Bodoh, Yugo kenapa harus merasa gugup hanya karena ditanya Junior? Adiknya itu hanya pemuda yang tidak perlu dianggap serius kalau soal apa yang dibicarakan."Papa sama mama belum pulang?""Belum." Junior mengangkat bahu. "Lo jangan nggak jawab, tadi gue nanya kenapa Lo nyariin Mahes?"Yugo tersenyum miring. Dia pergi ke belakang untuk mengambil minum sendiri, sekalian mencari alasan supaya Junior tidak mengawasinya terus.Selesai minum, tidak mungkin juga Yugo berdiam diri di dapur, terpaksa harus kembali ke depan untuk duduk selayaknya tamu. Judnior duduk di depan Yugo, dia ingin mendapat jawaban kenapa kakaknya itu harus pulang ke rumah buru-buru hanya untuk mencari Mahes."Lo kayakya bubur-buru ke sini, Bang."Yugo mencebik. "Udahlah, kamu nggak perlu bahas hal yang nggak penting. Aku kesini cuma karena ada keperluan aja dan tadi itu kamu salah denagr. AKu bukan manggil Mahes!"Junior memicing matanya. "Gue nggak yakin sama omongan lo.""Terserah!" Yugo terus menghindar ketika di
"Mama?"Junior kaget karena disentak barusan Amarta, dia tidak bisa menahan emosinya kemudian menarik si Bungsu menjauh dari Mahes. Dia menunjuk gadis itu memarahinya dengan begitu keji."Kamu sudah numpang di sini, bisa-bisanya keganjenan dengan anakku!" Amarta berteriak malam-malam. Tidak peduli Junior mencoba untuk menjelaskan atau Mahes yang berusaha menyangkal tuduhannya, tetap tidak didengarkan."Hes, kamu masuk aja. Biar gue yang jelasin ke mama."Mahes yang belum tahu harus melakukan apa memilih untuk mendengarkan Junior. Tapi, langkahnya kembali ditahan karena Amarta menyuruh dia untuk tetap di tempat."Ngapain kamu suruh dia masuk, Jun? Kamu nggak mau kalau anak itu Mama kasih tahu apa yang salah dari tindakannya saat ini?""Mama salah paham. Nggak perlu juga marah kayak gini untuk hal yang Mama nggak tahu apa kenyataannya.""Kenyaataan yang gimana yang kamu maksud, Jun? Kenyataan kalau kamu tadi asyik berdua dengan dia di sini hah!" Amarta jauh lebih garang dari yang sebelu
Untuk beberapa saat Junior tidak tahu harus berkata apa ada perasaan menyengat dalam hatinya yang tidak bisa dia definisikan perasaan semacam apa ini.Mahes yang masih berbaring di bed hospital setelah diperiksa hanya meringkuk tidak berani menatap wajah Junior saat ini."Dokter pasti salah. Nggak mungkin adik saya hamil."Dokter meyakinkan dengan pasti bahwa hasil pemeriksaannya benar. Junior bahkan diminta untuk pergi ke dokter kandungan untuk memeriksakannya sekali lagi."Adik kamu memang hamil dan kondisi janinnya lemah. Pertimbangkan ini dengan keluarga kalian." Hanya itu kata terakhir yang dokter ucapkan Junior benar-benar dibuat bingung dengan apa yang terjadi saat ini.Ya apa pun itu, saat ini faktanya sudah tidak bisa dielak. Junior kemudian mengajak Mahes untuk pulang. Asih yang menemani seperti bisa menebak apa yang terjadi dengan Mahes. Perempuan paruh baya itu bersedih tapi tidak berani melakukan apa pun.Junior membawa Mahes pulang. Tapi, di tengah jalan dia meminta agar
