Melviano sepertinya harus menitipkan Kaila ke Rezvan juga. Apalagi Kaila sedang hamil tua begini, Melviano ingin nanti Kakak iparnya itu membantu segala keperluan Kaila saat bersalin. Mudah-mudahan sih pas istrinya melahirkan ia sudah kembali ke Indonesia. Tapi, namanya hidup harus selalu sedia payung sebelum hujan, harus antisipasi sebelum terjadi.
“Mau nitipin kamu sama dia.”
“Lah, emang aku anak kecil pakai dititipin segala.”
“Bukan begitu sayang, dia kan Dokter kandungan yang menangani kamu, jadi aku harus bicara ke dia juga.”
“Ya udah terserah kamu aja kalau begitu.”
Kini Kaila mendadak jadi diam, ia murung, hatinya merasa sedih mengetahui kenyataan kalau besok suaminya akan terbang ke Los Angeles.
Kaila langsung segera berjalan menuju ke arah gazebo. Kaila duduk di sana menikmati semilir angin sore kota Jakarta. Terkadang sudah di Jakarta, Kaila sangat rindu Los Angeles. Giliran di Los An
Melviano mengambil napas dan membuang secara perlahan. “Boleh kok, Mah. Masa Mamah mau ikut nggak boleh sih.”“Bagus, kalau begitu Mamah mau ganti baju dulu, ya. Masa Mamah pakai daster begini sih, kan nggak asyik dilihat orang jalan sama menantu bule jalannya pakai daster.” Rania mengoceh panjang lebar, ia langsung bergegas pergi ke kamar setelah mengoceh panjang.Kini hanya Melviano dan Kaila saja yang berada di ruang tamu, Kaila langsung mendekat ke arah Melviano. Kaila memeluk tubuh suaminya.“Bakalan kangen sama tubuh ini, aroma tubuh ini, perut ini, tato ini, bibir ini, semuanya akan sangat membuat rindu.”“Nanti video call.”“Ck, aku nggak mau dibuat janji seperti itu. Takutnya aku berharap tapi kamu malahan sibuk nggak bisa tepatin janji lagi.”“Aku akan berusaha menepati janjiku kok.”“Aku nggak mau diberi janji, Mel.”“Iya oke ma
Melviano merasa tak enak sendiri jika harus Rezvan kembali ke apartemen hanya untuk dirinya ini. Biarkan saja nanti ia yang mendatangi Rezvan ke rumah sakit tempat dia dinas.“Tidak usah, biarkan nanti aku mendatangi ke rumah sakit aja.”“Emang ada apa? Bikin penasaran aja.” Nasya masih tetap ingin tahu apa yang membuat seorang Melviano ingin menemui Rezvan.“Ini lho, Kak. Meli tuh mau ke Los Angeles jadi dia mau nitipin aku sama Kak Rezvan begitu.”“Lho, Melvin mau kembali ke Los Angeles? Kan Kaila bentar lagi mau lahiran.”“Nah itu dia, makanya ingin ketemu sama Rezvan, karena ingin menitipkan Kaila. Apalagi Rezvan kan dokter kandungan yang menangani Kaila.”“Kalau begitu aku telepon aja suruh pulang.”“Jangan, Kak—“ cegah Kaila langsung.“Kenapa?”“Kak Rezvan pasti lagi banyak pasien. Kasihan kan kalau pasien ya
Pagi ini, Melviano sudah bersiap untuk mengantarkan istrinya menuju ke Pondok Labu. Sebab hari ini ia harus terbang ke Los Angeles.Melviano sangat tidak tega melihat istrinya yang masih terisak di atas ranjang, dari awal bangun tidur Kaila tak mau beranjak ranjang. Padahal ia selalu rajin ke kamar mandi.“Ayo dong jangan nangis terus, yuk mandi dulu. Bentar lagi aku harus pergi ke bandara sayang.”“Aku ikut, ya.”“Kamu mau ikut ke Los Angeles? Tapi lagi hamil besar itu bahaya sayang.”“Aku bakalan kangen sama kamu.”“Nanti masih bisa video call.”Melviano sejujurnya sangat sedih, tapi mau gimana lagi. Ia harus tegar di depan istrinya, harus kuat meski hatinya sangat melow tak tega melihat Kaila menangis seperti itu.Kaila menyibak selimutnya, ia berjalan pelan menuju ke arah kamar mandi. Kaila menanggalkan semua pakaiannya. Ia berjalan menuju ke arah shower, Kaila ber
