"Nggak gimana-gimana. Gue cuma ketemu sebentar, nggak sempat ngobrol."
Junior lanjut melangkah, dia duduk di sofa mengeluarkan ponselnya asyik bermain game. Beberapa menit kemudian Asih sudah selesai masak mie, dia bisa nikmati. Untungnya Yugo tidak mengusik ketenangannya kali ini.
Tadinya Asih mau langsung pergi, tapi Junior malah memintanya untuk duduk. Berhubung Asih sadar kalau dia cuma pembantu, tidak mungkin duduk di kursi. Makanya hanya menempelkan bokong di lantai.
Terpaksa Junior juga harus duduk di lantai supaya bisa lebih enak ngobrolnya.
"Den Junior ngapain ikut-ikutan duduk di bawah begini?"
"Ya habisnya kalau Bibi di bawah, Junior nunduk banget!" Junior menggunakan alasan tinggi badannya yang membuat dia tidak nyaman untuk bicara ketika Asih berada di bawah. Padahal, dia hanya bersikap lebih sopan pada pembantunya tersebut.
"Bi, cewek yang diangkat papa jadi anak itu emang orangnya diem kayak gitu, ya?"
"Den Junior ngapain tanya-tanya? Asih curiga. "Jangan iseng ya, Den."
"Ya ampun, Bi." Sembari menancapkan garpu ke mie goreng kesukaannya, Junior menyangkal tuduhan tersebut. "Aku cuma tanya aja udah dituduh mau isengin dia."
"Den Junior mencurigakan, soalnya."
"Habisnya, aku penasaran. Soalnya tadi pas ketemu aku udah ngomong panjang kali lebar, itu anak cuma bengang-bengong."
Asih tertawa kecil. "Wajar, Den. Kalau banyak diam. Ibunya baru meninggal, dia juga masih syok tinggal di sini, ketemu dengan Den Yugo yang kemarin diam sajadisapa,a terus ketemu lagi sama Den Junior yang kelakuannya aneh-aneh."
"Junior nggak aneh-aneh ya, Bi," protesnya dengan mulut penuh mie instan. "Memangnya, kemarin Bang Yugo diem aja ditanya sama dia?"
Asih tidak mau menjelaskan secara mendetail karena takut menjelek-jelekan majikan. Tapi, untuk urusan yang satu itu Junior juga sudah bisa menebak kalau Yugo paling anti dekat-dekat dengan orang yang tidak sekelas dengannya.
"Pokoknya, Bibi ingetin ya, jangan gangguin Non Mahes anaknya polos banget loh, dia juga masih pemalu."
"Tenang." Junior melingkar jari pertanda dia sudah berjanji tidak akan mengganggu Mahes.
"Ya sudah, makan dulu Den. Bibi masih banyak pekerjaan yang lain."
*
Sekian lama Mahes ada, keadaan di rumah mulai sedikit berbeda. Junior yang tadinya tidak betah pulang sama sekali sekarang paling tidak beberapa hari sekali dia sudah pulang hanya untuk mengobrol dengan gadis itu. Dia merasa keberadaan Mahes membuatnya sedikit selamat karena Amarta ibunya lagi sering menatap sinis pada gadis itu ketimbang dirinya.
Kolam renang yang biasanya tidak pernah ditengok sekarang ada orang yang bermain-main di dekatnya. Kucing anggora peliharaan Junior hadiah dari saudara sepupunya sekitar 1 tahun lalu yang tidak pernah diajak bermain, sekarang kucing itu kelihatan lebih segar dengan adanya Mahes.
Dia banyak mengubah suasana di rumah ini hingga terasa lebih menyenangkan.
Bukan cuma Junior yang merasa lebih nyaman berada di rumah dengan keberadaan Mahes. Gadis itu juga senang tinggal di sini karena Sudibja memperlakukan dia benar-benar seperti seorang anak.
