“Udah bangun?” Suara bariton sexy itu terdengar parau bersama punggunya yang menegak.Pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban menandakan Andra sedang diliputi beban hingga otaknya tidak berfungsi secerdas biasanya.“Haus .…” Rena berusaha keras mengeluarkan suara.Pria itu langsung berdiri menuju pantry kecil yang berada di sudut ruangan untuk mengisi gelas dengan air dari dispenser yang berjejer rapi disamping kulkas.Langkah Andra cepat saat kembali menghampiri Rena lalu memasukan sedotan ke dalam gelas.Andra membantu Rena untuk bangun dengan menekan tombol di sisi tempat tidur dan perlahan bagian kepala dari tempat tidur itu menegak.“Jangan dulu banyak bergerak,” perintahnya lembut dengan penekanan.Rena mengangguk samar kemudian menuntaskan rasa hausnya dengan menghabiskan satu gelas air mineral dari tangan Andra.Setelah Andra menyimpannya di meja samping tempat tidur, pria itu duduk disisi ranjang menghadap Rena.Keduanya hanya saling tatap tanpa mampu mengeluarkan
Plak!!! Monica menampar Edward ketika pria itu sudah puas menjelajah bibirnya.Edward malah menyeringai sambil memegang pipinya yang terasa panas.Setelah kungkungan Edward terlepas, Monica tidak menyiakan kesempatan langsung menegakan punggung kemudian mengancingkan kemejanya yang sempat terlepas oleh kebuasan dokter tampan namun kurangajar itu.“Kamu….” Ucapan Monica tersendat karena menahan sesak didada akibat dari emosinya yang sudah tidak terbendung.Buliran bening berdesakan di pelupuk matanya kemudian lolos tanpa pernah meminta ijin.Monica meraung, pelecehan Andra secara verbal yang sering dia dapatkan sudah sangat menyakitinya kini pria lain pun melecehkannya secara fisik.Monica tergugu mencoba menahan ledakan tangisnya dengan menutup wajah menggunakan kedua tangan.“Maaf. “ Satu kata itu keluar dari mulut Edward setelah dirinya puas melecehkan Monica.Kata maaf keluar begitu saja dan Edward benar-benar menyesali perbuatannya.Monica masih menangis membuat Edward
Hari sudah sore ketika Monica terbangun dari tidur panjangnya, rasa kantuk sudah hilang tapi kini perutnya yang berontak minta diisi.Monica menggerakan tubuh hingga terduduk kemudian mengangkat tangan keatas untuk meregangkan otot-otot yang terasa pegal.Matanya mengedar ke sekeliling ruangan kemudian mendapati Edward yang tengah terlelap di sofa pendek di sampingnya.Tubuhnya yang jangkung tidak tertampung di sofa itu sehingga membuat kakinya menggantung.Merasakan serat di tenggorokan, Monica beranjak menuju water dispenser yang berada di sudut ruangan.Suara dynamo dispenser yang menyedot air dari gallon di bagian bawahnya terdengar nyaring membuat Edward seketika terjaga.Pria itu juga terlihat meregangkan tubuh, mungkin cukup lama tertidur di sofa itu sama seperti Monica.Setelah meneguk satu gelas air mineral hingga tandas, Monica berjalan melewati Edward tanpa bicara untuk mengambil tasnya yang tergeletak di atas meja.Ketika hendak menarik langkah menuju pintu, Edwar
“Mas … aku jalan aja, enggak usah pake kursi roda,” kata Rena saat turun dari ranjang pasien.Beberapa waktu lalu suster sudah melepaskan selang infus yang tertancap di tangannya.Hari ini adalah jadwal Rena kontrol kandungan, sebelumnya Edward sudah memberikan rekomendasi dokter kandungan terbaik di rumah sakit tersebut.“Nanti kamu capek.” Komentar sang suami kemudian menekan pundak Rena menuntunnya duduk di kursi Roda.“Iiih … Mas, aku malu ah … aku bisa jalan!” Jiwa mandiri Rena memberontak.Andra berdecak pelan agar tidak terdengar oleh Rena, meski khawatir tapi akhirnya mengalah dan mendorong kursi roda lebih mendekat ke dinding.Padahal Andra hanya tidak ingin wanitanya itu kelelahan dan agar segera pulih pasca operasi.Tidak lucu bila nanti dia memaksakan kehendaknya dan malah memicu pertengkaran padahal baru saja mereka baikan tapi mengingat hormon ibu hamil yang menguasai Rena membuat Andra maklum. “Ya udah … Yuk!” Andra menyikukan tangan agar tangan Rena melingkar