Nasya merasa geregetan sendiri menunggu adiknya bercerita. Nasya hanya mendengar suara deru napas dari Kaila.“Halo, Kai. Jadi cerita nggak nih?”“Jadi, Kak.”“Kamu mimpi apa, Kai?”“Mimpi Meli main jalang lagi, rasanya sakit, Kak. Seperti nyata saja dimimpi itu.”“Itu hanya mimpi, nggak usah diambil pusing.”“Tapi, Kak—““Sssstt ... pikiran kamu pasti lagi kacau, pasti lagi nggak karuan karena hari ini LDRan kan?”“Kok Kak Nasya bisa tahu sih?”“Iya tahu dong, Kai. Orang kalau pikiran lagi kacau biasanya emang begitu. Suka mimpi nggak jelas.”“Gitu ya, Kak?”“Hmm, mendingan kamu hangout deh sama Debi biar lebih enjoy.”“Betul nih, Kak. Mau belanja baju bayi aja lah buat hilangkan stres.”“Ya udah, kalau masih kepikiran kamu telepon Kakak a
Tak lama mobil depan datang. Ia mentlakson agar Kaila keluar rumah. Tak membutuhkan waktu lama, Kaila sudah keluar dan langsung menghampiri Debi.“Ke mall mana nih?”“Grand Indonesia aja.”“Jauh banget njir, dari ujung ke ujung ini.”“Lah terus maunya ke mana?”“Cinere ajalah yang deketan.”“Serah lo dah Deb.”“Oke.”Debi langsung menjalankan mobilnya menuju ke arah mal Cinere. Dalam perjalanan pun, mereka membahas Kaila yang akan menjadi seorang Ibu.“Sumpah ya njir, gue nggak nyangka kalau lo bakalan jadi Ibu duluan begini.”“Iya lah gue nikah dulu dari pada lo.”“Bukan masalah itunya. Tapi masalah kesiapan jadi orang tuanya itu loh. Selama ini lo absurd banget malahan jadi emak-emak dulu. Pasti kalau reuni pada kaget nih.”“Ih, gue nggak mau dateng. Pasti kena bully nanti.
Kaila merasa bingung sendiri, ia dengan cepat langsung memesan taksi online. Sambil menunggu taksi online, Kaila melihat foto hasil USG dirinya yang selalu disimpan dalam tas.Lima menit kemudian, Kaila langsung mendapatkan chat kalau taksi online sudah berada di depan rumahnya. Kaila segera keluar. “Mah, Kaila pergi ke apartemen Kak Nasya dulu.”“Iya udah hati-hati.”Kaila segera keluar rumah, ia memasuki taksi. Seperti biasa, Kaila selalu mendapatkan sapaan terlebih dulu oleh sopir taksi.“Sesuai aplikasi, Bu?”“Iya.”Kini Kaila hanya menatap ke arah jalanan kota Jakarta. Kaila merasa seperti tak punya suami saja saat ini, apalagi apa-apa saat ini harus sendirian. Mamahnya tak pernah memanjakan Kaila seperti Melviano. Kalau hamil begini paling enak emang bersama suami tercinta.Setelah hampir dua jaman akhirnya Kaila sampai di kawasan apartemen sudirman. Kaila langsung membayar tarif t
