Home / Romansa / Benih Tanpa Cinta / Memberitahu Dias

Share

Memberitahu Dias

Author: Mia Futaba
last update Last Updated: 2023-09-05 19:43:03

Pagi ini Soraya menguatkan diri untuk berangkat kuliah. Orang tuanya bisa-bisa menyeretnya ke dokter kalau ia tidak pergi sekolah lagi. Ia ingin mengulur waktu selama yang ia bisa. Soraya merasa ia masih punya kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Semalam, ia mencari tahu di internet tentang bagaimana cara mengatasi mual di trimester pertama kehamilan. Maka, ia memilih untuk sarapan dengan roti tawar dan selai juga teh hangat ketimbang nasi dan kawan-kawannya. Soraya juga menolak sarapan di meja makan dengan alasan ingin menikmati keindahan bunga-bunga di taman depan rumahnya. Padahal ia tidak tahan dengan bau nasi goreng buatan ibunya.

“Aku berangkat, ya, Bu!” pamit Soraya pada Tanti. Ia mengambil tangan ibunya dan menciumnya sebelum memasuki mobil sang ayah. Tanti mengikutinya dan bersandar di jendela mobil yang terbuka.

“Kalau nanti kerasa nggak enak badan lagi, telpon ibu, ya? Nanti ibu jemput.”

Soraya mengangguk singkat. “Beres, Bu!” Tangannya lincah memasang sabuk pengaman. Ia ingin cepat sampai ke sekolah.

Perjalanan ke sekolah kali ini terasa sangat berbeda. Jantung Soraya berdebar kencang. Otaknya sibuk merancang rencana terbaik untuk memberitahu Dias. Kelas atau kantin jelas bukan tempat yang tepat. Lalu di mana? Soraya memikirkan semua tempat yang memungkinkannya bicara berdua tanpa gangguan dari siapa pun. Ia merasa semua tempat di sekolah tidak aman. Tanpa sadar ia berdecak kesal dan menghela napas.

“Kenapa, Ra? Lagi mikirin apa?” Suara ayah Soraya membuat Soraya kembali dari keruwetan dalam kepalanya.

Soraya menggeleng dan tersenyum sedikit. “Nggak apa-apa, Yah.”

Dedi masih fokus ke jalanan, tapi ia bisa menangkap kalau putrinya menyembunyikan sesuatu.

“Cerita aja! Siapa tahu ayah bisa bantu,” kata Dedi ringan. Jujur ia penasaran dengan Soraya. Akhir-akhir ini putrinya agak berubah.

Soraya melirik ayahnya yang masih terlihat berkonsentrasi dengan padatnya jalanan Jakarta. Dulu ayahnya tidak sebaik itu. Dulu dia seperti kebanyakan ayah di negeri ini, yang merasa sudah cukup menjalankan tugas dengan bekerja dan tidak peduli dengan anak-anaknya.

Dedi pikir, anak adalah urusan istrinya, sedangkan urusannya adalah membiayai kebutuhan keluarga. Ia tak pernah bermain dengan Soraya dan Wiliam, memberi nasihat pada mereka, atau membacakan dongeng sebelum tidur. Ia juga perokok aktif yang sering merokok di dalam rumah. Dedi tidak percaya dengan berbagai peringatan tentang bahayanya asap rokok bagi kesehatan orang lain. Sampai suatu hari Tuhan menamparnya sangat keras. Putra kecilnya sakit, bahkan meninggal karena asap yang ia embuskan setiap hari. Sejak saat itu ia berubah, tak lagi menyentuh rokok. Ia juga berusaha mendekatkan diri pada Soraya, menjaganya sepenuh hati. Penyesalan memang selalu datang terlambat.

Sayangnya bagi Soraya, penyesalan orang tuanya terasa mencekik lehernya. Ke mana ayahnya saat ia dan adiknya butuh perhatian dulu? Kenapa ibunya lebih suka mengobrol dengan tetangga dari pada mendengar cerita Soraya dan Wiliam? Lalu, saat akhirnya Wiliam pergi, mereka baru menyadari kesalahan yang diperbuat. Terlambat. Penyesalan orang tuanya tidak akan pernah mengembalikan adiknya yang begitu baik dan ceria.

“Aku cuma kangen Wili, Yah.”

