Apa yang diucapkan Andra memang terbukti, dengan mudahnya Rena mengundurkan diri dari Bank BUMN tanpa hambatan karena sang suami telah membayar semua pinalti dan pengacara Andra langsung berkomunikasi dengan dihak terkait di Bank BUMN. Bank BUMN ini akan selalu mempunyai tempat tersendiri di hati Rena karena dengan bekerja di sana lah Rena bisa menyekolahkan adik-adik, membiayai pengobatan bapak juga bertemu jodohnya. Ketika sedang membereskan barang-barang ke dalam box plastik yang dibawanya dari apartemen, tiba-tiba Rena teringat pertemuannya dengan Andra. Siapa sangka, dia bisa menjadi istri dari nasabah prioritas di Bank tempatnya bekerja. "Bu Rena ... Baru aja kita kerja beberapa bulan, kamu harus pergi." Fira yang baru menyelesaikan pekerjaannya datang menghampiri sambil membantu Rena membereskan barang. Rena tersenyum kemudian mengelus tangan Fira yang sedang memasukan satu persatu barangnya ke dalam box. "Nanti kalau ke Jakarta, kamu bisa mampir ke rumah ya,” kata
Tangan Andra bergerak meraba, mencari sang istri untuk dipeluknya tapi sisi ranjang itu kosong sehingga dia pun memaksakan diri membuka mata. Mengedarkan pandang mencari jam dinding untuk melihat waktu karena ini masih terlalu pagi untuk seseorang terjaga dari tidur. Jam menunjukan pukul lima pagi seketika Andra mengernyit dan langsung turun dari tempat tidur menuju kamar mandi yang pintunya sedikit terbuka namun tak menemukan Rena di sana. Pikiran buruk mulai bersarang di benaknya, Andra bergegas menuruni tangga menuju dapur yang merupakan tempat favorite sang istri dan hanya ada bi Minah dan beberapa asisten rumah tangga, dia tidak menemukan sosok yang dicarinya. "Bi ... istri saya mana?" tanya Andra sambil menyipitkan mata menghalau sinar lampu yang begitu menyilaukan di dapur. "Bu Rena lagi ke pasar Pak, dianter pak Syam,” jawab bi Minah yang sedang membersihkan dapur. "Sepagi ini? Biasanya ‘kan Bibi yang belanja ... Pasar mana? Kenapa enggak siangan aja ke supermarket
Setelah sempat dilarikan ke IGD oleh pak Rojak yang merupakan kepala bagian rumah tangga di rumah Andra, kini Rena sudah terbaring dengan selang infus yang tertancap ditangan kanannya.Menurut dokter jaga yang memeriksa, Rena hanya kelelahan dan tekanan darahnya rendah ditambah hormon HCG yang masih tinggi membuat tubuhnya lemah.Sore nanti, Rena sudah dijadwalkan bertemu dengan dokter kandungan untuk pengecekan lebih lanjut mengenai kandungannya.Dokter IGD juga telah mengambil sample darah Rena agar dilakukan berbagai tes dan hasilnya nanti akan diserahkan kepada Dokter kandungan yang menangani Rena.Setelah mendapatkan perawatan yang baik dari Dokter dan perawat di rumah sakit tersebut juga waktu tidur yang cukup, Rena pun akhirnya membuka mata.Mengerjap beberapa kali dan ketika kelopaknya terbuka sempurna tatapannya langsung tertuju pada sosok tampan yang sedang menatapnya tajam dengan kerutan di antara alis.“Mass…,” panggil Rena disertai senyum bahagia karena ketika dirin
Rena balas memeluk Andra sama eratnya. “Mas … maafin aku ya,” kata Rena lambat-lambat.Andra mengurai pelukan kemudian menyatukan bibir mereka memagut penuh damba tanpa ampun membuat bibir sang istri bengkak seketika.“Kita makan bareng ya,” ajak Andra tanpa menjawab permintaan maaf dari Rena setelah mengurai pelukannya.Rena mengangguk bahagia dan menerima suapan satu sendok salad dari tangan suaminya, melupakan apa yang tadi siang sudah terjadi keduanya makan malam satu mangkuk berdua dengan canda tawa.Andra sudah mengetahui dengan jelas kondisi Rena yang lemah di awal masa kehamilannya, untungnya tidak ada hal yang serius dan kejadian hari ini pasti akan dijadikan pelajaran bagi Rena.Beberapa hari kemudian, supir yang dijanjikan Andra sudah mulai bekerja.Walaupun Rena merasa berlebihan tapi dia sudah tidak bisa membantah keinginan suaminya lagi, mengingat galaknya Andra beberapa hari lalu.“Selamat pagi Nyonya, saya Hadi supir Nyonya yang baru.” Sang driver memperkenalkan