“Selamat pagi,” sapa pak Santoso yang kemudian masuk diikuti Fira dan Farel.“Selamat pagi Pak Santoso.” Andra balas menyapa dan dia masih ingat nama dari atasannya Rena itu.Pak Santoso begitu tersanjung karena Andra masih mengingat namanya.Fira dan Farel bergantian menyalami Andra dan Rena.Andra mempersilahkan pak Santoso untuk duduk di sofa bersamanya dan membiarkan Fira dan Farel bersama Rena.“Maaf saya baru bisa jenguk Rena … berhubung akhir bulan jadi saya banyak melakukan kunjungan ke nasabah dan baru sempat hari ini menjenguk Rena … kemarin saya dengar keadaan Rena dari pengacara Pak Andra –“ kalimat Pak Santoso terjeda tatkala Andra memberi kode menggunakan matanya.“Rena belum tau Pak, saya akan membicarakannya setelah Rena keluar dari rumah sakit,” sela Andra menjelaskan yang langsung dibalas anggukan mengerti oleh pak Santoso.Pantas saja kemarin pengacara Andra menghubunginya guna mempersiapkan segala urusan untuk mengeluarkan Rena dari pekerjaannya tapi juga me
“Maasss….”Rena merintih, menancapkan kukunya di punggung Andra ketika hentakan penuh kenikmatan diberikan oleh sang suami tercinta.Keduanya kembali merajut cinta, meraih kenikmatan dalam lenguhan panjang.Bermandikan peluh, menjadikan gerakan itu begitu sangat menginginkan dan mendamba.“Ren….” Suara parau Andra berbisik saat melepaskan hasratnya.Bersama mereka renggut puncak gairah setelahnya nafas sepasang insan yang saling melepas rindu itu mulai tersengal.Andra tidak berhenti menggerakan tubuh berlawanan dengan gerak tubuh Rena.Seperti sudah menjadi kebutuhan dan ini merupakan apa yang mereka inginkan.Sambil sesekali memberi kecupan, akhirnya Andra kembali membawa Rena terbang menuju puncak Nirwana.Mencapai kenikmatan yang tak terperi, hingga tubuh Andra ambruk di atas Rena.Andra berusaha menjaga bobot tubuhnya agar tidak sepenuhnya menimpa Rena, dia menatap sang istri yag berada di bawah sedang terpejam dengan nafas memburu.“Sakit?” Dikecupnya kening Rena lemb
Apa yang diucapkan Andra memang terbukti, dengan mudahnya Rena mengundurkan diri dari Bank BUMN tanpa hambatan karena sang suami telah membayar semua pinalti dan pengacara Andra langsung berkomunikasi dengan dihak terkait di Bank BUMN. Bank BUMN ini akan selalu mempunyai tempat tersendiri di hati Rena karena dengan bekerja di sana lah Rena bisa menyekolahkan adik-adik, membiayai pengobatan bapak juga bertemu jodohnya. Ketika sedang membereskan barang-barang ke dalam box plastik yang dibawanya dari apartemen, tiba-tiba Rena teringat pertemuannya dengan Andra. Siapa sangka, dia bisa menjadi istri dari nasabah prioritas di Bank tempatnya bekerja. "Bu Rena ... Baru aja kita kerja beberapa bulan, kamu harus pergi." Fira yang baru menyelesaikan pekerjaannya datang menghampiri sambil membantu Rena membereskan barang. Rena tersenyum kemudian mengelus tangan Fira yang sedang memasukan satu persatu barangnya ke dalam box. "Nanti kalau ke Jakarta, kamu bisa mampir ke rumah ya,” kata
Tangan Andra bergerak meraba, mencari sang istri untuk dipeluknya tapi sisi ranjang itu kosong sehingga dia pun memaksakan diri membuka mata. Mengedarkan pandang mencari jam dinding untuk melihat waktu karena ini masih terlalu pagi untuk seseorang terjaga dari tidur. Jam menunjukan pukul lima pagi seketika Andra mengernyit dan langsung turun dari tempat tidur menuju kamar mandi yang pintunya sedikit terbuka namun tak menemukan Rena di sana. Pikiran buruk mulai bersarang di benaknya, Andra bergegas menuruni tangga menuju dapur yang merupakan tempat favorite sang istri dan hanya ada bi Minah dan beberapa asisten rumah tangga, dia tidak menemukan sosok yang dicarinya. "Bi ... istri saya mana?" tanya Andra sambil menyipitkan mata menghalau sinar lampu yang begitu menyilaukan di dapur. "Bu Rena lagi ke pasar Pak, dianter pak Syam,” jawab bi Minah yang sedang membersihkan dapur. "Sepagi ini? Biasanya ‘kan Bibi yang belanja ... Pasar mana? Kenapa enggak siangan aja ke supermarket