Topik mengenai Wiliam adalah hal yang sebisa mungkin Soraya hindari. Ia masih sangat kecewa dan sedih. Jauh di dalam hatinya, Soraya menyalahkan ayahnya atas apa yang terjadi pada Wiliam.

Dedi tertegun mendengar putrinya mengungkit tema yang sensitif. Ia sadar diri, jika putranya meninggal karena kebodohan dirinya yang keras kepala.

“Ayah juga kangen banget. Ayah menyesal ....” Dedi menggantung kalimatnya. Tenggorokannya tercekat, seiring rasa sedih yang mulai bergumpal di dadanya.

Soraya tak mengatakan apa pun. Ia tak mau mood-nya semakin berantakan. Ia memilih menyalakan radio dan tenggelam dalam lagu-lagu yang mengalun dari sana.

Ayah Soraya juga sudah tidak bersemangat mengobrol dengan putrinya. Ia kembali teringat akan rasa bersalah yang membebani hatinya. Andai bisa memutar waktu, ia akan melakukan apa saja untuk menebus dosanya pada Wiliam. Tapi itu tidak mungkin. Ia hanya bisa memohon ampun di antara sujudnya sekarang.

Sesampainya di gerbang kampus, Soraya langsung turun setelah mencium tangan sang ayah. Ia sedikit berlari menuju ruang kelasnya di lantai dua.

“Udah sembuh, Ra?” sapa Zia yang sedang duduk-duduk bersama teman-teman di dalam kelas. Stela juga ada di sana, sedang mengobrol dengan Dias dan gerombolannya.

“Udah, Zi. Lagi pada ngomongin apa?” Soraya ikut duduk di sebelah Zia. Dias yang baru menyadari pacarnya datang langsung tersenyum sekilas pada Soraya, lalu kembali larut dalam keributan teman-temannya.

“Kita lagi bahas mau bikin video khusus jurusan kita, buat kenang-kenangan. Entar kalau beberapa tahun lagi kita reuni, video itu bisa diputar. Lagi pada bingung, tuh, mau gimana konsep videonya,” jawab Zia menjelaskan. Soraya mengangguk saja. Ia masih memikirkan cara menyeret Dias pergi dari situ supaya bisa bicara empat mata. Namun, melihat situasi sekarang, sepertinya tidak mungkin ia bisa mengajak Dias melipir berdua. Bisa-bisa mereka jadi bahan bulan-bulanan satu kelas.

"Ah, baru juga pada mau nyusun skripsi, udah mau bikin video jurusan aja," ucap Soraya tersenyum kecut.

“Muka lo masih kelihatan pucat, Ra?” Kali ini Stela yang bertanya. “Kalau belum sembuh bener mendingan istirahat dulu, deh, Ra.”

“Nggak apa-apa, kok. Gue malah tambah pusing kalau di rumah terus, nggak bisa main sama kalian,” ucap Soraya manis.

“Hiliih! Main sama kita apa main sama Dias? Bohong banget, si Sora!” ejek Zia.

Soraya langsung membalas ejekan Zia dengan serangan cubitan ke lengan dan pinggang gadis itu. Stela tertawa melihat dua sahabatnya saling cubit.

Hari itu mereka begitu sibuk membahas tentang tugas akhir. Soraya yang tadinya galau jadi lupa sejenak dengan masalahnya. Ia merasa antusias mendengar ide-ide kreatif teman-temannya yang ajaib. Ada juga yang sudah berencana melanjutkan studi S2 ke luar negeri menggunakan beasiswa. Semangat yang memancar dari teman-temannya membuat Soraya ikut larut. Ia benar-benar lupa dengan masalahnya sampai akhirnya perkuliahan berakhir.

Hari yang begitu seru dan menyenangkan itu telah sampai di ujung waktu. Zia dan Stela mengajak Soraya pergi ke mall, tapi Soraya menolak. Ia beralasan harus cepat pulang karena ibunya masih khawatir. Padahal, ia sudah mengirim pesan pada Dias untuk menunggunya di taman belakang perpustakaan.

Soraya segera bergegas menuju ke sana setelah dua sahabatnya menghilang di ujung jalan. Di sana, Dias sedang bersandar di motor gedenya sambil memainkan ponsel.

“Sory, lama, Yas!” Soraya sedikit terengah-engah karena berlari. Pipinya jadi kemerahan. Dahinya basah oleh keringat. Namun di mata Dias, Soraya terlihat menggemaskan.