Mahes dipaksa untuk mengakui siapa laki-laki yang membuatnya hamil. Sudibja ada di sana untuk membela, dia bilang tidak mungkin Mahes hamil. Gadis itu berasal dari keluarga yang baik. Ibunya orang yang mengajarkan dia soal moral. Ini sungguh mustahil.Sayangnya, saat Amarta menggertak meminta Mahes untuk mengatakan kalau ini adalah kesalahan. Perempuan itu justru tidak bisa mengelak.Diamnya Mahes mengisyaratkan kalau dia memang benar sedang hamil saat ini."Bilang padaku, siapa yang menghamili kamu!"Mahes diam. Dia bergeming meski saat ini semua orang sedang mendesaknya.Sudibja memohon pada Mahes agar mau mengatakan siapa pelakunya. Ya seandainya dinikahi, menikahan mereka tetap tidak sah, setidaknya untuk menyelamtkan Mahes dulu."Kamu bilang denganku, Mahes. Siapa ayah dari bayi yang kamu kandung ini nggak perlu takut."Junior juga ikut berada di ruang tengah tersebut tanpa bisa melakukan apa-apa. Dia takut apa yang akan dilakukannya nanti malah menimbulkan masalah. Walaupun hati
Mahes tidak percaya Junior akan senekat itu mengatakan kalau dia pelakunya. Gadis lemah tersebut sudah menggeleng memohon pada Junior agar tidak meneruskan kebohongan ini karena akan menyusahkannya. Tapi, Junior retap berada di sana melindungi Mahes. Bahkan, dia menggunakan tangannya untuk mengurangi air hujan yang jatuh di kepala Mahes."Bebasin Mahes, aku nggak mau dia dihukum begini."Amarta di depan Junior sudah ingin berteriak, sementara Yugo membekuUntuk alasan apa, Junior sampai nekat mengakui kalau itu perbuatannya dan kenapa Mahes juga tidak mau bjcara kalau Yugo-lah pelakunya.Suasana yang susah untuk dijelaskan, semuanya berada dalam kebingungan dan kemarahan yang besar. Hanya Junior yang tahu apa tujuannya mengatakan kebohongan seperti itu."Junior!" Sudibja tidak kuat, jantungnya nyeri. Dia drop sampai harus dilarikan ke rumah sakit.*Mahes diminta Junior untuk menunggu di rumah,Asih membantu mengurusnya untuk ganti pakaian. Karena kondisi gadis itu sedang hamil muda,
Mahes ikut Junior, pergi ke rumah lama milik gadis tersebut. Ini membuat bingung karena Junior tidak bilang apa-apa sebelumnya dan juga gadis itu tidak berani bertanya apa-apa."Lo tidur di sini dulu malam ini." Junior meminta Mahes untuk masuk, meski dia bukan tuan rumah. "Sementara, jangan pulang dulu ke rumah gue sampai keadaannya aman."Untuk apa yang menimpanya, Mahes jadi gadis yang semakin pendiam. Sepanjang apa pun yang Junior lakukan padanya, tidak ada sepatah kata yang dia ucapkan. Dia malah sibuk mengamati isi rumah.Junior memperhatikan Mahes yang mengeluarkan sesuatu dari dalam tas ransel miliknya. Sebuah pigura kecil foto dirinya dan sang ibu.Junior mengembangkan senyuman. "Sabar ya, gue pasti bisa bantuin Lo untuk bisa lepas dari masalah ini."Mahes menggeleng pelan. "Aku bisa di sini sendiri. Kak Junior bisa pulang.""Gue nggak akan macam-macam, Hes.""Aku juga yakin, kalau orang yang sadar nggak akan mungkin mau mendekati gadis yang tidak seberapa seperti aku ini.""
