DUA BULAN KEMUDIAN.
Saat ini usia kandungan Kaila menginjak tujuh bulan, di mana trisemester tiga akan dimulai. Kaila merasa untuk jalan saja sudah tak bisa. Berjalan sedikit saja terasa capek juga engap. Kaila sudah meminta pindah kamar di lantai dasar. Kini Melviano juga Kaila sudah memilih kamar lantai bawah yang lumayan sedikit luas.
“Duh, gerah banget,” kata Kaila sembari mengipasi dirinya.
“Kan ac sudah nyala.”
“Iya tapi gerah bawaannya. Mana semakin cepat pengin pipis terus lagi.”
Kaila merasakan kalau saat ini sebentar-bentar ingin ke kamar mandi untuk buang air kecil. Kaila juga kalau malam mulai susah tidur, mau miring kanan pegal, kiri sama aja. Terlentang napasnya sangat engap juga sesak, nggak mungkin tengkurap.
“Acara baby shower besok pagi lagi, Kaila memegang pinggangnya yang terasa sangat pegal sekali.”
“Kenapa, huh?” tanya Melviano yang benar-benar set
“Ayo sayang kamu pasti bisa,” kata Kaila sedikit berteriak untuk menyemangati sang suami.Kaila melihat Melviano yang tengah kebingungan memakaikan popok untuk boneka, ekspresi Melviano terlihat sangat lucu, Kaila tersenyum begitu lebar. Apalagi peserta di samping Melviano itu usianya jauh lebih matang dari pada Melviano, pasti sudah banyak pengalamannya.“Ayo para hot Daddy, kita lihat kalian bisa memakaikan popok atau enggak nih,” seru sang pembaca acara yang terus mengoceh agar suasana pesta baby shower tetap ramai juga meriah.Melviano kini hampir selesai memakaikan popoknya, ia terlihat begitu gugup dilihat oleh banyak orang. Bisa memalukan nanti kalau sampai salah, untung saja Melviano rajin bukain youtube cara mengganti popok, cara menenangkan bayi saat nangis, cara mengganti diapers, serta cara memberikan susu formula meski nanti Kaila katanya mau ASI eksklusif selama enam bulan.“Tiga ... dua ... satu. Selesai, semua
Kaila langsung menggeser tombol hijau ke samping. Kaila segera menempelkan ponsel itu di telinganya.“Halo.”“Emm ... ini Nyonya?”“Iya, Mike. Ada apa?”“Saya mau berbicara sama Tuan Melvin ada?”“Dia lagi ngobrol sama Papahku, ada hal penting apa, ya?”“Masalah perusahaan sih, Nyonya.”“Ya sudah tunggu dulu, saya ke Melvin bentar.”Kaila langsung berdiri dari posisi duduknya, ia berjalan menuju ke arah Melviano juga Papah yang sedang mengobrol. Entah mereka sedang membicarakan apa Kaila tak paham dan tak mau tahu juga.“Ada telepon,” kata Kaila menyodorkan ponsel Melviano yang emang dipegang Kaila akhir-akhir ini.“Dari siapa?”“Mike.”Kening Melviano mengerut, tumben sekali Mike telepon. Biasanya laporan saja melalui email. Ini kenapa telepon segala, pasti ada yang penting saat in
“Itu makanan apaan?”“Itu cakwe, Mel.”“Emang enak, ya?”“Lumayan, lagi pengin soalnya.”“Ya udah kalau begitu kita beli.”Melviano langsung memarkirkan mobilnya ke arah bahu jalan. Ia mematikan mesin mobilnya. Melviano menatap ke arah Kaila, ia melepaskan sabuk pengamannya.“Mau beli berapa?” tanya Melviano.“Nih, sepuluh ribu aja.” Kaila memberikan uang receh ke arah Melviano.“Yakin ini cukup?”“Cukup, udah kasih uang itu aja. Kamu jangan beli banyak-banyak.”“Oke.”Melviano segera turun mobil, ia berjalan ke arah gerobak penjual cakwe. Setelah selesai membeli, Melviano langsung segera masuk mobil.“Nih.”“Makasih sayang.”Kaila menerima cakwe itu dengan senyum yang begitu lebar. Kaila langsung memakannya selama perjalanan menuju ke arah ruma