“Nggak apa-apa, Sayang. Nungguin kamu sampai tua juga aku sanggup,” kata Dias merayu.

Soraya tersenyum geli dengan gombalan pacarnya. “Lebay!”

Sesaat Soraya lupa dengan tujuannya. Lalu, ketika ia teringat kembali, ia jadi ragu-ragu. Akankah Dias akan tetap semanis ini setelah mendengar kabar yang akan dikatakan Soraya?

“Ehm, Yas ... aku pengin ngomong sesuatu ...,” ucap Soraya sembari melihat sekitar. Keadaan di sana cukup sepi. Memang masih ada orang yang lalu lalang, tapi jaraknya lumayan jauh. Mereka tidak akan bisa mendengar percakapan Soraya. “Duduk di sana dulu, yuk!”

Dias mengangguk dan mengikuti Soraya ke bangku di bawah pohon besar.

“Mau ngomong apa, sih? Serius banget? Jangan bilang rindu, ya? Rindu itu berat, biar aku aja ...,” canda Dias menirukan Dilan. Andai dia tahu sebentar lagi hidupnya akan terguncang, dia tidak akan bisa bercanda.

Soraya mengabaikan lelucon Dias. Ia menunduk, mencoba mengatur degup jantungnya yang tak karuan. Ia gugup sekaligus ragu luar biasa.

“Kamu ... ingat waktu kita ke rumahmu dua bulan lalu?” tanya Soraya pelan.

Dias terdiam. Tentu saja dia ingat. Saat itu adalah saat paling mendebarkan dalam hidupnya. Pertama kalinya ia melihat dan memegang tubuh perempuan.

“Ingat. Kenapa?” balas Dias lembut. Sekelebat bayangan tentang betapa bergeloranya sore itu membuat gairahnya naik.

“Kalau ... aku bilang aku hamil, kamu percaya?” Soraya memandang Dias dengan mata berkaca-kaca. Ia merasa malu, takut, dan gelisah, semua bercampur jadi satu.

Dias terbelalak kaget ketika mendengar kata hamil. “Hamil?”

Soraya menunduk semakin dalam. Air matanya mulai menetes turun sampai ke dagu.

“Kita, kan, cuma main-main! Apa mungkin kamu bisa hamil hanya karena itu? Kita bahkan nggak sampai ...,” Dias memotong kalimatnya dengan erangan putus asa. Ia memegangi kepalanya seakan-akan benda itu bisa lepas. “Kamu nge-prank aku, ya? Ngaku!” Dias tersenyum lebar sambil menarik tangan Soraya. Namun, wajah Soraya yang tidak berubah, melunturkan dugaannya.

Gadis itu membuka resleting depan tasnya dan mengambil bungkusan kecil yang dibalut dengan tisu. Ia meletakkannya di tangan Dias.

“Bukalah! Itu buktinya,” ucap Soraya lirih.

Dias membuka bungkusan itu. Ia bisa melihat dengan jelas testpack bergaris dua di telapak tangannya. Ia sempat mematung beberapa detik, sebelum melemparkan benda itu.

“Nggak mungkin! Bercandamu keterlaluan, Sora!” desis Dias tajam.

“Aku nggak bercanda, Yas! Aku hamil, gara-gara kamu!”

Related chapters

  • Benih Tanpa Cinta   Sanggahan

    SanggahanDias masih terdiam di sebelah Soraya. Matanya memandang jauh ke depan, wajahnya terlihat kalut. Tentu saja dia tidak menyangka akan mendapat berita se-mengejutkan ini. Sulit baginya untuk bisa memercayai perkataan Soraya. Apa gadis itu berbohong? Tapi buat apa? Dias mencoba mencari sebab yang bisa membuat pacarnya berkata seperti itu. Ulang tahunnya sudah terlewat, anniversary jadian mereka juga masih lama. Mana mungkin Soraya hanya iseng mengerjainya?Dias melirik Soraya yang kini tengah menangis hingga kulit di wajahnya merah padam. Ia baru menyadari kalau gadis itu jadi lebih kurus. Dias menatap lama perut Soraya yang masih rata. Ia benar-benar tidak yakin jika perbuatannya bersama Soraya membuahkan janin di sana. Tiba-tiba Dias beralih menatap mata Soraya dengan tatapan marah.“Aku nggak nyangka kamu yang kelihatan lugu ternyata munafik, Ra! Tega banget kamu mau manfaatin aku!”Soraya terkesiap akibat bentakan Dias. Ke mana laki-laki yang merayunya dengan kalimat semanis