Junior pulang buru-buru, tidak tahu apa sebabnya saat ini dia kepikiran Mahes. Tadi saat ditinggal dia perutnya sedang sakit, bisa jadi sekarang tambah parah.Tiba di rumah, Junior mengetuk pintu."Hes, lo belum tidur, kan?" Junior mengetuk pintu dulu perlahan. Lelaki itu mengintip di bagian jendela, tidak kelihatan. "Hes?" Junior semakin panik karena belum juga ada jawaban.Junior sedang mempertimbangkan untuk untuk menengok ke jendela kamarnya atau jangan, tiba-tiba sudah terdengar bunyi kunci pintu yang diputar.Mahes muncul dengan wajah pucat."Lo nggak apa-apa, Hes?" Spontan Junior bertanya. Malu sebenarnya karena dia merasa tidak ada urusan dengan Mahes."Nggak kenapa-napa."Meski dijawab dengan sikapnya yang dingin, Junior bisa merasa lega. Dia tahu, saat ini Mahes baik-baik saja. Tapi, sejurus kemudian kedatangan Junior membuat Mahes bingung."Kak Jun kenapa pulang tengah malam begini?"Mau jawab apa lagi. Otomatis, Junior harus mengakui kalau tadi dia kepikiran Mahes bertind
Junior datang ke tempat Mahes. Dia kelihatan tergesa-gesa, juga raut wajahnya tidak tampak seperti biasa."Kak Jun, kenapa?"Junior juga bingung kenapa. Barusan dia mengobrol dengan Yugo. Soal kakaknya yang nanti akan membawa Mahes pergi dan tidak tahu kenapa perasaannya seperti berat. Junior merasa, Yugo tidak akan bisa menjaga Mahes."Mahes, kalau gue punya pilihan untuk lo, kira-kira apa yang akan kamu pilih?"Maheswari, masih tidak paham dengan apa yang sedang dibicarakan Junior saat ini. "Maksudnya gimana, Kak?"Junior duduk di bangku teras. Pertama yang dia katakan adalah soal kondisi mereka saat ini. "Keluarga gue pasti sudah tahu kalau lo ada di sini dengan gue."Mahes tersenyum getir. "Kak Jun kena masalah?""Nggak, bukan gue yang kena masalah tapi lo.""Aku memang sudah punya banyak masalah. Jadi, nggak perlu takut lagi."Junior menghela napas. "Lo nggak bisa sok kuat begini, urusan dengan Yugo atau mama itu nggak akan semudah yang lo pikir."Mahes mengangguk perlahan. "Aku
Angela yakin bahwa rencananya akan berjalan dengan sempurna. Dia telah merancang skenario yang cermat untuk memecah belah Yugo dan Andara, berharap bisa menghancurkan hubungan mereka. Tapi, realitas yang pahit harus dia hadapi. Angela gagal. Setelah segala usaha dan taktiknya, Angela harus mengakui bahwa dia tidak berhasil membuat Siena membenci Andara. Sebaliknya, Siena yang polos dan berhati baik, tetap menerima Andara dengan tangan terbuka. Siena, dengan kepolosannya, melihat Andara bukan sebagai musuh, tapi sebagai calon ibunya. Dia melihat kebaikan hati Andara dan cinta yang tulus dari Andara kepada ayahnya. Angela, yang selalu berusaha menanamkan keraguan dan kebencian pada hati Siena, harus menerima kenyataan bahwa dia tidak bisa mengubah pandangan Siena terhadap Andara. **** Hari itu, kantor tampak lebih sibuk dari biasanya. Telepon berdering tanpa henti, mesin fotokopi berbunyi keras, dan suara keyboard yang dipukul oleh jari-jari cepat menciptakan simfoni yang khas di r
Yugo mempersiapkan dirinya untuk menjemput Andara. Mobilnya, yang berkilauan bersih dan rapi, terasa seperti ekstensi dari dirinya sendiri, siap untuk mengambil peran penting dalam hari ini. Dia memeriksa jam tangan dan tersenyum puas. Tepat waktu.Dia memacu mobilnya melalui jalanan yang biasa dia lalui, tetapi kali ini dengan suasana hati yang berbeda. Dia menikmati setiap putaran, setiap lampu lalu lintas, dan setiap detik dalam perjalanan ini. Tiba di rumah Andara, dia melihat sosok yang sudah dinantikan berdiri di depan rumah, menunggu.Yugo memarkir mobilnya dengan hati-hati dan turun. Dia menutup pintu mobil dan berjalan menuju Andara. Dia menatapnya, membiarkan matanya meresap ke dalam kecantikan Andara yang mempesona. Sebuah pujian meluncur dari bibirnya, "Kamu cantik hari ini."Andara tersenyum, pipinya sedikit memerah. Dia berterima kasih dan membalas pujian Yugo, "Makasih, Mas Yugo. Kamu juga tampak tampan." Ada rona bahagia di wajahnya yang membuat Yugo merasa berharga.Y