Melviano berpikir ulang, tapi tetap saja kan si Radika itu laki-laki. Meski matanya menggoda ke arahnya dibanding ke arah Kaila sih.“Nggak boleh, katanya hanya perut saja yang dipamerkan.”“Tapikan biar keren aja, Mel.”“No, meski dia sedikit aneh tapi dia tetap laki-laki yang memiliki senjata.”“Ck,” decak Kaila sebal. “Ya udah deh dari pada nggak foto sama sekali.”Radika yang melihat perdebatan suami istri itu sedikit kesal. Sejam lagi ia harus menerima job lain masalahnya.“Halo, babe. Sudah berantemnya?”“Iya sorry. Sudah kok.”Kaila dan Melviano langsung berpose sesuai yang diinginkan oleh Kaila. Kaila langsung memperlihatkan perutnya yang buncit tanpa pakaian yang menutupi. Beberapa kali berganti pose kini pemotretan telah selesai.“Oke, babe. Gue tinggal dulu. Ada job prewedding di taman barito.” Radika pamit kepada K
Melviano sepertinya harus menitipkan Kaila ke Rezvan juga. Apalagi Kaila sedang hamil tua begini, Melviano ingin nanti Kakak iparnya itu membantu segala keperluan Kaila saat bersalin. Mudah-mudahan sih pas istrinya melahirkan ia sudah kembali ke Indonesia. Tapi, namanya hidup harus selalu sedia payung sebelum hujan, harus antisipasi sebelum terjadi.“Mau nitipin kamu sama dia.”“Lah, emang aku anak kecil pakai dititipin segala.”“Bukan begitu sayang, dia kan Dokter kandungan yang menangani kamu, jadi aku harus bicara ke dia juga.”“Ya udah terserah kamu aja kalau begitu.”Kini Kaila mendadak jadi diam, ia murung, hatinya merasa sedih mengetahui kenyataan kalau besok suaminya akan terbang ke Los Angeles.Kaila langsung segera berjalan menuju ke arah gazebo. Kaila duduk di sana menikmati semilir angin sore kota Jakarta. Terkadang sudah di Jakarta, Kaila sangat rindu Los Angeles. Giliran di Los An
Melviano mengambil napas dan membuang secara perlahan. “Boleh kok, Mah. Masa Mamah mau ikut nggak boleh sih.”“Bagus, kalau begitu Mamah mau ganti baju dulu, ya. Masa Mamah pakai daster begini sih, kan nggak asyik dilihat orang jalan sama menantu bule jalannya pakai daster.” Rania mengoceh panjang lebar, ia langsung bergegas pergi ke kamar setelah mengoceh panjang.Kini hanya Melviano dan Kaila saja yang berada di ruang tamu, Kaila langsung mendekat ke arah Melviano. Kaila memeluk tubuh suaminya.“Bakalan kangen sama tubuh ini, aroma tubuh ini, perut ini, tato ini, bibir ini, semuanya akan sangat membuat rindu.”“Nanti video call.”“Ck, aku nggak mau dibuat janji seperti itu. Takutnya aku berharap tapi kamu malahan sibuk nggak bisa tepatin janji lagi.”“Aku akan berusaha menepati janjiku kok.”“Aku nggak mau diberi janji, Mel.”“Iya oke ma
