Tak lama mobil depan datang. Ia mentlakson agar Kaila keluar rumah. Tak membutuhkan waktu lama, Kaila sudah keluar dan langsung menghampiri Debi.
“Ke mall mana nih?”
“Grand Indonesia aja.”
“Jauh banget njir, dari ujung ke ujung ini.”
“Lah terus maunya ke mana?”
“Cinere ajalah yang deketan.”
“Serah lo dah Deb.”
“Oke.”
Debi langsung menjalankan mobilnya menuju ke arah mal Cinere. Dalam perjalanan pun, mereka membahas Kaila yang akan menjadi seorang Ibu.
“Sumpah ya njir, gue nggak nyangka kalau lo bakalan jadi Ibu duluan begini.”
“Iya lah gue nikah dulu dari pada lo.”
“Bukan masalah itunya. Tapi masalah kesiapan jadi orang tuanya itu loh. Selama ini lo absurd banget malahan jadi emak-emak dulu. Pasti kalau reuni pada kaget nih.”
“Ih, gue nggak mau dateng. Pasti kena bully nanti.
Kaila merasa bingung sendiri, ia dengan cepat langsung memesan taksi online. Sambil menunggu taksi online, Kaila melihat foto hasil USG dirinya yang selalu disimpan dalam tas.Lima menit kemudian, Kaila langsung mendapatkan chat kalau taksi online sudah berada di depan rumahnya. Kaila segera keluar. “Mah, Kaila pergi ke apartemen Kak Nasya dulu.”“Iya udah hati-hati.”Kaila segera keluar rumah, ia memasuki taksi. Seperti biasa, Kaila selalu mendapatkan sapaan terlebih dulu oleh sopir taksi.“Sesuai aplikasi, Bu?”“Iya.”Kini Kaila hanya menatap ke arah jalanan kota Jakarta. Kaila merasa seperti tak punya suami saja saat ini, apalagi apa-apa saat ini harus sendirian. Mamahnya tak pernah memanjakan Kaila seperti Melviano. Kalau hamil begini paling enak emang bersama suami tercinta.Setelah hampir dua jaman akhirnya Kaila sampai di kawasan apartemen sudirman. Kaila langsung membayar tarif t
PESTA KEHAMILAN NASYA.SATU MINGGU KEMUDIAN.Sudah satu minggu kemudian tapi Melviano belum kunjung pulang ke Indonesia, semua ini membuat Kaila kesal juga khawatir. Apalagi, Kaila sering mengalami kontraksi palsu. Kaila sering mulas yang tiba-tiba saja menghilang.“Kamu yakin akan ikut hadir, Kai?”“Yakin, Mah. Masa Kak Nasya adakan pesta kehamilan Kaila nggak hadir sih.”“Tapi perut kamu seperti akan melahirkan begitu.”“Namanya juga sudah sesuai HPL Mah.”“Iya, tapi suami kamu kenapa belum juga pulang sih.”“Kaila hubungi tadi nggak aktif.”“Ck, ponsel nggak aktif ini yang bikin jadi kesal sendiri.”“Iya, Mah.”“Yaudah kamu hati-hati jalannya. Mamah ngeri lihat kamu jalan dengan perut gede banget gitu. Masih mending Mamah aja yang hamil dari pada lihat orang hamil gitu, hati Mamah ikutan linu.&rdqu
RUMAH SAKIT EZVAN MEDIKA.Kini Kaila langsung dilarikan ke IGD kemudian langsung dimasukkan ke ruang khusus bersalin (Vk). Kaila sedang menahan sakit yang mendera di perut bagian bawahnya. Kaila merasa tersundul perutnya dengan sangat dahsyat.“Awwww, sakit,” teriak Kaila yang sudah keluar keringat dingin di mana-mana.Rania pun diperbolehkan masuk untuk mendampingi pasien. Rania menangis melihat anaknya kesakitan seperti itu. Rania merasa lemas sendiri.“Mah ... sakiiiiiiit.”“Iya sayang, sabar ya.”Kini para tim medis bagian ruang bersalin langsung memeriksa kondisi Kaila. Salah satu seorang bidan memeriksa tekanan darah Kaila, serta mengecek jalannya lahir.“Pembukaan satu,” kata bidan itu sedikit lantang.“Whoa, udah pembukaan satu, Bu?”“Iya, sabar aja, ya. Memang seperti itu kalau mau melahirkan. Kontraksi terus menerus sampai pembukaan penuh. Jadi h
