“Aku akan bantu kamu mencari keluargamu.” Vikram mengelus lengan istrinya lembut dengan jempol.“Ba… bagaimana caranya, Mas? Kita sama sekali nggak punya petunjuk.”“Jika berusaha, pasti Allah akan kasih petunjuk.”Perkataan Vikram menguatkan Viza. Gadis itu pun tersenyum. Selalu saja Vikram mampu menenangkan hatinya. “Entah kenapa bapak sama sekali nggak mau memberi petunjuk tentang ibu kandungku. Ada apa di balik semua ini?” Viza menghela napas panjang.“Jangan terlalu dipikirkan.” Vikram mengusap pucuk kerudung istrinya.***“Buuuu… ibuuuuu… gawat ini gawat!” Mones berlari menuju ke ruang tamu, ia meninggalkan warung makan dengan tunggang langgang.“Ada apa?” Mulan yang sedang duduk manis menyantap makan siang pun terkejut, mendongak menatap Mones yang lari ngibrit mendekatinya.“I it itu… anu.”“Haduh, kamu ini malah pakai acara gagap segala. Ayo cepetan ngomong. Ada apa?”“Di warung, Bu. Orang-orang pada ngamuk, mereka ngamuk deh pokoknya. Kita diserba eh diserbu.”“Lambemu. Kal
“Seratus ribu per orang.” Salah seorang menyahut sambil angkat tangan. Meski berobat ke puskesmas tidak sampai segitu, ia meminta ganti uang yang menguntungkan. “Baik, aku beri seratus lima puluh ribu per orang,” sahut Vikram kemudian menyerahkan uang tersebut pada setiap orang yang menengadahkan tangan minta pertanggung jawaban.Wajah-wajah yang tadinya sangar, berubah menjadi senyum setelah menerima uang.Uang memang bisa membeli segalanya.“Cepat pulang dan segera bawa keluarga yang sakit berobat, jangan sampai terlambat!” ujar Vikram dan dipatuhi oleh warga. Mereka segera pergi meninggalkan warung.Runa mengernyit heran menatap Vikram. “Aneh, kamu itu uangnya kenapa nggak habis-habis sih? Udah kayak punya kantong doraemon aja bisa ngeluarin uang mulu. Bukankah supir itu gajinya kecil?”“Gajiku memang kecil. Tapi bos dengan sangat mudah meminjamkanku uang saat aku butuh,” sahut Vikram.“Hei, bisa-bisa kamu gantung diri kalau hutang menumpuk dan nggak bisa bayar loh,” celetuk Run
“Maksudku… ada orang yang nggak suka sama ibu dan sengaja ingin membuat warung ibu bangkrut.”Vikram menoleh. “Anggap saja ini hukuman untuk mereka.” Pria itu menatap intens wajah Viza. “Kamu mengkhawatirkan perekonomian ibumu ya?”Viza hanya bisa terdiam. Entahlah apa yang ada di pikurannya sekarang.Vikram mengusap pipi putih istrinya dengan jempol. “Gadis baik.”Keduanya bertukar pandang dalam diam. Sampai akhirnya Viza terkesiap melihat wajah Vikram yang bergerak maju ke arahnya, lalu perlahan wajah pria itu miring.Deg!Jantung Viza berlarian.Cup.Vikram mengecup singkat bibir Viza. Kwjadian itu begitu cepat.“Cuma cium kok.” Vikram kemudian melenggang pergi.Tangan Viza terangkat dan menyentuh permukaan bibirnya. Setelah kejadian hari itu, warung makan menjadi semakin sepi. Hampir setiap harinya warung itu hanya dikunjungi segelintir orang saja. Ngenes sekali. Omset merosot jauh. Bahkan untuk membeli bahan dan lauk pauk pun tak tersisa lagi.Modal yang ada habis untuk biaya hi
“Ini apa?” Viza menunjukkan botol kecil ke hadapan Mones. “Waduh!” Mones garuk kepala. “Barang apaan sih itu? Aku pun nggak tahu kenapa ada di situ?” “Bukti udah di tanganku. Nggak perlu ngeles! Rupanya kamu pelakunya!”“E eeeh, ampun Viza, jangan kasih tau ke ibu!” Mones memohon.“Ini tindak kejahatan. Aku harus kasih tahu ibu supaya kamu kapok.”“Lah, bukankah seharusnya kamu senang ya kalau ibumu dihancurkan?”“Aku nggak pernah berbahagia di atas penderitaan orang lain. Ibu memang sering zalim sama aku, tapi sekarang bukan itu masalahnya. Kita sedang bahas kejahatanmu. Nggak ada alasan yang membenarkan perbuatanmu, kamu itu membahayakan banyak orang.”“Nggak membahayakan kali, Za. Cuma bikin mencret doang kok. Jauh itu mah dari nyawa. Nggak akan bikin mati, cuma bikin mules dan lemes aja.”“Intinya kamu bersalah.” Viza melangkah menuju pintu.Mones menghalangi, berdiri di depan Viza. “Kamu kan orang baik. Ampuni aku.” Ia memohon, wajahmya memelas.Viza menatap ragu, namun kemudia