Melviano merasa tak enak sendiri jika harus Rezvan kembali ke apartemen hanya untuk dirinya ini. Biarkan saja nanti ia yang mendatangi Rezvan ke rumah sakit tempat dia dinas.“Tidak usah, biarkan nanti aku mendatangi ke rumah sakit aja.”“Emang ada apa? Bikin penasaran aja.” Nasya masih tetap ingin tahu apa yang membuat seorang Melviano ingin menemui Rezvan.“Ini lho, Kak. Meli tuh mau ke Los Angeles jadi dia mau nitipin aku sama Kak Rezvan begitu.”“Lho, Melvin mau kembali ke Los Angeles? Kan Kaila bentar lagi mau lahiran.”“Nah itu dia, makanya ingin ketemu sama Rezvan, karena ingin menitipkan Kaila. Apalagi Rezvan kan dokter kandungan yang menangani Kaila.”“Kalau begitu aku telepon aja suruh pulang.”“Jangan, Kak—“ cegah Kaila langsung.“Kenapa?”“Kak Rezvan pasti lagi banyak pasien. Kasihan kan kalau pasien ya
Pagi ini, Melviano sudah bersiap untuk mengantarkan istrinya menuju ke Pondok Labu. Sebab hari ini ia harus terbang ke Los Angeles.Melviano sangat tidak tega melihat istrinya yang masih terisak di atas ranjang, dari awal bangun tidur Kaila tak mau beranjak ranjang. Padahal ia selalu rajin ke kamar mandi.“Ayo dong jangan nangis terus, yuk mandi dulu. Bentar lagi aku harus pergi ke bandara sayang.”“Aku ikut, ya.”“Kamu mau ikut ke Los Angeles? Tapi lagi hamil besar itu bahaya sayang.”“Aku bakalan kangen sama kamu.”“Nanti masih bisa video call.”Melviano sejujurnya sangat sedih, tapi mau gimana lagi. Ia harus tegar di depan istrinya, harus kuat meski hatinya sangat melow tak tega melihat Kaila menangis seperti itu.Kaila menyibak selimutnya, ia berjalan pelan menuju ke arah kamar mandi. Kaila menanggalkan semua pakaiannya. Ia berjalan menuju ke arah shower, Kaila ber
Nasya merasa geregetan sendiri menunggu adiknya bercerita. Nasya hanya mendengar suara deru napas dari Kaila.“Halo, Kai. Jadi cerita nggak nih?”“Jadi, Kak.”“Kamu mimpi apa, Kai?”“Mimpi Meli main jalang lagi, rasanya sakit, Kak. Seperti nyata saja dimimpi itu.”“Itu hanya mimpi, nggak usah diambil pusing.”“Tapi, Kak—““Sssstt ... pikiran kamu pasti lagi kacau, pasti lagi nggak karuan karena hari ini LDRan kan?”“Kok Kak Nasya bisa tahu sih?”“Iya tahu dong, Kai. Orang kalau pikiran lagi kacau biasanya emang begitu. Suka mimpi nggak jelas.”“Gitu ya, Kak?”“Hmm, mendingan kamu hangout deh sama Debi biar lebih enjoy.”“Betul nih, Kak. Mau belanja baju bayi aja lah buat hilangkan stres.”“Ya udah, kalau masih kepikiran kamu telepon Kakak a
Pagi ini, Melviano sudah bersiap untuk mengantarkan istrinya menuju ke Pondok Labu. Sebab hari ini ia harus terbang ke Los Angeles.Melviano sangat tidak tega melihat istrinya yang masih terisak di atas ranjang, dari awal bangun tidur Kaila tak mau beranjak ranjang. Padahal ia selalu rajin ke kamar mandi.“Ayo dong jangan nangis terus, yuk mandi dulu. Bentar lagi aku harus pergi ke bandara sayang.”“Aku ikut, ya.”“Kamu mau ikut ke Los Angeles? Tapi lagi hamil besar itu bahaya sayang.”“Aku bakalan kangen sama kamu.”“Nanti masih bisa video call.”Melviano sejujurnya sangat sedih, tapi mau gimana lagi. Ia harus tegar di depan istrinya, harus kuat meski hatinya sangat melow tak tega melihat Kaila menangis seperti itu.Kaila menyibak selimutnya, ia berjalan pelan menuju ke arah kamar mandi. Kaila menanggalkan semua pakaiannya. Ia berjalan menuju ke arah shower, Kaila ber