Melviano langsung masukl ke ruang bersalin. Ia menatap ke arah Kaila yang tengah meringis kesakitan. Rasa lelah dan kantuk dalam diri Melviano mendadak langsung hilang melihat perjuangan sang istri yang akan melahirkan buah cinta mereka.“Sayang.”Kaila langsung membuka matanya, ia tersenyum tipis di sela-sela rasa sakitnya. Kaila merasa senang dengan kehadiran suaminya, tanpa sadar air mata Kaila terjatuh dengan sendirinya.“Mel.”“Iya sayang. Kamu pasti kuat, kamu pasti bisa, ya.” Melviano menggenggam tangan Kaila erat. Tangan satunya ia gunakan untuk mengusap air mata Kaila yang terus mengalir.“Sakiiiiitt,” rintih Kaila.“Iya sayang, aku tahu kok itu pasti sangat sakit banget. Kamu boleh lakukan apapun ke aku agar bisa meredakan rasa sakitmu.”“Nggak kuat.”“Ssssttt ... jangan bilang begitu, kamu pasti kuat kok.”“Aahhhhhhhhh,&r
Kaila menarik rambut Melviano dengan kuat sambil mengejan.“Aaaaaaaaaaaa,” teriak Kaila mengejan begitu kuat.“Ayo terus, lagi. Mengejan terus.”“Hooosst ... huuutff ....” Kaila merasakan sudah mengejan kuat, tapi kenapa bayinya belum keluar juga. Tenaga Kaila bahkan sudah lemas terkuras.Melviano sendiri memegang punggung Kaila untuk menahan tubuh Kaila. Rambutnya sebagai sasaran tangan Kaila ia abaikan, yang terpenting istri dan anaknya selamat.“Ayo sayang kamu pasti bisa,” ucap Melviano menyemangati. Wajah Melviano sendiri sudah tak karuan ekspresinya. Hanya ada satu ekspresi dalam diri Melviano, yaitu tegang.“Satu, dua, tiga, mengejan kua, ayo,” suara Dokter selalu mengintruksi Kaila agar segera mengejan kuat.“Aaaaaaaaa ... eghhhhhhhhh.” Kaila kembali lemas. Ia sudah habis tenaga, kenapa sulit sekali keluarnya. Kaila justru menangis karena proses pers
Melviano tersenyum ketika sudah mempersiapkan nama yang bagus menurutnya. Melviano berdeham sejenak sebelum memberitahukan nama dari buah hatinya.“Namanya Matheo Demonte Azekiel.”“Whoa, nama yang bagus,” sahut Rania yang masih menimang cucunya.“Panggilannya apa nih?” tanya Nasya yang penasaran.“Mamat,” sambar Kaila dengan cepat.“WHAT.” Debi langsung terkejut mendengar nama panggilan yang diusung oleh Kaila.“Sayang, panggilannya jangan itu. Panggilannya Matheo.” Melviano membetulkan nama panggilan baby boy.“Mel, panggilan Matheo itu susah, lidah belibet jadi yang gampang aja sih, panggilannya Mamat.”“Hah, seriusan kamu, Kai?” tanya Nasya sedikit tak yakin.“Iya, seriusan dong.” Suara Kaila sangat menyakinkan semua yang ada di ruangan. Ia meringis menatap wajah pias suaminya.“Kaila, nama anak lo