“Ini untuk jajanmu, biaya makanmu, dan semua kepentinganmu. Berbelanjalah. Apa saja! Baju, bedak, parfum dan semua keperluanmu. Aku barusan gajian. Tadinya mau transfer ke rekeningmu, kupikir kamu lebih membutuhkan uang cash,” pesan Vikram.“Mas, ini banyak banget. Bukankah gajimu kecil? Aku nggak mau loh kamu pinjam uang terus ke bosmu,” bisik Viza.“Laki-laki yang paling mulia adalah lelaki yang memuliakan istri. Aku suka kalimat itu. Sebelum kamu merasa cukup dan bahagia, artinya aku gagal jadi suami, dan harus lebih berusaha lagi. Ostriku harus tercukupi."Viza mengulum senyum. Ah, suaminya ini memang jago membuat hati istri berbunga-bunga. Benar-benar suami idaman.Hei, siapa yang menaruh tanda love bertaburan di sekitar kepala Viza?“Tenang saja, itu bukan uang pinjaman, tapi uang arisanku,” sambung Vikram.Weh, pria gagah ini demen arisan juga? Pikir Viza. “Setelah ini, pergilah ke mall. Belanjakan apa yang mau kamu belanjain. Makan enak, baju, sendal, sepatu, apa saja. Okey?”
Tak mau kehilangan jejak, Viza langsung meninggalkan meja. Tak sadar ia juga meninggalkan Runa sendirian.Terlalu asik makan dengan kepala menunduk, Runa sampai tak menyadari kalau Viza berlalu pergi meninggalkannya.Viza mengejar Leo, pria itu berjalan seorang diri. Tampilannya santai sekali. Dia bahkan terlihat seperti bukan seorang bos. Lebih seperti orang biasa yang kerjaannya nongkrong di perempatan jalan.Sial, diantara keramaian, Viza kehilangan jejak. Kemana perginya Leo? Viza ingin mengikutinya. Ingin tahu kenapa dia tidak menggunakan jasa Vikram sebagai supir?Viza celingukan. Ah ya sudahlah, Viza balk badan hendak kembali.Bruk.Tubuhnya membentur sesuatu saat berbalik.“Tuan Leo!”Kebetulan, Viza malah bertubrukan dengan ptia yang dia kuntiti.Aneh, Leo malah mengangkat alis sambil menunjuk Viza. “Siapa ya?” Leo sedang mengingat-ingat.“Tuan Leo lupa?”“Tuan? Jangan panggil begitu, kayak saya bangsawan saja.”Viza malah makin bingung. Kepentok dimana kepala Leo bisa amnes
“Sebenarnya aku malu mau bilang ini. Soalnya menyangkut perekonomian. Masalahnya, uang kuliahku macet karena satu-satunya mata pencaharian orang tuaku bangkrut. Itu loh, warung yang tempo hari pernah Tuan datangi, sekarang udah tutup.”Leo meneguk minum melalui sedotan. Lalu berdehem. Kepalanya mulai pusing dan berdenyut.“Lalu?” tanya Leo.“Aku mau…”“Runa!” potong Viza yang merasa tak enak hati. “Nggak ada apa pun, Tuan. Lupakan!”“Mbak, aku butuh uang untuk biaya kuliahku. Aku cuma mau pinjam aja sama Tuan Leo, kok Mbak Viza kayak nggak senang gitu? Mbak Viza sih santai, kuliah dapet bea siswa, lah aku?” kesal Runa.“Jadi, ini masalah uang? Kalau mau pinjam, nanti akan aku pinjamkan melalui Vikram," sahut Leo“Sungguh? Terima kasih, Tuan Leo.” Runa kembali memegang tangan Leo, membuat pria itu mamin kikuk. “Tapi kenapa harus melalui supir Tuan itu? Kenapa nggak langsung kirim saja ke aku?”“Aku tidak bisa sembarangan transfer uang. Sedangkan nomer rekening milik Vikram itu sudah t