Selain diberi tempat tinggal, makanan yang layak, pakaian yang bagus, Mahes juga disekolahkan di salah satu sekolah favorit di kota ini. Sudibja juga sudah mengurus berkas-berkas milik Mahes agar masuk sebagai anggota keluarga, sebagai anak bungsunya di rumah ini, dengan status anak angkat hingga teman-teman di sekolahnya yang notaben mahasiswa kaya raya tidak ada yang mengucilkan ataupun meremehkan Mahes.
Maheswari gadis kampung yang dulu kelihatan lugu dan polos sekarang mulai menampakan sisi cantik dalam dirinya. Kulitnya yang kuning langsat alami, juga parasnya ayu tanpa polesan membuat beberapa siswa tertarik padanya. Dalam satu minggu terakhir Mahes mendapatkan setidaknya dua kali pernyataan cinta dari teman sekolahnya.
"Ganteng nggak, Non, orang yang bilang cinta itu?" Asih menggoda Maheswari saat mereka sedang santai bersama membicarakan surat cinta yang diterima gadis itu. Tidak ada teman curhat. Makanya, Asih yang diajak bicara.
"Bi Asih kok, malah mikirin ganteng atau nggak?"
"Kalau ganteng, baik, anak orang terpandang ...." Asih terlalu banyak menyebutkan hal baik untuk satu orang pria, "nggak apa, Non. Siapa tahu jodoh, bisa mengubah hidup."
Mahes menggeleng. "Aku nggak mau berharap mengubah hidup dengan laki-laki, Bi. Mendiang Ibu bilang kalau aku harus manfaatkan keberuntungan ini untuk hidup yang baik. Aku mau sekolah yang benar, kerja, supaya nggak terus menyusahkan Pak Dibja."
"Pak Dibja itu malah senang ada Non Mahes di sini." Asih mengukir senyum. Jika saja Mahes tahu, dulu mereka kelihatan seperti hidup sendiri-sendiri. Yugo yang sibuk, Junior yang tidak pernah pulang, dan Amarta yang senang keluar dengan teman sosialitanya. Sekarang, meskipun dalam kondisi sering berdebat kecil, keberadaan Mahes malah bisa membuat mereka kumpul. Sudibja juga merasa senang saat waktunya makan malam ada orang yang menemaninya.
"Bibi mau kerja lagi, ya." Asih menyadari kalau dia sudah cukup lama duduk menobrol di kamar Mahes.
Merasa bosan, Mahes keluar dari kamar. Sepi. Selalu begini yang dia rasakan. Tidak ada yang mebuat nyaman di sini kecuali berada di kamarnya sendiri atau pergi ke kolam renang di rumah ini.
Gadis itu berjalan di pinggir kolam. Lama dia menikmati tempat ini, ada hasrat ingin menceburkan diri ke dalam kolam tersebut. Tapi, dia takut. Amarta mbisa marah karena pasti dia jijik airnya tercemar dengan tubuh Maheswari yang kotor. Belum lagi perkara dia malu karena ada Yugo dan Junior di rumah ini--sekalipun mereka jarang datang.
Mahes berjongkok, mencelupkan tangannya ke dalam air, menyibak dengan tatapan penuh kekaguman.
Junior yang diam-diam memperhatikan tahu kalau Mahes sebetulnya ingin berenang di kolam itu.
Harusnya dia coba saja, tidak perlu malu-malu. Lagi pula, tidak ada yang pernah pakai kolam itu di rumah ini. Sebuah fasilitas di dalam rumah di rumah yang disediakan hanya untuk disia-siakan karena semua sibuk di luar.
Amarta tidak akan mau memakainya kecuali kalau dia sedang mood, Yugo hanya pulang sesekali kalau ada perlu penting, sedangkan Junior jarang pmada di rumah. Mahes harusnya memakai saja. Dia bisa kok, pakai baju renang yang tertutup agar merasa lebih nyaman.
Mengendap-endap, Junior mendekati Mahes yang sepertinya entah terlalu asyik atau melamun sampai tidak menyadari keberadaannya.
"Masuk sana!" Dengan keisengannya Junior mendorong Mahes hingga tercebur ke kolam. Sudah waktunya kolam renang di rumah mereka kembali terpakai.