“Kamu gila ah, Mel. Aku aja baru melahirkan rasanya sakit luar biasa, kamu udah pengin baby girls aja.” Kaila menggerutu mengenai bisikan Melviano yang menginginkan baby girls.“Iya kan nggak sekarang, kita program nanti.”“Udah lah, kita urus Mamat yang benar dulu. Aku mau pakai kb aja nanti.”“Jangan pakai kb.”“Kenapa? Nanti aku kebobolan gimana?”“Gapapa, kan ada aku yang tanggung jawab.”“Iya sih, tapi bukan masalah tanggung jawab atau gimana. Kamu baru aja lihat perjuanganku tapi udah pengin anak lagi,” dumel Kaila.“Iyakan itu hanya keinginan dan planing saja sayang.”“Ya udah simpan saja dulu planing buat baby girlsnya. Kita urus anak kita aja.”Selesai memberikan Asi kepada Matheo, kini keduanya saling istirahat. Melviano tidur di sofa kali ini atas perintah Kaila. Lagipula Kaila tak tega melih
Melviano masih setia menunggu panggilan video call dirinya diangkat oleh Damian. Melviano sendiri mendesah kesal karena panggilannya lama sekali.“Ya, halo,” sapa Damian yang terlihat di sebuah ruangan gelap.“Sedang apa kau?”“Lagi menjalankan misi, ada apa?”“Gini, aku mau kasih tahu kalau Kaila sudah melahirkan.”“What, seriusan? Mana anakmu? Pasti tampan sepertiku.”“Shit! aku ini Daddynya, jelas tampan seperti diriku.”“Ya, terserah kau saja. Mana anakmu?”Melviano langsung mengarahkan kamera ponsel ke arah box bayi yang terdapat Matheo. Di sana, Melviano dapat melihat ekspresi Damian yang sangat kagum terhadap anaknya.“Sudah, anakku tampan kan?”“Iya tampan, mirip dengan Kaila.”“Fuck, dia mirip denganku.”“Rambutnya saja mirip denganmu. Semuanya mirip Kaila.”
Tujuh bulan kemudian.Usia Matheo kini sudah menginjak tujuh bulanan. Dalam tujuh bulan flasback ke belakang, Kaila juga Melviano selalu kompak mengurus Matheo. Ya, meski tak bisa dipungkiri kalau mereka berdua sering beda pendapat yang memicu adu mulut antara Kaila juga Melviano. Tapi semua itu hanya berlaku sebentar saja setelah itu mereka baikan."Kamu yakin akan pakai baju seperti itu?""Yakin dong.""Tapi itu ribet buat menyusui.""Nanti bawa sufor aja. Lagipula Matheo juga udah didampingi MP-Asi.""Iya tetap saja kalau Matheo itu sukanya Asi.""Iya udah gampang sih. Lagian emang acaranya pakai adat jawa kok.""Tapikan itu hanya yang punya acara, Kai.""Hmm, memang.""Ya udah pakai dress biasa aja nggak usah pakai kebaya begitu.""Uh ... kenapa sih. Aku juga pengin nikmati adat yang Kak Nasya pakai.""Nggak usah lah kasihan Matheo.""Oke, aku ganti dress aja. Puas."Kaila langsung
Beberapa hari kemudian.Di rumah seorang Haidar sedang mengadakan acara pesta atas kelahiran cucu pertamanya. Haidar selalu memperlakukan Matheo dengan sangat spesial.“Cucu Kakek, besok kamu akan meneruskan semua perusahaan dari Kakek.” Haidar yang sedang menggendong Matheo. Saat ini kerjaan Haidar hanya menggendong Matheo setiap hari, ia selalu berebut dengan Melviano untuk menggendong Matheo.Para tamu yang hadir pun tak tanggung-tanggung, semua pejabat, orang pembisnis, bahkan Haidar memanggil penyanyi terkenal tanah air untuk menghibur para tamu. Semua tamu kini tengah mengucapkan selamat kepada Kaila juga Melviano.“Selamat Pak Haidar, kini anda menjadi seorang Kakek.”“Hahaha, ini yang saya harapkan sebelum meninggal.”“Ah, Bapak. Jangan bilang begitu. Tunggu Matheo gede dulu.”“Ini yang sedang saya doakan selalu sama Tuhan.”“Kalau begitu saya permisi dul