PESTA KEHAMILAN NASYA.SATU MINGGU KEMUDIAN.Sudah satu minggu kemudian tapi Melviano belum kunjung pulang ke Indonesia, semua ini membuat Kaila kesal juga khawatir. Apalagi, Kaila sering mengalami kontraksi palsu. Kaila sering mulas yang tiba-tiba saja menghilang.“Kamu yakin akan ikut hadir, Kai?”“Yakin, Mah. Masa Kak Nasya adakan pesta kehamilan Kaila nggak hadir sih.”“Tapi perut kamu seperti akan melahirkan begitu.”“Namanya juga sudah sesuai HPL Mah.”“Iya, tapi suami kamu kenapa belum juga pulang sih.”“Kaila hubungi tadi nggak aktif.”“Ck, ponsel nggak aktif ini yang bikin jadi kesal sendiri.”“Iya, Mah.”“Yaudah kamu hati-hati jalannya. Mamah ngeri lihat kamu jalan dengan perut gede banget gitu. Masih mending Mamah aja yang hamil dari pada lihat orang hamil gitu, hati Mamah ikutan linu.&rdqu
RUMAH SAKIT EZVAN MEDIKA.Kini Kaila langsung dilarikan ke IGD kemudian langsung dimasukkan ke ruang khusus bersalin (Vk). Kaila sedang menahan sakit yang mendera di perut bagian bawahnya. Kaila merasa tersundul perutnya dengan sangat dahsyat.“Awwww, sakit,” teriak Kaila yang sudah keluar keringat dingin di mana-mana.Rania pun diperbolehkan masuk untuk mendampingi pasien. Rania menangis melihat anaknya kesakitan seperti itu. Rania merasa lemas sendiri.“Mah ... sakiiiiiiit.”“Iya sayang, sabar ya.”Kini para tim medis bagian ruang bersalin langsung memeriksa kondisi Kaila. Salah satu seorang bidan memeriksa tekanan darah Kaila, serta mengecek jalannya lahir.“Pembukaan satu,” kata bidan itu sedikit lantang.“Whoa, udah pembukaan satu, Bu?”“Iya, sabar aja, ya. Memang seperti itu kalau mau melahirkan. Kontraksi terus menerus sampai pembukaan penuh. Jadi h
Setelah mendengar kabar bahagia dari sang istri. Kini Melviano memutuskan untuk tak jadi berangkat ke kantor. Ia memilih untuk menemani sang istri di mansion. Menghabiskan bersama dengan keluarga kecil mereka.Matheo pun sudah terbangun dari tidurnya, kini mereka bertiga memutuskan untuk menghabiskan untuk berenang bersama. Melviano benar-benar sangat bahagia sekali. Apalagi ini kehamilan Kaila kedua, kehamilan yang tak meliputi permasalahan di dalamnya. Benar-benar kehamilan yang Melviano sambut suka cita sejak awal. Meski Matheo pun sama, tapi kehamilan Matheo penuh dengan ujian dan cobaan yang begitu berat. Bahkan jika mengingatnya saja Melviano rasanya malu bahkan ikut nyesak.“Dadadadada,” oceh Matheo.“Mamat, ciluk ba,” seru Kaila yang mengajak Matheo bermain.Melviano sendiri mengajarkan Matheo berenang meski masih dipegangi dirinya. Momen kecil seperti ini sangat membuat hati Melviano sangat senang. Ternyata bahagia i
Pagi-pagi sekali Kaila sengaja sudah bangun terlebih dulu. Ia sangat penasaran dengan sikap suaminya itu. Apalagi kata orang tuh, ada suami yang ngidam jika istrinya hamil. Kaila ingin memastikan kata orang.Kaila menunggu hasilnya saat ini. Untung saja kemarin ia sudah membeli tespack di apotek. Apalagi ia juga sudah tidak mendapatkan tamu hampir dua bulan. Kaila merasa wajar jika tamu bulanannya tak lancar. Apalagi sehabis melahirkan sering terjadi seperti itu.“Huft,” Kaila menghela napasnya. Ia mengangkat tespack dengan matanya yang terpejam. Perlahan-lahan Kaila membuka matanya dan mengintip hasil pada Tespack tersebut.“Garis satu,” ujar Kaila sedikit rasa kecewa. Dengan cepat matanya terbuka lebar hingga menatap dengan jelas dua garis merah yang tertera pada tes kehamilan. Mulut Kaila menganga dengan lebar. Ia tak menyangka. Kaila menepuk-nepuk pipinya sendiri.“Gila, ini seriusan?” tanya Kaila bermonolog.