Perkelahian antara Hadi dan kedua preman tidak berlangsung lama, hanya dalam waktu sekejap saja para preman tadi sudah berubah babak belur karena skil beladiri yang dimiliki Hadi.Setelah mengaduh dan beberapa kali meminta ampun, kedua preman memohon agar Rena bertemu langsung dengan bosnya.Tidak jauh dari tempat soto tadi, akhirnya Rena dan Hadi juga Lisna mengikuti ke mana preman membawa mereka untuk bertemu yang disebut kedua preman itu sebagai bos mereka dengan menyusuri gang sempit.“Mbak … mending kita pulang deh,” bujuk Hadi mengkhawatirkan keadaan Rena karena dia tidak bisa memprediksi bahaya apa yang menanti mereka di depan.“Di, kasih tau mas Andra ya,” bisik Rena menanggapi bujukan Hadi.“Mbak!” Hadi menghentikan langkah menahan Rena agar tidak mengikuti kedua preman.“Iya Bu … mending Ibu pulang aja nanti bapak Kallandra marah,” kata Lisna.“Lis … ada apa sih sama kamu sebenernya? Kenapa kamu pergi dari rumah mas Andra? Terus ... kamu kerja apa sih sampai melibatka
Rena merasakan punggungnya begitu kebas karena bergesekan dengan dinding kamar mandi. Air shower terus mengguyur tubuh mereka seiring hentakan Andra yang memabukan. Deru nafas keduanya memburu membuat kaca di dalam bilik shower semakin buram, dengan melingkarkan satu kakinya di pinggang Andra, suaminya itu terus memompanya dari bawah memberikan hujaman-hujaman nikmat di pusat tubuhnya. “Mas,” desah Rena sambil memejamkan mata erat. “Hem, sakit?” Andra memastikan. “Aku bisa gila.” Rena menggelengkan kepala. Andra mengulum senyum dengan bokong terus bergerak maju mundur mencari kenikmatan. Sebelum Andra memarahinya, Rena berinisiatif untuk bersikap impulsif mendinginkan hati dan kepala sang suami dengan mengajaknya mandi bersama yang tentu saja diartikan Andra berbeda yaitu percintaan panas di bawah guyuran shower. Rena melenguh lantas dadanya membusung setiap kali hentakan lembut itu mengikis kewarasannya. Untuk pertama kalinya setelah menikah Andra segila ini dalam bercinta, p
Author Note : Teman-teman mohon maaf atas kesalahan publish di bab sebelumnya.Sekarang bab sebelumnya sudah direvisi dan teman-teman bisa dibaca ulang tanpa perlu membayar lagi bila sudah membuka babnya, Terimakasih.*** “Hai Mas Ricko … yuk kita sarapan bareng!” ajak Rena ketika melihat Ricko sepagi ini sudah ada di rumah suaminya.“Waaa … kayanya gue harus tiap pagi ke sini ya Ren biar bisa sarapan gratis dan enak,” balas Ricko sambil menatap hidangan di atas meja makan dengan penuh minat.“Sarapannya beraneka ragam, Bro!” serunya kemudian seraya menepuk bahu Andra kencang hingga sang sahabat tersedak sarapannya sendiri.“Iiiih … Mas Ricko jahat! Keselek tuh Mas Andranya,” protes Rena dengan ekspresi wajah marah yang dibuat-buat.Diusapnya punggung kokoh sang suami lembut sambil menggeser gelas berisi air mineral untuk Andra.“Sialan lu, Ko!” umpat Andra setelah batuknya mereda.Ricko terkekeh menanggapi reaksi sang sahabat sambil meraih piring kosong di atas meja untuk kem
“Iya Bu … Kakak akan hati-hati….” Rena menanggapi wejangan ibu Susi.“….”“Iya….” Dia menyahut lagi.“….”“Hemm….”Andra duduk di sofa mengawasi Rena yang sedang berkomunikasi dengan ibu mertuanya melalui sambungan telepon di balkon kamar sambil mondar-mandir dengan tangan mengusap perutnya yang telah membuncit.Perubahan fisik Rena karena kehamilannya entah kenapa malah membuat Andra semakin mencintai wanita yang tengah mengandung anaknya itu.“Ya udah Bu, Kakak mau makan malem dulu sama mas Andra ya … salam buat bapak sama adik-adik.” Rena berbasa-basi untuk kemudian mengakhiri sambungan telepon.“Yuk Mas,” ajak Rena seraya meraih tasnya dari atas sofa.Andra menahan tangan Rena lalu memposisikan tubuh sang istri berdiri di depannya dan dengan posisi Andra duduk seperti ini membuat wajahnya sejajar dengan perut Rena.Pria itu mengusap lembut perut Rena yang kini sudah menjadi hobby barunya lantas memberikan beberapa kecupan di sana.“Ayo Mas, keburu malem.” Rena mengerang