Mahes tercebur tangannya terangkat ke atas berusaha mencari pegangan. Dia tersedak air, matanya juga perih. Sementara Junior malah asyik menertawakan.
"Ya ampun, lo mau berenang sini aja malu-malu, nih gue pinjemin Lo bisa berenang sepuasnya!"
Junior masih berdiri di pinggir kolam, cekikikan melihat Mahes yang berusaha naik. Beberapa saat kemudian saat Mahes mulai kelihatan lemas, dia baru sadar kalau gadis itu tidak bisa berenang.
"Shit!" Junior menceburkan diri ke kolam menyelamatkan Mahes. Dia terkulai lemas ketika diangkat.
"Heh, bangun!" Junior mengguncang tubuh Mahes yang kelihatan tidak berdaya. "Jangan bikin gue masuk penjara, dong."
Junior takut kalau ada yang melihat ini dia dikira penganiayaan terhadap Mahes. Dalam keadaan panik Junior coba menyelamatkan dengan menekan dada untuk mengeluarkan air.
Mahes memuntahkan air, lalu batuk. Junior menariknya lalu memeluk dia. "Untung lo hidup. Sorry ya, gue nggak tahu kalau lo nggak bisa renang."
Mahes tertegun, dia masih linglung saat Junior memeluknya. Dan setelah tenaganya terkumpul gadis itu berang. Didorongnya Junior, lalu dia tampar wajahnya.
"Loh, kok gue ditabok?" Junior kaget. "Eh, gue baru selamatin hidup lo, ya!"
"Kamu jangan manfaatin aku untuk dilecehkan. Aku memang anak kampung, tapi nggak berarti bisa pegang dada aku sembarangan!"
"Pegang dada lo" Junior kaget. "Gue nggak sebejat itu, ya!"
Tadinya Junior mau marah soal kebodohan Mahes yang mengira kalau bantuan darinya adalah sebuah pelecehan. Tapi, saat melihat gadis itu berderai air mata dan juga wajahnya semakin pucat, laki-laki itu enggan untuk berdebat.
"Terserah deh mau dipikir kayak mana! Yang jelas gue tadi cuma mau nolong lo biar tetap hidup!"
Junior kemudian meninggalkannya, saat beberapa langkah menjauh dia berbalik untuk berteriak, "Ganti baju sana buruan, ntar lo masuk angin. Nanti gue suruh Bi Asih untuk buatin minuman hangat untuk lo."
Junior pergi. Dia juga sebenarnya kaget, kenapa tadi bisa berinisiatif seperti itu. Ini pertama kali dia merasakan pegang dada wanita. Niatnya sih, tadi cuma mau memberikan pertolongan. Tapi, gara-gara Mahes berpikir lain, Junior juga jadi oleng.
Apa iya, tadi dia pegang dadanya?
"Aduh, gila!" Dia memukul kepala sendiri. Biar bagaimanapun juga sekarang Mahes adalah adiknya. Mana mungkin dia berani macam-macam.
"Lupain, Jun! Lupain!"