    Last Updated : 2023-09-26
  • Benih Tanpa Cinta   Pengakuan

    Pengakuan“Dokter sudah bilang tentang kehamilanmu, Ra. Kamu dehidrasi, makanya demam. Sedikit malnutrisi juga, tapi masih aman,” kata Dedi tenang. Meski dadanya terasa panas dan kepalanya berat, ia tidak mau menyakiti putri satu-satunya itu dengan kemarahan. Ia merasa harus introspeksi diri setelah apa yang menimpa keluarganya. Mengapa Tuhan menimpakan ujian berat bertubi-tubi lewat anak-anaknya. Apakah hal ini karena dosa masa lalunya? Atau ini semua merupakan ujian agar keluarganya jadi lebih baik lagi?Sorot mata Soraya memancarkan keterkejutan, lalu berganti sorot ketakutan. Dia tidak membayangkan kalau kondisinya akan terbongkar dengan cara seperti ini. Seingatnya, ia hanya tertidur karena sangat lelah. Tadinya, ia sempat memikirkan cara untuk memberitahu orang tuanya sebelum tidur. Sekarang, ia tidak perlu repot-repot lagi karena mereka sudah tahu.Tanti mengusap ujung matanya yang basah. Dari pada marah, kekecewaannya jauh lebih besar. Ia tak mengira jika putrinya yang penuru

    Last Updated : 2023-09-28
  • Benih Tanpa Cinta   Dilema

    DilemaSetelah pembicaraan Soraya dan ayahnya semalam, gadis itu jadi gelisah. Ia hampir tidak tidur tadi malam. Sekarang, saat ayahnya berpamitan akan pergi ke rumah Dias, Soraya merasa dadanya seolah sedang diikat dengan tali tambang. Ia tidak bisa bernapas dengan baik.“Kamu tenang, ya. Kita pasrahkan saja semua sama Allah,” ucap Dedi sebelum berangkat. Tanti sebenarnya ingin ikut menemani sang suami, tapi Dedi menolak.“Kamu jaga Sora aja, Bu. Biar ayah sendiri yang ke sana.”Tanti menatapnya khawatir. Ia takut suaminya kelepasan emosi. Namun, melihat kesungguhan di mata Dedi, Tanti menyerah. Lagi pula, ia pikir Sora masih harus dijaga meskipun kelihatan sudah sehat. Anak perempuannya itu belum terlalu stabil kondisi mentalnya. Soraya masih sering melamun saat ditinggal sendirian.Soraya melepas kepergian ayahnya dengan mata berkaca-kaca. Ia baru menyadari kalau sekarang ia tidak ingin Dias bertanggung jawab. Jika pacarnya itu akhirnya mau bertanggung jawab, itu artinya mereka har

    Last Updated : 2023-09-30
  • Benih Tanpa Cinta   Salah Siapa

    Salah Siapa“Saya sudah memeriksakan Soraya ke dokter kandungan. Dokter itu berkata bahwa selaput dara Soraya masih utuh, dan dia benar hamil,” tandas Dedi tegas. Ia menatap Dias yang kini terlihat cemas. “Sebentar. Bagaimana bisa putri Bapak hamil dengan selaput dara yang masih utuh?” Rosa bertanya bingung. Ia merasa hal itu terlalu janggal. Perawan, tapi hamil? Apa itu yang dinamakan keajaiban?“Anda bisa bertanya dulu pada putra Anda tentang apa yang ia lakukan,” ucap Dedi tenang.Rosa beralih melihat putranya yang pucat dan gugup. Dahinya dipenuhi titik-titik keringat, sedang pandangannya fokus menekuri lantai.“Apa yang terjadi sebenarnya, Yas?”Dias melirik Dedi dan Rosa bergantian. Ingin rasanya ia kabur dari sana. Ia seperti narapidana yang sedang disidang karena tidak mau mengakui apa pun di depan mamanya. Namun, tatapan Dedi seolah mengancamnya.“Kami cuma ... petting, Ma.” Pengakuan akhirnya keluar dari mulut Dias. Ia malu setengah mati mengatakan kalimat itu. Apa mau dika