Keramaian kantor dipenuhi oleh suara keyboard yang berdenting dan bisikan-bisikan dari rekan-rekan kerja yang saling berkomunikasi. Di tengah kebisingan itu, Andara mendengar suara lembut namanya dipanggil melalui sistem interkom. Yugo meminta Andara untuk datang ke ruangannya, ada hal penting yang ingin dibicarakannya.Andara berjalan menuju ruangan Yugo dengan berbagai pikiran yang berkecamuk di kepalanya. Mungkinkah ada tugas tambahan yang harus dikerjakan? Atau mungkin ada proyek baru yang perlu dibahas? Namun, ketika dia membuka pintu ruangan Yugo, suasana yang ia temui tidak sesuai dengan apa yang ia perkirakan. Yugo, dengan serius, malah membicarakan soal kehidupan pribadi mereka."Umh, Siena ingin mengajakmu makan malam di rumah," kata Yugo tiba-tiba, tanpa adanya pembukaan pembicaraan.Andara tampak tercengang, merasa kikuk. Dia tidak bisa menyembunyikan rasa penasaran dan sedikit bingung yang terpampang di wajahnya. "Kamu mau ajak aku makan malam?" tanyanya, dengan suara yan
Andara menatap Yugo dengan rasa penasaran yang mendalam. Matanya menyapu kontur wajah Yugo, mencari-cari sesuatu yang berbeda. Dia merasa ada yang tidak biasa tentang Yugo hari ini."Kamu kenapa?" tanya Yugo, mencoba meraba-raba apa yang mungkin terjadi.Andara menatap balik Yugo, matanya bersinar dengan semacam ketidaknyamanan yang sulit diartikulasikan. "Nggak kenapa-napa," jawabnya, seringai paksa menghiasi wajahnya.Yugo merasa seperti ada sesuatu yang disembunyikan Andara."Apa tempat ini kurang nyaman buatmu?" tanya Yugo, mencoba mencari tahu apa yang membuat Andara merasa tidak nyaman.Andara menatap sekeliling, memperhatikan suasana sekitar mereka. "Nyaman, kok, Pak," jawabnya, mencoba menenangkan Yugo. Sayangnya, dia menggunakan panggilan yang salah untuk kekasihnya itu hingga membuat dia memberengut.Sadar akan kesalahannya, Andara segera meralat panggilannya. "Oh, oke, akj nggak panggil 'Pak'. Aku akan panggil kamu Mas. Oke?" ujar Andara dengan nada yang lebih ringan, menco
Yugo hari ini mengantarkan Siena ke rumah Angela. Selain karena memang hari ini jatahnya untuk bersama ibunya, dia juga ada acara dengan Andara. Tidak enak kalau Siena diajak. Ini pasti akan membuat tidak nyaman baik antara Siena ataupun Andara."Aku titip Siena."Angela mendengkus. Yugo ini sungguh bersikap tidak pantas dengan berkata seperti itu pada sosok wanita yang merupakan ibu kandungnya Siena."Aku ini ibunya, kamu nggak perlu cemas." Angela merangkul pundak Siena, menunjukkan keakraban di antara mereka.Yugo merotasi mata. Angela itu bukan ibu yang bisa dipercaya. Buktinya saja, saat acara ulang tahun Siena, dia malah memilih untuk buru-buru pergi."Papa akan jemput nanti malam," ujar Yugo kepada Siena."Iya, Pa," jawab Siena dengan senyum manisnya. Yugo pergi meninggalkan rumah besar tersebut. Mobil hitamnya menghilang di belokan jalan, meninggalkan debu putih yang berterbangan di udara.Sementara itu, Angela mengajak Siena masuk ke dalam rumah dan menuju taman belakang yan