Lenguhan wanita itu terdengar jelas."Ah, iya terus Sayang ...." Dengan rintihan tertahan dia meminta agar dipuaskan."Kamu nakal, ya. Hemh .....""Nggak nakal, Beb." Suaranya sangat menggoda, terdengar sensual. "Kamu yang bikin aku ketagihan.""Yugo nggak bisa, 'kan, bikin kamu begini?""CK! Ngapain bahas Yugo di saat aku lagi gini?" Dia terdengar kesal. "Yugo tuh lemah. Aku ajak dia masa nggak mau. Bilangnya nanti nunggu nikah aja. Ya, kali aku ajak enak nggak mau! Apa coba, namanya kalau dia bukan gay?""Ya, mana tahu dia laki-laki baik." Lelaki itu berujar tidak jelas karena dia mulai mencecapi leher jenjang sang wanita."Ya kalau dia nggak nafsu sama cewek, aku yang sengsara nanti kalau dijadiin istri dia. Lagian, dia nyebelin karena nurut banget ke mamanya yang kayak Mak Lampir itu!""Udah ah, nggak usah ngomong terus. Mending lanjut." Wanita yang telah polos tanpa apa pun melingkarkan tangan di leher lelaki yang berada di atasnya.Sang laki-laki pada akhirnya membuat wanita yan
Mahes hanya ingat dia dilecehkan berkali-kali hingga beberapa detik sebelum pingsan dia merasa ada sesuatu yang hangat masuk dalam tubuhnya.Pagi ini dia membuka mata dalam kondisi sudah berbaring di kamarnya, pakaian pun sudah diganti dengan yang lain. Apa, Yugo yang melakukannya untuk menghilangkan bukti?Asih, apa dia tahu apa yang terjadi antara Yugo dan Mahes semalam?"Mahes!" Junior pulang paginya ini sudah siang gadis itu belum juga keluar dari kamar. "Oi, bungsu pengganti gue, bangun, Kebo!"Mahes berbaring, seluruh tubuhnya terasa sakit apalagi hatinya. Kalau dia ceritakan apa yang terjadi, apa yang Yugo lakukan padanya apa ada orang yang akan percaya padanya?"Mahes, Kebo!" Junior masih memanggil. "Astaga lo kebo banget, deh. Ini udah jam tujuh belum bangun juga."Mahes menutup telinga, saat ini mendengar suara laki-laki siapa pun itu membuat dadanya seperti ditusuk ratusan jarum.Pintu dibuka, kebetulan tidak dikunci. Junior cuma bisa geleng-geleng lihat Mahes masih menutup
Mahes hanya ingat dia dilecehkan berkali-kali hingga beberapa detik sebelum pingsan dia merasa ada sesuatu yang hangat masuk dalam tubuhnya.Pagi ini dia membuka mata dalam kondisi sudah berbaring di kamarnya, pakaian pun sudah diganti dengan yang lain. Apa, Yugo yang melakukannya untuk menghilangkan bukti?Asih, apa dia tahu apa yang terjadi antara Yugo dan Mahes semalam?"Mahes!" Junior pulang paginya ini sudah siang gadis itu belum juga keluar dari kamar. "Oi, bungsu pengganti gue, bangun, Kebo!"Mahes berbaring, seluruh tubuhnya terasa sakit apalagi hatinya. Kalau dia ceritakan apa yang terjadi, apa yang Yugo lakukan padanya apa ada orang yang akan percaya padanya?"Mahes, Kebo!" Junior masih memanggil. "Astaga lo kebo banget, deh. Ini udah jam tujuh belum bangun juga."Mahes menutup telinga, saat ini mendengar suara laki-laki siapa pun itu membuat dadanya seperti ditusuk ratusan jarum.Pintu dibuka, kebetulan tidak dikunci. Junior cuma bisa geleng-geleng lihat Mahes masih menutup