Melviano kini sedang meeting dengan klien yang sangat penting. Ia merasa tak nyaman dengan perutnya. Perasaan ia belum makan apa-apa pagi ini, ia hanya minum teh mint saja tadi.Selesai dengan pertemuan meeting, Melviano segera berjalan cepat menuju ke arah toilet yang berada di kantor dari klien yang baru saja ia temui.“Lho, Tuan.”Melviano melambaikan tangan agar Mike setop bertanya. Ia langsung memuntahkan semua yang mengganjal perutnya. Rasanya tak enak sekali.“Tuan.” Mike tetap saja masuk ke toilet, ia melihat bosnya seperti orang kurang sehat. Apalagi wajah Melviano sangatlah pucat sekali.“Tidak apa-apa, sepertinya saya akan langsung pulang. Kau bisa kembali ke kantor sendirian kan?”“Bisa, tapi seriusan kalau Tuan tidak masalah jika pulang sendirian? Atau saya bantu sampai mansion baru saya kembali ke kantor?”“Tidak usah, sepertinya saya kelelahan akibat pesta ulang tahu
DUA BULAN KEMUDIAN.Hari ini tepat ulang tahun seorang Matheo Demonte Azekiel yang satu tahun. Matheo pun saat ini sudah bisa berjalan dengan lancar. Matheo juga sudah bisa memanggil Mommy juga Daddy meski kata-kata lainnya masih sedikit tidak jelas.“Happy birtday, Matheo,” ucap Mom Margaret yang tengah mengucapkan sekaligus membawa sebuah kado mobil-mobilan yang menggunakan aki.“Thank you, Oma,” kata Kaila mengajarkan Matheo agar bisa selalu mengucapkan terima kasih kepada siapa pun yang memberikan sesuatu kepadanya.“Selamat ulang tahun, Matheo. Semoga kelak menjadi pribadi yang baik jangan seperti Daddymu. Jangan lupakan Aunty, oke?” Mikaila menaik turunkan alisnya di depan Matheo.“Apa-apaan sih, aku sudah tobat.” Melviano merasa tak terima jika masa lalunya yang kelam diungkit kembali. Bukan kelam sih, lebih tepatnya bangsul lah.“Happy birtday keponakan uncle, nanti ki
Setelah melakukan hompimpa gambreng ternyata nasib naas jatuh kepada Addison. Kini seorang Addison tengah menahan rasa tak sedap pada hidungnya. Apalagi ia sekarang sendirian di toilet untuk membersihkan bocah bayi ini.“Kalau saja tidak ingat dengan Daddymu yang laknat itu sudah aku jeburkan kau,” gerutu Addison. Addison terpaksa menatap tangan mulusnya menjadi korban. Sedangkan Matheo hanya tersenyam senyum saja tanpa merasa bersalah dan berdosa sedikitpun.“Akhirnya selesai juga, huuuuftt.”Addison membawa Matheo kembali ke ruangan Melviano. Ia melihat dua sahabatnya yang sama-sama sok sibuk. Ia langsung melangkahkan kakinya sambil mendengkus kesal.“Dam, sekarang kau pakaikan Matheo pampers, bajuku basah.”“Kau itu sekalian mandi atau bagaimana sih?” tanya Melviano menatap penampilan Addison yang cukup mengenaskan.“Ck, sudahlah. Ini semua juga ulah anakmu. Kau yang menanam benih aku
Cafe Katulistiwa, Los Angeles."Hahahha, nggak menyangka sekarang kau sudah suami takut istri," ledek Addison yang sangat tertawa ngakak sekaligus seperti mengejek."Shit, bukan seperti itu. Tapi kalian tahu lah kalau tidak dituruti pasti Kaila selalu mengancam tidak akan menjatahku.""Sewa jalang saja, susah banget."Damian langsung menimpiling kepala Addison, sebab sahabat satunya ini jika berbicara sangat asal-asalan. Tapi ada betulnya juga sih mulut lemes Addison.Melviano menggeleng kuat. "Tidak akan.""Kenapa?" tanya Addison menyeruput kopinya."Aku sudah melihat perjuangan dia saat melahirkan Matheo. Itu sangat luar biasa sekali, lagipula aku sudah berjanji pada diriku untuk menua bersama Kaila. Meski sering bikin darah tinggi juga sih.""Hahaha, kau maklum saja lah. Istrimu kan manusia langka. Jadi begitu kelakuan dia, pasti lain dari pada wanita lainnya.""Hmmm."Kini semuanya langsung menyeruput kopi mer