    Last Updated : 2023-10-02
  • Benih Tanpa Cinta   Tanggapan Ayah Dias

    Arif Rahman melajukan mobilnya memasuki pekarangan rumah setelah satpam membuka gerbang. Ia adalah Ayah Dias yang baru saja pulang dari dinas. Laki-laki 50 tahunan itu memarkirkan mobilnya dan berjalan masuk ke dalam rumahnya. Semalam istrinya menelepon dan menyuruhnya untuk segera pulang secepatnya setelah urusan pekerjaannya selesai. Dari nada suara istrinya, ia tahu ada sesuatu yang terjadi. Meskipun Rosa tidak mengatakan apa-apa, tapi ia bisa menangkap kecemasan dari kalimat-kalimat yang diucapkan Rosa.Memasuki kamarnya, Arif melihat istrinya sedang melamun di ranjang. Ia bahkan tidak terusik dengan kedatangan sang suami. Padahal, biasanya ia selalu menyambut Arif dengan senyuman.“Ada apa, Ma? Kok ngelamun?”Rosa yang sejak tadi terhanyut dalam pikirannya sendiri sedikit terkesiap. Ia benar-benar tidak menyadari kedatangan suaminya. Diulasnya senyuman manis. Ia tahu, laki-laki di depannya itu sangat menyayangi putranya. Rosa tidak boleh gegabah dalam menyampaikan kabar tidak men

    Last Updated : 2023-10-04
  • Benih Tanpa Cinta   Keputusan Yang Tidak Adil

    Amerika, Pa?” tanya Dias tak percaya.“Ya. Tinggallah dengan kakakmu di sana. Belajar dengan benar dan jangan buat masalah lagi. Urusanmu di sini biar Papa yang selesaikan.”“Tapi, Pa ...,” protes Rosa tak setuju.“Sudahlah, Ma! Biar Papa yang atur,” sergah Arif dengan tatapan tajam. Ia sama sekali tidak ingin dibantah.Rosa jadi diam termenung, memikirkan janjinya pada ayah Soraya bahwa ia akan segera melamar Soraya. Namun, ia juga tahu kalau keputusan suaminya tidak dapat diganggu gugat. Ia kenal betul seberapa keras kepalanya Arif Rahman, apalagi ini menyangkut martabat keluarga. Silsilah keluarga Arif begitu hebat. Hampir semua kerabatnya mempunyai jabatan atau seorang profesional. Pantas jika Arif menomorsatukan kehormatan keluarganya yang berstatus sosial tinggi.“Papa harap, hal ini akan menjadi rahasia di antara kita. Papa akan menghapus jejak kecerobohanmu, asalkan kamu mau menurut. Paham?”Dias mengangguk pasrah. Ia begitu lega karena ia tidak akan terjebak dalam pernikahan

    Last Updated : 2023-10-10
  • Benih Tanpa Cinta   Tekad

    Dedi tidak tahu dosa apa yang pernah ia lakukan sehingga Tuhan menjatuhkan hukuman begini berat padanya. Di saat masa depan putrinya terancam suram, seolah belum cukup, ia juga resmi menjadi pengangguran. Karier yang dibangun selama puluhan tahun sirna dalam sekejap mata. Dedi sungguh tak mengerti dengan pemecatannya yang tiba-tiba. Selama ini ia telah bekerja dengan sangat baik. Meski statusnya hanyalah staf biasa, tetapi ia sering mendapatkan pujian karena kerja keras dan kedisiplinannya selama ini. Lantas kenapa? Apa yang salah?Tanpa ia sadari, mobil telah memasuki halaman rumahnya. Untunglah Dedi tidak mengalami kecelakaan walaupun ia menyetir setengah sadar. Bukan karena mengantuk atau mabuk, tapi karena Dedi menyetir sambil melamun. Ia menarik tuas rem sehingga mobil berhenti sepenuhnya. Ia sama sekali tak berniat untuk keluar dari mobil karena terlalu sibuk dengan pikirannya yang kacau balau.Cukup lama Dedi berdiam di dalam mobil dengan mesin masih menyala. Hal itu membuat Ta