Satu minggu terlewati, Mahes tidak pernah mau bilang Apa yang sebenarnya terjadi padanya. Sampai Junior nekat datang ke sekolah Mahes melaporkan ke gurunya bahwa mungkin saja ada kekerasan di sekolah yang menyebabkan Mahes trauma.Guru memeriksa beberapa orang yang kenal dekat dengan Mahes satu per satu ditanyakan, apakahada di antara mereka yang melihat atau menjadi pelaku perundungan terhadap Mahes.Sayangnya, tidak satu pun yang mengatakan mengetahui kejadian itu mereka cuma bilang kalau tiga hari setelah Mahes tidak masuk sekolah saat datang kembali wajahnya sudah kelihatan lebam dan juga dia jauh lebih diam dari biasanya.Junior menunggu konfirmasi, dia hanya mendapat laporan bahwa tidak ada satu pun siswa di sekolah ini yang melakukan perisakan atau menyiksa Mahes seperti yang dituduhkan. Kalaupun ada, sudah pasti terekam CCTV ataupun seandainya dilakukan di luar sekolah, itu berarti di luar kendali para guru ataupun staf di sini. Yang jelas Junior sebagai keluarga harus memasti
Junior orang yang acak. Dia biasa melakukan apa-apa tidak teratur. Untuk mencari Mahes yang belum pulang, dia mulai menyusuri dari sekolah sampai mencari teman sekolahnya yang mungkin tahu di mana gadis itu berada.Beda dengan Yugo. Dia yang sudah jauh lebih dewasa berusaha untuk tenang dulu memikirkan kemungkinan terbesar di mana Mahes saat ini.Yugo tentu menyimpan alamat Mahes karena sebelum gadis itu masuk ke rumah dia sudah membicarakan ini dengan Sudibja.Seseorang yang tidak punya siapa-siapa dan tidak tahu mau ke mana, ke mana lagi kalau bukan pulang ke rumah lamanya.Ya, benar saja ketika dia ke sana Mahes tengah duduk sendiri di teras rumah, wajahnya pucat dia mungkin kelaparan.Yugo memberikan jaketnya. Mahes merangkak mundur, urat-urat di wajahnya menegang."Kamu mikirin apa?" Yugo bertanya dingin. "Jangan kamu kira kalau aku akan mengulangi kecerobohan yang kemarin!"Mahes menutup dirinya. Perempuan itu jengkel sendiri karena dia tidak punya kekuatan untuk memaki atau men
Yugo mengambil alih situasi. Dia sudah menduga kalau memang Amarta akan marah besar padanya. Laki-laki itu memang tidak menyukai Mahes, tapi bukan berarti tidak punya hati nurani."Junior benar, Ma. Ini udah malam. Mama nggak perlu marahi dia sekarang.""Yugo, kamu kenapa sekarang ikut-ikutan adik dan papa kamu?"Yugo mengangkat bahu. Dia memeluk Amarta untuk berpamitan. "Aku capek, besok masih ada urusan.""Kamu mau pulang?""Hmh."Amarta mencebik. Dia pikir Mahes malam ini sangat beruntung karena baik Junior atau Yugo membelanya. Belum lagi Sudibja yang langsung menyuruh Mahes masuk dan istirahat.Yugo melintasi Junior."Tumben, lo bisa kompak dengan gue." Junior menyindir Yugo. Biasanya, apa pun yang dilakukan Junior akan bertolak belakang dengan pilihan Yugo. Itu sebabnya Amarta selalu menjadikan dia anak kebanggaan.Yugo menyipitkan mata. "Kamu nggak usah terlalu ikut campur dengan dia.""Lo nggak ada hak buat ngatur gue."Junior masuk menyusul Mahes. Menunggu sampai satu jam set
Mata Mahes terbuka perlahan, mengungkapkan lingkungan yang familiar; kamarnya. Namun, bukannya memberikan rasa nyaman, kesadaran ini justru membuatnya tersentak kaget. Dia duduk tegak di tempat tidur, merasa bingung dan linglung. "Lo sudah bangun?" suara Junior terdengar dari luar kamar. Dia mengintip melalui celah pintu, hati-hati memastikan tidak melanggar batas privasi Mahes. Meski dia adalah kakak angkat, tetap saja Mahes adalah perempuan dan Junior tahu betul dia tidak bisa sembarangan masuk ke kamarnya. Mahes belum merespon, dan itu cukup bagi Junior untuk menebak apa yang sedang dia pikirkan. Dengan ekspresi serius dan penuh kekhawatiran, Junior berdiri di ambang pintu, berusaha memberikan penjelasan yang masuk akal. "Lo jatuh ke kolam tadi, terus Bi Asih yang bantuin Lo ganti baju dan lainnya. Gue nggak lihat apa-apa, kok," kata Junior dengan nada meyakinkan. Dia berusaha menenangkan Mahes, meyakinkan gadis itu bahwa dia tidak melakukan apa-apa yang tidak pantas. "Suer!"
