnya dia menatap ragu pada layar monitor di depannya. Jika dia melakukan ini, tidakkah artinya dia meragukan Mey? Tapi untuk mengabaikan file yang saat ini sudah berada di depan matanya, sungguh terasa sulit baginya.Ran pun mulai mengarahkan mouse ke sembarang tanggal yang
Pukul sembilan pagi, Mey sudah tiba di florist. Dia ada janji bertemu dengan Bianca juga rekannya yang hendak menggunakan jasa Meyra Florist untuk event yang akan perusahaan mereka adakan. Ini merupakan suatu keuntungan besar bagi florist yang dikelola Mey karena nama Meyra Florist akan semakin dikenal khalayak luas. “Makan siang kamu biar aku yang traktir ya Bianca,” kata Mey usai mereka menyelesaikan pembahasan kontrak kerja sama.“Makasi Mey, tapi aku udah keduluan janji sama suamiku.” kata Bianca.“Baiklah kalau begitu. Makasi ya Bianca, aku bener-bener hutang budi sama kamu karena udah terus support florist,” kata Mey sungguh-sungguh.Bianca dengan segudang relasinya selalu merekomendasikan Meyra jika mereka memerlukan florist. Entah bagaimana cara Mey membalas semua kebaikan Bianca padanya? Apa yang harus dia berikan? Sementara, Bianca sendiri sepertinya sudah memiliki segalanya.“Santai aja Mey, yang aku lakukan bukanlah suatu hal yang besar,” katanya sambil tertawa dan un