    Last Updated : 2023-10-12
  • Benih Tanpa Cinta   Pindah

    Sepertinya , mereka ingin kita pindah.”Dedi memegang sebuah bata yang terbungkus kertas bertuliskan “Pezina kotor” di tangannya. Bata itu dilemparkan oleh seseorang jam 3 pagi, hingga membuat kaca jendela retak.Soraya memandang nanar pada bata di tangan ayahnya, kemudian menoleh ke jendela yang rusak. Entah bagaimana dia yakin jika ini adalah perbuatan ayah Dias. Setelah ayahnya menceritakan tentang pemecatannya yang di luar kewajaran, ia semakin yakin jika semua musibah yang menimpa mereka berhubungan dengan ayah Dias yang notabene adalah pejabat. Kuasa besar yang dimilikinya pasti ia manfaatkan dengan sangat baik. Soraya menjadi sangat marah karenanya.Tanti memeluk pundak Soraya dan mengusapnya halus. Ia pun memiliki pemikiran yang sama mengenai pelaku yang meneror mereka. Tanti hanya berusaha mendinginkan suasana. Ia tidak mau mengambil langkah yang keliru.“Kita kembali ke Bandung saja. Menurut ibu, kita bisa memulai hidup baru di sana. Gimana, Yah? Ayah bisa buka bisnis ayam p

    Last Updated : 2023-10-17

Latest chapter

  • Benih Tanpa Cinta   Keresahan Bu RT

    Melepaskan cita-cita bukanlah sesuatu yang mudah bagi Soraya. Semua hal di hadapannya hanyalah bayangan samar. Masa-masa indah ketika kuliah serta berbagai rencana yang ia susun terasa bagai mimpi. Meski sulit, Soraya ingin mencoba berdamai dengan keadaannya saat ini. Bukan karena ia sudah ikhlas atau sudah memaafkan Dias, tapi karena ia tidak punya banyak pilihan. Soraya memblokir semua nomor teman-temannya, termasuk Zia dan Stella. Ia sudah berniat untuk melupakan segalanya dan memulai kehidupan baru tanpa harus dibayangi masa lalu. Ia sedikit merasa bersalah, karena pernah berjanji pada dua sahabatnya itu akan selalu menjaga silaturahmi.Keluarga Soraya pindah di suatu desa kecil di pinggiran Bandung. Tanti sengaja tidak memilih berdekatan dengan saudara-saudaranya di sana. Ia hanya ingin menjalani hidup dengan tenang dan bahagia. Meskipun hatinya masih sakit karena kehidupannya yang nyaman seolah dirampas paksa. Namun, Tanti bertekad untuk menjadi ibu yang tangguh untuk putrinya.

  • Benih Tanpa Cinta   Pindah

    Sepertinya , mereka ingin kita pindah.”Dedi memegang sebuah bata yang terbungkus kertas bertuliskan “Pezina kotor” di tangannya. Bata itu dilemparkan oleh seseorang jam 3 pagi, hingga membuat kaca jendela retak.Soraya memandang nanar pada bata di tangan ayahnya, kemudian menoleh ke jendela yang rusak. Entah bagaimana dia yakin jika ini adalah perbuatan ayah Dias. Setelah ayahnya menceritakan tentang pemecatannya yang di luar kewajaran, ia semakin yakin jika semua musibah yang menimpa mereka berhubungan dengan ayah Dias yang notabene adalah pejabat. Kuasa besar yang dimilikinya pasti ia manfaatkan dengan sangat baik. Soraya menjadi sangat marah karenanya.Tanti memeluk pundak Soraya dan mengusapnya halus. Ia pun memiliki pemikiran yang sama mengenai pelaku yang meneror mereka. Tanti hanya berusaha mendinginkan suasana. Ia tidak mau mengambil langkah yang keliru.“Kita kembali ke Bandung saja. Menurut ibu, kita bisa memulai hidup baru di sana. Gimana, Yah? Ayah bisa buka bisnis ayam p