Sementara itu, Viza tengah menatap dua pria berjaket hitam yang berdiri di pintu dengan posiis tegap, kaki sedikit melebar, sedangkan dagu terangkat. Tubuh keduanya besar dan wajah sangar.“Siapa itu, Mbak?” Runa bersembunyi di balik badan Viza.Viza terdiam. Ia pun tak tahu siapa dua lelaki sangar itu.“Apakah kalian tahu dimana pemilik rumah ini?” tanya salah seorang pria sangar yang berdiri di depan pintu rumah yang tertutup. Dia menunjuk rumah.“Cepetan dong Mbak, maju sana. Jangan diam aja!” Runa mendorong badan Viza supaya maju.Selalu begitu. Adiknya itu kerap kali menjadikan Viza sebagai tameng dalam segala hal. Sedangkan Runa sendiri memilih untuk bersembunyi.Viza melangkah maju, bukan karena atas permintaan Runa, tapi ia sadar harus menanggapi tamu sangar yang tak dikenalnya itu.“Bapak-bapak ini siapa?” tanya Viza saat sudah berdiri di hadapan dua pria sangar itu.“Kami ingin bertemu pemilik rumah ini. Atas nama Mulan Safitri. Apa kau mengenalinya?”“Itu ibuku. Ada perlu a
Viza mendorong meja mengikuti OB yang sudah lebih dulu mendorong meja lain. Runa menyusul, mendorong meja mengiringi langkah Viza.“Ternyata Mbak Viza pantes juga pakai seragam itu! Hi hiii…” Runa mengejek Viza.Yang diejek tak merespon.Viza terus mendorong meja tanpa sedikit pun menoleh ke arah Runa yang mengiringi langkahnya.“Di sini ternyata banyak yang membuli Mbak Viza ya? Mbak Viza itu sial makanya dimana-mana nggak disukai orang, mereka bahagia sekali setiap kali melihatmu menderita,” imbuh Runa.Tak ada tanggapan dari Viza. Buang-buang tenaga bila harus menanggapinya. Biarkan saja Runa terus mengoceh sampai mulut berbuih. Palingan bete sendiri karena dicuekin.“Mbak Viza boleh aja nggak mau bantuin aku untuk bisa menikah dengan Tuan Leo, tapi sebentar lagi Mbak Viza akan kaget saat aku benar-benar dinikahi olehnya. Percayalah, aku sebentar lagi akan menjadi istri Tuan Leo yang terhormat. Ibu sudah siapkan rencana hebat untuk membuat Tuan Leo bersimpuh dan memohon kepadaku,”
“Ada Tuhan yang mengatur hidupku. Bahkan perusahan ini juga ada dalam genggaman-Nya. Seenteng apa pun caraku mengurus perusahaan ini, jika Tuhan berkehendak untuk mensukseskannya, maka perusahaan ini akan semakin besar. Sebaliknya, segigih apa pun aku berusaha, jika Tuhan berkehendak lain, maka perusahaan ini juga akan runtuh.”Mones terdiam. Pria ini memang luar biasa. “Ini bagaimana? Sudah disusun semua?” Vikram menunjuk kertas di mejanya.Mones menatap kertas yang ditunjuk. Isinya berupa daftar susunan acara pesta besar perayaan atas pembukaan pabrik milik Vikram di Sumatera, lengkap dengan anggaran yang tersedia. Sudah ditanda tangani. Pesta diselenggarakan hari ini di sebuah indoor kantor yang luasnya mencapai hampir setengah hektar, mampu menampung lima ratus orang lebih. Sayap kesuksesan Vikram melebar. Dia pemuda yang gigih dan cerdas. Dalam waktu sekejap, mampu mengubah keadaan dengan mudah.“Aku salut padamu, baru kemarin aku melihatmu seperti gelandangan, tapi sekarang s
“Kau lihat tadi? Mereka menuntut pertanggung jawabanmu!” Vikram menatap Leo datar.Yang ditatap menunduk, mukanya memucat pias.“Kesalahanmu fatal, Leo. Fatal! Kehamilan Runa membuatku jadi serba salah dalam mengambil tindakan!” Vikram meneguk minuman kaleng. Ia berdiri tak jauh dari jendela kamar Leo. Kini tatapannya tertuju ke luar. Rintik gerimis mulai turun di luar sana.Mungkin Runa dan orang tuanya kehujanan. Peduli amat. Vikram tak mau tahu soal itu.Leo masih menunduk, tak berani angkat suara.“Aku menginginkan kehancuran Johan dan keluarganya, aku ingin melihat mereka tersungkur, bahkan terseok, sampai hancur, tapi bukan untuk kehancuran bayi di kandungan Runa. Bayi itu suci, tidak bersalah. Maka tidak seharusnya menderita atas pebuatan orang tua jahanam yang menyengsarakanya. Kasihan sekali dia harus terlahir dari hubungan gelap kalian!” lanjut Vikram jengah.“Saya harus apa?” Leo berkata lirih.“Aku sebenarnya senang melihat Runa menderita saat tidak ada lelaki yang menikah