Bodoh, Yugo kenapa harus merasa gugup hanya karena ditanya Junior? Adiknya itu hanya pemuda yang tidak perlu dianggap serius kalau soal apa yang dibicarakan."Papa sama mama belum pulang?""Belum." Junior mengangkat bahu. "Lo jangan nggak jawab, tadi gue nanya kenapa Lo nyariin Mahes?"Yugo tersenyum miring. Dia pergi ke belakang untuk mengambil minum sendiri, sekalian mencari alasan supaya Junior tidak mengawasinya terus.Selesai minum, tidak mungkin juga Yugo berdiam diri di dapur, terpaksa harus kembali ke depan untuk duduk selayaknya tamu. Judnior duduk di depan Yugo, dia ingin mendapat jawaban kenapa kakaknya itu harus pulang ke rumah buru-buru hanya untuk mencari Mahes."Lo kayakya bubur-buru ke sini, Bang."Yugo mencebik. "Udahlah, kamu nggak perlu bahas hal yang nggak penting. Aku kesini cuma karena ada keperluan aja dan tadi itu kamu salah denagr. AKu bukan manggil Mahes!"Junior memicing matanya. "Gue nggak yakin sama omongan lo.""Terserah!" Yugo terus menghindar ketika di
Angela yakin bahwa rencananya akan berjalan dengan sempurna. Dia telah merancang skenario yang cermat untuk memecah belah Yugo dan Andara, berharap bisa menghancurkan hubungan mereka. Tapi, realitas yang pahit harus dia hadapi. Angela gagal. Setelah segala usaha dan taktiknya, Angela harus mengakui bahwa dia tidak berhasil membuat Siena membenci Andara. Sebaliknya, Siena yang polos dan berhati baik, tetap menerima Andara dengan tangan terbuka. Siena, dengan kepolosannya, melihat Andara bukan sebagai musuh, tapi sebagai calon ibunya. Dia melihat kebaikan hati Andara dan cinta yang tulus dari Andara kepada ayahnya. Angela, yang selalu berusaha menanamkan keraguan dan kebencian pada hati Siena, harus menerima kenyataan bahwa dia tidak bisa mengubah pandangan Siena terhadap Andara. **** Hari itu, kantor tampak lebih sibuk dari biasanya. Telepon berdering tanpa henti, mesin fotokopi berbunyi keras, dan suara keyboard yang dipukul oleh jari-jari cepat menciptakan simfoni yang khas di r
Yugo mempersiapkan dirinya untuk menjemput Andara. Mobilnya, yang berkilauan bersih dan rapi, terasa seperti ekstensi dari dirinya sendiri, siap untuk mengambil peran penting dalam hari ini. Dia memeriksa jam tangan dan tersenyum puas. Tepat waktu.Dia memacu mobilnya melalui jalanan yang biasa dia lalui, tetapi kali ini dengan suasana hati yang berbeda. Dia menikmati setiap putaran, setiap lampu lalu lintas, dan setiap detik dalam perjalanan ini. Tiba di rumah Andara, dia melihat sosok yang sudah dinantikan berdiri di depan rumah, menunggu.Yugo memarkir mobilnya dengan hati-hati dan turun. Dia menutup pintu mobil dan berjalan menuju Andara. Dia menatapnya, membiarkan matanya meresap ke dalam kecantikan Andara yang mempesona. Sebuah pujian meluncur dari bibirnya, "Kamu cantik hari ini."Andara tersenyum, pipinya sedikit memerah. Dia berterima kasih dan membalas pujian Yugo, "Makasih, Mas Yugo. Kamu juga tampak tampan." Ada rona bahagia di wajahnya yang membuat Yugo merasa berharga.Y