  • Benih Tanpa Cinta   Tekad

    Dedi tidak tahu dosa apa yang pernah ia lakukan sehingga Tuhan menjatuhkan hukuman begini berat padanya. Di saat masa depan putrinya terancam suram, seolah belum cukup, ia juga resmi menjadi pengangguran. Karier yang dibangun selama puluhan tahun sirna dalam sekejap mata. Dedi sungguh tak mengerti dengan pemecatannya yang tiba-tiba. Selama ini ia telah bekerja dengan sangat baik. Meski statusnya hanyalah staf biasa, tetapi ia sering mendapatkan pujian karena kerja keras dan kedisiplinannya selama ini. Lantas kenapa? Apa yang salah?Tanpa ia sadari, mobil telah memasuki halaman rumahnya. Untunglah Dedi tidak mengalami kecelakaan walaupun ia menyetir setengah sadar. Bukan karena mengantuk atau mabuk, tapi karena Dedi menyetir sambil melamun. Ia menarik tuas rem sehingga mobil berhenti sepenuhnya. Ia sama sekali tak berniat untuk keluar dari mobil karena terlalu sibuk dengan pikirannya yang kacau balau.Cukup lama Dedi berdiam di dalam mobil dengan mesin masih menyala. Hal itu membuat Ta

  • Benih Tanpa Cinta   Keputusan Yang Tidak Adil

    Amerika, Pa?” tanya Dias tak percaya.“Ya. Tinggallah dengan kakakmu di sana. Belajar dengan benar dan jangan buat masalah lagi. Urusanmu di sini biar Papa yang selesaikan.”“Tapi, Pa ...,” protes Rosa tak setuju.“Sudahlah, Ma! Biar Papa yang atur,” sergah Arif dengan tatapan tajam. Ia sama sekali tidak ingin dibantah.Rosa jadi diam termenung, memikirkan janjinya pada ayah Soraya bahwa ia akan segera melamar Soraya. Namun, ia juga tahu kalau keputusan suaminya tidak dapat diganggu gugat. Ia kenal betul seberapa keras kepalanya Arif Rahman, apalagi ini menyangkut martabat keluarga. Silsilah keluarga Arif begitu hebat. Hampir semua kerabatnya mempunyai jabatan atau seorang profesional. Pantas jika Arif menomorsatukan kehormatan keluarganya yang berstatus sosial tinggi.“Papa harap, hal ini akan menjadi rahasia di antara kita. Papa akan menghapus jejak kecerobohanmu, asalkan kamu mau menurut. Paham?”Dias mengangguk pasrah. Ia begitu lega karena ia tidak akan terjebak dalam pernikahan

  • Benih Tanpa Cinta   Tanggapan Ayah Dias

    Arif Rahman melajukan mobilnya memasuki pekarangan rumah setelah satpam membuka gerbang. Ia adalah Ayah Dias yang baru saja pulang dari dinas. Laki-laki 50 tahunan itu memarkirkan mobilnya dan berjalan masuk ke dalam rumahnya. Semalam istrinya menelepon dan menyuruhnya untuk segera pulang secepatnya setelah urusan pekerjaannya selesai. Dari nada suara istrinya, ia tahu ada sesuatu yang terjadi. Meskipun Rosa tidak mengatakan apa-apa, tapi ia bisa menangkap kecemasan dari kalimat-kalimat yang diucapkan Rosa.Memasuki kamarnya, Arif melihat istrinya sedang melamun di ranjang. Ia bahkan tidak terusik dengan kedatangan sang suami. Padahal, biasanya ia selalu menyambut Arif dengan senyuman.“Ada apa, Ma? Kok ngelamun?”Rosa yang sejak tadi terhanyut dalam pikirannya sendiri sedikit terkesiap. Ia benar-benar tidak menyadari kedatangan suaminya. Diulasnya senyuman manis. Ia tahu, laki-laki di depannya itu sangat menyayangi putranya. Rosa tidak boleh gegabah dalam menyampaikan kabar tidak men

  • Benih Tanpa Cinta   Salah Siapa

    Salah Siapa“Saya sudah memeriksakan Soraya ke dokter kandungan. Dokter itu berkata bahwa selaput dara Soraya masih utuh, dan dia benar hamil,” tandas Dedi tegas. Ia menatap Dias yang kini terlihat cemas. “Sebentar. Bagaimana bisa putri Bapak hamil dengan selaput dara yang masih utuh?” Rosa bertanya bingung. Ia merasa hal itu terlalu janggal. Perawan, tapi hamil? Apa itu yang dinamakan keajaiban?“Anda bisa bertanya dulu pada putra Anda tentang apa yang ia lakukan,” ucap Dedi tenang.Rosa beralih melihat putranya yang pucat dan gugup. Dahinya dipenuhi titik-titik keringat, sedang pandangannya fokus menekuri lantai.“Apa yang terjadi sebenarnya, Yas?”Dias melirik Dedi dan Rosa bergantian. Ingin rasanya ia kabur dari sana. Ia seperti narapidana yang sedang disidang karena tidak mau mengakui apa pun di depan mamanya. Namun, tatapan Dedi seolah mengancamnya.“Kami cuma ... petting, Ma.” Pengakuan akhirnya keluar dari mulut Dias. Ia malu setengah mati mengatakan kalimat itu. Apa mau dika