Melviano merasa tak enak sendiri jika harus Rezvan kembali ke apartemen hanya untuk dirinya ini. Biarkan saja nanti ia yang mendatangi Rezvan ke rumah sakit tempat dia dinas.“Tidak usah, biarkan nanti aku mendatangi ke rumah sakit aja.”“Emang ada apa? Bikin penasaran aja.” Nasya masih tetap ingin tahu apa yang membuat seorang Melviano ingin menemui Rezvan.“Ini lho, Kak. Meli tuh mau ke Los Angeles jadi dia mau nitipin aku sama Kak Rezvan begitu.”“Lho, Melvin mau kembali ke Los Angeles? Kan Kaila bentar lagi mau lahiran.”“Nah itu dia, makanya ingin ketemu sama Rezvan, karena ingin menitipkan Kaila. Apalagi Rezvan kan dokter kandungan yang menangani Kaila.”“Kalau begitu aku telepon aja suruh pulang.”“Jangan, Kak—“ cegah Kaila langsung.“Kenapa?”“Kak Rezvan pasti lagi banyak pasien. Kasihan kan kalau pasien ya
Melviano mengambil napas dan membuang secara perlahan. “Boleh kok, Mah. Masa Mamah mau ikut nggak boleh sih.”“Bagus, kalau begitu Mamah mau ganti baju dulu, ya. Masa Mamah pakai daster begini sih, kan nggak asyik dilihat orang jalan sama menantu bule jalannya pakai daster.” Rania mengoceh panjang lebar, ia langsung bergegas pergi ke kamar setelah mengoceh panjang.Kini hanya Melviano dan Kaila saja yang berada di ruang tamu, Kaila langsung mendekat ke arah Melviano. Kaila memeluk tubuh suaminya.“Bakalan kangen sama tubuh ini, aroma tubuh ini, perut ini, tato ini, bibir ini, semuanya akan sangat membuat rindu.”“Nanti video call.”“Ck, aku nggak mau dibuat janji seperti itu. Takutnya aku berharap tapi kamu malahan sibuk nggak bisa tepatin janji lagi.”“Aku akan berusaha menepati janjiku kok.”“Aku nggak mau diberi janji, Mel.”“Iya oke ma
Melviano sepertinya harus menitipkan Kaila ke Rezvan juga. Apalagi Kaila sedang hamil tua begini, Melviano ingin nanti Kakak iparnya itu membantu segala keperluan Kaila saat bersalin. Mudah-mudahan sih pas istrinya melahirkan ia sudah kembali ke Indonesia. Tapi, namanya hidup harus selalu sedia payung sebelum hujan, harus antisipasi sebelum terjadi.“Mau nitipin kamu sama dia.”“Lah, emang aku anak kecil pakai dititipin segala.”“Bukan begitu sayang, dia kan Dokter kandungan yang menangani kamu, jadi aku harus bicara ke dia juga.”“Ya udah terserah kamu aja kalau begitu.”Kini Kaila mendadak jadi diam, ia murung, hatinya merasa sedih mengetahui kenyataan kalau besok suaminya akan terbang ke Los Angeles.Kaila langsung segera berjalan menuju ke arah gazebo. Kaila duduk di sana menikmati semilir angin sore kota Jakarta. Terkadang sudah di Jakarta, Kaila sangat rindu Los Angeles. Giliran di Los An