Melviano masih setia menunggu panggilan video call dirinya diangkat oleh Damian. Melviano sendiri mendesah kesal karena panggilannya lama sekali.“Ya, halo,” sapa Damian yang terlihat di sebuah ruangan gelap.“Sedang apa kau?”“Lagi menjalankan misi, ada apa?”“Gini, aku mau kasih tahu kalau Kaila sudah melahirkan.”“What, seriusan? Mana anakmu? Pasti tampan sepertiku.”“Shit! aku ini Daddynya, jelas tampan seperti diriku.”“Ya, terserah kau saja. Mana anakmu?”Melviano langsung mengarahkan kamera ponsel ke arah box bayi yang terdapat Matheo. Di sana, Melviano dapat melihat ekspresi Damian yang sangat kagum terhadap anaknya.“Sudah, anakku tampan kan?”“Iya tampan, mirip dengan Kaila.”“Fuck, dia mirip denganku.”“Rambutnya saja mirip denganmu. Semuanya mirip Kaila.”
“Kamu gila ah, Mel. Aku aja baru melahirkan rasanya sakit luar biasa, kamu udah pengin baby girls aja.” Kaila menggerutu mengenai bisikan Melviano yang menginginkan baby girls.“Iya kan nggak sekarang, kita program nanti.”“Udah lah, kita urus Mamat yang benar dulu. Aku mau pakai kb aja nanti.”“Jangan pakai kb.”“Kenapa? Nanti aku kebobolan gimana?”“Gapapa, kan ada aku yang tanggung jawab.”“Iya sih, tapi bukan masalah tanggung jawab atau gimana. Kamu baru aja lihat perjuanganku tapi udah pengin anak lagi,” dumel Kaila.“Iyakan itu hanya keinginan dan planing saja sayang.”“Ya udah simpan saja dulu planing buat baby girlsnya. Kita urus anak kita aja.”Selesai memberikan Asi kepada Matheo, kini keduanya saling istirahat. Melviano tidur di sofa kali ini atas perintah Kaila. Lagipula Kaila tak tega melih
Melviano tersenyum ketika sudah mempersiapkan nama yang bagus menurutnya. Melviano berdeham sejenak sebelum memberitahukan nama dari buah hatinya.“Namanya Matheo Demonte Azekiel.”“Whoa, nama yang bagus,” sahut Rania yang masih menimang cucunya.“Panggilannya apa nih?” tanya Nasya yang penasaran.“Mamat,” sambar Kaila dengan cepat.“WHAT.” Debi langsung terkejut mendengar nama panggilan yang diusung oleh Kaila.“Sayang, panggilannya jangan itu. Panggilannya Matheo.” Melviano membetulkan nama panggilan baby boy.“Mel, panggilan Matheo itu susah, lidah belibet jadi yang gampang aja sih, panggilannya Mamat.”“Hah, seriusan kamu, Kai?” tanya Nasya sedikit tak yakin.“Iya, seriusan dong.” Suara Kaila sangat menyakinkan semua yang ada di ruangan. Ia meringis menatap wajah pias suaminya.“Kaila, nama anak lo