Kerja kali ini sedikit membuat Melviano tidak konsentrasi. Sedikit-sedikit ia menengok ke arah Matheo. Ia mengecek berkas-berkas sembari mengawasi putranya yang sedang asyik bermain sendiri di atas lantai yang sudah dilapisi karpet berbulu."Benar-benar keren anak Daddy," gumam Melviano melihat Matheo tengah mengacak-acak mainan."Nananana Dadadadaa Mmamamam."Melviano mendengar anaknya yang sedang mengoceh pun langsung menatap ke arah Matheo. Ia langsung meninggalkan kursi kebesarannya."Matheo ingin makan, huh?"Melviano segera mengeluarkan camilan khusus Matheo. Yang pasti camilan akan gizi tinggi tanpa banyak msg ataupun micin."Nih, dimakan dulu. Daddy temanin deh.""Eheheh, Dadadada."Matheo menerima camilan itu dan tersenyum senang. Ia langsung memasukan camilan ke mulutnya. Matheo memakan camilan itu hingga mulutnya belepotan dengan makanan."Anak Daddy pintar sekali," puji Melviano mengusapi kepala anaknya.
"Good morning baby boy," sapa Melviano melihat putranya sudah terbangun. Saat ini, Matheo tidurnya bersama Mommy juga Daddynya. Setiap akan ditaruh di box bayi atau kamar tersendiri selalu menangis."Momomomomom.""Pengin sama Mommy, ya? Ayo kita bangunkan Mommy bersama-sama."Melviano melihat istrinya yang masih terlelap tidur bisa sangat maklum. Ya kalian tahu dong kalau semalam habis proses pembuatan adik untuk Matheo. Apalagi Melviano menghajarnya berkali-kali sampai Kaila merasa tak sanggup."Mommy, bangun sayang." Melviano langsung mengecupi pipi Kaila."Eugh ... ngantuk Daddy," sahut Kaila sedikit merancau, matanya masih terpejam."Capek, huh? Matheo ingin menyusuu.""Menyusuu saja denganmu.""Mana bisa, nggak keluar.""Bikinin formula aja.""Lebih bagus Asi kalau pagi, apalagi jatahnya harus satu-satu sama Daddynya." Melviano terkekeh geli. Sudah pasti habis ini Kaila akan bangun dengan mata melototn
Los Angeles, California.Saat ini kediaman mansion Melviano tengah ramai. Apalagi mereka mendengar kabar bahwa Kaila juga Melviano telah kembali dari Indonesia. Tentu saja tujuan mereka bukanlah mereka berdua, melainkan seorang Matheo Demonte Azekiel."Halo, Matheo, cakep banget sih. Aunty kan jadi pengin punya anak juga."Melviano langsung menimpiling kepala Mikaila yang berbicara seperti itu. "Nikah dulu.""Ck, nggak usah nikah langsung buat aja," dengkus Mikaila kesal."Sama aku ya, Kika," sambar Addison langsung."Tidak akan aku beri restu kalian berdua jika melakukan di luar nikah." Melviano kini tengah posesif dengan Matheo."Dih, siapa juga sih yang mau bikin anak sama dia. Seperti tidak ada laki-laki lain saja," sungut Mikaila langsung."Kika, kau melukai hatiku." Addison langsung menempelkan kedua telapak tangan di depan dada menandakan kalau ia sangat terluka dan sakit hati.Berbeda dengan Kaila yang tengah dud