  • Benih Tanpa Cinta   Dilema

    DilemaSetelah pembicaraan Soraya dan ayahnya semalam, gadis itu jadi gelisah. Ia hampir tidak tidur tadi malam. Sekarang, saat ayahnya berpamitan akan pergi ke rumah Dias, Soraya merasa dadanya seolah sedang diikat dengan tali tambang. Ia tidak bisa bernapas dengan baik.“Kamu tenang, ya. Kita pasrahkan saja semua sama Allah,” ucap Dedi sebelum berangkat. Tanti sebenarnya ingin ikut menemani sang suami, tapi Dedi menolak.“Kamu jaga Sora aja, Bu. Biar ayah sendiri yang ke sana.”Tanti menatapnya khawatir. Ia takut suaminya kelepasan emosi. Namun, melihat kesungguhan di mata Dedi, Tanti menyerah. Lagi pula, ia pikir Sora masih harus dijaga meskipun kelihatan sudah sehat. Anak perempuannya itu belum terlalu stabil kondisi mentalnya. Soraya masih sering melamun saat ditinggal sendirian.Soraya melepas kepergian ayahnya dengan mata berkaca-kaca. Ia baru menyadari kalau sekarang ia tidak ingin Dias bertanggung jawab. Jika pacarnya itu akhirnya mau bertanggung jawab, itu artinya mereka har

  • Benih Tanpa Cinta   Pengakuan

    Pengakuan“Dokter sudah bilang tentang kehamilanmu, Ra. Kamu dehidrasi, makanya demam. Sedikit malnutrisi juga, tapi masih aman,” kata Dedi tenang. Meski dadanya terasa panas dan kepalanya berat, ia tidak mau menyakiti putri satu-satunya itu dengan kemarahan. Ia merasa harus introspeksi diri setelah apa yang menimpa keluarganya. Mengapa Tuhan menimpakan ujian berat bertubi-tubi lewat anak-anaknya. Apakah hal ini karena dosa masa lalunya? Atau ini semua merupakan ujian agar keluarganya jadi lebih baik lagi?Sorot mata Soraya memancarkan keterkejutan, lalu berganti sorot ketakutan. Dia tidak membayangkan kalau kondisinya akan terbongkar dengan cara seperti ini. Seingatnya, ia hanya tertidur karena sangat lelah. Tadinya, ia sempat memikirkan cara untuk memberitahu orang tuanya sebelum tidur. Sekarang, ia tidak perlu repot-repot lagi karena mereka sudah tahu.Tanti mengusap ujung matanya yang basah. Dari pada marah, kekecewaannya jauh lebih besar. Ia tak mengira jika putrinya yang penuru

  • Benih Tanpa Cinta   Sanggahan

    SanggahanDias masih terdiam di sebelah Soraya. Matanya memandang jauh ke depan, wajahnya terlihat kalut. Tentu saja dia tidak menyangka akan mendapat berita se-mengejutkan ini. Sulit baginya untuk bisa memercayai perkataan Soraya. Apa gadis itu berbohong? Tapi buat apa? Dias mencoba mencari sebab yang bisa membuat pacarnya berkata seperti itu. Ulang tahunnya sudah terlewat, anniversary jadian mereka juga masih lama. Mana mungkin Soraya hanya iseng mengerjainya?Dias melirik Soraya yang kini tengah menangis hingga kulit di wajahnya merah padam. Ia baru menyadari kalau gadis itu jadi lebih kurus. Dias menatap lama perut Soraya yang masih rata. Ia benar-benar tidak yakin jika perbuatannya bersama Soraya membuahkan janin di sana. Tiba-tiba Dias beralih menatap mata Soraya dengan tatapan marah.“Aku nggak nyangka kamu yang kelihatan lugu ternyata munafik, Ra! Tega banget kamu mau manfaatin aku!”Soraya terkesiap akibat bentakan Dias. Ke mana laki-laki yang merayunya dengan kalimat semanis

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status