Kaila menarik rambut Melviano dengan kuat sambil mengejan.“Aaaaaaaaaaaa,” teriak Kaila mengejan begitu kuat.“Ayo terus, lagi. Mengejan terus.”“Hooosst ... huuutff ....” Kaila merasakan sudah mengejan kuat, tapi kenapa bayinya belum keluar juga. Tenaga Kaila bahkan sudah lemas terkuras.Melviano sendiri memegang punggung Kaila untuk menahan tubuh Kaila. Rambutnya sebagai sasaran tangan Kaila ia abaikan, yang terpenting istri dan anaknya selamat.“Ayo sayang kamu pasti bisa,” ucap Melviano menyemangati. Wajah Melviano sendiri sudah tak karuan ekspresinya. Hanya ada satu ekspresi dalam diri Melviano, yaitu tegang.“Satu, dua, tiga, mengejan kua, ayo,” suara Dokter selalu mengintruksi Kaila agar segera mengejan kuat.“Aaaaaaaaa ... eghhhhhhhhh.” Kaila kembali lemas. Ia sudah habis tenaga, kenapa sulit sekali keluarnya. Kaila justru menangis karena proses pers
Melviano langsung masukl ke ruang bersalin. Ia menatap ke arah Kaila yang tengah meringis kesakitan. Rasa lelah dan kantuk dalam diri Melviano mendadak langsung hilang melihat perjuangan sang istri yang akan melahirkan buah cinta mereka.“Sayang.”Kaila langsung membuka matanya, ia tersenyum tipis di sela-sela rasa sakitnya. Kaila merasa senang dengan kehadiran suaminya, tanpa sadar air mata Kaila terjatuh dengan sendirinya.“Mel.”“Iya sayang. Kamu pasti kuat, kamu pasti bisa, ya.” Melviano menggenggam tangan Kaila erat. Tangan satunya ia gunakan untuk mengusap air mata Kaila yang terus mengalir.“Sakiiiiitt,” rintih Kaila.“Iya sayang, aku tahu kok itu pasti sangat sakit banget. Kamu boleh lakukan apapun ke aku agar bisa meredakan rasa sakitmu.”“Nggak kuat.”“Ssssttt ... jangan bilang begitu, kamu pasti kuat kok.”“Aahhhhhhhhh,&r
RUMAH SAKIT EZVAN MEDIKA.Kini Kaila langsung dilarikan ke IGD kemudian langsung dimasukkan ke ruang khusus bersalin (Vk). Kaila sedang menahan sakit yang mendera di perut bagian bawahnya. Kaila merasa tersundul perutnya dengan sangat dahsyat.“Awwww, sakit,” teriak Kaila yang sudah keluar keringat dingin di mana-mana.Rania pun diperbolehkan masuk untuk mendampingi pasien. Rania menangis melihat anaknya kesakitan seperti itu. Rania merasa lemas sendiri.“Mah ... sakiiiiiiit.”“Iya sayang, sabar ya.”Kini para tim medis bagian ruang bersalin langsung memeriksa kondisi Kaila. Salah satu seorang bidan memeriksa tekanan darah Kaila, serta mengecek jalannya lahir.“Pembukaan satu,” kata bidan itu sedikit lantang.“Whoa, udah pembukaan satu, Bu?”“Iya, sabar aja, ya. Memang seperti itu kalau mau melahirkan. Kontraksi terus menerus sampai pembukaan penuh. Jadi h
PESTA KEHAMILAN NASYA.SATU MINGGU KEMUDIAN.Sudah satu minggu kemudian tapi Melviano belum kunjung pulang ke Indonesia, semua ini membuat Kaila kesal juga khawatir. Apalagi, Kaila sering mengalami kontraksi palsu. Kaila sering mulas yang tiba-tiba saja menghilang.“Kamu yakin akan ikut hadir, Kai?”“Yakin, Mah. Masa Kak Nasya adakan pesta kehamilan Kaila nggak hadir sih.”“Tapi perut kamu seperti akan melahirkan begitu.”“Namanya juga sudah sesuai HPL Mah.”“Iya, tapi suami kamu kenapa belum juga pulang sih.”“Kaila hubungi tadi nggak aktif.”“Ck, ponsel nggak aktif ini yang bikin jadi kesal sendiri.”“Iya, Mah.”“Yaudah kamu hati-hati jalannya. Mamah ngeri lihat kamu jalan dengan perut gede banget gitu. Masih mending Mamah aja yang hamil dari pada lihat orang hamil gitu, hati Mamah ikutan linu.&rdqu