Melviano berpikir ulang, tapi tetap saja kan si Radika itu laki-laki. Meski matanya menggoda ke arahnya dibanding ke arah Kaila sih.“Nggak boleh, katanya hanya perut saja yang dipamerkan.”“Tapikan biar keren aja, Mel.”“No, meski dia sedikit aneh tapi dia tetap laki-laki yang memiliki senjata.”“Ck,” decak Kaila sebal. “Ya udah deh dari pada nggak foto sama sekali.”Radika yang melihat perdebatan suami istri itu sedikit kesal. Sejam lagi ia harus menerima job lain masalahnya.“Halo, babe. Sudah berantemnya?”“Iya sorry. Sudah kok.”Kaila dan Melviano langsung berpose sesuai yang diinginkan oleh Kaila. Kaila langsung memperlihatkan perutnya yang buncit tanpa pakaian yang menutupi. Beberapa kali berganti pose kini pemotretan telah selesai.“Oke, babe. Gue tinggal dulu. Ada job prewedding di taman barito.” Radika pamit kepada K
“Itu makanan apaan?”“Itu cakwe, Mel.”“Emang enak, ya?”“Lumayan, lagi pengin soalnya.”“Ya udah kalau begitu kita beli.”Melviano langsung memarkirkan mobilnya ke arah bahu jalan. Ia mematikan mesin mobilnya. Melviano menatap ke arah Kaila, ia melepaskan sabuk pengamannya.“Mau beli berapa?” tanya Melviano.“Nih, sepuluh ribu aja.” Kaila memberikan uang receh ke arah Melviano.“Yakin ini cukup?”“Cukup, udah kasih uang itu aja. Kamu jangan beli banyak-banyak.”“Oke.”Melviano segera turun mobil, ia berjalan ke arah gerobak penjual cakwe. Setelah selesai membeli, Melviano langsung segera masuk mobil.“Nih.”“Makasih sayang.”Kaila menerima cakwe itu dengan senyum yang begitu lebar. Kaila langsung memakannya selama perjalanan menuju ke arah ruma
Kaila langsung menggeser tombol hijau ke samping. Kaila segera menempelkan ponsel itu di telinganya.“Halo.”“Emm ... ini Nyonya?”“Iya, Mike. Ada apa?”“Saya mau berbicara sama Tuan Melvin ada?”“Dia lagi ngobrol sama Papahku, ada hal penting apa, ya?”“Masalah perusahaan sih, Nyonya.”“Ya sudah tunggu dulu, saya ke Melvin bentar.”Kaila langsung berdiri dari posisi duduknya, ia berjalan menuju ke arah Melviano juga Papah yang sedang mengobrol. Entah mereka sedang membicarakan apa Kaila tak paham dan tak mau tahu juga.“Ada telepon,” kata Kaila menyodorkan ponsel Melviano yang emang dipegang Kaila akhir-akhir ini.“Dari siapa?”“Mike.”Kening Melviano mengerut, tumben sekali Mike telepon. Biasanya laporan saja melalui email. Ini kenapa telepon segala, pasti ada yang penting saat in
“Ayo sayang kamu pasti bisa,” kata Kaila sedikit berteriak untuk menyemangati sang suami.Kaila melihat Melviano yang tengah kebingungan memakaikan popok untuk boneka, ekspresi Melviano terlihat sangat lucu, Kaila tersenyum begitu lebar. Apalagi peserta di samping Melviano itu usianya jauh lebih matang dari pada Melviano, pasti sudah banyak pengalamannya.“Ayo para hot Daddy, kita lihat kalian bisa memakaikan popok atau enggak nih,” seru sang pembaca acara yang terus mengoceh agar suasana pesta baby shower tetap ramai juga meriah.Melviano kini hampir selesai memakaikan popoknya, ia terlihat begitu gugup dilihat oleh banyak orang. Bisa memalukan nanti kalau sampai salah, untung saja Melviano rajin bukain youtube cara mengganti popok, cara menenangkan bayi saat nangis, cara mengganti diapers, serta cara memberikan susu formula meski nanti Kaila katanya mau ASI eksklusif selama enam bulan.“Tiga ... dua ... satu. Selesai, semua