Keramaian kantor dipenuhi oleh suara keyboard yang berdenting dan bisikan-bisikan dari rekan-rekan kerja yang saling berkomunikasi. Di tengah kebisingan itu, Andara mendengar suara lembut namanya dipanggil melalui sistem interkom. Yugo meminta Andara untuk datang ke ruangannya, ada hal penting yang ingin dibicarakannya.Andara berjalan menuju ruangan Yugo dengan berbagai pikiran yang berkecamuk di kepalanya. Mungkinkah ada tugas tambahan yang harus dikerjakan? Atau mungkin ada proyek baru yang perlu dibahas? Namun, ketika dia membuka pintu ruangan Yugo, suasana yang ia temui tidak sesuai dengan apa yang ia perkirakan. Yugo, dengan serius, malah membicarakan soal kehidupan pribadi mereka."Umh, Siena ingin mengajakmu makan malam di rumah," kata Yugo tiba-tiba, tanpa adanya pembukaan pembicaraan.Andara tampak tercengang, merasa kikuk. Dia tidak bisa menyembunyikan rasa penasaran dan sedikit bingung yang terpampang di wajahnya. "Kamu mau ajak aku makan malam?" tanyanya, dengan suara yan
Andara menatap Yugo dengan rasa penasaran yang mendalam. Matanya menyapu kontur wajah Yugo, mencari-cari sesuatu yang berbeda. Dia merasa ada yang tidak biasa tentang Yugo hari ini."Kamu kenapa?" tanya Yugo, mencoba meraba-raba apa yang mungkin terjadi.Andara menatap balik Yugo, matanya bersinar dengan semacam ketidaknyamanan yang sulit diartikulasikan. "Nggak kenapa-napa," jawabnya, seringai paksa menghiasi wajahnya.Yugo merasa seperti ada sesuatu yang disembunyikan Andara."Apa tempat ini kurang nyaman buatmu?" tanya Yugo, mencoba mencari tahu apa yang membuat Andara merasa tidak nyaman.Andara menatap sekeliling, memperhatikan suasana sekitar mereka. "Nyaman, kok, Pak," jawabnya, mencoba menenangkan Yugo. Sayangnya, dia menggunakan panggilan yang salah untuk kekasihnya itu hingga membuat dia memberengut.Sadar akan kesalahannya, Andara segera meralat panggilannya. "Oh, oke, akj nggak panggil 'Pak'. Aku akan panggil kamu Mas. Oke?" ujar Andara dengan nada yang lebih ringan, menco
Yugo hari ini mengantarkan Siena ke rumah Angela. Selain karena memang hari ini jatahnya untuk bersama ibunya, dia juga ada acara dengan Andara. Tidak enak kalau Siena diajak. Ini pasti akan membuat tidak nyaman baik antara Siena ataupun Andara."Aku titip Siena."Angela mendengkus. Yugo ini sungguh bersikap tidak pantas dengan berkata seperti itu pada sosok wanita yang merupakan ibu kandungnya Siena."Aku ini ibunya, kamu nggak perlu cemas." Angela merangkul pundak Siena, menunjukkan keakraban di antara mereka.Yugo merotasi mata. Angela itu bukan ibu yang bisa dipercaya. Buktinya saja, saat acara ulang tahun Siena, dia malah memilih untuk buru-buru pergi."Papa akan jemput nanti malam," ujar Yugo kepada Siena."Iya, Pa," jawab Siena dengan senyum manisnya. Yugo pergi meninggalkan rumah besar tersebut. Mobil hitamnya menghilang di belokan jalan, meninggalkan debu putih yang berterbangan di udara.Sementara itu, Angela mengajak Siena masuk ke dalam rumah dan menuju taman belakang yan
Hari ini adalah hari yang cukup sibuk bagi Yugo. Dia memiliki urusan di luar kantor yang harus diselesaikan. Untungnya, sekretarisnya, Irena, telah menyiapkan segalanya dengan baik. Dari jadwal pertemuan hingga dokumen-dokumen yang diperlukan. Sehingga, semua berjalan lancar dan tidak ada masalah yang muncul.Tapi, meski segala sesuatunya tampak berjalan baik-baik saja, Irena merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ekspresi wajah Yugo tampak berbeda dari biasanya. Biasanya dia tampak tenang dan percaya diri tetapi hari ini ada kerutan di dahi dan matanya terlihat lelah seolah-olah sedang memikirkan sesuatu yang serius.Irena merasa curiga dan mulai bertanya-tanya dalam hati apakah dia telah melakukan kesalahan atau ada sesuatu yang belum ia selesaikan dengan baik sehingga membuat bosnya itu tampak gelisah. "Pak," tanyanya ketika mereka dalam perjalanan kembali ke kantor setelah menyelesaikan urusan di luar tadi. Suaranya dipenuhi kekhawatiran.Yugo menoleh padanya, tanpa menjawab langsung