“Pantas sekali keturunanmu model begini. Sifatnya pasti menurun dari orang tuanya. Tidak sopan!” Fairuz ketus.“Runa, diam! Kita ke sini untuk hal penting, kau jangan malah mengacaukan!” ucap Johan merasa tak nyaman pada Fairuz.“Loh, mereka itu di sini cuma numpang hidup, masak kamu malah patuh sama mereka? Kita nggak ada urusan sama supir dan perempuan ini!” gerutu Mulan menatap sinis pada Fairuz. “Percuma kalian kemari! Bawa pulang aib memalukan itu dan jangan pernah kembali! Kalian akan mendapatkan hukuman yang jauh lebih memalukan!” ucap Fairuz dengan suara bergetar hebat. Dia ingin sekali menjambak Mulan yang datang tanpa merasa bersalah, juga Johan yang plintat plintut, serta Runa yang angkuh dan tak tahu diri. Tapi tenaganya tak ada lagi, tenaganya terkuras oleh rasa panas yang membara dalam dada.“Kau sudah bertemu dengan putrimu. Itu maumu kan? Maka, kupikir masalah sudah selesai,” ucap Johan canggung, merasa tak nyaman.Enteng sekali lidah Johan berkata begitu. Lantas, se
“Ada apa ini? Aku tidak pernah mengijinkan orang asing masuk ke rumah ini!” tegas Vikram. Meski tatapannya tajam penuh kebencian, namun ia tetap terlihat tenang dengan kedua tangan yang masuk ke kantong celana, dagu terangkat.Dia lupa kalau saat ini dia sedang menyamar menjadi supir. Seharusnnya bersikap seolah rumah itu bukanlah rumahnya. Tapi ia malah keceplosan, bersikap kalau ia adalah pemilik rumah.“Tidak usah kau bicara! Ini urusanku dengan Tuan Leo. Lagi pula apa hakmu atas ijin di rumah ini? Ini adalah rumah milik Tuan Leo?” sungut Johan.Gara-gara emosi, dia sampai berani marah-marah pada Vikram. Dia lupa kalau pukulan Vikram mampu memberikan dua pilihan pada korbannya. Kalau tidak rumah sakit, ya kuburan. Vikram tetap tenang. Kemarahan Johan tidak memberikan efek apa pun terhadapnya. Bahkan dia malah lanjut makan sosis di tengah keadaan genting begini.Beberapa orang keamanan muncul, berlari cepat mendekat pada Johan hendak mengamankan si biang keributan.“Sudah! Biarkan
“Tuan Leo…!” “Aku mengantuk dan harus beristirahat!” Leo memutus ucapan Viza yang berpapasan dengannya di ruang tamu. Leo ingat pesan Vikram yang memintanya supaya menghindari Viza, jangan bicara apa pun, apa lagi membahas Runa. Leo mematuhi bosnya, tak mau sampai slah bicara dan membuat Vikram makin ngamuk. Viza sebenarnya ingin bicara soal Runa, tapi ia tak berkutik melihat Leo melenggang naik ke lantai atas meninggalkannya begitu saja. Viza tak berani bertindak lebih atau memaksa Leo untuk bicara lebih banyak, takut dianggap ngelunjak. Sudah menumpang hidup, masih berani mengganggu tuan rumah.Viza melangkah lemas menuju ke ruang depan. Apakah Runa berjata benar bahwa dia sungguh-sungguh hamil? Lalu bagaimana caranya supaya Leo mau bertanggung jawab? Tapi… ah kenapa Viza harus ikutan berpikir mengenai hal itu? Bukankah Runa adalah sosok yang selalu kejam terhadapnya?Viza berhenti saat berpapasan dengan Vikram. Duh, rumah ini padahal luas. Tapi kenapa sih ketemu Vikram terus?