Hari ini adalah hari yang cukup sibuk bagi Yugo. Dia memiliki urusan di luar kantor yang harus diselesaikan. Untungnya, sekretarisnya, Irena, telah menyiapkan segalanya dengan baik. Dari jadwal pertemuan hingga dokumen-dokumen yang diperlukan. Sehingga, semua berjalan lancar dan tidak ada masalah yang muncul.Tapi, meski segala sesuatunya tampak berjalan baik-baik saja, Irena merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ekspresi wajah Yugo tampak berbeda dari biasanya. Biasanya dia tampak tenang dan percaya diri tetapi hari ini ada kerutan di dahi dan matanya terlihat lelah seolah-olah sedang memikirkan sesuatu yang serius.Irena merasa curiga dan mulai bertanya-tanya dalam hati apakah dia telah melakukan kesalahan atau ada sesuatu yang belum ia selesaikan dengan baik sehingga membuat bosnya itu tampak gelisah. "Pak," tanyanya ketika mereka dalam perjalanan kembali ke kantor setelah menyelesaikan urusan di luar tadi. Suaranya dipenuhi kekhawatiran.Yugo menoleh padanya, tanpa menjawab langsung
Pagi itu, Yugo terlihat terenyum sendiri. Cahaya matahari pagi yang hangat menyinari wajahnya yang tampak bersemu. Dia duduk di meja makan dengan secangkir kopi di tangannya, matanya menatap jauh ke luar jendela.Sementara itu, Siena, putri kecil Yugo, sedang memperhatikan ayahnya dari ujung meja. Matanya yang bulat besar tampak penuh rasa penasaran dan bingung. "Papa kenapa?" tanya Siena dengan nada polos. Yugo menoleh dan melihat Siena dengan senyum lembut di wajahnya. "Papa nggak kenapa-napa," jawabnya sambil mengelus kepala Siena lembut. "Tapi aku lihat Papa senyum terus dari tadi," sahut Siena sambil mengerucutkan bibirnya, seolah tidak percaya dengan jawaban ayahnya. Yugo hanya tertawa mendengar perkataan putrinya tersebut. "Itu cuma perasaanmu," balas Yugo sambil kembali menyeruput kopinya.Namun dalam hati, Yugo merasa bahagia, senyumannya adalah refleksi dari perasaan bahagianya karena Andara telah membalas cintanya. Setelah menyelesaikan kopinya, Yugo bangkit dari kurs
Yugo tidak bisa mengelak dari pertanyaan yang diajukan oleh Andara. Dia merasa terjepit dan sadar bahwa kebenaran harus dihadapi. Dengan senang hati Yugo mengangguk sebagai tanggapan atas pertanyaan Andara."Kamu menyadarinya?" tanya Yugo dengan suara yang lemah.Andara mengiyakan. Dia telah menyadari kebenaran yang tersembunyi sejak awal melihat fitur-fitur wajah anak itu dan langsung tahu kemiripannya dengan Yugo. "Sejak awal saya bertemu dengannya, wajah anak itu terlihat familiar, dan saya langsung sadar bahwa itu adalah fitur-fitur wajah Bapak."Yugo menipiskan bibirnya. Dia tahu bahwa masa lalu kelamnya telah mempengaruhi kehidupan orang-orang di sekitarnya, termasuk putra yang tidak pernah mengetahui hubungan biologis mereka."Itu masa lalu, Pak," kata Andara dengan lembut. Dia ingin Yugo tahu, meskipun masa lalu kelam itu ada di sana, Andara ingin memastikan bahwa mereka bisa melanjutkan hidup dan menciptakan masa depan yang lebih baik.Yugo tersenyum hangat saat mendengar ka
Andara merasakan wajahnya memerah, panas oleh rasa malu yang menghampiri. Dia membungkukkan badan, meminta maaf pada Yugo."Maaf, Pak." Andara merasa benar-benar kikuk dan napasnya juga tidak beraturan."Andara!" Yugo sedikit menyentak karena dia tidak mau wanita itu merasa bersalah. Yugo memegang bahunya, mencoba membuat dia tenang. "Tenanglah," ujarnya pelan.Andara merasa seolah-olah oksigen di sekitarnya semakin habis. Rasa cemas dan takutnya membuatnya sulit bernapas secara normal.Yugo menarik sudut bibirnya membentuk senyuman tipis. Dia berbahagia sekaligus mencoba mengerti dan simpati. Dia tahu betul bahwa Andara sedang mengalami tekanan emosional yang besar dan dia berusaha sebaik mungkin untuk menjadi penenang baginya."Jangan masuk dulu," ucap Yugo sambil bersandar di mobil, matanya menatap langit yang gelap. Ada sesuatu yang membuatnya terpesona dan terpikirkan. Andara merasa ragu, tapi dia memutuskan untuk mengikuti apa yang Yugo lakukan.Dia bergabung dengan Yugo, men