Pagi itu, Yugo terlihat terenyum sendiri. Cahaya matahari pagi yang hangat menyinari wajahnya yang tampak bersemu. Dia duduk di meja makan dengan secangkir kopi di tangannya, matanya menatap jauh ke luar jendela.Sementara itu, Siena, putri kecil Yugo, sedang memperhatikan ayahnya dari ujung meja. Matanya yang bulat besar tampak penuh rasa penasaran dan bingung. "Papa kenapa?" tanya Siena dengan nada polos. Yugo menoleh dan melihat Siena dengan senyum lembut di wajahnya. "Papa nggak kenapa-napa," jawabnya sambil mengelus kepala Siena lembut. "Tapi aku lihat Papa senyum terus dari tadi," sahut Siena sambil mengerucutkan bibirnya, seolah tidak percaya dengan jawaban ayahnya. Yugo hanya tertawa mendengar perkataan putrinya tersebut. "Itu cuma perasaanmu," balas Yugo sambil kembali menyeruput kopinya.Namun dalam hati, Yugo merasa bahagia, senyumannya adalah refleksi dari perasaan bahagianya karena Andara telah membalas cintanya. Setelah menyelesaikan kopinya, Yugo bangkit dari kurs
Yugo tidak bisa mengelak dari pertanyaan yang diajukan oleh Andara. Dia merasa terjepit dan sadar bahwa kebenaran harus dihadapi. Dengan senang hati Yugo mengangguk sebagai tanggapan atas pertanyaan Andara."Kamu menyadarinya?" tanya Yugo dengan suara yang lemah.Andara mengiyakan. Dia telah menyadari kebenaran yang tersembunyi sejak awal melihat fitur-fitur wajah anak itu dan langsung tahu kemiripannya dengan Yugo. "Sejak awal saya bertemu dengannya, wajah anak itu terlihat familiar, dan saya langsung sadar bahwa itu adalah fitur-fitur wajah Bapak."Yugo menipiskan bibirnya. Dia tahu bahwa masa lalu kelamnya telah mempengaruhi kehidupan orang-orang di sekitarnya, termasuk putra yang tidak pernah mengetahui hubungan biologis mereka."Itu masa lalu, Pak," kata Andara dengan lembut. Dia ingin Yugo tahu, meskipun masa lalu kelam itu ada di sana, Andara ingin memastikan bahwa mereka bisa melanjutkan hidup dan menciptakan masa depan yang lebih baik.Yugo tersenyum hangat saat mendengar ka
Andara merasakan wajahnya memerah, panas oleh rasa malu yang menghampiri. Dia membungkukkan badan, meminta maaf pada Yugo."Maaf, Pak." Andara merasa benar-benar kikuk dan napasnya juga tidak beraturan."Andara!" Yugo sedikit menyentak karena dia tidak mau wanita itu merasa bersalah. Yugo memegang bahunya, mencoba membuat dia tenang. "Tenanglah," ujarnya pelan.Andara merasa seolah-olah oksigen di sekitarnya semakin habis. Rasa cemas dan takutnya membuatnya sulit bernapas secara normal.Yugo menarik sudut bibirnya membentuk senyuman tipis. Dia berbahagia sekaligus mencoba mengerti dan simpati. Dia tahu betul bahwa Andara sedang mengalami tekanan emosional yang besar dan dia berusaha sebaik mungkin untuk menjadi penenang baginya."Jangan masuk dulu," ucap Yugo sambil bersandar di mobil, matanya menatap langit yang gelap. Ada sesuatu yang membuatnya terpesona dan terpikirkan. Andara merasa ragu, tapi dia memutuskan untuk mengikuti apa yang Yugo lakukan.Dia bergabung dengan Yugo, men