Viza menghela napas sepeninggalan mobil Vikram. Entah kenapa ia merasa Vikram sedang mempermainkan hidupnya. Ada banyak hal yang disembunyikan Vikram dan ia tak tahu itu apa.Bahkan ia merasa kalau kebaikan Vikram terhadapnya bukan semata-mata karena rasa sayang, tapi ada hal lain yang jauh lebih penting dari itu. Vikram menyayangi Viza hanya demi menyelesaikan misi lain. Langkah Viza terus gontai menyusuri trotoar. Peluh mulai membasuh tubuh. Wajah pun basah oleh siraman peluh. “Mbak Viza!”Suara ini lagi, Viza sangat mengenalnya meski tanpa harus menoleh pada si empunya suara dari arah belakang. “Mbak!” Runa berlari mengejar, lalu berdiri di hadapan Viza. Napasnya ngos-ngosan. Adiknya itu tidak lagi mengenakan seragam office girl. Sepertinya dia malu mengenakannya saat di luar kantor sehingga harus melepas dan menyimpan di loker. “Dipanggil dari tadi nggak dengar apa?” ketus Runa.“Aku nggak ingin berurusan denganmu, Runa. Kamu selalu bikin masalah sama aku. Setelah tadi kamu s
“Jangan sentuh Viza!” tegas Vikram dingin, suaranya datar sekali.Sontak Mawar membelalak hebat. “Kamu itu supir ya! Beraninya menentangku!” Wanita itu menaikkan dagunya, angkuh.“Jangan kaitkan status sosial. Itu tidak ada sangkut pautnya!” Vikram datar sekali.“Hei, kamu nggak tau permasalahannya. Jangan asal main bela orang sembarangan. Perempuan sialan ini sudah merusak dokumenku! Lihat ini!” Mawar menunjukkan kertas yang basah dengan emosi, urat wajahnya sampai menegang. “Cara bicaramu menunjukkan kualitasmu!” Vikram melenggang pergi menggandeng Viza, tak peduli Mawar yang terus berteriak memaki mengucapkan kata-kata umpatan. Segala jenis nama-nama kebun binatang diserukan.Mawar emosi sekali akibat dokumen miliknya yang rusak.Vikram membawa Viza menjauh, lalu melepaskan tangan itu begitu saja. Dia berjalan menjauh tanpa mengatakan apa pun.Viza menatap punggung pria itu hingga menjauh. “Jangan diam kalau dibuli!” seru Vikram sebelum akhirnya menghilang dari pandangan. Bahkan
Ternyata benar apa kata orang. Dunia magang itu keras. Akan ada banyak rintangan dan tak luput dari pembulian. Ini yang perludigaris bawahi. Jadi mesti kuatkan mental jika ingin lulus.Memang tidak semua, tapi di sini salah satunya. Melihat tatapan seram dari para senior saja sudah cukup membuat Viza memahami situasi, bahwa ia masuk di lingkungan yang tak sehat. Harus kuat mental.Seluruh staf disibukkan dengan pekerjaan. Viza memulai pekerjaan dengan sangat buruk. Dugaannya akan mendapatkan pembulian tidak meleset.Dua wanita yang menjadi pembimbingnya itu memperlakukannya dengan semena-mena. Menghardik, membentak, menyuruh-nyuruh, memaki dan menghujat. Viza harus kebal, berusaha menebalkan kuping meski rasanya kesal sekali. Dalam hati mendoakan semoga para manusia zalim ini akan mendapatkan balasan setimpal.“Hei, curut busuk! Antar tuh dokumen ke ruangan personalia!” titah Mawar menunjuk dokumen.Viza mematuhi, ia mengambil dokumen yang ditunjuk. “Ruangan personalia dimana, Kak?”